"Pasta?"
"Boleh-boleh," jawab seseorang.
"Ah aku juga tambah satu americano," timpal teman lainnya.
Seperti biasa, Keenan beserta kedua sahabatnya sedang berada di tengah-tengah kantin. Atmosfer masih tenang karena kebetulan guru yang mengajar di kelas Keenan dan Finn ada rapat dadakan. Arga baru saja selesai menyelesaikan ujian harian dan ia bisa keluar kelas duluan karena mengumpulkan ujian lebih awal. Hanya ada sekumpulan siswa yang memilih meja dekat dinding jendela. Terlihat buku-buku yang berserakan di hadapan mereka—kemungkinan mereka kelas XII.
"Totalnya 8.2 dollar," ujar petugas kantin.
Keenan mengambil nampan berisi pesanannya. Lantas membayar dengan uang Arga. Kompetisi antara Finn dan Arga saat ujian akhir membuat Arga harus membayarnya. Yap, baru mulai minggu ini perjanjian itu terlaksana. Arga akan mentraktir Keenan dan Finn selama sepekan. Mulanya Keenan menolak untuk ikut andil dalam hal ini, tetapi Arga memaksanya sehingga ia
Sesuai perkataan Finn tiga hari silam, sekarang seluruh siswa kelas X dan XI dikumpulkan di auditorium. Sekolah akan mengumumkan hal penting. Finn yakin 90% bahwa ini adalah pengumuman mengenaistudent exchange.Kelas XII sengaja tidak diundang karena mereka harus fokus untuk ujian universitas.Setelah semua siswa duduk dengan rapi, kepala sekolah mulai menaiki podium. Dua orang guru turut berdiri di samping kepala sekolah. Mereka membawa piringan kecil ditangannya."Selamat pagi para siswa kebanggaan Silverleaf!""Pagi!!!" jawab ratusan siswa kompak."Di pagi yang cerah ini saya akan memberikan pengumuman yang berkaitan dengan Silverleaf."Kepala sekolah membenarkan posisi mikrofon. "Perlu kalian ketahui bahwa tujuh puluh tiga tahun Silverleaf telah didirikan. Menilik kisah awal Silverleaf, sekolah ini seolah sudah digariskan dengan takdir yang baik. Pada masa awal diresmikannya Silverleaf, sekolah ini telah mendapatkan bantuan
Hari terus berganti secara konstan. Penutupan pendaftaran program pertukaran pelajar tersisa satu hari lagi. Dapat dikatakan hampir 98% siswa Silverleaf kelas X dan XI mengikuti program tersebut. Mereka sangat antusias menanti seleksi yang akan diselenggarakan.Seminggu terakhir perpustakaan selalu dipadati oleh ratusan siswa. Mereka berdesak-desakan demi bisa menambah wawasan guna persiapan seleksi. Keempat lantai perpustakaan selalu diisi oleh kegiatan siswa, terutama di jam-jam istirahat. Selebihnya mereka mencuri-curi waktu, misal saat jam pelajaran kosong atau pulang sekolah. Bahkan, petugas perpustakaan sampai menambah waktu buka hingga pukul enam sore.Daripada berdesak-desakan, Keenan menyarankan Arga dan Finn untuk belajar di perpustakaan rumahnya. Toh juga buku koleksi milik Keenan tidak kalah lengkap dengan yang ada di perpustakaan sekolah. Jika tidak ada, mereka bisa mencari buku digital yang juga tersedia di komputer Keenan. Selain itu mereka juga bisa leb
"Gue udah bilang kan?"Deg. Suara seseorang menghentikan langkah Keenan. Ia yang hendak mengambil barangnya di parkiran mendadak berhenti sejenak karena suara tersebut. Lantas dirinya menoleh ke sumber suara di belakang."Lo masih tetep daftar kan?" Ya, Prince dengan kedua tangannya yang disilangkan di depan dada telah berdiri tepat di belakang Keenan."Apa alasan lo nyuruh gue?" balas Keenan seraya menatapnya tajam.Prince melangkah perlahan menuju Keenan hingga jarak mereka hanya beberapa sentimeter. Nafasnya dapat dirasakan jelas di wajah Keenan."Gue udah bilang kan, biar waktu yang akan menjawabnya," ucap Prince seraya menatap mata Keenan dengan tajam."Waktu waktu waktu lagi! Lo gak punya hak buat nyuruh gue seenaknya.""Oh tentu gue punya hak. Lo—""Jangan mentang-mentang dengan status bangsawan lo, lo bisa semena-mena. Lagian apa untungnya buat lo kalau gue batalin pendaftaran itu?!" Nada Keenan agak meninggi.
