Edward menggeleng cepat. “Aku sengaja tidak membawa mereka, supaya kita bisa bergerak lebih leluasa. Lagipula hanya presentasi perusahaan dan produk kita, tidak perlu terlalu banyak orang supaya efisiensi biaya.”
“Aku kok aga
Jawaban Edward ternyata membuatku terkejut. “Harus buat jebakan. Tidak ada cara lain. Aku butuh bantuan kamu.”
Aku buru-buru ke kamar kecil dan ganti baju. Baru saja mau keluar dari kubikel kamar kecil yang aku tempati, tiba-tiba terdengar suara dari luar, di area washtafel.“Nggak ketahuan, kan?” Suaranya Yusni.
“Beres, Bos!” timpal Jenny sambil mengacungkan jempolnya. “Ayo, Edward, mulai ambil makanan. Kita udah curi start,
Besoknya sesudah aku packing baju dan barang yang mau dibawa, Mama lagi-lagi mengeluarkan rentetan nasihatnya. “Ester, begi
Edward menatapku beberapa lama. Dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipiku dengan lembut. “Sayang, kamu lagi pikirkan apa?”Aku tersipu.
Revel baru mau menyahut, tetapi penumpang di belakangnya, yang tertahan karena dia mengobrol dengan kami, sudah tidak sabar. Sesudah menyunggingkan senyum sopan pada penumpang di belakangnya dan memberikan mereka jalan, dia lalu menatap ke arahku lagi. “Ini kartu namaku. Kapan-kapan kita ngobrol lagi, ya, Ester.” Dia mengangguk ke arah Edward. “Edward, senang kenalan dengan kamu.”
Kami bersantai dan beristirahat sampai pukul empat sore. Edward mengajakku makan malam ke salah satu restoran terkenal di dekat hotel kami. Interior dari hotelnya dihiasi banyak lukisan. Konsep open kitchen membuat kami bisa melihat saat para chef mempersiapkan dan memasak hidangan yang kami pesan.Sambil makan, kami mendiskusikan tentang hal-hal yang harus disampaikan pada peserta pertemuan. Saat itu perhatian kami memang melulu mengenai urusan bisnis. Jadi aku tidak terlalu memperhatikan makanan yang dimakan barusan.Selesai makan, kami segera kembali ke hotel untuk mempersiapkan diri dalam pertemuan nanti malam. Sesudah mandi lagi dan beristirahat sejenak, kami datang 30 meni
Paginya begitu sampai di Bandung, aku dan Edward langsung pulang ke rumahku. Mama langsung keluar sebelum aku membunyikan bel, sepertinya sudah menunggu kedatanganku dari tadi.“Ma, Ester pulang. Ini bawa oleh-oleh abon, dendeng, sama balsem pesanan Mama.” Aku mengeluarkan oleh-oleh itu dari dalam koper.“Edward, duduk dulu. Mau minum apa?” tawar Mama.“Tidak usah, Tante. Aku harus pulang. Mama aku ada di rumah hari ini.”Aku dan Mama mengantar Edward sampai ke pintu luar. “Salam buat mamanya, ya, Edward?” kata Mama.“Iya, Tante. Nanti aku sampaikan.” Edward lalu seperti teringat sesuatu. “Oh, ya, terima kasih banyak rotinya, Tante. Enak!”