Hari – 3.
“Aku memilih.... untuk mendiskusikannya dengan yang lain!”
Aku merasa terkejut dan kecewa dengan jawaban yang dia berikan. Padahal Aku berpikir bahwa dia akan menolak untuk pilihan yang diberikan oleh Adrian, tapi dia malah ingin mendiskusikan hal tersebut.
Aku bisa melihat Adrian yang juga nampak kecewa dengannya, meski dengan alasan yang berbeda denganku. Dia pasti ingin Jasmine memilih salah satu dari pilihan yang dia berikan.
“Meski kau berkata ingin mendikusikannya dengan yang lain, tapi siapa yang ingin kau ajak diskusi?”
Aku bertanya sambil mengangkat satu tanganku.
“Tentu saja dengan semua orang!”
Serius? Apa kau juga memasukkan Aurora dalam daftar orang yang ingin kau ajak diskusi? Aku hanya bisa membayangkan kekacauan kalau sampai itu terjadi. Padahal masalah tubuh Lion yang menghilang masih belum selesai, tapi Aku harus berhadapan dengan masalah yang lebih parah lagi.
Hari – 3.“Apakah tak apa-apa kita pergi begitu saja? Apa dia tak akan curiga pada kita?”Aku bertanya pada lain tentang kekhawatiran yang ada di dalam hatiku. Sarah nampak memiliki kekhawatiran yang sama, karena dia nampak gelisah, sedangkan Ria bersembunyi di baliknya dengan tubuh yang gemetaran. Sementara itu Bagas dan Crona nampak tak begitu peduli dengan kekhawatiranku.“Itu bukan tanggung jawab kita! Lebih baik kita menghindari masalah yang lebih lanjut lagi!”“Mereka semua lebih tua dari padamu, jadi kau tak perlu mengkhawatirkan mereka!”Bagas menjawabku tanpa merubah ekspresi wajahnya yang datar, sementara itu Crona nampak terlalu santai untuk situasi seperti ini.“Mereka memang lebih tua dari pada Aku dan Asraf, tapi mereka benar-benar tak dewasa dan kekanakan, jadi wajar saja jika mereka sangat mengkhawatirkan!”“Lalu kenapa kau meninggalkan mereka?”&
Hari – 2.Setelah Aku melarikan diri dari ruang makan, Aku hanya bisa bersembunyi di kamarku, mengurung dirinya dari dunia luar.Aku menjatuhkan tubuhku di atas ranjang yang empuk. Ini adalah ranjang terempuk yang pernah kurasakan dan Aku yakin bahwa diriku tak akan pernah merasakan keempukan ranjang seperti ini, jika Aku tak pernah datang ke sini.Aku yakin mereka masih melanjutkan diskusi mereka, meskipun tanpa diriku di sana. Aku sangat tahu bahwa diriku sangat tak berguna di sana. Aku hanya mengeluh dan menyalahkan orang lain. Aku tak bisa menjadi pemimpin seperti Adrian atau menjadi orang jenius seperti Asraf. Keberadaanku tidak akan pernah mengubah apapun.Hal tersebutlah yang membuatku semakin frustasi. Aku tahu bahwa jika ini terus berlanjut, maka Aku akan segera disingkirkan dari tempat ini alias Aku akan dibunuh. Mereka bahkan menuduh diriku sebagai si pengkhianat, jadi tak diragukan lagi bahwa Aku akan menjadi tumbal bagi mereka agar mere
Hari – 2.“Te-terima kasih...”Kataku kepada pelayan yang mengantarkan makan malam padaku. Gawat, jantung berdetak sangat kencang saat Aku menerima balasan senyum dari pelayan itu. Aku merasa jantungku akan lepas, jika terus menerima senyuman darinya. Akan tetapi sayangnya hal itu cepat berlalu, karena dia bersama pelayan lainnya segera meninggalkan ruang makan ini, begitu tugas mereka selesai.Setelah mereka pergi, Aku kembali merasakan tatapan tak bersahabat dari orang-orang yang seharusnya menjadi temanku. Ada apa dengan mereka? Kenapa mereka melihatku dengan pandangan seperti Aku adalah sampah yang tak seharusnya berada di sini? Apa kalian begitu jijiknya pada seorang penyendiri sepertiku? Aku jadi bertanya-tanya siapa sebenarnya penjahat di sini.Untung saja Aku duduk di samping kursi kosong yang terdapat foto James, jadi hanya ada satu sisi dimana Aku harus duduk bersampingnya dengan orang egois yang menganggapku sebagai sampah. Gadis itu, siapapun namanya, memiliki tatapan taj
