Pada pagi hari, sekitar jam sembilan.
Di atas brankar, Raizel masih terus saja menutup matanya.Sudah satu hari dia dirawat, tapi belum saja sadar.Padahal beberapa jam yang lalu, Dokter Bram mengatakan sebentar lagi dia bisa sadar. Namun, hingga kini, matanya belum juga terbuka.
Ketika Andri meratapi Raizel yang terbaring, tiba-tiba saja pintu ruangan tersebut berbunyi tanda ada seseorang memasuki ruangan.
"Haikal ...?" gumam Andri pelan.
Haikal datang sendirian, ia masuk ke dalam ruangan rawat Raizel yang di mana di situ hanya ada Andri yang sedang menjaganya.
Ya, Haikal datang, setelah Andri mengirimi alamat ruangan Raizel padanya.
Dengan terpaksa."Hemb ... jadi gimana keadaanya?" tanya Haikal pada Andri, yang kini sudah berdiri di sampingnya memandangi wajah Raizel.
"Dia ... dia amnesia" jawab Andri, tanpa menoleh ke arah Haikal.
Matanya memandang lurus pada Raizel, yang masih terbaring.Hendrik membawa Raizel pulang ke rumahnya, beberapa jam yang lalu ia memohon-mohon pada Dokter Bram agar mengizinkan Raizel dibawa pulang.Awalnya Dr. Bram menolak, dan tidak mengizinkan demi keselamatan pasien, tetapi karena Hendrik yang bersikekeh dengan mengatakan dirinya dari keluarga tak mampu, dan tidak bisa membayar tagihan rumah sakit yang lebih dari satu hari.Maka Dr. Bram terpaksa mengiyakan.Sebenarnya Dr. Bram tau jika Hendrik berbohong.Untuk berjaga-jaga Hendrik menandatangani kertas Materai, yang jika terjadi apa-apa pada pasien yang keluar rumah sakit, sebelum jadwal yang ditentukan.Maka, pihak RS tidak akan bertanggung jawab.Setelah beberapa problem dengan Dokter dan pihak RS, akhirnya Hendrik berhasil membawa pulang Raizel.Alasan sebenarnya Hendrik ingin cepat-cepat membawa Raizel pulang ke rumahnya adalah, karena ia takut jika teman-teman dari Raizel nekat mencari tahu dan menjenguk Rai
Matahari yang tadinya berada di atas kepala.Tidak terasa, sudah akan beristirahat dari tugasnya menerangi dunia pada waktu siang.Cahayanya mulai redup, kala jam menunjukan pukul setengah lima sore.Kini Andri sudah berada di sebrang jalan, depan rumah Saleh.Ia memandang lurus, pada seorang bapak-bapak dan istrinya, yang sedang merapikan jualan mereka untuk besok.Niat di dalam hati Andri sudah bulat, ia tidak akan membiarkan Haikal memanfaatkan atau menipu Raizel yang Amnesia.Setelah dia mendengar percekcokan antara Haikal dan Hendrik di RS, Andri merasa tidak terima.Jika harus membiarkan, mereka mencuci otak seseorang yang sedang Amnesia.Maksud Andri, kenangan dan pengalaman pasti sudah banyak dialami dan dilewati oleh Raizel.Entah itu bersama, keluarga, teman atau pacarnya.Jika ia menjadi Raizel, tentu dirinya tidak bisa membiarkan orang lain menghapus ingatannya begitu saja.Guru terb
"Kamu jangan mikirin mereka, mereka itu bukan siapa-siapa " ucap Daweh, Mereka—teman-teman Raizel.Seakan tahu, apa yang sedang dipikirkan oleh Raizel."Iya ... lagian, kita itu baru pindah ke sini jadi banyak yang pengen kenal" imbuh Hendrik, bohong.Mereka tidak bisa, membiarkan ingatan Raizel kembali.Sedangkan Raizel sendiri, diam tidak menjawab. Matanya hanya fokus memandangi gelas kopi susu yang dibuatkan oleh Hasna di atas meja.Raizel, Daweh dan Hendrik tengah duduk bersama di salah satu ruangan, sambil meminum kopi.'Kenapa gue bisa jatuh,ya?' batin Raizel.Dia sudah tau. Jika baju, yang ada di dalam kresek dan masih tersimpan di atas kasur itu memang pakaianya.Ia juga tahu, pria yang dilihat Raizel itu adalah dirinya sendiri.Tiba-tiba, Mata Raizel tertuju pada sesuatu di belakang Daweh.'Kenapa dari tadi, anak cewek itu kaya ngikutin gue terus.'Merasa, sudah da
