Ingrid dan Devi mematung tak ingin lagi bicara. Pikiran kalut mengingat negara Normandia, nun jauh di eropa sana. Juga membayangkan suatu masa di saat berkecamuknya perang dunia ke dua. Puluhan tahun yang silam lamanya. Operasi overlord, tahun 1944 di Normandia. Di masa itulah kini mereka berada. Di tengah-tengah berkecamuknya perang dunia ke dua. Pasukan sekutu tengah menginvasi Jerman yang menguasai Eropa barat saat itu. Ingatan Devi yang ikut menemani Adam dalam ruang kokpit pesawat itu tiba-tiba menerawang jauh. Perasaannya seperti tersayat. Teringat olehnya akan wajah kedua orang tuanya nun jauh di sana. Rindu dia rasakan, namun Devi berpikir, dia tak akan mungkin bisa kembali bertemu dengan mereka. Lalu..... terbayang juga olehnya akan kampung halaman yang telah lama dia tinggalkan. Di suatu lembah yang diapit oleh dua buah gunung, merapi dan singgalang. Kampung yang indah dengan nuansa pegunungan. Di sanalah dia dulu dibesarkan. Dan kini, tak akan ada
Bergegas Adam meninggalkan kursi pilot. Namun langkahnya terhenti. Dia berdiri di balik pintu kokpit mengamati keadaan dalam ruang kabin penumpang. Cukup lama dia berdiri di balik pintu itu. Suara auman, mirip suara harimau lapar mengaum kembali terdengar dari dalam ruangan penumpang. Adam terlihat seperti bersiap-siap. Dia mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Sepertinya akan ada pergulatan hebat dalam pesawat. Devi menunggu-nunggu cemas apa yang akan terjadi. Gadis itu menatap tajam-tajam pada Adam. Jelas sekali ketegangan terpancar dari wajahnya yang ayu. Adam memberi isyarat agar pramugari itu tetap diam, Namun Devi tak menghiraukannya. “Apa mas?” Devi malah bertanya. “Sssst…, diam….!” Adam memperingatkan Devi agar tetap diam.***** Mengerikan...! Makhluk-makhluk aneh berambut putih bermunculan. Wajah-wajah mereka yang hitam menyeramkan. Mulut yang bertaring panjang menganga lebar mengerikan. Seperti drakula yang haus akan darah mencari korban
Tak seorang pun yang menduga, tubuh pemuda yang berhasil mengambil alih kemudi pesawat itu mendadak terbakar dan berubah merah, menjadi sosok yang menyeramkan. Namun... dia tidak menakutkan. Penumpang yang berada di sekitar Adam berpindah tempat untuk menghindar. Tak ingin mereka jadi korban sasaran. Adam mengamuk. Gerakan kedua tangannya begitu lincah. Api berkobar. Tersembur dari ujung-ujung jarinya. Seperti cahaya halilintar menyilaukan mata yang menyambar puncak gedung pencakar langit. Sigap...., Adam langsung menyerang makhluk-makhluk iblis berkuku panjang yang mengerubunginya. Ruangan pesawat kini disuguhi adegan pergulatan yang menegangkan. Makhluk-makhluk iblis meraung-raung kepanasan tersembur cahaya panas dari jari-jari Adam. Mereka berputar dengan tubuh terbakar. Lalu jatuh tertelentang di gang pesawat. Makhluk-makhluk itu gosong berwarna hitam seperti arang. Sebahagian dari mereka masih ada yang mampu bertahan, lalu kembali berdiri dan menyerang. T
Di beberapa bahagian lain dalam ruang pesawat masih ada api yang menyala. Sebuah selimut terbuat dari bahan kain terbakar di atas sebuah kursi. Tak ada penumpang yang terlihat duduk di sana. Mungkin saja jasadnya sudah lenyap. Atau mungkin saja penumpangnya sudah berpindah tempat. Tak jauh dari sana, beberapa kantong plastik yang teronggok di atas sebuah kursi dan tas sandang milik penumpang juga terbakar. Dan itu pasti karena terkena percikan api yang tersembur dari tangan Adam tadi. Tak ada ventilasi dalam ruangan pesawat. Asap akan terus berputar-putar dan terjebak di sana. Jika dibiarkan, asap akan terus mengepul dan menebal. Dan itu tentunya menimbulkan bencana bagi semua orang ada dalam pesawat. Sebagai seorang tentara, sigap Adam bertindak. Pemuda itu mencari-cari sesuat untuk memadamkan api. Ada beberapa botol air minum mineral terlihat di kursi-kursi penumpang. Dengan cepat Adam menyambar botol-botol yang penuh berisi air itu. Langsung dibukanya.
