“Posisi pesawat telah melenceng.....?” Devi getar getir memikirkannya. Berat memang rasanya bagi Devi menerima kenyataan jika hal yang demikian benar-benar terjadi pada pesawat Airbus A320 itu. Walaupun dia tak bisa mengelak dari kenyataan yang ada bahwa itulah kini yang tengah terjadi. “Apakah badai yang kita lewati tadi itu penyebab dari semuanya ini mas Adam...?” Devi kembali bertanya walaupun sebenarnya dia sudah tahu apa jawabannya. “Semuanya memang berawal dari sana.” Adam tak menepisnya. “Saya sempat memperhatikan bentuk badai itu, jelas sekali terlihat dari dalam ruang kokpit, bukan seperti badai cumulonimbus yang hanya dengan satu sambaran tunggal seperti yang biasa kita lihat, namun lebih menyerupai pusaran kabut hitam yang aktif dengan puluhan cahaya kilat.” Adam mencoba menggambarkan bagaimana sebenarnya bentuk badai yang tadi dia lihat. Kulit wajah Devi yang mulus berkeriput membayangkannya. “Benar mas..., siapa saja penumpang yang melihatn
Hanya sesaat Ingrid sempat merenungkan pemuda itu. Benar-benar hanya sesaat. Kemudian dia terusik oleh sesuatu. Matanya tersendat pada sebuah layar monitor. Lalu tertahan cukup lama pada sederetan angka-angka yang tiba-tiba muncul pada layar monitor itu. Seingat dia, beberapa detik yang lalu angka-angka itu tak terlihat. Layar monitor itu dicoba dia telaah. Angka-angka apakah yang muncul itu...? Layar apakah itu sebenarnya...? Dan apa juga fungsinya...? “A feature cruise...? it’s something like that.” .......terlihat seperti sebuah fitur...... Ingrid bertanya-tanya. Sepertinya..., layar itu memang ada kemiripan dengan sebuah ‘...feature cruise...’ Sebuah kontrol mobil mewah masa kini. Besarnya layar monitor itu tak lebih dari seukuran layar laptop. Angka-angka yang muncul pada layar itu kemudian terlihat bergerak-gerak. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba menerka-nerka. Matanya ikut juga bergerak-gerak mengamati. Namun sama sekali dia tak paham an
Ruangan kabin penumpang tampak berantakan, mirip kapal pecah. Suara hingar-bingar penumpang ketakutan membahana dalam ruang pesawat. Terdengar mulai dari bahagian depan hingga sampai ke ujung belakang pesawat. Niat Ingrid untuk memanggil Adam terlupakan sesaat. Terhimpit oleh situasi yang begitu menyeramkan. Di sela-sela suara penumpang yang ketakutan, Ingrid mendengar suara rintihan seorang ibu terhadap anaknya yang sekarat. Suara itu dia dengar dengan jelas. Namun Ingrid hanya bisa mendengar, tak mengerti dia apa arti keluhan itu. Yang jelas, dia bisa merasakan betapa paniknya penumpang itu. Untuk sesaat Ingrid hanya diam menatap di depan pintu kokpit pesawat. Penglihatannya tegang menyaksikan keadaan dalam ruang kabin penumpang kelas bisnis di barisan kursi paling depan tepat di hadapannya. Sepasang mata penumpang yang duduk di kursi barisan pertama pojok sebelah kiri dilihatnya masih terbelalak. Wajah penumpang itu menengadah ke atas. Bulatan hitam di bol