Setelah beberapa saat, Egy dan teman-teman sudah selesai bersiap. Kini mereka berjalan bersama menuju garasi."Eh tunggu!" cegat Vano tiba-tiba, menghentikan langkah diikuti yang lain."Kenapa?" tanya Egy heran."Gue baru inget.Obat bius itu nggak sembarangan dijual, gue yakin ... kita nggak akan nemuin obat bius di Apotik, atau di Klinik" jelas Vano, mulai menyadari kalau memang obat bius yang dibutuhkan mereka, tidak diperjual bebas."Paling enggak di rumah sakit, itu juga kita pasti nanti dicurigai.""Hadeuh ... gue lupa" ucap Egy, menghela nafas lalu memijat keningnya. Dia baru sadar, setelah Vano mengatakan itu.Untung saja mereka belum berangkat."Jadi ... gimana dong?" tanya Caca bingung.Tampak semua juga diam, termasuk Egy. Ia memegangi janggutnya dan satu tangannya lagi, ia lipat di depan perut.Memikirkan, bagaimana cara selanjutnya."Udah ... kita
Merasa sudah ada satu jam Raizel diajak keluar oleh Kakaknya, ditambah listrik rumah padam secara tiba - tiba.Membuat Hasna sedikit penasaran, apa yang sedang dilakukan oleh mereka.Hasna keluar dari rumahnya, yang masih dalam kondisi gelap untuk mencari Raizel.Grek ...! Bunyi, knop pintu yang dibuka oleh Hasna.Ia keluar menggunakan senter yang ada di ponselnya.Begitu terkejutnya dia, beberapa saat dia melebarkan matanya mematung tanpa bisa berkata apa- apa."Aaaaaaaaaa!!" teriak Hasna. Daweh yang sedang diam di dalam kamar, begitu mendengar teriakan dari Hasna ia langsung lari ke arah sumber suara."Hasna ada apa!?" tanya Daweh panik."Paman! Itu-itu ... Ayah sama Kakak!" Adunya, menjerit sembari menjuk ke arah yang dilihatnya.Daweh pun menoleh ke arah yang di tunjuk Hasna."Hendrik! Haikal!"Ia juga menjadi terkejut, setelah melihat adik dan keponakannya terkapar tak sadarkan diri, di
"Sekarang, kamu boleh pergi."Setelah Daweh mengatakan itu, siluman B*bi itu menghilang.Beberapa saat lalu, dia berhasil membawa Raizel kembali ke rumah Hendrik.Raizel yang kini terbaring di atas kasur, tidak sadarkan diri. Dianggap boneka oleh Hendrik dan Daweh."Kita nggak bisa terus- terusan kaya gini, kita harus jelas" ucap Hendrik yang duduk di sofa."Hari ini, aku harus cepat mengurus pernikahanya dengan Hasna, kita nggak bisa terus- terusan nyembunyiin dia, apa lagi aku yakin. Mereka nggak akan kapok, pasti mereka bakal balik lagi ke sini."Hendrik sudah bulat, dia tidak akan berlama- lama lagi.Urusan Hasna dan Raizel yang akan menikah, dipercepat besok pagi.Sembari menunggu waktu waktu tepat untuk balas dendam, mereka sudah memutuskan untuk menikahkan Raizel dan Hasna terlebih dahulu."Iya, kamu bener, kalo kita terlalu menganggap santai mereka, akan jadi masalah.Apalagi, ana
