Ya motor metik itu tak lain tak bukan milik Hermila Mutiara, nama yang cantik namun sayang kelakuannya tak secantik namanya.Aku sengaja berhenti cukup jauh dari rumahku, agar aku bisa diam-diam memasuki rumah lewat pintu samping.Sekuat tenaga aku menahan emosiku agar tak meledak, karena aku tidak suka ribut-ribut atau semacamnya.Aku berjalan perlahan dengan kamera mode on, siap merekam setiap kejadian yang akan terjadi nanti."Pulanglah Mil, aku akan cari istri dan anakku". Bentak mas Wira."Gak mas, sebelum kamu berjanji akan menikahiku, biarlah mereka pergi atau mat* sekalian agar gak ada lagi pengganggu!"."Jaga ucapanmu Mil, aku tidak akan menikahimu"."Mas ini anakmu, dia harus punya ayah"."Aku tak yakin itu anakku""Tega kamu ngomong gitu mas".Dadaku naik turun menahan amarah, butiran bening seketika luruh tak terkendali. Kututup mulutku agar tak mengeluarkan suara. Masih kugenggam erat handphone yang masih merekam itu agar tak terjatuh.Pembicaraan macam apa ini, Mila hamil
Mereka berdua sangat terkejut melihatku ada diruangan pak Herman. Terlebih si gund*k itu. "Dek kok kmau disini, mas tadi pagi kerumah sakit kamu gak ada"."Sengaja mau kasih kejutan buat kalian"."Kejutan apa?" Tanyanya heranAku hanya memutar bola mata malas, malas melihat dua penghianat itu. Sebelum mereka datang pak Herman sudah menyiapkan proyektor untuk memutar video yang aku kirim. Pasti mereka sangat terkejut."Disini kejutannya". Kata pak Herman sambil menunjuk kearah layar."Pulanglah Mil, aku akan cari istri dan anakku." Bentak mas Wira."Gak mas, sebelum kamu berjanji akan menikahiku, biarlah mereka pergi atau mat* sekalian agar gak ada lagi pengganggu!""Jaga ucapanmu Mil, aku tidak akan menikahimu"."Mas ini anakmu, dia harus punya ayah"."Aku tak yakin itu anakku""Tega kamu ngomong gitu mas".Suara mereka terdengar begitu jelas. Semua kejadian malam tadi terekam walaupun tidak begitu sempurna.Mas Wira tampak emosi melihatku. Aku tak takut dengan apa yang akan dia laku
Pov WiraAku Wiranata Prayoga seorang suami yang sangat beruntung beristrikan Kanaya Amelia, dia wanita tangguh, penyayang dan penurut. Rumah tanggaku berjalan mulus bahkan tanpa celah, sudah hampir empat tahun menikah.Kebahagiaan kami makin bertambah ketika Kanaya melahirkan bayi laki-laki mungil yang aku bernama Dimas Aksara Prayoga. Hubungan Kanaya dan semua keluargaku juga sangat baik terlebih dengan adik perempuanku Gina, mereka sangat dekat, walaupun keluargaku tinggal di Provinsi yang berbeda.Kanaya sangat memanjakanku dan juga Dimas, disamping menjalankan bisnis online-nya, namun tak mengurangi sedikitpun perhatiannya untukku dan anakku. Dia perempuan sempurna dimataku, tak ada satu alasanpun untukku meninggalkannya. Urusan kantorpun tak pernah ada masalah yang berarti, bahkan omset penjualan makin naik, tak ayal bonus penjualankupun makin bertambah.Setiap kali aku mendapatkan bonus tak lupa aku membelikan hadiah kecil untuk Kanaya dan Dimas. Mereka adalah belahan jiwaku.
