Hari – 4.
Kami meninggalkan ruang makan untuk pergi ke kamarku. Kamarku dipenuhi dengan warna putih di berbagai tempat, mulai warna kasur, dinding dan perabotan. Aku cukup menyukai ruang yang serba putih ini saat melihat gambarnya saat Aku melihat-lihat kamar yang ada di menara ini, jadi Aku langsung memilih kamar ini tanpa berpikir dua kali.
“Kalian bisa duduk dimanapun kalian suka, Aku akan menyiapkan teh untuk kalian.”
Aku segera pergi ke dapur untuk menyeduh teh, sementara yang lain mulai mencari tempat duduk yang nyaman untuk mereka.
Mereka tampak mengobrol santai saat Aku berada di dapur, meskipun Aku masih bisa merasakan kecanggungan di antara mereka.
“Maaf, lama.”
Kataku sambil membawakan teh yang baru kuseduh ke atas meja.
“Ya, tak masalah.”
Balas Lisa sambil tersenyum.
“Aku masih memiliki beberapa cemilan, apa kalian mau?”
“Ya, tentu saja!&rdquo
Hari – 4.Aku terbangun di kamarku, lalu melihat ke sekeliling kamarku.“Apa kau sudah bangun, Asraf?”Tanya Bagas sambil merenggangkan tubuhnya. Nampaknya dia juga baru bangun tidur beberapa saat yang lalu.“Ya... dimana yang lain?”Tanyaku saat melihat bahwa di kamar ini hanya ada diriku dan Bagas.“Entahlah, mungkin mereka masih di ruang makan.”“Memangnya jam berapa ini? Kurasa mereka tak mungkin terlalu lama berada di sana.”Aku melihat jam tanganku. Saat ini hanya tinggal 1 jam lebih sebelum makan siang, jadi tak mungkin mereka masih berkumpul di sana.“Tenanglah... Aku tak berpikir ada hal yang buruk terjadi pada mereka... kau mungkin lupa, tapi mereka semua lebih tua dari pada kita berdua, kecuali si bocah itu!”Itu memang benar, tapi tetap saja usia mereka masih tak begitu jauh dengan kita. Mereka masih berada di bawah umur.Aku segera bangun dari tempat tidurku. Melepas bajuku, lalu mengelap tubuhku yang basah oleh keringat dengan handuk basah yang ada di kamar mandi. Aku ju
Hari – 4.“Apa kau tahu dimana kamar Giselle?”Tanyaku saat kami berjalan menuju lantai 4.“Eh!? Apa kau mau pergi ke sana?”Aku menganggukkan kepalaku.“Kau ingin pergi ke kamarnya sendirian tanpa mengetahui letak kamarnya, apa kau yakin kau terburu-buru?”“Aku berencana untuk bertanya pada setiap orang yang kutemui di sepanjang jalan.”Tidak ada banyak waktu sebelum jam makan siang dimulai. Aku ingin menyelesaikan urusanku, sebelum makan siang untuk menghindari kecurigaan dari yang lain.“Aku tak tahu dimana letak kamarnya, tapi kalau tak salah kamarnya berada di lantai 4, karena Aku sering melihatnya di lantai tersebut.”“Baguslah kalau begitu.”Jika begitu, Aku hanya perlu mengetuk pintu kamar di lantai 4 untuk mencari kamanyar yang sebenarnya.“Apa kau berencana untuk mengetuk setiap pintu?”Rina bertanya padaku saat dia melihatku mendekat ke arah pintu. Aku menengok ke arahnya, lalu menganggukkan kepalaku.“Aku tak masalah jika memberi tahu siapapun tentang rencanaku, jadi kuras
Hari – 4.Kami masih terdiam saat menyaksikan Aurora yang baru keluar dari kamarnya. Aku baru tersadar saat tiba-tiba Rina mencubit tanganku.Saat Aku melihat ke arahnya, Rina menampakkan wajah tak senang. Sepertinya dia tak suka jika Aku terus memandang Aurora tanpa berkedip.“Asraf, apa keadaanmu baik-baik saja? Bukankah kau kembali ke kamar lebih cepat, karena kau sedang tak enak badan?”Tanya Aurora sambil mendudukkannya ke sofa yang terdekat. Wajahnya mengatakan bahwa dia benar-benar mengkhawatirkan keadaanku.“Tak apa-apa... Aku hanya mengalami demam kecil.”Jawabku sambil mencoba menenangkan jantungku yang berdetak dengan kencang.“Dari pada itu, kenapa kau tiba-tiba merubah penampilanmu?”Tanyaku sambil memeriksa penampilannya lagi.Rambut coklatnya yang awalnya nampak bergelombang, sekarang terlihat sangat lurus dan lembut, dia juga mengenakan make up ringan yang menonjolkan kecantikan alaminya, kulitnya yang putih juga terlihat seperti kain sutra. Ditambah dengan gaun berwar
Hari – 4.“Menjaga kamar Giselle agar tubuhnya tak hilang.”Semua orang di ruangan ini menatapku dengan bingung. Aku tahu bahwa apa yang kukatakan memang terdengar tak begitu berguna, tapi Aku harap kalian tak melihatku seperti melihat anak kecil yang baru saja mengatakan omong kosong.“Aku tak keberatan ikut dengan rencanamu, tapi apakah hal itu ada gunanya?”Tanya Angelica yang nampak tak yakin dengan tugas yang kuberikan pada mereka.“Bukannya Aku tak peduli dengan Giselle, tapi bukankah ada hal lainnya yang lebih penting untuk kita lakukan... seperti mencari siapa si pengkhianat.”Apa yang Angelica katakan memang masuk akal. Aku juga tak akan menyangkalnya, tapi...“Mencari si pengkhianat dengan keadaan kita saat ini sangat sulit... musuh kita saat ini bukan hanya si pengkhianat yang sesungguhnya, tetapi teman kita yang bisa berubah menjadi pengkhianat.”Anglica merubah