"Kita satuteam?"Orang yang ditanya menjawab dengan anggukkan kepala."Hahaha gak nyangka," ujar Arga kepada Natashya.Dinding ruangan otomatis tertutup membentuk sekat-sekat. Satu ruangan telah terbagi menjadi beberapa sekat yang masing-masing sekat terdiri dari empatteam.Beberapa guru memasuki setiap sekat untuk menilai kinerja kelompok. Topik permasalahan lantas dibagi. Setiapteammerapat membentuk lingkaran dan berdiskusi tentang topik yang didapat.Keenan besertateam-nya mendapat topik yang bertuliskan "Death Valley adalah padang pasir yang terletak di negara bagian California. Padang pasir ini adalah daerah yang sangat panas, kering dan terendah di Amerika Serikat (90 m di bawah permukaan air laut). Sebuah batu seberat 700 pound secara misterius bergerak dari satu tempat ke tempat lain, tanpa ada kekuatan dari luar yang mendorongnya. Bagaimana batu tersebut dapat bergerak? Jela
Waktu istirahat baru saja dimulai. Semua siswa yang berhasil lolos ke seleksi tahap dua langsung berlarian menuju ruang seleksi. Kali ini ruang seleksi berada di gedung bagian utara— gedung yang bersebelahan dengan lapangan sepak bola.Sebelum masuk, para siswa dipindai menggunakanx-ray securityuntuk menghindari kecurangan. Siswa yang ketahuan membawa contekan atau barang yang dilarang langsung masuk ke dalamblack list.Keenan berjalan sendirian menuju gedung tersebut. Ia sempat melihat Finn tadi saat mengembalikan buku di kelas. Namun, ia memilih untuk mengabaikannya dan lanjut melangkahkan kaki menuju gedung seleksi sendirian tanpa mempedulikan panggilan Finn."Siswa berikutnya." Guru yang berjaga memanggil satu persatu siswa untuk dicek.Giliran Keenan yang dicek. Ia hanya membawa kartu peserta sehingga bisa dengan mudah lolos.Gedung seleksi sungguh megah. Berbentuk seperti GOR untuk pertandingan
Momen yang sama seperti sebelumnya. Pagi ini seluruh papan pengumuman telah dipadati oleh puluhan siswa. Rasa penasaran terhadap hasil seleksi tahap dua kemarin sore lah penyebabnya. Hanya lima puluh orang terbaik dan beruntung yang dapat melanjutkan ke tahap berikutnya."Yah nama gue gak ada?" keluh Arga pada dirinya sendiri. Setelah meneliti satu persatu, nama yang biasanya berada di urutan awal kini tidak terpampang."Ha? Serius?" Manik mata Finn mulai memindai pengumuman di hadapannya."Eh iya kok gak ada?" tanya Finn lagi setelah selesai meneliti daftar nama di pengumuman tersebut."Yah, berarti gue ga—""Lo gak ngitung itu jumlahnya cuma 47 siswa? Lo masih punya kesempatan," ucap seseorang yang ternyata telah berdiri di samping Arga. Mungkin sejak tadi."Keenan?""Ikut gue, kita tanya ke ruang guru."Arga dan Finn bengong. Kemarin Keenan masih ngambek jadi mereka memilih untuk tidak mengusiknya dulu. Pagi ini Keenan
