"Romie? Kamu udah siap, kan?" tanya Hendrik di balik pintu, yang masih tertutup.
Tidak lama setelah itu, knop pintu bergerak tanda akan dibuka oleh seseorang dari dalam kamar.
"Kamu udah siap?" tanya Hendrik lagi, meninjau Raizel.
"Udah, Yah."
"Ya udah ... cepet ke depan, penghulunya udah dateng" pesan Hendrik. Setelah mengatakan itu, ia melenggang pergi.
Dengan cepat Raizel menutup pintu lagi, dan berbalik badan.
"Udah ... dia udah pergi, lo boleh keluar sekarang" ucap Raizel.
Mendengar itu, Diva keluar dari samping lemari baju dan berjalan ke arah Raizel.
"Makasih ... lo udah mau nolongin gue" ucap Diva, tersenyum.
Raizel hanya diam, dia masih berfikir. Apa yang sudah dilakukannya barusan, mengapa ia tiba- tiba secara reflek menolong Diva.
"Oke ... gue pergi dulu, ya" pamit Diva, hati Diva perih meninggalkan Raizel begitu saja.
Namun, harus itu tetap dilakukan."Hem" j
"Apa- apaan ini!" pekik Hendrik berdiri."Pernikahan ini nggak sah! Karena pakai identitas palsu!" ungkap Egy, dengan nafasnya yang masih terengah- engah, dia berusaha mengondisikan itu, demi untuk menjelaskan kepada semua orang di sana.Semua pasang mata, menatap ke arah Egy, Vano, Diva, Caca, dan Cindy. Tampak mereka saling berbisik, dan bergumam.Suara gedung penuh gemuruh bisikan.Membuat Hendrik resah kalau pernikahan ini gagal, rencananya juga pasti gagal.Hendrik melirik ke arah Raizel, dan Raizel juga melihat ke arah Hendrik. Dia juga tidak mengerti, maksud dari identitas palsu, karena selama ini Raizel sudah percaya pada setiap kata yang keluar dari mulut Hendrik."Sekali lagi, saya ungkapkan.Pernikahan ini tidak sah!" Egy meluruskan pandangan pada Raizel yang masih menggunakan baju pengantin."Dan dia!" Tunjuk Egy berjalan ke arah Raizel. "Nama dia itu bukan Romie Germansyah, nama dia adalah Raize
Tampak seorang gadis, sedang berdiri mematung di depan pintu ruangan, yang di mana di dalam ruangan itu Raizel dikunci oleh Ayah dan Pamannya.Hasna berdiam, wajahnya sedih, matanya menatap lurus pada pintu yang tertutup di hadapannya.Dia mendengar teriakan dan tangisan Raizel.Yang terus saja memohon untuk dibukakan pintu.Meskipun, dirinya tidak jadi menikah dengan Raizel.Rasa cinta yang ada di dalam hatinya masih utuh.Hasna ingin menolong, tapi Ayahnya sudah mewanti- wanti jangan sampai Hasna mendekati pintu tersebut.Lantaran penasaran, kenapa Ayahnya melarang dia mendekati pintu gudang. Setelah Ayah dan Pamannya pergi.Dia langsung berjalan dan berhenti tepat di belakang pintu yang dimaksud oleh Ayahnya, Hendrik.Apa lagi sampai berani membuka pintunya, Hasna tidak bisa membayangkan semarah apa Ayahnya nanti.Nah dari situlah, Hasna tau.Kenapa Ayahnya melarang dia untuk ti
Hasna memberanikan diri berlari ke arah Ayah dan Pamannya.Tampak mereka sudah mengerutkan kening, menekuk alis. Terlihat sangat marah.Hingga sampai mereka berhenti saling mendekat, menyisihkan jarak 2 meter di antaranya."Habis dari mana kamu?!" tanya Hendrik, tatapannya membunuh.Hasna tidak menjawab, ia hanya diam. Masih memandangi wajah Ayah dan Pamannya."Ternyata kamu punya nyali juga Hasna! Ayah udah bilang jangan kamu dekati ruangan itu! Tapi ternyata, kamu lebih memilih dia dari pada Ayah!" ucap Hendrik."Daripada Ayah! Lebih memilih ego, dan dendam! Ayah nggak sekalipun mikirin perasaan aku!" pekik Hasna lantang."Apa maksud kamu!?" Hardik Ayahnya."Iya, kalo aku tau! Setelah aku nikah, terus Ayah bakal ngebunuh Mama, Kakek, sama Nenek, kan?! Ayah pikir aku nggak tahu!?""Hemb ... ternyata kamu diam-diam suka nguping, ya! Hehe" balas Hendrik, bibirnya terangkat dan tersenyum sebel