Hari – 4.Sama seperti yang terjadi pada tubuh Lion, tubuh Giselle juga dibentuk menyerupai patung, tapi berbeda dengan Lion yang dibentuk berdasarkan binatang, yaitu singa, tubuh Giselle dibentuk berdasarkan patung terkenal, yaitu Nike of Samothrace.Kepala dan kedua tangan dari Giselle menghilang dari tubuhnya. Aku bisa melihat anggota tubuh Giselle yang hilang itu diletakkan tak jauh dari tubuh utamanya. Kami semua berusaha untuk tak melihat ke bagian tubuhnya yang hilang itu.Bagian tubuh utama Giselle dipasangkan sepasang sayap yang menyerupai sayap malaikat atau dewi yang terlihat sangat indah dan cantik, jika saja tak ada cairan berwarna merah yang membasahi tubuhnya. Mungkin kata mengerikan lebih tepat dari pada kata indah, meski harus kuakui bahwa patung Giselle dibuat jauh lebih baik dan bagus dari pada patung Lion.Aku segera menggelengkan kepalaku untuk menghilangkan pemikiran yang tak perlu. Hal itu bukanlah hal yang seharusnya kupikirkan saat ini.“Nike of Samothrace? Ap
Hari – 4.Kami semua saat ini memeriksa setiap daftar nama yang ada di buku ‘Daftar dan Profil warga Desa Tanpa Nama yang belum menikah.’ untuk mencocokkannya dengan daftar orang hilang yang kumiliki.Aku sudah membagikan file daftar orang hilang pada yang lain, lalu membagikan nama siapa saja yang harus mereka cara di buku ‘Daftar dan Profil warga Desa Tanpa Nama yang belum menikah.’, untuk setiap orang setidaknya mendapatkan 30 nama yang harus mereka periksa.Sayang sekali untuk bagianku, Aku sama sekali tak menemukan orang yang hilang pada buku itu. Mungkin saja orang-orang yang ada di daftarku memang tak pernah datang ke tempat ini atau isi dari buku itu hanyalah orang yang murni berasal dari Desa Tanpa Nama.Karena Aku tak bisa mengakses internet di tempat ini, Aku juga jadi kesusahan untuk mencari tahu apakah nama orang-orang yang ada di buku itu berasal dari suatu tempat di luar sana atau bukan.“Apa kalia
Hari – 4.Aku dan Aurora saat ini duduk saling berhadapan satu sama lain dengan jarak yang lumayan jauh. Di antara kami ada sebuah patung yang menyerupai patung Nike of Samothrace, tapi sebenarnya itu bukanlah patung sama sekali, melainkan tubuh salah satu rekan kami yang telah gugur, yaitu Giselle.Setiap kali Aku melihat bagian yang hilang dari tubuh Giselle, Aku merasa merinding dan meringis ketakutan, jadi Aku berusaha sebisa mungkin untuk tak menatap tubuhnya. Meski hal itu sangat sulit untuk dilakukan, karena bau yang dikeluarkan oleh tubuh itu yang menandakan bahwa itu memang mayat asli.Di ruangan ini juga terdapat potongan tubuh dari Giselle yang hilang, tapi Aurora sudah menutupinya dengan kain hitam yang dia temukan di sini, jadi kami tak perlu takut menatapnya. Aku berusaha bersikap kuat, tapi jika Aku boleh jujur, Aku tak sanggup melihat kepalanya sedikitpun. Jika Aku melihatnya dari dekat, Aku pasti akan pingsan.Kami juga sudah memasang smartphone kami agar kami bisa me
Hari – 4.“Nah, Asraf... ada yang ingin kubahas denganmu?”Sarah datang ke ruang makan, setelah Bagas baru saja duduk di sampingku. Dia berjalan ke arahku dengan wajah serius. Di belakangnya ada Ria, Cinta dan Arifa yang mengikutinya.“Ada apa?”Tanyaku dengan bingung.“Aku ingin kau melihat sesuatu!”Setelah mengatakan itu, Sarah menyingkir dari hadapanku, lalu Cinta dan Arifa menunjukkan layar smartphone dan halaman di sebuah buku. Aku langsung menyadari bahwa terdapat gambar dua orang yang mirip di layar smartphone dan halaman buku yang mereka berdua tunjukkan padaku. Aku juga menyadari bahwa mereka memiliki nama keluarga yang sama.Bagas, Crona dan Fiona mengintip gambar yang mereka perlihatkan dari balik punggungku.“Apa pendapatmu mengenai kedua gambar itu?”“Mereka bersaudara.”Itu jelas adalah hal yang pertama kali terlintas di kepalaku. Dua orang yang memiliki wajah mirip dan memiliki nama keluarga yang sama jelas adalah seorang saudara. Meski mereka bisa saja ayah dan anak.
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k