Mengetahui ada sesuatu, Adam buru-buru kembali melangkah menuju ke ruang kokpit pesawat. Devi mengikutinya dari belakang. “Pasti ada sesuatu yang serius terjadi dalam ruang kokpit.” Pikir Adam. Kalau tidak kenapa pula Ingrid harus keluar dari sana. Ingrid masih tersandar di dinding penyekat antara ruang penumpang kelas ekonomi dan kelas bisnis. Dilihatnya Adam dan Devi datang menghampirinya. “Adam, I saw something in the radar, I think it may be an airplane.” .......Adam, aku melihat sesuatu di layar radar..., saya rasa mungkin ada pesawat lain yang terpantau...... Ingrid langsung memberi tahu. “Did the radar activate...?” .......apakah layar radar aktif...... Adam penasaran. “Yes...” Angguk Ingrid. “I also wondered, but you better see what actually is that.” Jelas Ingrid. Dia juga heran mengapa radar itu tiba-tiba saja aktif. “Okay..., let me check.” ......baik..., biar saya periksa....... Adam langsung berjalan menuju ruang kokpit pe
Angka-angka yang tertera di layar radar diamati oleh Adam. Kemudian dia memperhitungkan pergerakan pesawat yang terpantau di sana. Devi yang berdiri di belakang Adam ikut mengamati apa yang ada di layar radar. Namun untuk yang satu ini Devi tak mengerti angka-angka apa itu sebenarnya. “Apa itu mas Adam?” Devi langsung menyeruduk sebuah pertanyaan. Padahal Adam sedang serius-seriusnya menganalisa pergerakan. Rasa ingin tahu pramugari itu tampaknya memang cukup besar. “....t.c.a.s....” Adam menjawab singkat. “Apa mas, t.c.a.s....!? istilah apa itu?” Devi menanyakan lagi, karena dia memang tak mengerti. “Ya...., namanya ..tikas.. t.c.a.s..” Terang Adam. “...ti.. si.. ae.. es...” Lalu dia mengeja huruf demi huruf dalam bahasa Inggris. Ingrid mendengar apa yang dikatakan Adam, dia pun ikut-ikutan bertanya. “And so..., what does t.c.a.s. stand for..?” “...t.c.a.s... is stand for.. traffic allert and collision avoidance system.” ......t.c.a.s... itu adalah
Devi geleng-geleng semakin tak paham ke mana arah pembicaraan Adam sebenarnya. Dilihatnya juga Adam begitu serius berkata. Sepertinya ada suatu misteri atau teka-teki besar yang bersarang dalam pikiran Adam. Namun dia tak paham apa itu. “Sebenarnya apanya yang berbeda dengan kejadian sekarang mas...?” Bola mata Devi menatap tajam-tajam ke arah Ada, “Coba pikirkan.....!” Adam menjentikkan jari telunjuknya pada layar radar. Lalu mengatur ulang beberapa tampilan yang ada. “Jika memang benar pesawat masih berada di sekitar perairan laut Jawa atau selat Makassar, atau katakanlah meleset hingga ke laut Banda, atau mungkin juga sejauh-jauhnya tersesat sampai menyeberangi laut Sulawesi, tapi adalah sesuatu hal yang mustahil jika selama 40 menit terakhir kita tidak pernah berpapasan dengan pesawat lain.” Sejenak Adam diam. Dia melihat ke arah Devi. Memberikan kesempatan kepada pramugari itu untuk bisa memahami apa yang dia katakan. “Padahal perairan-perairan tersebut m
Kokpit pesawat mendadak tersentak kaget. Tanda peringatan akan adanya tabrakan di udara terdengar. “...Traffic... traffic... traffic... traffic... traffic... traffic...” Lalu diikuti bunyi alarm “...beeeeeeeeeb ...beeeeeeeeeb.... beeeeeeeeeb....” Tak lama kemudian peringatan ketinggian pesawat dalam bahaya juga aktif. “...Increase climb.... increase climb... increase climb...!” Ingrid terdiam memasang telinga tajam-tajam mendengar suara peringatan. Devi membesarkan mata. Menduga-duga pasti akan ada sebuah pesawat asing yang sedang mendekat ke arah mereka. “Something is coming too fast.!” .....sesuatu yang bergerak begitu cepat..... ucap Adam. Pemuda itu semakin memperhatikan pergerakan yang ada di layar. Pandangan Adam kemudian mengarah ke luar pesawat. Kedua bola matanya bergerak berputar-putar. Menjelajah tajam di setiap sudut gumpalan awan. Menggeledah penampakan benda apa saja yang ada di luar sana. Tak terlihat apa-apa. Gumpalan a