Hari – 2.Diriku dibawa oleh Adrian ke kamarnya. Aku merasa bingung saat dia membawaku ke mari? Apa ada alasan kenapa dia harus membawaku ke kamarnya?“Kenapa?”“Kita bicara nanti! Cepat keluarkan smartphone-mu, lalu gunakan mode merekam, lalu taruh smarphone di luar!”“I-iya... ba-baik...”Sebelum Aku bisa memberikan pertanyaan padanya, dia sudah memberikan perintah padaku. Aku mengerti bahwa kami hanya memiliki sedikit waktu tersisa untuk keluar dari kami, jadi Aku segera melaksakan perintahnya dengan cepat.Aku mengambil smartphone yang ada di sakuku, masuk ke mode merekam, lalu menaruhnya dengan perlahan di samping pintu bagian luar, lalu kembali masuk ke kamar dengan cepat. Kuharap Aku tak telat kembali masuk ke kamar.“Masih ada waktu 5 menit lagi sebelum jam sepuluh, jadi kau tak perlu khawatir.”Dia menjawab pertanyaan yang ada di kepalaku, bahkan sebelum Aku mengatakan apapun. Apakah wajahku mengatakan hal itu semua padanya? Aku meraba wajahku untuk memastikan Aku tak membuat
Hari – 3. Begitu Sarah membangunkanku saat waktu makan siang selesai, kami segera menuju ruang makan. Selama Aku tertidur, ternyata mereka juga membahas berbagai macam hal. Seperti rencanaku yang ingin membuat penjaga di ruang makan dan hasil video yang kami rekam tadi malam. Selain video Fiona dan Cinta yang merekam kamar kami, semua orang mendapatkan hal yang sama, yaitu gambar hitam saat jam 12 tiba. Meskipun Aku tak tahu apa yang ingin coba mereka tutupi di jam 12 dan bagaimana mereka bisa menutupi rekaman kami dengan gambar hitam, tapi Aku yakin hal itu sangat penting untuk menentukan keselamatan kami. Meskipun Aku tak berharap banyak, kuharap ada orang yang bisa mendapatkan hasil yang jauh lebih baik dari pada apa yang kami dapatkan. Saat kami memasuki ruang makan, kami hanya mendapati Jack yang duduk sendirian. Begitu mataku dan matanya bertemu, dia segera mengalihkan matanya. Dia tak nampak ingin berbicara denganku, jadi Aku mengabaikannya dan duduk di salah satu kursi yan
Hari – 3. “Kau pasti bohong, kan!?” Setelah dia mengatakan itu, Aurora langsung berlari menuju kotak yang berisi nama-nama orang yang ingin kami bunuh. Aku ingin menghentikannya, tapi memutuskan untuk membiarkannya, karena Aku juga merasa bahwa dia layak untuk mengetahu kebenarannya. Dia menggoyangkan kotak itu berkali-kali, lalu mengintip ke dalam kotak itu memalui lubang yang ada di bagian atas kotak itu. “Tidak mungkin! Kau benar-benar memasukkan namaku!” Aku bisa mendengar suaranya yang terkejut. Dia kemudian melihat ke arah kami dengan mata kosong. “Berapa banyak?” Aku menaikkan alisku saat dia mengatakan itu. “Berapa banyak orang yang memasukkan namaku?” Aku kemudian melihat ke arah Giselle yang menjadi salah satu orang yang mengetahui jawaban tersebut, tapi gadis itu hanya membersihkan kacamatanya seolah-olah dia tak peduli dengan pertanyaan itu. “Jawab Aku! Berapa banyak kau memasukkan namaku ke dalam kotak ini!?” Aurora bertanya dengan nada yang terdengar sangat ma
Hari – 3.Setelah mendengar apa yang kukatan, Satria adalah orang yang pertama melepaskannya dari tangan Aurora.“Aku mengerti! Aku menyerahkannya padamu!”Satria berkata sambil tersenyum padaku. Aku membalas senyumannya dengan senyumanku.“Kalian semua lepaskan dia! Tak sopan terus memegangi tubuh seorang gadis tanpa izinnya!”Mendengar hal itu, Rock adalah yang pertama melepaskan Aurora, diikuti Hunter, Robert, lalu Andika.“Maaf, karena bersikap kasar.”Rock meminta maaf dengan kepala yang menunduk.“Tak apa, itu bukan salahmu...”Aurora menerima maaf Rock sambil melihat ke arah lain. Sepertinya dia malu atas sikapnya beberapa saat yang lalu.“Kau tak masalah ikut bersama keluar ruangan ini, kan?”Aurora melihat ke wajahku dengan tatapan sayu, lalu menganggukkan kepalanya.“Apa kau tak akan menghentikannya, Adrian? Bukankah di
Hari – 3.“Meluapkan emosimu!”Aurora nampak terkejut dengan apa yang kukatakan. Dia nampak tak begitu mengerti kenapa Aku mengatakan hal tersebut.“Kenapa Aku harus melakukan itu?”Dia bertanya dengan nada lirih.Bagaimana caraku menjelaskannya, ya.“Ini hanya pendapatku, tapi kurasa kau harus melepaskan apa yang kau rasakan di dalam hatimu dan tak memendamnya... biasanya manusia akan menyimpan perasaan yang sesungguhnya di dalam hatinya, sementara dia mengatakan hal yang berbeda untuk melindungi kelemahannya atau membuatnya lebih baik dari pada yang sebenarnya.”“Jadi apa maksudmu?”Dia masih terlihat bingung dengan penjelasanku. Aku menggaruk rambutku dengan ekspresi bingung.“Kurasa kau hanya perlu jujur dengan perasaanmu sendiri, maka kau akan merasa lebih baik... itu saja.”Aku pada akhirnya hanya menyuruhnya untuk jujur.Aurora nampak
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k