Mila mengajaku liburan ke Curup, Curup merupakan daerah di kabupaten Rejang Lebong. Banyak sekali destinasi wisata disana.Salah satunya adalah Danau Mas Harun Bastari, disisi danau sebelah kiri ada villa yang view-nya langsung mengarah ke danau. Mila mengajakku kesana, untah untuk apa.Rencanaya aku akan mengajak Kanaya dan Dimas liburan. Tapi karena foto itu akhirnya aku menyetujui ajakan Mila.Selama di Curup Mila selalu menggodaku, tapi aku tak gentar, ketika malam aku sengaja pergi mencari angin malam dan aku memutuskan untuk tidur dimobil. Rasanya ingin sekali aku meninggalkan perempuan gil* itu di Villa, dan pulang memeluk Kanaya dan Dimas, namum foto itu."Mas kemana sih kok semalam tinggalin Mila sendiri". "Kan sudah aku bilang aku tidak mau"."Mas aku hamil". Mila menyodorkan tespect bergaris dua."Kenapa kamu kasih ke aku? aku bukan suamimu, akupun bukan kekasihmu!""Ini akibat perbuatanmu waktu dihotel beberapa minggu yang lalu mas.""Aku tidak yakin itu anakku, aku tidak
Lega hatiku setelah melihat Kanaya sudah ada dirumah. setelah mendekati area rumah ternyata, itu bukan Kanaya melainkan Mila. "Untuk apa lagi perempuan itu kesini". Batinku kesal.Aku mencari anak kunci yang selalu kusimpan didalam tas kerja. Setelah menemukan anak kunci, aku langsung mamebuka pintu dan langsung masuk kedalam rumah tanpa mempedulikan keberadaan Mila yang sedari tadi merengek. Namun perempuan itu justru mengikutiku sambil terus mengomel. Kututup pintu dengan sedikit membanting. Melihat reaksiku seperti ini, Mila tersulut emosi dan menggedor-gedor pintu rumahku."Mas, buka pintunya, mas." Panggilnya sambil terus menggedor pintu. Aku yamg pusing mendengar ocehannya, lantas membuka kembali pintu yang tadi kututup."Kamu bisa tida mengikutiku seperti ini?""Mas pokoknya kamu harus nikahin aku, aku gak mau tahu mas.""Selagi janin itu belum terbukti anakku maka tidak akan ada pernikahan." Ucapku penuh penekanan."Jadi kamu tega biarin anak ini tanpa ayah, oke kalau itu ma
Ada rasa sesal yang menggelayut manja dipundakku, apa langkahku sudah tepat? Melaporkan skandal mas Wira dan Mila ke pak Herman dan berujung pemecatan mereka. Mas Wira selama ini baik bahkan sangat baik, hanya saja mulai berubah ketika sepulang dari acara gathering waktu itu."Dek maafin mas." Mas Wira mendekatiku yang tengah melamun didepan mesin cuci. Aku terperanjat dan pura-pura memilah-milah baju yang akan aku cuci."Kamu melamun dek?" Tanya mas Wira."Mas, mas laki-laki kan? Mas harus bertanggung jawab atas perbuatan mas." Ucapku pelan, tak ada lagi semangat dalam hidupku. "Mas akan buktikan kalau yang dikandung Mila bukan anak mas." Mas Wira masih dengan pendiriannya."Jadi untuk apa dia minta pertanggung jawaban mas kalau mas gak tidur sama dia?""Dengerin mas dulu ya.""Oke mas, coba mas jelaskan.""Waktu acara gathering, mas dijebak, pak Herman menyuruh mas ambil sesuatu dikamar hotel, namun ketika mas sampai disana, malah ada Mila dengan pakaian yang tidak pantas, mas lang