Penumpang juga ikut ditebas keterkejutan menyaksikan kemunculan pesawat asing yang berwarna hitam itu, nyaris menyerupai warna hitamnya arang. Mereka saling berpandangan penuh rasa heran. Bertanya-tanya dan mengira-ngira jenis pesawat apakah sebenarnya yang baru saja mereka lihat. “Apakah itu benar sebuah pesawat peninggalan perang dunia ke dua? kok warnanya hitam begitu ya..? mengerikan..., apa mungkin juga itu sebuah pesawat hantu? atau jangan-jangan penjelmaan dari wujud siluman.” Begitulah, masih ada lagi setumpuk pertanyaan lain yang bersemayam dalam benak penumpang . Devi tadi juga ikut menyaksikan kemunculan pesawat asing itu. Sedangkan Ingrid masih menundukkan kepalanya tak ingin melihat. “Itu kan pesawat perang dunia ke dua..!” Pikiran Devi mulai disuguhi keheranan setelah pesawat itu melintas. “Jenis pesawat apa itu sebenarnya mas Adam.?” Tatapan Devi tertuju pada Adam. “Jenis pesawat tempur ringan..!” “Tapi tak mungkin kan...? bukannya it
Mendung kesedihan begitu gelapnya menimpa Ingrid, hingga meluluh lantahkan semua impian yang cukup lama terpendam. Dengan kedua bola matanya yang berkaca-kaca, gadis itu hanya mampu menatap pilu dinding kaca yang membatasi ruangan perawatan, begitu berharapnya dia sesosok pemuda menyerupai Adam itu muncul di sana kembali menampakkan senyumannya. Namun sayang...., sebegitu lamanya dia menatap ke sana tapi pemuda yang dia impi-impikan itu tak kunjung terlihat jua dalam pandangannya. Pupuslah sudah kini setetes harapan yang masih tersisa, hingga membuat dirinya tak mampu lagi menahan tetesan air mata. Mata yang memerah kini tak bisa lagi dia pejamkan, penglihatan gadis itu kemudian berserakan tak menentu mencoba mengurai kegelisahan yang melanda perasaan. Kedua bola matanya kemudian berputar ke sudut-sudut ruangan perawatan. Dipandanginya dinding-dinding kaca yang membentang yang membatasi ruangan, juga ditatapinya langit-langit kamar dengan sederetan lampu yang bercahaya tera
Lima hari setelah kecelakaan penerbangan XZ-1949 Lima hari sudah Ingrid terbaring lemah di salah satu ruang isolasi perawatan khusus sebuah rumah sakit ternama. Cidera yang dialami oleh gadis itu dalam musibah kecelakaan pesawat Airbus A320 lima hari yang lalu ternyata cukup parah. Dari hasil analisa tim dokter yang menangani kesehatannya, Ingrid baru akan bisa pulang ke negara asalnya paling cepat dalam waktu tiga minggu lagi. Setelah selamat dari musibah kecelakaan pesawat Airbus A320, gadis cantik bermata biru yang berkecimpung dalam dunia astrofisika itu tak lagi seceria seperti dulu. Mendung kedukaan begitu membelenggu perasaannya mengetahui Adam belum juga ditemukan hingga di hari ke lima itu. Hari-hari dirawat di rumah sakit, Ingrid hanya bisa menunggu perkembangan berita melalui media masa dan televisi. Di manakah sebenarnya keberadaan Adam kini...? apakah pemuda yang telah menyelamatkan hidupnya itu berhasil ditemukan...? Namun sayang..., apa yang ditunggu-tung