Dua buah nampan mendarat sempurna di meja panjang. Arga dan Finn membawakan pesanan mereka berempat. Kantin nampak sepi karena jam pelajaran masih berlangsung. Sementara peserta seleksi dibebaskan untuk memilih —mengikuti pelajaran atau tidak.Arga duduk di sebelah Keenan, sedangkan Finn menjejeri Natashya. Finn sempat berbisik singkat kepada Natashya. "Gak usah diambil hati kalau si Arga ngomong aneh-aneh."Natashya hanya menoleh dan tersenyum singkat.Hidangan yang tersedia mulai disantap. Belum ada pembicaraan semenjak Arga dan Finn kembali dengan nampan di tangan mereka. Maksudnya, saat Arga dan Finn memesan makanan, sempat ada perbincangan singkat. • Beberapa menit yang lalu •“Lo keren juga bisa lolos,” ucap Keenan di tengah kecanggungannya dengan Natashya. Ia memberanikan diri untuk membuat atmosfer yang lebih nyaman. Sebenarnya hanya masalah tempat yang membuat dirinya ag
"Oh ada suatu hal yang saya lupakan. Apakah saya boleh memberikan bukti kekerasan siswa?""Bukti?"• Lima belas menit yang lalu •Lamunan Keenan menjadi kabur ketika ia mendengar derap langkah kaki mendekat.“Keenan kan?” tanya seorang laki-laki yang tentunya siswa Silverleaf juga.Keenan mendongak untuk memastikan siapa sosok tersebut. Ia tidak mengenalinya. Sepertinya anak kelas lain. Wajahnya tidak begitu familiar.Keenan mengangguk pelan.“Lo disuruh ke ruang konseling.”“Ha? Emang ada apa?”“Bukannya lo yang masukin bangkai tikus ke lokeradekkelas, ya?”“Bangkai tikus?”Orang itu mengangkat bahunya. “Entahlah, lagi ramai tuh di depan loker.”Keenan berpikir sejenak. “Bangkai ti
Satu tahun pasca kejadian meteor jatuh di sebuah kota di Benua Amerika. Seluruh wilayah terdampak sudah kembali normal. Pelestarian alam dilakukan secara besar-besaran. Hutan yang gundul akibat tsunami kini sudah kembali ditanami oleh pepohonan yang rimbun. Kerusakan-kerusakan juga sudah diperbaiki sedemikian rupa. Di hari yang sama dengan kejadian itu, semuanya juga sudah terungkap. Mulai dari Keysha yang menjadi dalang dalam kasus teror hingga kisah-kisah rumit yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Hari itu juga merupakan hari dimana Keenan merasa lega karena project garapannya berhasil melindungi dari serangan bencana alam. Akan tetapi, rasa lega itu menjadi sirna saat Keysha menghancurkannya. Gadis itu memang tidak pernah main-main dengan ucapannya untuk menghancurkan hidup Keenan. Dengan sekali pencet pada remote di telapak tangannya, seluruh gedung langsung dipenuhi gas beracun berwarna ungu. Kode-kode dari teror itu benar-benar nyata terjadi, bukan ancaman belaka. Saat i
“Keysha?!” ucap Keenan yang kaget begitu topeng sang pelaku terbuka. Situasi sudah aman terkendali jadi ia bisa langsung pulang ke rumah untuk bertemu dengan pelaku teror. Kedua profesornya yang akan mengambil alih sementara sambil menunggu situasi benar-benar pulih. Di perpustakaan ini juga sudah ada Nathan, Zach, dan Alyesha.Keysha adalah gadis yang dulu menjadi pasangan prom night Keenan saat kenaikan kelas di Silverleaf. Ia juga yang pernah datang ke rumah Keenan untuk menanyakan project tongkat buatannya.“Arghh! Lepasin gue!!!” Keysha yang baru saja sadar langsung meronta-meronta. Kedua kaki dan tangannya sudah diikat oleh tali khusus.“Dia temen sekolah lo kan, Keen?” tanya Aleysha.“Iya, tapi gue sama sekali gak nyangka kalau dia pelakunya selama ini.”“Lepasin gue, Keenan!” Seluruh tubuhnya masih menggeliat berharap ada ikatan tali yang longgar lalu lepas.
