Hari – 3.
Setelah mendengar apa yang kukatan, Satria adalah orang yang pertama melepaskannya dari tangan Aurora.
“Aku mengerti! Aku menyerahkannya padamu!”
Satria berkata sambil tersenyum padaku. Aku membalas senyumannya dengan senyumanku.
“Kalian semua lepaskan dia! Tak sopan terus memegangi tubuh seorang gadis tanpa izinnya!”
Mendengar hal itu, Rock adalah yang pertama melepaskan Aurora, diikuti Hunter, Robert, lalu Andika.
“Maaf, karena bersikap kasar.”
Rock meminta maaf dengan kepala yang menunduk.
“Tak apa, itu bukan salahmu...”
Aurora menerima maaf Rock sambil melihat ke arah lain. Sepertinya dia malu atas sikapnya beberapa saat yang lalu.
“Kau tak masalah ikut bersama keluar ruangan ini, kan?”
Aurora melihat ke wajahku dengan tatapan sayu, lalu menganggukkan kepalanya.
“Apa kau tak akan menghentikannya, Adrian? Bukankah di
Hari – 3.“Meluapkan emosimu!”Aurora nampak terkejut dengan apa yang kukatakan. Dia nampak tak begitu mengerti kenapa Aku mengatakan hal tersebut.“Kenapa Aku harus melakukan itu?”Dia bertanya dengan nada lirih.Bagaimana caraku menjelaskannya, ya.“Ini hanya pendapatku, tapi kurasa kau harus melepaskan apa yang kau rasakan di dalam hatimu dan tak memendamnya... biasanya manusia akan menyimpan perasaan yang sesungguhnya di dalam hatinya, sementara dia mengatakan hal yang berbeda untuk melindungi kelemahannya atau membuatnya lebih baik dari pada yang sebenarnya.”“Jadi apa maksudmu?”Dia masih terlihat bingung dengan penjelasanku. Aku menggaruk rambutku dengan ekspresi bingung.“Kurasa kau hanya perlu jujur dengan perasaanmu sendiri, maka kau akan merasa lebih baik... itu saja.”Aku pada akhirnya hanya menyuruhnya untuk jujur.Aurora nampak
Hari – 3.“Aku tak begitu paham tentang hal ini, karena Aku bukan ahlinya... tapi kupikir kau sebetulnya tidak membenci Giselle seperti yang kau pikirkan, setidaknya tidak sampai kau ingin membunuhnya... kau memasukkan namanya ke dalam kotak itu hanya karena kemarahan sementaramu.”Kurasa jika mereka bisa saling berbicara satu sama lain tanpa emosi, maka mereka bisa berdamai tanpa ada banyak masalah. Meski sepertinya hal ini sudah terlambat. Mereka mungkin tak akan bisa berdamai lagi.“Apa itu benar? Apa Aku sebenarnya tak membencinya?”“Entahlah...”Aku tak mungkin mengetahui perasaannya yang sebenarnya, karena Aku bukan dirinya. Dia hanya bisa menemukan jawaban dari pertanyaan itu dengan bertanya pada hatinya sendiri.“Aurora, Aku tak tahu apa yang kau rasakan saat ini, tapi menurutku kau seharusnya minta maaf padanya... mungkin Aku tak berhak mengatakan ini, tapi meskipun dia adalah orang ya
Hari – 3.Aku menghela napasku saat melihat Asraf yang melangkah keluar dari ruangan ini bersama dengan gadis yang lain. Apakah dia akan baik-baik saja sendirian? Dia tak terbiasa berinteraksi dengan para gadis, jadi Aku cukup mengkhawatirkan. Meskipun sebetulnya Aku juga jarang berinteraksi dengan gadis, jadi kurasa Aku tak berhak mengkhawatirkannya.“Ada apa Tuan penyendiri? Apa kau cemburu dengan para gadis itu yang membawa Asraf pergi darimu?”“Diamlah kau!”Aku merasa sangat emosi saat mendengar suara seorang gadis kecil yang sekarang menempati kursi Asraf. Kenapa dia harus duduk di situ?“Aku benar-benar iri dengan Asraf... lagi-lagi dia dikelilingi oleh para gadis cantik.”Hunter mengatakan itu sambil melihat ke pintu yang digunakan Asraf dan yang lain untuk keluar dari ruangan ini.“Jika kau ingin menyusul mereka, maka lakukan saja! Lagi pula kau pasti tidak akan begitu berguna d
Hari – 3.Aku bisa mendengar suara tawa yang tertahan dari Crona, meskipun Aku tak melihat ke arahnya sama sekali. Gadis itu! Berani-beraninya dia menertawakanku.Aku memang mengatakan sesuatu yang tak biasanya kukatakan dan mungkin tak cocok dengan diriku, tapi bukan berarti Aku akan membiarkan orang menertawakanku begitu saja. Aku tanpa ampun menginjak kakinya untuk membuatnya berhenti tertawa.Rencanaku berhasil! Dia berhenti tertawa, tapi sebagai gantinya dia melotot padaku, lalu membalasku dengan menginjak kakiku. Saat Aku melihatnya dengan pandangan kebencian, dia segera mengalihkan pandangannya dariku dengan suasana hati yang buruk.“Kemanusiaan, kah? Memang benar di tempat seperti ini kau bisa kehilangan kemanusiaanmu dengan mudah.”Aku kembali fokus ke pertemuan ini, begitu Aku mendengar suara Adrian.“Apa kau ingin menyinggung diriku?”Giselle bertanya dengan nada yang sangat dingin. Dia seperti