Aku menyimpan gawai kedalam tas, dan beres-beres barang Dimas selama dua hari disini, sementara mas Wira asyik bermain dengan Dimas. Ada rasa bersalah ketika aku melihat keakraban mereka."Nay Mila tadi kesini." Ucap mbak Gita setengah berbisik."Hah Mila?" Balasku sedikit terkejut, ada apa perempuan itu datang kesini.Mas Wira dan aku saling berpandangan"Hah Mila? Ngapain dia kesini mbak?""Nyariin kamu Nay.""Mau apa dia Nyari Kanaya mbak?" Sahut mas Wira."Gak tau Wir, dia tadi tiba-tiba datang terus marah-marah, terus diusir sama petugas keamanan.""Emang stres dia mbak." Sahut mas Wira lagi.Mbak Gita hanya mengangkat kedua bahunya, setelah itu dia sibuk mengotak-atik gawainya. "Kamu sama mereka sudah selesai Nay?" Tanya mbak Gita sambil melirik kearah mas Wira."Nanti aku ceritain mbak kalau udah dirumah, panjang ceritanya, ntar terputus malah gak seru." Pungkasku sambil nyengir kuda."Aneh ini anak, rumah tangga udah diujung tanduk masih sempat-sempatnya cengir-cengir.""Buk
"Wira Keluar kamu, jangan jadi pengecut!".Dor...dor...dor...Suara memekakan telinga itu terdengar lagi. Dimas yang masih ketakutan aku larikan kekamar, sedangkan mas Wira, Kang Dani dan bapak menemui tamu yang tak tahu diri.Kusibakkan horden untuk melihat siapa yang berteriak-teriak diluar. Tampak diluar pria paruh baya dan seorang perempuan."Itu kan bapak ya Mila, tapi perempuan itu siapa ya? Apa Mila?" BatinkuAku tak ingin Dimas melihat kegaduhan ini, akhirnya ku ungsikan Dimas kerumah mbak Gita, aku tidak ingin nantinya Dimas melihat dan mendengar orang itu berbicara kasar, karena dari kedatangannya saja sudah tidak ada adab.Aku keluar dari pintu belakang dan berlari menuju rumah mbak Gita."Assalamualaikum mbak.""Walaikumsalam, Nay, Dimas ada pada kok panik gitu?" Mbak Gita menyambut Kami dengan wajah khawatir kemudian mengambil alih menggedong Dimas."Ada bapaknya Mila dirumah, dia teriak-teriak kayak orang kesurupan mbak, aku nitip Dimas dulu ya.""Iya Nay, kalau ada apa-
Beberapa bulan kemudian, setelah kegagalan Maya ber-taaruf dengan Kahfi, pemuda itu di kembalikan ke Palembang, ke tempat asalnya. Kiayi Abdurrahman sangat syok dan kecewa dengan perilaku Kahfi. Beliau tak menyangka jika anak asuhnya mempunyai prilaku seperti itu.Hatiku merasa lega, karena Lia akhirnya angakat suara tentang latar belakang Kahfi yang sebenarnya. Hampir saja Maya tertajuh ke dalam Pelukan laki-laki berprilaku menyimpang itu. Tidak bisa dibayangkan jika Lia sebagai mantan istirnya dulu tidak oernah menceritakan kisah kelamnya, sudah oasti Maya akan menjadi korban ke dua.Siang itu aku akan melakukan check di laboratorium mengenai penyakitku. Menurut dokter, pengobatan yang aku lakukan selama ini menunjukkan perkembangan yang begitu besar. Dan kemungkinan sel kanker itu sudah tidak ada di dalam tubuhku.Dengan harinyang sedikit cemas, aku mwnunggu Yuda mengantre untuk memgambil hasil cek laboratorium, setelah setengah jam memunggu, Yuda berlari tergopoh-gopoh mendekatik
Maya tak menghiraukan keberakan ustadz Kahfi disana. Gadis itu masih begitu saja menuju ruang tengah bersama Gina dan juga Dimas. Sementara Wira ikut duduk dengan Abdul Gani di ruang tamu.Harni tak melepaskan Dimas sedikitpun hingga mereka sampai di ruang tengah."Kangen beratkah, Oma?" ledek Dimas, laki-laki kecil itu mencium pipi omamya yang sudah mulai mengeriput."Tentu saja, anak baik." Harni menjawil hidung bangir milik Dimas."Sama aku gak rindukah?" Maya merajuk, bibirnya dimajukannya cukup panjang."Dikit," kata hari sambi membuat gerakan pada telunjuk dan jempolnya."Ih, ibu." Maya makin merajuk."MasyaaAllah, ada Gina." Harni baru sadar jika da sepasang mata yang memperhatikannya."Hehehe ... Ibu sehat?" ucao Gina kemudian."Alhamdulillah. Sini duduk dulu. Ibu buatkan teh hangat dulu ya."Harni bergegas ke belakang untuk membuatkan tamunya minuman hangat. Gina dan Maya mengekor wanita setengah baya itu. Sementara Dimas sudah sibuk dengan Cimoi--kucing kesayangan Kanaya."B