Ruangan pesawat hening. Semua yang mendengar pertanyaan lelaki itu terdiam. Seluruh pasang mata penumpang masih mengarah pada Adam. Tatapan itu penuh pengharapan. Dan semuanya berujung pada satu pertanyaan. “Apakah mereka akan selamat dan bisa kembali pulang.” Masih saja Adam menampakkan sikap tenangnya. Dia berusaha sebisa mungkin menutupi apa sebenarnya yang sedang terjadi. Memang..., begitu berat bagi Adam untuk mengatakan “.... tahun 1944 ....” Tak ingin dia melihat penumpang semakin pucat dan terperanjat. Apalagi jika harus berterus terang bahwa pesawat itu kini tengah berada di angkasa Normandia dalam kancah perang dunia ke dua. Belum juga Adam menjawab. Penumpang semakin berharap. Devi menggeleng-geleng melihat Adam yang tak mau berterus terang. “Mas..., lebih baik katakan saja, kalau tidak, penumpang semakin frustrasi dan panik.” Pinta Devi, agar Adam berterus terang saja tentang semuanya. “Mereka semua telah menduga sebelumnya bahwa pesawat me
Sisa perjalanan menuju pusat badai kurang dari lima belas menit lagi. Suasana dalam ruang kabin penumpang sunyi tanpa suara. Yang terdengar hanya suara dengungan mesin turbo fan pesawat yang tak berirama. Tubuh terasa remuk dihempas kejadian demi kejadian. Lelah pun tak lagi tertahankan. Rasa ketakutan untuk sementara terkalahkan. Penumpang pun kini tertidur lelap dengan satu harapan. “Pulang dengan selamat.” Perjuangan untuk kembali pulang tidaklah mulus. Cuaca sebegitu cepatnya berubah. Namun jarak pandang masih dalam batas normal. Awan-awan putih bergumpal-gumpal terlihat jelas di depan pesawat. Angin pun berhembus dengan kecepatan mulai berlipat-lipat. Pesawat Airbus A320 itu mulai menebas awan. Guncangan-guncangan kecil terasa. Semakin lama guncangan semakin kencang. Awan-awan putih semakin menebal. Sebahagian terlihat hitam bergumpal-gumpal. Tak ada kecemasan pada wajah penumpang terlihat. Karena memang semua sedang tertidur lelap. Ruang kokpit men
Kini...., ketakutan menguasai segalanya, penumpang tak tahu lagi harus berbuat apa, untuk menjerit saja mereka sudah tak lagi bisa. Semuanya pasrah, masing-masing orang berpegangan erat pada tangan-tangan kursi pesawat agar tidak terloncat, kepala terasa cenat-cenut serasa ingin muncrat. Bukan hanya penumpang, kokpit pesawat Airbua A320 itu juga ikut tersentak kaget. Adam, seorang Perwira muda usia 27 tahun yang berhasil mengambil alih kemudi pesawat setelah kedua pilot tewas tersambar petir itu juga terhuyung ke depan. Ingrid Rose, gadis cantik asal Austria yang ikut menemani Adam dalam ruangan kokpit pesawat itu tak kalah kagetnya, sama sekali dia tak menduga bahwa pesawat itu akan kembali terhempas. “Adam what hell is that...? I feel this plane is slowing down.” .........Adam, ada apa sebenarnya, saya merasakan pesawat melambat....... Suara Ingrid terdengar bergetar menanyakan sesuatu pada Adam. Dia merasakan sentakan yang cukup keras di kursi ko-pilot, dan pesawat