Waktu terus berjalan. Jarum jam berputar hingga dua kali keliling lingkaran. Malam pun sudah lama terlewatkan. Siang kini kembali datang. Langit biru terbentang luas tanpa awan. Matahari kembali bersinar terang. Panas yang terasa begitu garang. Ingrid setelah sehari semalam terkatung-katung di tengah-tengah lautan kini kembali siuman. Hawa panas dia rasakan menimpa seluruh anggota badannya. Mata terasa perih bagai terkena noda. Ingrid perlahan terjaga. Cahaya kuning kemerah-merahan dia rasakan menempel di balik kedua kelopak mata. Gadis itu kemudian mencoba membuka kedua matanya, namun apa daya dia tak bisa. Untuk sejenak, gadis itu berusaha mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang ada. Beberapa saat kemudian, dia coba menggerakkan kedua tangannya, namun juga masih tak bisa. Seluruh tubuh terasa kaku bagai mati rasa. Jangankan mengangkat tangan, untuk menggerakkan kelopak matanya saja dia masih tak berdaya. Ingrid akhirnya menyerah kalah kembali tak ingat apa-apa. Ada ses
Segelintir manusia memakai baju pelampung terlihat terapung-apung di atas lautan buas. Pelampung itu menyebar tercerai berai terpisah satu sama lain menuju ke sebuah pulau hantu tak berpenghuni. Merekalah itulah para penumpang pesawat Airbus A320 dengan nomor penerbangan XZ 1949 yang berhasil selamat dari maut. Segelintir memang...., tapi itulah yang terjadi. Sebagian besar penumpang tenggelam sudah ke dasar lautan. Mereka kini hidup terkatung-katung di antara alam nyata dan alam gaib, puluhan orang jumlahnya. Mereka berada di alam lain dan kini hidup dalam kutukan. Merekalah....., para manusia yang selama hidup di dunia bergelimpangan dosa dan pesta-pora. Mereka para pembuat maksiat dan perusak yang tak pernah tobat. Penipu-penipu elit terselubung yang hidup mewah namun merajalela dalam kemunafikan. Semuanya itu kini tak ada lagi guna. Arwah-arwah mereka kini bergentayangan di dunia, disiksa oleh dosa-dosa yang tak berhingga. Mereka kini menjadi penghuni sebuah pulau
Terik matahari pagi di tengah-tengah lautan semakin ganas membakar. Namun sayang, Ingrid yang berada dalam keadaan cidera masih belum juga sepenuhnya sadar. Baju pelampung yang sedari tadi dikejar juga hanyut semakin menjauh. Keletihan yang luar biasa tak membuat Adam menyerah dengan begitu saja. Pemuda itu kembali berenang dan mengejar pelampung yang semakin hanyut. Tubuh Ingrid kembali dia seret dengan paksa. Gadis cantik itu merasakan tubuhnya menghempas di atas air ketika diseret Adam. Sakit dia rasakan di sekujur tubuhnya, hal itu merangsang sistem syarafnya untuk kembali terjaga. Kelopak matanya kemudian kembali terbuka, mulut bergerak komat-kamit seakan ingin berkata. Nyaris saja baju pelampung berhasil dicapai, namun Adam mendadak menghenti ayunan kakinya mendengar Ingrid mengerang kesakitan. Dilihatnya kelopak mata gadis itu kembali terbuka. “Ingrid, it is me Adam..., can you hear me...?” .......Ingrid, ini aku Adam, apakah kamu bisa mendengarkan aku......