Tidak jauh dari rumah Haikal, mobil putih terparkir di dekat pohon besar, di dekat jalan.Mobil itu adalah mobil Ayah Egy, yang dibawa oleh Egy dan teman-temannya.Seperti arahan Andri tadi malam, jam 8 pagi mereka sudah stand by untuk mengawasi rumah Haikal.Mereka bersiap- siap, jika nanti mobil milik Hendrik keluar.Egy dan yang lain, akan segera mengikutinya.Mereka berencana untuk menggagalkan rencana Hendrik, yang akan menikahkan Raizel dengan putrinya, Hasna."Itu mereka!" ucap Diva, sembari menunjuk ke arah depan.Sontak, menarik perhatian Egy, Vano dan Caca, juga Cindy.Secara bersamaan, mereka memfokuskan padangan ke arah depan mobil.Setelah beberapa saat yang jenuh, dan bosan. Akhirnya apa yang ditunggu telah tiba, mobil milik Hendrik keluar dari rumah.Tanpa berlama- lama, Egy langsung menginjak pedal gas, dan mengikuti mobil hitam yang berjarak 20 meter dari mobilnya.Dengan lihai
"Romie? Kamu udah siap, kan?" tanya Hendrik di balik pintu, yang masih tertutup.Tidak lama setelah itu, knop pintu bergerak tanda akan dibuka oleh seseorang dari dalam kamar."Kamu udah siap?" tanya Hendrik lagi, meninjau Raizel."Udah, Yah.""Ya udah ... cepet ke depan, penghulunya udah dateng" pesan Hendrik. Setelah mengatakan itu, ia melenggang pergi.Dengan cepat Raizel menutup pintu lagi, dan berbalik badan."Udah ... dia udah pergi, lo boleh keluar sekarang" ucap Raizel.Mendengar itu, Diva keluar dari samping lemari baju dan berjalan ke arah Raizel."Makasih ... lo udah mau nolongin gue" ucap Diva, tersenyum.Raizel hanya diam, dia masih berfikir. Apa yang sudah dilakukannya barusan, mengapa ia tiba- tiba secara reflek menolong Diva."Oke ... gue pergi dulu, ya" pamit Diva, hati Diva perih meninggalkan Raizel begitu saja.Namun, harus itu tetap dilakukan."Hem" j
2 jam lagi, acara pernikahan gue sama Cindy dimulai. Gue cuma berharap, semoga acara dan segala urusan hari ini berjalan lancar. Gue emang udah niat lama, pengen cepet-cepet nikah sama Cindy. Karena, gue nggak mau sampai harus jauh dari dia. Awal mula gue suka dia, karena dia minta ditemenin beli baju.Waktu itu, gue belum punya perasaan apa-apa sama dia.Alias masih biasa aja, dan masih nganggep Cindy itu cuma sebatas sahabat nggak lebih. Saat perjalanan pulang, gue mau anterin dia pulang. Karena udah terlalu sore, dan masa iya gue ngebiarin sahabat cewek gue pulang sendiri. Jadi, gue nawarin diri buat anter dia pulang. Namun, malah dia nggak mau gue anter. Alasannya, katanya itu nggak adil. "Gue nggak mau lo anter pulang.Itu nggak adil, masa iya gue pulang bareng elo ....Dan habis itu, lo pulang sendiri ....Mending kita pulang sendiri-sendiri aja." Dia ngomong kaya gitu, gu
Pada saat itu, gue dan Raizel, juga Vano baru aja masuk SMA.Kita masih umur 16 tahun.Kita membuat geng yang cuma 6 orang, gue, Raizel, Vano, Cindy, Caca dan Diva.Awalnya kita ngebuat geng atau persahabatan ini, karena kita sudah merasa cocok aja.Cocok dalam berbagai hal.Hingga sampai gue punya perasaan ke salah satu sahabat gue sendiri, gue bisa suka dia.Karena ... dia itu ....Susah juga gue jelasinnya.Intinya gue suka aja.Gue beraniin diri buat nembak dia jadi pacar gue, dan akhirnya gue diterima. Jadilah persahabatan kita, menjadi sebuah ikatan pacar.Tetapi meskipun begitu, kebersamaan kita masih tetap terjaga. Karena bagi kita semua, pacar bukan alasan buat ninggalin tali persahabatan, dan kenyamanan pertemanan.Banyak masalah, pengalaman dan hal yang udah gue alami selama ini. Sampe, gue harus mati-matian. Nyari tau penyebab, kenapa Ega bisa meninggal.Ega, A