Pesawat Aibus A320 itu masih terus tersedot seperti tersedotnya kutu-kutu busuk dalam sebuah selang vacuum cleaner. Tentu saja teler kutu-kutu busuk itu dibuatnya, seperti itulah diibaratkan telernya sisa-sisa penumpang yang masih bernyawa. Bukan satu atau dua detik lamanya, tapi bermenit-menit pesawat Airbus A320 itu tersedot. Melejit kencang dalam pusaran kabut asap hitam, melayang pada kecepatan 1.300 kilometer per jam, atau setara dengan kecepatan suara. Detik-detik menuju pesawat tersembur dari badai hitam, kembali terjadi ledakan dahsyat di angkasa. “.... duaaaaaar....! buuuuuuuum....!” Pesawat Airbus A320 itu muncrat, tersembur setelah suara ledakan, keluar dari pusaran kabut asap. Badan pesawat nyaris pecah, seluruh penumpang kini terbebas dari jeratan masa lalu yang sangat hitam. Bagai penerjun putus parasutnya, tubuh-tubuh penumpang terjerembab, napas terasa sesak, tak seorang pun yang sanggup berteriak.***** (Tanggal 1 Januari – pukul 05:17 pagi hari
Mendung kesedihan begitu gelapnya menimpa Ingrid, hingga meluluh lantahkan semua impian yang cukup lama terpendam. Dengan kedua bola matanya yang berkaca-kaca, gadis itu hanya mampu menatap pilu dinding kaca yang membatasi ruangan perawatan, begitu berharapnya dia sesosok pemuda menyerupai Adam itu muncul di sana kembali menampakkan senyumannya. Namun sayang...., sebegitu lamanya dia menatap ke sana tapi pemuda yang dia impi-impikan itu tak kunjung terlihat jua dalam pandangannya. Pupuslah sudah kini setetes harapan yang masih tersisa, hingga membuat dirinya tak mampu lagi menahan tetesan air mata. Mata yang memerah kini tak bisa lagi dia pejamkan, penglihatan gadis itu kemudian berserakan tak menentu mencoba mengurai kegelisahan yang melanda perasaan. Kedua bola matanya kemudian berputar ke sudut-sudut ruangan perawatan. Dipandanginya dinding-dinding kaca yang membentang yang membatasi ruangan, juga ditatapinya langit-langit kamar dengan sederetan lampu yang bercahaya tera
Lima hari setelah kecelakaan penerbangan XZ-1949 Lima hari sudah Ingrid terbaring lemah di salah satu ruang isolasi perawatan khusus sebuah rumah sakit ternama. Cidera yang dialami oleh gadis itu dalam musibah kecelakaan pesawat Airbus A320 lima hari yang lalu ternyata cukup parah. Dari hasil analisa tim dokter yang menangani kesehatannya, Ingrid baru akan bisa pulang ke negara asalnya paling cepat dalam waktu tiga minggu lagi. Setelah selamat dari musibah kecelakaan pesawat Airbus A320, gadis cantik bermata biru yang berkecimpung dalam dunia astrofisika itu tak lagi seceria seperti dulu. Mendung kedukaan begitu membelenggu perasaannya mengetahui Adam belum juga ditemukan hingga di hari ke lima itu. Hari-hari dirawat di rumah sakit, Ingrid hanya bisa menunggu perkembangan berita melalui media masa dan televisi. Di manakah sebenarnya keberadaan Adam kini...? apakah pemuda yang telah menyelamatkan hidupnya itu berhasil ditemukan...? Namun sayang..., apa yang ditunggu-tung