Hari – 3.Sejujurnya Aku ingin membahas hal ini saat ada Asraf di ruangan ini, tapi karena dia harus mengurus orang lain, jadi Aku harus bisa menutupi perannya dengan semua orang yang ada di sini.“Kau ingin membahas tentang video yang kita rekam tadi malam, kan?”Adrian bertanya dengan seringai di wajahnya. Sebastian langsung menganggukkan kepalanya.“Ya, Aku tak menonton seluruh videonya, karena terlalu panjang, tapi ada hal unik yang kutemui... Aku ingin memastikan apa kalian mendapat hal yang sama denganku atau tidak?”Aku mengeluarkan smartphone dari sakuku dan melihat layarnya yang masih gelap. Aku juga sudah menonton sebagian dari video yang kurekam. Aku mungkin juga mendapatkan hal yang sama dengannya, karena temanku yang lain juga mengalami hal yang sama.“Aku belum memeriksa rekaman video yang kurekam, tapi kurasa ada hal yang menarik yang bisa kita bahas di sini.”Adrian berkata sam
Hari – 3.Dengan tak adanya Asraf di sini, sepertinya satu-satunya orang yang bisa kami andalkan untuk memecahkan masalah ini adalah Crona. Aku benci mengakuinya, tapi kemungkinan besar dia adalah orang terpintar setelah Asraf di antara kami semua.“Apa yang ingin kau katakan?”Tanya Adrian dengan pandangan tajam.“Kalian semua pasti sadar bahwa tujuan dari kabut itu adalah untuk menutupi sesuatu, kan? Tapi apa yang sebenarnya mereka ingin tutupi? Jika kita mengingat kembali, kemarin malam seharusnya tak ada yang meninggal di antara kita, jadi mereka seharusnya tak menutupi eksekutor yang mereka miliki, belum lagi mereka jelas-jelas pagi ini mengutus eksekutor mereka ke hadapan kita, jadi sejak awal mereka tak memiliki niat untuk menutupi keberadaan mereka.”Penjelasan yang diberikan oleh Crona mudah dimengerti, setidaknya untukku, karena ada beberapa orang yang nampak kebingungan dengan penjelasan tersebut.“Intinya kau ingin mengatakan bahwa mereka memiliki sesuatu yang tidak ingin
Hari – 3.Aku dan yang lainnya berdiri di luar ruang makan, setelah kami selesai menghabiskan cemilan yang dibawa oleh Cinta dan Rina. Kami berdiri di sini untuk menunggu Giselle keluar dari ruang makan.Mataku melirik ke arah Aurora, gadis itu nampak gugup. Aku bisa melihat tangannya yang gemetaran.“Tak apa, Aurora! Aku akan membantumu!”Lisa mendekat pada Aurora, lalu menggenggam tangannya agar membantunya menghentikan gemetaran di tangannya.“Tapi... Aku telah melakukan hal yang sangat buruk... jujur saja, Aku merasa takut menghadapinya.”Meskipun dia berkata begitu, tapi dia tak mencoba untuk melarikan diri dari tempat ini.“Aku juga ingin minta maaf, jadi mari kita melakukannya bersama!”Di sisi lain, Jasmine juga nampak sama gugupnya dengan Aurora, malahan dia nampak lebih gugup darinya. Dia pasti merasa bahwa dialah yang menjadi sumber masalah ini.“Jasmine, tapi...
Hari – 3.“Kau ingin minum apa, Giselle?”Lisa bertanya dari depan vending machine. Tangannya sudah terlihat gatal untuk menekan tombol yang ada di mesin itu.“Aku begitu ingin minum sesuatu yang manis, jadi air putih saja/”“Eh!”Lisa nampak kecewa dengan jawaban yang diberikan oleh Giselle. Dia kemudian pergi ke mesin yang terdapat air putih, lalu menekan tombol di mesin itu hingga mesin itu bisa memberikan sebotol air putih kepadanya. Setelah itu dia memberikan botol itu pada Giselle.“Terima kasih.”“Tak apa.”Setelah memperhatikan mereka, Aku kemudian menekan tombol untuk mengeluarkan sekaleng kopi dari vending machine. Sementara itu Rina mengambil sekaleng teh.Kami berdua memutuskan untuk menjaga jarak dari yang lain agar kami tak mengganggu mereka, jadi kami mengambil kursi lipat yang tersedia di ruangan ini, lalu duduk dengan jarak yang cukup jauh
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k