Hari – 6.“Kali ini apa lagi yang kau bicarakan? Memangnya kapan itu terjadi?”Rina nampaknya tak ingat dengan hal tersebut. Aku tak bisa menyalahkannya, karena banyak hal yang terjadi, jadi hal seperti itu pasti terlupakan olehnya.“Tidak, tunggu dulu, Rina! Aku yakin Crona membicarakan tentang kejadian waktu itu!”“Waktu itu?”“Kau tahu, saat Adrian menyuruh kita untuk memilih salah satu orang yang paling mencurigakan?”“Ah! Waktu itu, ya! Waktu kita mencari siapa pengkhianat di antara kita, lalu banyak orang yang memilih Jack!”Cinta menganggukkan kepalanya untuk membenarkan apa yang dikatakan oleh Rina.“Ya, tapi sejujurnya Aku tak begitu ingat dengan detail hasilnya... hal yang kuingat hanyalah Jack mendapatkan hasil terbanyak, lalu ada 3 orang yang mendapatkan 3 suara.... Ah, Aku juga ingat saat Crona memilih Bagas!”Gadis itu menyebutkan bagian yang tak penting di akhir.“Aku hanya bercanda saat memilih Bagas waktu itu, jadi jangan berpikir bahwa Aku benar-benar ingin membunuhn
Hari – 6.Kami semua berdiri di depan kamar 401 alias kamar Ria. Sarah melihat ke arahku sebentar, sebelum memberanikan dirinya untuk mengetuk pintu kamar tersebut.Tok! Tok! Tok!“Ria, apa kau berada di dalam sana?”Tak ada jawaban apapun dari balik pintu. Sarah kembali melihat ke arahku dengan ekspresi khawatir.Aku kemudian menekan gagang pintu untuk memastikan apakah pintu itu terkunci atau tidak. Akan tetapi gagang pintu itu sama sekali tak bergerak yang menandakan bahwa pintu itu terkunci.“Sepertinya kita tak bisa masuk ke dalam sini.”Jika Aku tak salah, kami dilarang masuk ke dalam ruangan yang dikunci, jika kita melanggarnya, kita bisa mendapatkan hukuman.“Kenapa kau tak mendobraknya saja? Kurasa dengan begitu, pintu itu tak akan lagi terkunci!”Aku menatap tajam Adrian sebentar, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengabaikan perkataannya.“Apa yang ingin kau lakukan? Berdiam diri di sini atau kita mencari di tempat lain?”Sarah nampak berpikir sebentar, sebelum menjawab per
Hari – 6.“Dimana kau menemukan buku ini?”Tanya Aurora sambil mengambil buku harian itu dari tangan Fiona.“Aku menemukannya di laci kecil yang berada di samping tempat tidur.”Fiona menunjuk ke arah sebuah laci.“Buku harian ini digembok, apa kau menemukan kuncinya?”Aurora kemudian memperlihatkan gembok kecil yang terdapat pada buku harian tersebut.Fiona menggelengkan kepalanya.“Aku tak melihat kuncinya dimanapun! Kemungkinan Ria membawanya bersamanya.”Aku kemudian mengambil buku harian itu dari tangan Fiona, lalu memeriksa gembok tersebut.“Tenang saja... Aku bisa dengan mudah menghancurkan gembok ini, jika kita memiliki palu atau semacamnya.”Gembok itu bukanlah gembok yang kokoh. Gembok tidak terbuat dari besi atau baja, melainkan hanya terbuat dari aluminium dengan body plastik.“Tapi apa kita boleh melihat isinya?”Tanya Sarah sambil mengambil buku harian itu dari tanganku. Dia menatap buku harian itu dengan pandangan sedih.“Buku ini pasti berisi masa lalu Ria, kan?”Meski
Masa Lalu. Tanggal 23 Juli. Ini adalah hari ulang tahunku yang ke-15. Hadiah yang kudapatkan dari Ibuku adalah Diary cantik ini. Aku sangat menyukainya, makanya Aku langsung menuliskan pengalamanku hari ini di sini. Ayahku juga memberikanku pakaian yang cantik. Aku langsung mengenakan pakaian tersebut di pesta ulang tahunku. Semua orang memuji bagaimana cantinya diriku Aku sangat menyukai kedua orang tua. Kuharap kita bisa selalu bersama selamanya. Mulai hari ini, Aku akan terus mencatat kejadian-kejadian penting yang terjadi selama hidupku agar Aku bisa selalu mengingatnya. Tanggal 25 Agustus. Tiba-tiba saja ada anak lelaki yang menyatakan cintanya padaku. Aku bingung harus menjawab apa. Sejujurnya Aku merasa sangat senang dengan pengakuannya, tapi Aku tak tahu bagaimana orang tuaku menanggapinya. Mereka sangat ketat padaku soal hubungan antara lelaki dan perempuan, terutama Ibuku. Jika dia tahu soal ini, dia mungkin akan sangat marah padaku. Jadi Aku memutuskan untuk
Masa Lalu. Tanggal 15 November. Pagi ini Aku memeriksa smartphone yang sedari kemarin tak kusentuh sama sekali. Aku menerima banyak pesan dari teman-temanku, terutama dari kekasihku. Mereka semua mengkhawatirkanku yang tak masuk sekolah kemarin. Untung saja hari ini adalah hari libur, jadi Aku tak perlu khawatir tentang sekolah. Aku kemudian membalas pesan-pesan yang datang dari teman-temanku. Aku mengatakan bahwa Aku hanya sakit kemarin. Aku sekali lagi berbohong. Aku benar-benar menjadi anak nakal. Tanggal 17 November. Aku sudah kembali sekolah seperti biasanya. Aku tahu bahwa Aku tak bisa terus-terus mengurung diriku di dalam kamar, jadi Aku harus memberanikan diriku untuk melangkah keluar. Aku memasang senyum palsu di depan teman-temanku. Aku mengatakan bahwa Aku baik-baik saja. Aku bersyukur tak ada satupun dari mereka yang mengetahui apa yang terjadi padaku pada malam itu. Aku berharap tak akan ada satupun orang yang menyadarinya dan Aku bisa normal seperti biasa.