Tenaga Adam terkuras habis, oksigen yang tersisa dalam dada juga semakin menipis, napas yang tersisa kini semakin kritis. Udara yang tadi terperangkap dalam ruang kokpit kini tak terlihat lagi, semuanya telah habis. Ada satu hal yang membuat Adam bertekad untuk tetap bertahan hidup, janji yang telah terlanjur dia ucapkan pada gadis itu untuk menyelamatkan nyawanya. Tak ingin Adam mati sebelum janji itu dia penuhi. Begitulah ikrar seorang tentara, pantang menyerah, pantang kalah. Nyawa Ingrid yang sekarat berada dalam dalam pelukannya harus dia selamatkan terlebih dahulu. Baju pelampung yang telah terpasang di badan Adam yang menghalangi pergerakannya dengan rela dia lepas agar bisa bergerak lebih bebas. Darah pemuda itu menggelegar di ujung napasnya yang terakhir, Adam bertahan di pintu kokpit beberapa detik. Tubuh Ingrid yang berada dalam pelukannya dia lepas sesaat. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, tubuh gadis itu dia dorong ke bawah keluar melalui pint
Tiga puluh orang lebih penumpang berhasil ke keluar dari jendela darurat setelah berjibaku adu otot. Beberapa orang lainnya tersangkut sebelum mencapai jendela darurat. Puluhan penumpang sudah terlebih dahulu tewas. Sebahagian lagi masih meregang nyawa tersangkut di antara kursi penumpang. Perjuangan curang berjibaku adu jotos mereka sia-sia belaka. Sebahagian besar dari mereka itu mengapung tanpa baju pelampung. Dengan susah payah mereka berenang menantang ombak. Napas sesak, mata perih, hidung pedih, badan letih dan perut kembung terminum air. Apa yang terjadi kemudian, belasan orang yang mengapung tanpa baju pelampung akhirnya menyerah kalah tak sanggup berjuang. Gelombang air laut menghadang. Tubuh-tubuh mereka kembali tenggelam dan menghilang. Tak jauh kalah. Potongan bahagian belakang dan ekor pesawat yang terpisah kondisinya jauh lebih parah. Tiga perempat bagiannya tenggelam sudah. Sisanya han
Sesuatu hal yang tak berguna dan sangat fatal kini terjadi di antara penumpang. Masing-masing orang berlomba-lomba ingin secepatnya mengembangkan baju pelampung dalam ruangan pesawat. Tanpa pikir panjang tali warna merah disentak ke bawah. Baju pelampung pun mengembang. Dan kini.., apa yang terjadi.....? Semuanya berebutan, satu sama lain saling dorong ingin secepatnya menuju jendela darurat dengan kondisi baju pelampung yang sudah terkembang. Hal itu tentu saja memperburuk keadaan, gang pesawat di antara kursi-kursi penumpang yang sempit kini semakin berdesakan tak bisa dilewati. Padahal...., prosedur penggunaan baju pelampung selalu diperagakan oleh pramugari-pramugari cantik dalam setiap kali keberangkatan pesawat. Bahkan..., ada juga yang mendengarnya belasan kali dalam sebulan. Namun dalam situasi panik membuat pikiran jadi beku tak bisa berpikir. Semuanya kehilangan akal sehat tak peduli apa itu maksudnya dengan mengembangkan baju pelampung setelah berada di
........Bahagian ini menceritakan kejadian yang mengerikan. Kebijaksanaan pembaca diperlukan (kalau takut jangan dibaca ya)......... ***** Penglihatan Adam tiba-tiba saja dikagetkan oleh kemunculan sebuah pulau misterius yang terlihat di tengah-tengah lautan. Pulau yang muncul itu menyeramkan, terlihat tandus dipenuhi gunung-gunung batu tanpa pepohonan. Banyak terlihat bangunan-bangunan aneh mirip tembok besar di cina, piramida atau candi yang menghiasi sebahagian besar permukaan pulau itu. “Pulau itu lagi...? mustahil.!” Mata Adam terbelalak tak percaya. Adam masih ingat, pulau itulah yang pernah dia saksikan enam bulan yang lalu. Begitu angker terlihat, pulau itulah yang membawa bencana bagi Adam enam bulan yang lalu. Hanya beberapa detik setelah Adam menyaksikan kemunculan pulau itu, pesawat Hercules Lockheed C-130 yang dia piloti meledak di angkasa dan hancur berkeping-keping sebelum tercebur ke dalam lautan. Tak ada firasat apa-apa yang dirasakan ol