Keenan dengan kapsulnya sudah menunggu di luar gedung. Begitu terlihat Zach dan Aleysha keluar, ia langsung memberikan kode agar kedua temannya masuk ke kapsul. Kondisi kapsul masih dalam mode invisible sehingga mereka bertiga bisa bebas kemanapun tanpa diketahui sang pelaku teror yang mengawasi melalui kameradrone.“Hai Zach, Aleysha, akhirnya lo berdua ketemu sama tubuh gue yang asli,” sapa Keenan sambil mengendarai kapsulnya.“Isshh pembelahan diri lo bikin gue serem bayanginnya,” balas Aleysha.“Yaudah gak usah lo bayangin. Btw, kalian udah susun rencana kan?”“Gak ada rencana. Kita cuma ngelakuin semuanya secara spontan,” jawab Zach.“Eh?! Lo berdua tau kan kondisinya sekarang? Tsunami aja belum reda dan pelaku itu bisa dengan mudah non-aktifin selaput pelindung.”“Iya gue paham. Lo kasih ke kita aja denah rumah lo, nanti kita pikirin cara
Satu persatu posisi drone yang semulanya membentengi dari gelombang tsunami kini berpindah untuk melindungi meteorit dari serangan tsunami. Jutaan volume air itu seperti mengamuk dan dalam hitungan detik menerjang kota. Hal yang mengerikan yaitu seluruh kota tenggelam karena ketinggian dari tsunami melebihi seluruh bangunan di kota, melewati atas kubah selaput.Selaput pelindung masih bekerja efektif walaupun keadaannya seperti berada di akuarium bawah laut. Barang-barang yang terseret ombak dapat terlihat dengan jelas. Untung saja selaput mampu menahan kekuatan tsunami dengan baik, sehingga hanya menimbulkan tetesan-tetesan seperti hujan.Seluruh penduduk bergidik ngeri melihat seluruh kejadian. Mereka seperti terperangkap di dalam sebuah dome di bawah air. Tidak bisa kemana-mana sebelum tsunami mereda. Apalagi ditambah ada hujan batu akibat proses pemecahan meteorit. Semuanya terlihat kacau.“Nathan, air tsunami bisa sampai kota sebelah
WHRROOMMM!!! Getaran hebat terjadi di setiap daerah yang dilintasi oleh meteorit itu. Api yang menyelimutinya sempat membuat sejumlah area di hutan yang dilaluinya terbakar. Orang-orang yang melihatnya menjadi terpaku di tempat.“Tiga puluh detik lagi satu meteorit mendarat di laut dan disusul meteorit yang menabrak kota dengan perbedaan waktu sekitar sepuluh detik!” seru Keenan dengan tegas.Gigi Nathan sampai menggeretak karena membayangkan apa yang akan terjadi. Ia juga belum bisa berbuat apa-apa selagi menunggu.Ratusan kilometer hanya dilalui dengan sekejap mata. Meteorit berukuran enam puluh meter itu sekarang sudah di depan mata. Melewati atas kota dan berakhir di arah tenggara. Lebih tepatnya jatuh di laut dan menimbulkan dentuman yang luar biasa hebat.Air laut di sekitar titik jatuh meteorit langsung menyebar ke segala arah. Membentuk gelombang raksasa yang jauh lebih besar daripada tsunami pada umumnya. Kekuatan dari
Zach sudah berkeliling lebih dari lima kali. Tidak ada jalan keluar selain pintu masuk utama. Maksudnya, semua pintu sudah terkunci rapat. Ia mulai pasrah dengan keadaan. Menghadapi beberapa penjaga tentu saja bukanlah hal yang mudah. Apalagi siatuasi sedang tidak mendukung seperti ini.“Gue mau pasrah, tapi gue kan udah janji sama diri sendiri kalau gue bakal bantuin Keenan. Arghh!!!” Zach meremas rambutnya. Membuat rambut yang sudah disisir menjadi berantakan.“Zach lo—” panggil seseorang dari belakang.“Udah gue bilang jangan ikutin gue!” seru Zach sembari menoleh ke belakang.“Gue gak ngikutin lo.”“Eh? Aleysha? S-sorry gue kira … ah lupain.”“Lo kenapa? Ada sesuatu yang ganggu lo, kah?” tanya Aleysha penasaran.“G-gue … gue gak nemu pintu lain untuk keluar selain pintu utama. Ada banyak penjaga yang berada di sana jadi gue b