Masa Lalu. Tanggal 30 Maret. Sudah sebulan lebih Aku tinggal di rumah baru kami. Tidak ada banyak hal yang terjadi dalam sebulan ini. Bahkan bisa dikatakan Aku tak melakukan apapun selama sebulan belakangan ini. Aku tak pernah keluar rumah ataupun bertemu dengan orang lain, selain Ayahku. Hubunganku dan Ayahku juga tak berubah sama sekali. Kami rajin melakukan hal yang selalu kami lakukan di rumah lama kami. Tanggal 13 April. Ayahku lagi-lagi dipecat dari tempatnya bekerja. Ini sudah beberapa kali terjadi, sejak kami pindah rumah. Alasannya selalu saja sama. Ayahku tak becus dalam pekerjaannya. Seperti biasa juga, dia selalu melampiaskan emosinya padaku. Setiap kali hal buruk terjadi padanya. Maka semakin banyak emosi yang dia luapkan padaku. Meski begitu, Aku tetap tak mengerti apa yang dia rasakan saat ini. Aku tak tahu apa yang ada di kepala Ayahku. Tanggal 22 Mei. Sudah cukup lama Aku tak menulis di buku harianku. Bahkan Aku merasa bahwa belakangan ini Aku semak
Masa Lalu. Tanggal 16 Agustus. Ini adalah hari pertama kami pindah rumah, setelah setahun lebih kami menempati rumah lama kami. Aku menemukan Diary ini saat menaruh barang lama kami. Jadi Aku memutuskan untuk menulis di Diary ini. Tak ada hal yang spesial terjadi hari ini, selain kepindahan kami. Aku merasa senang, karena bisa pindah ke rumah yang lebih besar dari sebelumnya. Meski tak sebesar rumah kami yang pertama, tapi rumah ini lebih nyaman. Aku masih harus beres-beres rumah. Jadi sampai di sini saja tulisanku hari ini. Tambahan : Kasur di kamar ini sangat empuk. Tanggal 18 Agustus. Ayah berkata bahwa besok Aku akan bertemu dengan seseorang yang penting, jadi Aku harus merapikan diriku. Ayahku membawaku ke salon yang sudah sangat lama tak pernah kukunjungi. Mereka memotong rambutku dan menatanya dengan rapi. Aku merasa sangat puas dengan pelayanan mereka. Setelah selesai. Aku merasa sangat cantik. Kira-kira siapa yang akan kutemui besok hingga Ayah membuatku menja
Hari – 6.Kami semua terdiam, setelah membaca buku harian Ria. Kami tak tahu harus mengeluarkan ekpsresi seperti apa setelah membaca hal seperti itu.Bahkan Adrian yang biasanya tak memiliki hati dan mengatakan apapun sesukanya hanya bisa terdiam, begitu mengetahui masa lalu Ria yang lengkap.Kami memang sudah mengetahui bahwa dia menjadi mainan Ayahnya, tapi Aku tak pernah berpikir bahwa akan seburuk ini.Aku bertanya-tanya, apakah dia hanya mengalami aborsi sekali saja? Dia bisa saja mengalaminya berkali-kali, mengingat jumlah Ria bertemu dengan para tua bangka tak tahu malu itu.“Apa yang akan kau lakukan, Sarah?”Aku akhirnya memecahkan kesunyian ini dengan bertanya pada Sarah. Dia adalah orang yang paling dekat dengan Ria di sini, jadi dia seharusnya yang paling tahu apa yang harus kita lakukan.“Aku... tak tahu...”Suara yang dia keluarkan sangat lemah. Aku bahkan hampir tak bisa mendengarnya.Aku tak bisa memeriksa ekspresi yang dia gunakan sekarang, karena dia menundukkan kepa
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k