"Nay, Yuda ...." Wira menjeda ucapannya, dia mengatur nafas berkali-kali."Wira ada apa?" Yuda mengambil alih kamera."Tadi di toko bakery, kami ketemu dengan Anisa. Dia mengatakan hal buruk tentg Kanaya, yang membuat Dimas ketakutan.""Astaghfirullah," Kanaya membekap mulutnya."Terus gimana Wir?" Sambung Yuda tak kalah khawatir."Tadi Dimas sedikit ketakutan, tapi sekarang sudah ceria lagi." "Wir, tolong kalau Dimas audah di pesantren, sering-sering kamu jenguk ya." Ada rasa nyeri dalam hari Wira ketika mendengar perhatian Yuda yang begitu dalam terhadap Dimas, seandainya Lely pun begitu terhadap Dimas, mungkin Dimas tidak akan ketakutan seperti tadi, ketika bertemu dengan Lely."Sudah pasti, "ucap Wira."Anisa dan ibunya itu bisa dikatakan berhabaya Wir, beberapa kali Anisa mengirimkan oesan untuk Kanaya yang berisi ancaman.""Sampai separah itu?" Wira menanggapi."Aku tak tahu pasti bagaimana mereka, tapi dari cara ibunya Anisa membujuk ibuku agar aku bisa menikah dengan Anisa,
Dimas semakin dakam bersembunyi dibalik tubuh Gina yang tinggi. Sementara Wira membawa istrinya masuk kedalam kamar. Laki-laki yang selalu rapi itu tak habis pikir dengan tikah istrinya yang keterlaluan."Kamu bisa gak, jangan ngomong kasar begitu. Dari awal sebelum kita menikah, aku sudah kasih tahu kamu status aku. Aku punya anak, dan kamu setuju untuk mengganggap Dimas sebagai anak kamu sendiri, tapi kenapa sekarang begini?" ujar Wira dengan nada tinggi."Mas, itu dulu sebelum aku melihat wajah Kanaya, tapi setelah melohat wajah Kanaya, aku jadi merasa kalau kamu menikahiku karena aku mirip dengan Kanaya." Suara Lely tak kalah tinggi."Jadi apa mau kamu, hah?" Wira tak mampu menahan emosi."Aku mau bocah itu tidak pernah datang kesini, aku anggap kamu duda tanpa anak!""Lely ...." Wira mengangkat tangannya dan hampir menampar waja Lely, namun dengan sekuat tenaga dia menahan amarahnya."Apa mas? Mau nampar aku? Tapar aja!""Oke, aku akan bawa Dimas pergi, tapi jangan harap kamu aka
Maya masih syok dengan pengakuan Lia, dia kini terbaring didalam kamar yang ada di toko Kanaya. Lia kembali turun untuk bergabung dengan karyawan lainnya.Pemandangan aneh terlihat ketika Lia sampai di anak tangga dituruninya satu persatu. Dimas yang tengah merajuk sedang dibujuk olelh Wira."Mas Wira," panggil Lia seraya mendekat."Eh ... Lia. Mana Maya?" tanya Wira."Istirahat diatas Mas, mas Wira mau ngajak Dimas keluar?" "Iya, mau aku ajak nginap di rumah, tapi sepertinya dia sedang merajuk karena aku telat jemputnya," ucap WiraSebenarnya Wira sempat ke bandara, tetapi sampai disana Dimas dan Maya sudah tidak ada. Ternyata dari tadi dia mengabaikan pesan Kanaya, jika Dimas dan Maya sudah dijemput Lia."Papa ingkar janji!" desis Dimas. Mukannya ditekuk. Wira kembali mendekati Dimas yang duduk di sofa."Maaf ya sayang, tadi kerjaan papa gak bisa ditinggal," bujuk Wira."Dimas mau popcorn?" Sepertinya pertahanan Dimas mulai runtuh ketika mendengar makanan kesukaannya disebut."
