Hari – 4.
“Asraf, bangunlah.”
Aku membuka mataku dengan perlahan, begitu Aku mendengar ada orang yang memanggil namaku.
Begitu mataku terbuka, Aku bisa melihat wajah Rina dengan mataku yang kabur, karena baru bangun tidur.
“Hoaahmmm!”
Aku menguap cukup lebar sambil meregangkan tubuhku. Rasa lelahku belum benar-benar hilang, setelah mencoba membuat keributan di kamar ini.
Aku, Fiona dan Rina saling bergantian berjaga dan membuat keributan. Mungkin karena itulah Aku tidak mendapatkan waktu tidur yang baik.
“Entah kenapa tenggorokkanku terasa sangat sakit.”
Kata Rina sambil memegang tenggorokannya.
“Itu karena kau terlalu banyak meninggikan suaramu.”
Fiona membalas Rina sambil menyisir rambutnya.
“Itu karena kau terlalu memprovokasiku! Kenapa kau malah mengajakku ribut!?”
“Karena itu adalah cara yang paling efektif untuk membuatmu m
Hari – 4.“Apa kau baik-baik saja?”Tanya Bagas dengan khawatir, mungkin karena dia melihat wajahku yang agak pucat.“Apa sebaiknya kau istirahat saja? Jika kau mau sarapan, Aku akan membawakannya ke kamarmu!”Rina menatapku dengan pandangan khawatir, tapi Aku segera menggelengkan kepalaku.“Tidak usah... Aku baik-baik saja.”Setelah mendengar jawabanku, Bagas segera duduk di kursi sampingku tanpa mengatakan apapun.“Anu, Bagas... apa kau tak ingin membujuknya kembali ke kamar? Dia terlihat tak baik-baik saja, kan?”“Itu percuma saja! Sekali dia tak ingin melakukan sesuatu, dia tak akan melakukannya! Dia lebih keras kepala dari pada yang kau pikirkan!”Seperti yang diharapkan dari temanku ini. Dia sangat mengerti diriku.Rina pada akhirnya menyerah untuk membujukku kembali ke kamar dan duduk di sampingku.“Jika kau merasa tak enak badan
Hari – 3.Aku mendengarkan penjelasan dari Jasmine tentang apa yang baru saja dia lihat di ruang makan.“Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?”Jasmine terlihat sangat panik saat dia selesai menjelaskan semuanya.Aku sudah menduga Aurora akan marah padaku, jika Aku menuduhnya secara terang-terangan, tapi Aku tak menyangka bahwa dia akan melakukan tindakan nekat seperti ini. Kurasa ini sudah menjadi balasanku karena telah berbuat jahat padanya.“Apa kau sudah menceritakan hal ini pada yang lain?”“Aku sudah menceritakannya pada Asraf dan yang lain, tapi mereka tak melakukan apapun untuk menyelesaikan masalah ini, meski Asraf telah memberikan saran padaku.”“Saran? Apa itu?”“Itu... Anu... apa, ya... Ah, dia menyarankan untuk membuat hasilnya menjadi seri antara kau dan Aurora... kalau tak salah itu yang dia katakan... maaf, Aku tak begitu mengerti rencananya... tapi dia juga menjelaskan bisa saja hasilnya akan menjadi buruk.”Itu memang benar. Aku tak berpikir mereka akan membiar
Hari – 4. Kami mendengarkan cerita Giselle dalam diam. Tak ada satupun dari kami yang mengeluarkan suara sedikitpun saat dia masih mengeluarkan bercerita. “Tujuanku dari awal memang bukan untuk membunuh Aurora, melainkan untuk menyadarkannya betapa pentingnya memiliki teman yang bisa kau percaya, meskipun kau dicurigai olehnya ataupun jika kalian sering bertengkar.” Giselle memberikan senyuman hangat saat mengatakan itu. “Mungkin Aku memang tak pantas mengatakan ini, karena Aku yang mencurigai Aurora duluan, tapi untuk bisa mempercayai seseorang sepenuhnya, kau harus meragukannya terlebih dahulu dan mencari bukti apakah dia pantas dicurigai atau tidak.” Meskipun umurnya hanya akan bertahan selama beberapa puluh menit lagi, Giselle masih terlihat tenang seperti biasanya. “Apa kau bodoh!? Kau ingin mempercayainya, padahal dia mencoba untuk membunuhmu!” Adrian berkata dengan kasar pada Giselle. Dia sepertinya tak mengerti kenapa Giselle memilih untuk mengorbankan nyawanya untuk bis
Hari – 4.Kami masih terdiam di tempat kami duduk, setelah Giselle meninggalkan ruang makan ini. Masih ada beberapa orang yang menangis, seperti Lisa, Jasmine dan yang terparah adalah Aurora. Bahkan Rina yang duduk di sampingku juga menangis.Cinta datang ke samping Rina, lalu memeluknya untuk membantunya menjadi lebih tenang.“Apa kau tak apa-apa, Asraf?”Sarah bertanya padaku dengan lembut.Saat Aku melihat ke arahnya, dia menyentuh jidatku tanpa peringatan.“Dahimu semakin panas... apa kau benar-benar baik-baik saja?”Kata Sarah dengan nada khawatir.Mungkin demamku menjadi semakin parah, karena stress yang kuterima beberapa saat yang lalu. Aku tak tahu harus melakukan apa untuk menenangkan perasaanku saat ini. Aku benar-benar tak suka saat orang yang kukenal menghilang satu per satu, tapi Aku juga tak bisa berbuat apapun untuk itu.Semakin Aku memikirkannya, semakin sakit rasanya kepalaku.“Asraf, kurasa tak ada lagi yang perlu kau lakukan di sini, jadi lebih baik kau beristirahat