Pov. Reza. Setelah acara 7 hari Ega dan Kak Ajeng. Aku masih tidak tau, siapa yang sudah membunuh Kakakku. Meskipun nanti aku tau, aku cuma ingin menanyakan alasan apa, sampai dia membunuh Kakakku?Hanya ingin bertanya saja. Jikapun dia menjawab, dan menjelaskan apa alasannya.In Sya Allah, aku bisa memaafkannya. Juga, aku baru tau. Ternyata, Kak Ajeng, dan Kak Haikal saling mencintai dulunya. Aku sudah menerima kenyataan, bahwa Kakakku pergi. Aku sudah ikhlas, karena mungkin ini takdir. Meskipun aku sangat menyayangi Kakakku. Tapi jika Allah, saja sudah merindukan dia. Aku bisa apa?selain ikhlas dan menerima. Dia adalah perempuan yang selalu menyayangiku setelah ibu meninggal. Dia adalah Kakakku yang selalu memanjakanku, menghiburku kala aku merindukan Ibu. Dan sekarang, dia juga pergi menyusul Ibu. Awalnya, aku pikir. Aku tidak akan bisa menerima kenyataan pahit ini. Tidak bi
"Uuh ... nyamannya, nggak kerasa gue udah pergi 3 minggu dari rumah ....Padahal cuma 3 minggu, tapi rasanya kaya 3 tahun.Soalnya , banyak banget pengalaman yang udah gue lalui di sana," gumam Raizel, sambil terlentang.Tiba-tiba ....Tok! Tok! Tok!Suara pintu diketuk, tentu Raizel bangun untuk membukanya,"Den ...." Ternyata itu adalah Isum.Ia berdiri dihadapan Raizel dengan keadaan yang sudah berlinangan air mata.Raizel yang melihat Isum berdiri di depan pintu kamarnya seperti itu pun tersenyum, Raizel senang bisa melihat Isum lagi."Bi?"Mareka melepas rindu, Raizel memeluk Isum dan Isum terisak di pelukan Raizel. Isum bahagia, karena Raizel sudah kembali."Den, Bibi ... kangen."****Setelah Isum pergi, ia berjalan ke arah cermin. Raizel memandangi pantulan wajahnya.Kemudian menghembuskan nafas panjang."Huuufh ... sungguh keajaiban gue bisa hidup lagi, kalo gue nggak bisa
Haikal menatap Raizel, yang berbicara tanpa menoleh kepadanya. Ia terkejut, setelah Raizel mengatakan bahwa ia tahu semua alasan mengapa ia melakukan itu."Maksud kamu?" tanya Haikal, tidak sabar mendengar jawaban dari Raizel."Iya ... harusnya, kalo lo beneran cinta sama dia ... lo ngelindungi dia, bukan malah ...." Raizel menggantungkan kata-katanya, membuat Haikal tidak tenang."Bukan malah lo nurutin keinginan Ayah sama Paman elo, yang sebenernya lo tau itu salah," lanjut Raizel masih fokus ke depan, tidak melihat ke arah Haikal yang sedari tadi. Memantapkan padangan padanya.Deg!Jantung Haikal sejenak berhenti berdetak, ternyata tebakannya benar. Raizel sudah tahu, jika dia yang telah membunuh pacarnya sendiri. Haikal menunduk, ia malu, sedih, dan menyesal.Melihat Haikal tertunduk, Raizel melirik dan kemudian menoleh padanya."Ini buat pengalaman, suatu saat nanti ... kalo lo punya seseorang di hati