Lianita alnama yang diberikan kedua orang tuaku, aku asli Palembang, dan merantau ke Bengkulu karena suatu hal yang mengharuskanku menjauh dari tempat yang sudah menorehkan luka menganga dihatiku. Luka itu bahkan hingga saat ini masih terasa sakit Aku menghubungi ayuk Gita--kerabat jauh mama, untuk mencari informasi pekerjaan di Bengkulu. Ayuk merupakan panggilan seperti mbak bagi orang Sumatra.Ayuk Gita sudah lama tinggal di Bengkulu ikut suaminya. Nasib baik tengah menghampiriku, ayuk Gita mempunyai sahabat bernama mbak Kanaya. Mbak Kanaya mempunyai toko baju yang sedang membutuhkan karyawan untuk tokonya.Dulu toko itu jaga sendiri oleh mbak Kanaya, karena semkain hari tokonya semakin ramai, makan dia memutuskan untuk mencari karyawan. Bukan karyawan sebenarnya, patner kerja kebih tepatnya. Karena mbak Kanaya tidak memperlakukan karyawannya seperti karyawan, tetapi seperti teman kerja. Tak segan-segan mbak Kanaya meminta pendapat kami jika mengalami masalah.Berkat rekomendasi da
Dimas berkali-kali menoleh kebelakang demi melihat Kanaya yang masih melambaikan tangan. Bocah yang kini sudah beranjak besar itu rasanya tak ingin lagi pisah dari Kanaya--ibunya, namun apalah daya, Kanaya harus menjalani pengobatan secara rutin karena sel kanker yang kemarin sudah diangkat, kini tumbuh lagi dan harus dilakukan kemoterapi.Kini Dimas dan Maya memasuki bandara, mwnuju pintu masuk pesawat, Dimas menggenggam erat tangan Maya, seoalh takut terpisah diataran ratusan orang yang tengah berdesakan."Tante, apa di pesantren Al Mukmin akan sama kayak di pesantren yang kemarin?" Dimas merasa cemas dan trauma atas apa yang menimpa diririnya beberapa bulan terakhir. Awalnya Dimas memang sekolah di SD berbasis Islam, namun karena keterbatasan penjagaan akhirnya Dimas dimasukkan ke pesantren, selain bisa belajar agama lebih dalam, tentunya Kanaya merasa aman karena tinggal di pesantren, ada yg mengawasinya.Sungguh malang yang menimpa Dimas, anak baik itu harus menerima perundungan
Tangisku kembali pecah ketika mendengar pengakuannya selama di pesantren. Hal yang paling menyedihkan ketika Dimas bilang dia tidak diizinkan tidur dikasur.Jadi selama ini Dimas hanya tidur dilantai beralaskan kain sarung. Bisa dibayangkan bagaimana dinginnya cuaca disana. Kembali kupeluk erat tubuh kurus anak baikku ini, aku baru sadar jika tubuhnya kini kurus. Aku terlalu memikirkan diriku sendiri. "Kenapa Dimas tidak cerita?""Karena Dimas tidak mau Mama sedih, apalagi Mama sedang saki," jawabnya polos."Sayang, maafin Mama ya! Besok mama sama ayah ke pesantren untuk mengurus kepindah Dimas. Untuk sementara Dimas sekolah didekat oma gak apa-apa kan?""Iya Ma, Dimas lebih senang dekat dengan oma.""Atau mau sekolah dekat papa?" tanyaku memberi pilihan. Bagaimanapun Dimas sudah besar, dia sudah mampu berpikir mana yang baik mana yang tidak.Dimas menggeleng, "deket sama oma aja Ma, Dimas gak tinggal sama tante Lely.""Iya gak apa-apa, besok kalau tante Maya pulang, Dimas sekalian
"Jangan ngaco May, Lia tahu darimana?""Aku juga gak tahu mbak, kemarin kan aku telfon mbak Lia, mau kasih tau dia kalau minggu depan aku mau pulang, terus minta tolong jemput di bandara, terus dia kan nanya-nanya tu, mau apa pulang. Ya Kau ceritakan kalau mau ketmeu ustat Kahfi. Terus tiba-tiba dia nanya, di cv ustadz kahfi statusnya apa? Gitu, y aaku jawab single." Maya manaruk nafas panjang dan membenarkan posisi duduknya."Terus apa lagi kata Lia?" Aku makin penasaran dengan cerita Maya tetang ustadz Kahfi."Mbak Lia bilang kalau sebenarnya ustadz kahfi udah pernah menikah.""Kamu percaya begitu aja dengan Lia?""Lho, bukannya selama ini Mbak Lia jadi orang kepercayaan Mbak dalam ngurusin toko, mada iya dia bohong mbak. Apa motivasinya coba dia bohongin aku."Kau berfikir sejenak, "iya juga ya May, atau mungkin kerabatnya Lia kenal siapa ustadz Kahfi. Tapi kan dia putranya kiayi Abdurrahman."Aku bingun sendiri dengan penuturan Maya. Kiyai Abdurrahman setahuku mempunyai empat anak