Suara gemuruh mulai terdengar sayup-sayup. Dari langit, sesuatu dengan cahaya yang amat terang bergerak dengan kecepatan supersonik. Menjadikan pusat perhatian orang-orang yang berada di area sekitar. Sayangnya itu semua hanya bisa disaksikan dalam hitungan detik.“Perhitunganku akurat. Beberapa pecahan menyebar ke arah Samudra, dan ada satu yang berdiameter tiga belas meter hendak menabrak kota kita. Ah pastikan semua sistem bekerja dengan baik, waktu kita kurang dari satu menit!”Serangan meteorit pertama dimulai. Benda berkecepatan 25 km/detik itu melaju sangat cepat. Warna jingga kekuningan dari api menyelimutinya. Seluruh penduduk mulai panik mengetahui hal itu.“Semua sudah siap. Nathan, Keenan, pastikan semua sistem di pasak tidak terjadi error!”Ribuan drone meningkatkan ketajaman kameranya. Dari jarak ratusan kilometer dari posisinya, drone-drone itu sudah bisa merekam aktivitas meteorit itu. Sep
Beberapa menit yang lalu sistem kembali memberikan informasi bahwa meteor akan memasuki lapisan atmosfer dalam kurun waktu kurang dari lima jam. Lebih mengerikannya lagi, setelah diteliti lebih jauh, diprediksi akan ada pecahan meteor terbesar yang mendarat dua puluh kilometer di arah tenggara kota. Untung saja daerah itu adalah pantai, jadi tidak mengenai kota secara langsung, walau tentu saja efek yang ditimbulkan pasti akan luar biasa hebat.Berita di televisi nasional maupun internasional ramai membicarakan persoalan benda luar angkasa tersebut. Hampir di setiap saluran membahas hal yang serupa. NASA dan badan antariksa di seluruh dunia turut merilis berita-berita prediksi berdasarkan pengamatan. Hal demikian membuat penduduk mulai resah dan khawatir.Keenan dan profesor sudah bekerja sama dengan polisi setempat untuk menutup akses keluar kota. Para penduduk diimbau untuk tetap berada di dalam kota dan mendiami rumah masing-masing. Namun, jika mereka masih merasa k
Dengan sigap Keenan langsung mengambil tindakan. Kebocoran pada selaput dibagian barat dikarenakan ada bagian yang eror di salah satu pasak akibat ada hantaman air tsunami tadi. Sayangnya hal itu tidak bisa diperbaiki hanya lewat sistem, harus terjun langsung ke lapangan untuk bisa menambal kebocoran itu.Keenan menyerahkan control system kepada Profesor David dan Theresa. Meminta tolong kepada kedua profesor itu untuk tetap berusaha me-nonaktifkan simulasi itu lewat sistem. Sebenarnya bisa saja dimatikan lewat sistem, hanya saja pusaran tornado tidak akan langsung menghilang begitu saja. Diperlukan proses bertahap hingga ukurannya menjadi kecil.“Kak, waktunya kayaknya gak bakal cukup. Perjalanan kita ke lokasi aja udah makan waktu sekitar lima menit,” ujar Nathan saat mereka masih di basement hendak masuk ke mobil.“Terus gimana? Lo mau biarin gedung-gedung itu hancur gitu aja?!” tanya Keenan dengan nada agak tinggi.