🌸🌸Pov. Raizel.Ketika tubuh ini merasa lelah ...Ketika gue akan ikhlas untuk pergi, meninggalkan semuanya ....Di saat itu ....Gue pikir itu yang terbaik ....Tetapi, ternyata gue salah.Hati gue ternyata belum siap.Meninggalkan semua orang yang gue sayangi.Meninggalkan seseorang yang gue cintai.Gue bersyukur.Karena Tuhan ngasih gue satu kesempatan lagi.Ketika mata gue bisa lihat dunia lagi.Perasaan bahagia, nggak bisa gue pungkiri.Terimakasih Tuhan ....Terima kasih ....Pov selesai🌸🌸🌸🌸Mata yang terpejam.Kini kembali perlahan mengerjap lagi.Perlahan, Raizel kembali membuka matanya.Raizel terbaring, di atas rumput hijau.Beberapa tetes air mata, menetes jatuh tepat di atas pipinya.Itu adalah air mata Diva.Ia tersenyum, karena Tuhan telah memberikan satu kesempatan lagi.Saat mata Raizel
Pagi yang sejuk, mentari masih belum juga menunjukan cahayanya yang sempurna.Hanya sedikit cahaya pagi yang membuat dunia tidak terlalu gelap saat ini.Musuh telah kalah.Tujuan telah tercapai.Misi hampir selesai.Diva, Caca, Cindy, Hasna, Winda, Egy, Vano, Haikal, Andri, dan Reza juga Gunawan.Masih setia menunggu sang 'Indigo' membuka matanya.Gunawan berjalan pelan, ke arah Raizel yang masih terbaring.Mata Gunawan menatap fokus, pada tubuh remaja yang masih memakai baju pengantinGunawan sudah tau semua yang telah terjadi, termasuk tentang Raizel yang dipaksa menikah.Setelah ia sudah berdiri tepat di samping Raizel, Gunawan berlutut. Mengusap lembut pipi Raizel lalu memeluknya.Memejamkan mata, Gunawan membelai sayang kepala Raizeldan berkata."Terimakasih Raizel, udah cukup kamu tidurnya ....Ayo bangun, kita semua khawatir khawatir sama kamu."Semua pasang mata di
Tap ... Tap ... Tap ...Suara derap langkah kaki, mendekati tubuh Raizel dan Diva yang sudah tak sadarkan diri.Laki- laki itu menyeringai puas, melihat momen yang menurutnya sangat enak untuk ditonton."Hahahaha ...!" Daweh berkacak pinggang dan tertawa puas.Padahal sebentar lagi, gudang akan runtuh karena api sudah kembali membesar dan merambat ke atas atap.Tapi dia seolah tidak memerdulikannya."Ini karena kamu sudah menghancurkan segalanya ....Lebih baik, kalian mati bersama."Daweh mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya, yang memegang benda pusaka sebuah keris berwarna hitam, ukurannya juga lebih besar dari keris perak yang dipegang Raizel sebelumnya.Siap untuk menghunuskan ujung keris yang lancip pada Raizel dan Diva. Namun, saat Daweh meluncurkan ujung keris itu.Tiba-tiba saja, kilatan putih langsung menyambar tubuhnya.Braaakk!!Tubuh Daweh terpent
Di sebuah tempat, tapi tidak jauh dari lokasi rumah Daweh.Tampak dua orang sudah menyusun segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mereka.Telah disiapkan beberapa lilin siap untuk dinyalakan, yang berjejer membentuk sebuah bintang, juga ada bunga 7 rupa, kelapa muda yang sudah dibuka, jangan lupakan 2 buah foto seseorang, ditangan Hendrik."Kang ... semuanya sudah siap," kata Hendrik, selesai menyusun semuanya."Iya ... tapi anehnya, kenapa batu mawar kencana ini belum nyala juga, ya? Harusnya, 4 orang tumbal udah cukup buat batu ini menyala" 4 tumbal yang dimaksud adalah, Haikal, Hasna, Raizel dan Diva.Daweh memandangi batu akik kecil, berwarna merah mengkilat.Di dalam batu itu, terukir sebuah bentuk bunga yang persis seperti bunga mawar."Kita harusnya tinggal, menambahkan sisanya, kan? Kang? 3 orang lagi untuk menutup mantranya?" tanya Hendrik, melihat kearah Daweh yang masih menunggu batu merah