Waktu terus berjalan. Jarum jam berputar hingga dua kali keliling lingkaran. Malam pun sudah lama terlewatkan. Siang kini kembali datang. Langit biru terbentang luas tanpa awan. Matahari kembali bersinar terang. Panas yang terasa begitu garang. Ingrid setelah sehari semalam terkatung-katung di tengah-tengah lautan kini kembali siuman. Hawa panas dia rasakan menimpa seluruh anggota badannya. Mata terasa perih bagai terkena noda. Ingrid perlahan terjaga. Cahaya kuning kemerah-merahan dia rasakan menempel di balik kedua kelopak mata. Gadis itu kemudian mencoba membuka kedua matanya, namun apa daya dia tak bisa. Untuk sejenak, gadis itu berusaha mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang ada. Beberapa saat kemudian, dia coba menggerakkan kedua tangannya, namun juga masih tak bisa. Seluruh tubuh terasa kaku bagai mati rasa. Jangankan mengangkat tangan, untuk menggerakkan kelopak matanya saja dia masih tak berdaya. Ingrid akhirnya menyerah kalah kembali tak ingat apa-apa. Ada ses
Segelintir manusia memakai baju pelampung terlihat terapung-apung di atas lautan buas. Pelampung itu menyebar tercerai berai terpisah satu sama lain menuju ke sebuah pulau hantu tak berpenghuni. Merekalah itulah para penumpang pesawat Airbus A320 dengan nomor penerbangan XZ 1949 yang berhasil selamat dari maut. Segelintir memang...., tapi itulah yang terjadi. Sebagian besar penumpang tenggelam sudah ke dasar lautan. Mereka kini hidup terkatung-katung di antara alam nyata dan alam gaib, puluhan orang jumlahnya. Mereka berada di alam lain dan kini hidup dalam kutukan. Merekalah....., para manusia yang selama hidup di dunia bergelimpangan dosa dan pesta-pora. Mereka para pembuat maksiat dan perusak yang tak pernah tobat. Penipu-penipu elit terselubung yang hidup mewah namun merajalela dalam kemunafikan. Semuanya itu kini tak ada lagi guna. Arwah-arwah mereka kini bergentayangan di dunia, disiksa oleh dosa-dosa yang tak berhingga. Mereka kini menjadi penghuni sebuah pulau
Terik matahari pagi di tengah-tengah lautan semakin ganas membakar. Namun sayang, Ingrid yang berada dalam keadaan cidera masih belum juga sepenuhnya sadar. Baju pelampung yang sedari tadi dikejar juga hanyut semakin menjauh. Keletihan yang luar biasa tak membuat Adam menyerah dengan begitu saja. Pemuda itu kembali berenang dan mengejar pelampung yang semakin hanyut. Tubuh Ingrid kembali dia seret dengan paksa. Gadis cantik itu merasakan tubuhnya menghempas di atas air ketika diseret Adam. Sakit dia rasakan di sekujur tubuhnya, hal itu merangsang sistem syarafnya untuk kembali terjaga. Kelopak matanya kemudian kembali terbuka, mulut bergerak komat-kamit seakan ingin berkata. Nyaris saja baju pelampung berhasil dicapai, namun Adam mendadak menghenti ayunan kakinya mendengar Ingrid mengerang kesakitan. Dilihatnya kelopak mata gadis itu kembali terbuka. “Ingrid, it is me Adam..., can you hear me...?” .......Ingrid, ini aku Adam, apakah kamu bisa mendengarkan aku......
