Nalen berjalan mondar-mandir di ruangannya dengan gelisah. Ia sedang memikirkan cara bagaimana membujuk Safiyya agar memaafkannya. Tak berapa lama ketika ia sibuk berpikir, Aidan tiba-tiba masuk."Kamu sedang apa, Nalen?"Nalen kaget, ia mengalihkan perhatian pada sang ayah lalu menjawab. "Nggak ada apa-apa, Pa.""Syukurlah, Papa pikir kamu bertengkar lagi gara-gara Anna," ujar Aidan lega. Ia juga sempat dibuat kaget saat Nalen pulang tanpa Safiyya.Putranya hanya mengangguk samar. Ia memang belum menceritakan soal pertengkarannya dengan Safiyya."Ngomong-ngomong apa kamu sudah meninjau dokumen proyek yang Papa kirimkan?"Nalen kembali mengingat dokumen yang ayahnya maksud. Ia awalnya sedikit bingung. "Ah, proyek sekolah untuk anak-anak disabilitas itu ya?"Aidan mengangguk."Astagfirullah aku lupa, Pa. Harusnya hari ini, kan?" sambung Nalen. Ia merutuki keteledorannya sendiri."Ya, mereka meminta Papa datang di acara peresmian. Tapi Papa masih ada pertemuan dengan direktur Megantara.
"Ada apa sama kamu hari ini, Sayang?" tanya Nalen saat keduanya sudah dalam perjalanan meninggalkan rumah Anna.Selama mereka pergi dari rumah Anna, istrinya tiba-tiba berubah jadi pendiam. Padahal tadi sikapnya masih biasa. Bahkan seolah sengaja membuat Anna tak menempel padanya."Hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Sebagai seorang istri yang memiliki suami kurang peka, aku sadar kalau aku harus jadi agresif demi menjaga milikku. Karena jika aku diam kamu pasti akan dengan mudah terjerat sandiwara Anna."Nalen terdiam lalu menatap istrinya. "Ternyata seburuk itu pikiranmu padaku dan Anna?""Itu fakta. Mas nggak pernah tahu rasanya jadi aku. Aku wanita biasa, dan aku muak harus terus mengalah pada hubungan kalian.""Aku sudah menceritakan alasan kenapa sangat peduli pada Anna, kan? Dia sakit, Safiyya. Emosinya selalu meledak-ledak, dan itu bisa membuat penyakitnya semakin parah." Nalen menekankan kalimatnya. Ia berharap agar Safiyya mau mengerti."Lalu bagaimana dengan ak
Nalen menatap Safiyya yang kini terlelap di sampingnya. Ia mencari-cari kiranya di mana ponsel miliknya Safiyya sembunyikan. Nalen tersenyum senang saat menemukan benda pipih itu tergeletak di samping sang istri. Saat mengaktifkan ponsel ternyata banyak sekali panggilan masuk dan pesan dari Anna.Nalen menghembuskan napas saat menatap istrinya. Nalen benar-benar kewalahan meladeni Safiyya semalam. Sang istri terus saja mengajaknya bercinta. Bahkan Nalen tak dibiarkan sebentar saja untuk melihat ponselnya.Nalen tahu Safiyya melakukan itu karena sengaja ingin membuatnya tak pergi pada Anna. Tapi tak menampik, perubahan Safiyya yang menjadi lebih agresif dan nakal membuat Nalen senang. Dibanding dengan istrinya yang selalu malu-malu dan kaku.Nalen menggeser pesan yang Anna kirim. Isinya kebanyakan adalah ancaman untuk melakukan bunuh diri jika Nalen tak menemuinya.Nalen berdecak kesal, ia sebenarnya juga muak pada sikap Anna yang seperti ini. Tak berapa lama kemudian, panggilan masuk
"Aku dan Maira tadinya nggak sengaja bertemu di sebuah restoran seafood. Karena terlalu enak makanannya aku sampai nggak sadar kalau di dalam bahan bumbunya ada campuran kacang," ujar Yusuf memulai cerita."Kalian nggak sengaja ketemu atau emang janjian?" Safiyya memicingkan mata pada Maira, karena tak percaya dengan cerita Yusuf."Nggak usah ngaco deh. Kita beneran nggak sengaja ketemu," sela Maira sambil melirik Yusuf agar laki-laki itu bisa diajak kerja sama."Kamu sendiri gimana sama Nalen? Apa yang terjadi sebenarnya?" Maira mengalihkan topik agar Safiyya tak bertanya semakin jauh. Tapi tak ayal ucapannya membuat Safiyya memelototi sang sahabat seakan memperingatkan wanita itu agar tak membahas Nalen."Kamu ada masalah lagi sama Nalen? Kali ini ada apa sama Bu Anna?" Yusuf merubah posisi menjadi duduk agar bisa leluasa berbicara dengan Safiyya. Ia seolah sudah hafal konflik rumah tangga wanita berhijab peach di depannya."Sudah lah nggak usah dibahas. Aku sepertinya harus kembali