Hari – 4.Setelah mendengarkan hadiah yang ingin diberikan pada kami oleh Kakek itu, jika kami berhasil bertahan hidup, Aku segera kembali ke kamarku untuk mengistirahatkan tubuh yang semakin terasa berat.Begitu Aku memasuki ruang 303, Aku segera menjatuhkan diriku di atas kasur yang empuk tanpa mengganti pakaianku. Tubuhku terasa sangat berat bahkan hanya untuk melakukan tugas yang ringan.Tak berapa lama setelah Aku masuk ke kamarku, pintu kamarku kembali terbuka, lalu masuklah Bagas, Sarah dan Rina ke dalam kamarku.“Cepat sekali, Aku tak menyangka kalian bisa menemukan obatku dengan cepat.”Kataku tanpa mengangkat tubuhku dari kasur.Setelah menyuruhku untuk beristirahat di kamar, mereka bertiga bertugas untuk mencari obat untukku, kemudian merawatku sampai sembuh, sementara yang lain akan bertugas untuk mencari informasi dari yang lain.“Kedua pelayan itu secara mengejutkan sangat membantu kami mencari obat... mereka langsung memberikan obat-obat yang kami perlukan untuk membuat
Hari – 4.Asraf segera pergi dari ruangan ini untuk beristirahat di kamarnya karena sakit, begitu Kepala desa meninggalkan ruangan ini. Bagas, Sarah dan Rina memutuskan untuk merawat Asraf, jadi mereka sekarang sedang meminta obat pada pelayan, lalu pergi menyusul Asraf ke kamarnya.Sekarang di ruangan ini mereka hanya meninggalkanku bersama Fiona, Ria, Cinta dan Arifa. Sejujurnya Aku tak yakin bisa mendiskusikan sesuatu dengan mereka. Mungkin Fiona bisa memikirkan sesuatu, tapi Aku merasa bahwa sifatku akan sangat tak cocok dengannya, bahkan lebih dari si brengsek Bagas itu.Aku melihat ke arah Adrian berada. Lelaki yang biasanya memimpin diskusi kami, sekarang dia malah terdiam di kursinya tanpa bergerak sama sekali. Sepertinya gadis bernama Giselle itu benar-benar menghancurkan semangatnya.Lelaki itu kemudian pergi meninggalkan ruangan ini tanpa mengatakan apapun. Di belakangnya, Michael mengikutinya seperti anak ayam yang mengikuti induknya.Sekarang apa yang tersisa di ruangan i
Hari – 4.Saat Aku sedang memikirkan bagaimana memecahkan keheningan yang terjadi di ruangan ini, Sarah dan Rina kembali ke ruangan ini. Aku tak begitu peduli dengan Rina, tapi memandang Sarah sebagai penyelamatku.“Bagaimana keadaan di sini?”Tanya Sarah setelah dia kembali duduk di kursi yang dia tempati sebelumnya.“Seperti yang kau lihat, semua orang di sini hanya saling berdiam diri.”Jawabku sambil mengangkat kedua bahuku.“Entah mengapa rasanya sangat berat di sini untuk mengatakan sesuatu... hehehe.”Aku tak bisa menyangkal hal tersebut. Bahkan Aku juga tak bisa mengeluarkan satupun lelucon di situasi seperti ini.“Bagaimana keadaan Asraf dan orang itu?”Tanyaku pada mereka berdua.“Asraf sudah tidur di kamarnya, sedangkan Bagas bertugas untuk menjaganya... meskipun dia juga ikut tidur.”Jawab Rina, lalu duduk di kursi yang sebelumnya Asraf duduki. Anggota kelompok kami yang lain kemudian mendekatkan diri mereka dengan duduk di kursi yang masih hingga tak ada kursi kosong di a
Hari – 4.Kami meninggalkan ruang makan untuk pergi ke kamarku. Kamarku dipenuhi dengan warna putih di berbagai tempat, mulai warna kasur, dinding dan perabotan. Aku cukup menyukai ruang yang serba putih ini saat melihat gambarnya saat Aku melihat-lihat kamar yang ada di menara ini, jadi Aku langsung memilih kamar ini tanpa berpikir dua kali.“Kalian bisa duduk dimanapun kalian suka, Aku akan menyiapkan teh untuk kalian.”Aku segera pergi ke dapur untuk menyeduh teh, sementara yang lain mulai mencari tempat duduk yang nyaman untuk mereka.Mereka tampak mengobrol santai saat Aku berada di dapur, meskipun Aku masih bisa merasakan kecanggungan di antara mereka.“Maaf, lama.”Kataku sambil membawakan teh yang baru kuseduh ke atas meja.“Ya, tak masalah.”Balas Lisa sambil tersenyum.“Aku masih memiliki beberapa cemilan, apa kalian mau?”“Ya, tentu saja!&rdquo
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k