Tenaga Adam terkuras habis, oksigen yang tersisa dalam dada juga semakin menipis, napas yang tersisa kini semakin kritis. Udara yang tadi terperangkap dalam ruang kokpit kini tak terlihat lagi, semuanya telah habis. Ada satu hal yang membuat Adam bertekad untuk tetap bertahan hidup, janji yang telah terlanjur dia ucapkan pada gadis itu untuk menyelamatkan nyawanya. Tak ingin Adam mati sebelum janji itu dia penuhi. Begitulah ikrar seorang tentara, pantang menyerah, pantang kalah. Nyawa Ingrid yang sekarat berada dalam dalam pelukannya harus dia selamatkan terlebih dahulu. Baju pelampung yang telah terpasang di badan Adam yang menghalangi pergerakannya dengan rela dia lepas agar bisa bergerak lebih bebas. Darah pemuda itu menggelegar di ujung napasnya yang terakhir, Adam bertahan di pintu kokpit beberapa detik. Tubuh Ingrid yang berada dalam pelukannya dia lepas sesaat. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, tubuh gadis itu dia dorong ke bawah keluar melalui pint
Tiga puluh orang lebih penumpang berhasil ke keluar dari jendela darurat setelah berjibaku adu otot. Beberapa orang lainnya tersangkut sebelum mencapai jendela darurat. Puluhan penumpang sudah terlebih dahulu tewas. Sebahagian lagi masih meregang nyawa tersangkut di antara kursi penumpang. Perjuangan curang berjibaku adu jotos mereka sia-sia belaka. Sebahagian besar dari mereka itu mengapung tanpa baju pelampung. Dengan susah payah mereka berenang menantang ombak. Napas sesak, mata perih, hidung pedih, badan letih dan perut kembung terminum air. Apa yang terjadi kemudian, belasan orang yang mengapung tanpa baju pelampung akhirnya menyerah kalah tak sanggup berjuang. Gelombang air laut menghadang. Tubuh-tubuh mereka kembali tenggelam dan menghilang. Tak jauh kalah. Potongan bahagian belakang dan ekor pesawat yang terpisah kondisinya jauh lebih parah. Tiga perempat bagiannya tenggelam sudah. Sisanya han
Sesuatu hal yang tak berguna dan sangat fatal kini terjadi di antara penumpang. Masing-masing orang berlomba-lomba ingin secepatnya mengembangkan baju pelampung dalam ruangan pesawat. Tanpa pikir panjang tali warna merah disentak ke bawah. Baju pelampung pun mengembang. Dan kini.., apa yang terjadi.....? Semuanya berebutan, satu sama lain saling dorong ingin secepatnya menuju jendela darurat dengan kondisi baju pelampung yang sudah terkembang. Hal itu tentu saja memperburuk keadaan, gang pesawat di antara kursi-kursi penumpang yang sempit kini semakin berdesakan tak bisa dilewati. Padahal...., prosedur penggunaan baju pelampung selalu diperagakan oleh pramugari-pramugari cantik dalam setiap kali keberangkatan pesawat. Bahkan..., ada juga yang mendengarnya belasan kali dalam sebulan. Namun dalam situasi panik membuat pikiran jadi beku tak bisa berpikir. Semuanya kehilangan akal sehat tak peduli apa itu maksudnya dengan mengembangkan baju pelampung setelah berada di
........Bahagian ini menceritakan kejadian yang mengerikan. Kebijaksanaan pembaca diperlukan (kalau takut jangan dibaca ya)......... ***** Penglihatan Adam tiba-tiba saja dikagetkan oleh kemunculan sebuah pulau misterius yang terlihat di tengah-tengah lautan. Pulau yang muncul itu menyeramkan, terlihat tandus dipenuhi gunung-gunung batu tanpa pepohonan. Banyak terlihat bangunan-bangunan aneh mirip tembok besar di cina, piramida atau candi yang menghiasi sebahagian besar permukaan pulau itu. “Pulau itu lagi...? mustahil.!” Mata Adam terbelalak tak percaya. Adam masih ingat, pulau itulah yang pernah dia saksikan enam bulan yang lalu. Begitu angker terlihat, pulau itulah yang membawa bencana bagi Adam enam bulan yang lalu. Hanya beberapa detik setelah Adam menyaksikan kemunculan pulau itu, pesawat Hercules Lockheed C-130 yang dia piloti meledak di angkasa dan hancur berkeping-keping sebelum tercebur ke dalam lautan. Tak ada firasat apa-apa yang dirasakan ol