Safiyya melangkahkan kaki ke dalam kantor dengan perasan tak bersemangat. Lagi-lagi kehadirannya mengundang kasak kusuk semua karyawan. Berita tentang Anna yang kembali mencoba bunuh diri karena Safiyya membuat kantor heboh. Bahkan fakta bahwa Anna sakit mental pun akhirnya terkuak.Semua orang semakin ingin tahu hubungan Nalen dan Safiyya sebenarnya, setelah berita tentangnya sebagai istri tak tahu malu tersebar. Semua tak lain karena ulah Indah kemarin, saat ia bicara dengan Anna."Saf, saran gue mending lo relakan aja deh Pak Nalen buat Bu Anna. Berurusan sama dia bukan hal gampang. Pak Nalen jelas lebih peduli padanya dibanding sama istrinya yang bertahun-tahu pergi tanpa pamit," sindir indah tiba-tiba.Kehadiran wanita bertubuh semampai dengan kulit putih itu membuat Safiyya yang tengah berkutat dengan pekerjaan kaget. Ia sedikit kesal karena Indah harus membicarakan masalah Anna di saat jam kerja seperti ini. Kata-katanya tentu membuat mood Safiyya memburuk."Apa urusan lo sama
"Nalen!" Maira berteriak pada Nalen dengan ekspresi marah. Ia berjalan dengan cepat menghampiri laki-laki itu. Tanpa menunggu lagi Maira pun langsung melayangkan tamparan keras pada Nalen tanpa menunggu penjelasan apapun.Nalen syok dengan kejadian di luar dugaan tersebut, bisa-bisanya Maira menampar dirinya di depan umum. Tindakan itu tentu mengundang perhatian orang-orang di sana."Kamu ...." Nalen tak dapat berkata-kata. Ia ingin marah tapi tak bisa saat menatap mata Maira yang menyiratkan kebencian."Itu untuk perlakuan brengsekmu pada Safiyya. Bisa-bisanya kamu membela si jalang itu tanpa mencari tahu kebenarannya. Akan aku pastikan kamu menyesal setelah ini," ujar Maira tak main-main. Rasa marahnya tak lagi bisa ia bendung ketika tadi Safiyya menghubunginya sambil menangis."Apa maksud kamu?" Tuntut Nalen."Anna berbohong soal sakitnya. Kemarin aku melihatnya keluar dari ruang rawat dan menemui seseorang diam-diam. Tingkahnya sangat mencurigakan.""Kamu nggak perlu menjelekan An
Nalen berjalan dengan langkah gontai masuk ke rumah sakit. Ia akhirnya memutuskan kembali pada Anna karena tak bisa menemukan Safiyya. Anna juga menghubungi kalau dia akan segera berkemas untuk pulang."Apa kamu sudah siap?" tanya Nalen yang baru saja masuk ke ruangan Anna. Ia melihat suster tengah memberesi beberapa barang."Udah, ayo kita pulang," ujar Anna kemudian, saat ia melihat susternya sudah selesai berbenah.Anna mengapit tangan Nalen sepanjang menuju parkiran. Laki-laki itu tak membuka percakapan sedikit pun bahkan ketika mobil sudah melaju. Anna yang merasa diabaikan oleh Nalen akhirnya dibuat kesal."Sebenarnya apa, sih, yang kamu pikirkan, Nalen? Kenapa dari tadi diam aja diajak ngomong?" Anna terdengar marah karena merasa sikap Nalen berubah cuek."Aku hanya sedang memikirkan keadaan Safiyya. Dia menghilang lagi entah kemana." Nalen sangat sedih saat mengatakan itu."Baguslah, kalau tak ada dia aku pasti akan pulih lebih cepat. Kamu seneng, kan, kalau aku sembuh?"Nalen
"Hai, Om. Long time no see," ujar Kalyra dan anak-anaknya sambil melambaikan tangan pada laki-laki yang membuka pintu.Aidan terkejut saat ia mendapati keponakannya berdiri di depan pintu rumah dengan dua anaknya."Kalyra ... kenapa ke sini tak mengabari Om agar menjemputmu?" ujar Aidan akhirnya. Ia pun membuka pintu lebar-lebar agar tamunya bisa masuk.Kalyra memindai seluruh sudut ruangan setelah berada di dalam rumah. "Waah rumah ini masih sama seperti dulu, ya. Mewah dan klasik," ujar Kalyra kemudian. Wanita itu tanpa canggung melihat semua isi rumah Aidan dengan antusias."Ngomong-ngomong di mana si pecundang itu, Om? Katanya dia akan membawa si jalang tinggal bersama," sambung Kalyra sambil menjatuhkan diri di kursi ruang tengah. Lalu disusul dua anaknya.Aidan menautkan alis. Keponakannya satu ini memang selalu bertingkah seenaknya. Bicaranya pun selalu blak-blakan. "Apa maksud kamu Nalen dan Anna?""Tentu saja, siapa lagi. Aku ke sini selain untuk berlibur, sekaligus ingin men