Tempat yang gelap, penuh dengan pepohonan yang menjulang tinggi.Raizel belari tanpa memperdulikan arah.Yang ada dipikirannya saat ini, harus melarikan diri dari Kuntilanak Narsih dan si setan glinding pringis/ alias hantu kepala buntung atau hantu tanpa kepala.Merasa dirinya sudah berlari jauh dari tempat tadi, Raizel pun berhenti."Hah ... Hah ...." Dengan nafas yang sesak, keringat bercucuran memenuhi poninya yang panjang.Raizel mengedarkan pandangan di sekelilingnya."Van? Gy ...? Kalian di mana?"Barulah sadar, jika ia berlari berpisah dengan teman-temannya. Raizel menjadi panik, karena ia sendirian, di tempat gelap dan mencengkram itu."Sial ... kenapa kita malah jadi berpencar gini!" ucap Raizel kesal, dia merosotkan tubuhnya pada salah satu pohon dan duduk bersender di sana.Ia masih mengondisikan nafasnya yang masih terasa sesak. Tenggorokannya sangat kering, rasa haus begitu
"Kang ... kenapa bisa, mantra Kakang segampag itu dipatahkan?""Kakang juga tidak tau" jawab Daweh, menatap keharuan yang sedang dirasakan para pasangan remaja itu dari dalam rumah."Kita nggak ada waktu lagi, beberapa jam lagi. Waktu yang tepat buat kita ngadain ritual" ucap Daweh, mengingatkan."Kalau begitu, ayo ... kita buat mereka jadi tumbal kali ini."Setelah mengatakan itu, Daweh dan Hendrik pergi. Melancarkan rencana yang nantinya akan dilancarkan pada keenam remaja itu—Raizel dan teman- temannya."Ok. Sekarang?" tanya Egy pada teman- temannya, setelah selesai meminta maaf pada Caca.Lantaran barusan, dia menggigit tangan Caca."Kita kembali ke misi awal, kita harus cari bukti dan jejak- jejak tentang Ega di sini" jawab Raizel."Tapi, lo yakin ... kita bakal nemuin apa yang kita cari di sini?" tanya Vano, kurang yakin."Gue yakin Van," jawab
Malam itu ribuan air hujan masih menyerbu Bumi, baju pengantin yang Raizel kenakan juga menjadi basah.Melihat Hasna dan Haikal terikat seperti sandra, tentu saja Raizel tidak bisa berfikir jernih.Bagaimana bisa, kedua anak itu malah diikat di dalam gudang yang akan terbakar?Tempat itu layaknya rumah, karena kalau untuk gudang terlalu meragukan, lantaran ukurannya yang terlalu besar.Di sana juga banyak kursi kayu, dan ada juga lemari kaca. Penuh dengan gelas-gelas hias di dalamnya.Banyak pot bunga, dan ada lampunya yang masih menyala.Meskipun begitu, itu memang dijadikan gudang oleh sang pemilik.Bersama banyak pertanyaan yang timbul di pikirannya, ia berlari masuk ke dalam gudang itu untuk melepaskan tali yang mengikat Hasna dan Haikal."Kalian kenapa bisa keiket kaya gini?" tanya Raizel sembari melepaskan ikatan di tangan Haikal.Setelelah ikatan itu selesai, Haikal mencopot lakban hitam yang menempe
Di sebuah tempat, tapi tidak jauh dari lokasi rumah Daweh.Tampak dua orang sudah menyusun segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mereka.Telah disiapkan beberapa lilin siap untuk dinyalakan, yang berjejer membentuk sebuah bintang, juga ada bunga 7 rupa, kelapa muda yang sudah dibuka, jangan lupakan 2 buah foto seseorang, ditangan Hendrik."Kang ... semuanya sudah siap," kata Hendrik, selesai menyusun semuanya."Iya ... tapi anehnya, kenapa batu mawar kencana ini belum nyala juga, ya? Harusnya, 4 orang tumbal udah cukup buat batu ini menyala" 4 tumbal yang dimaksud adalah, Haikal, Hasna, Raizel dan Diva.Daweh memandangi batu akik kecil, berwarna merah mengkilat.Di dalam batu itu, terukir sebuah bentuk bunga yang persis seperti bunga mawar."Kita harusnya tinggal, menambahkan sisanya, kan? Kang? 3 orang lagi untuk menutup mantranya?" tanya Hendrik, melihat kearah Daweh yang masih menunggu batu merah
Tap ... Tap ... Tap ...Suara derap langkah kaki, mendekati tubuh Raizel dan Diva yang sudah tak sadarkan diri.Laki- laki itu menyeringai puas, melihat momen yang menurutnya sangat enak untuk ditonton."Hahahaha ...!" Daweh berkacak pinggang dan tertawa puas.Padahal sebentar lagi, gudang akan runtuh karena api sudah kembali membesar dan merambat ke atas atap.Tapi dia seolah tidak memerdulikannya."Ini karena kamu sudah menghancurkan segalanya ....Lebih baik, kalian mati bersama."Daweh mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya, yang memegang benda pusaka sebuah keris berwarna hitam, ukurannya juga lebih besar dari keris perak yang dipegang Raizel sebelumnya.Siap untuk menghunuskan ujung keris yang lancip pada Raizel dan Diva. Namun, saat Daweh meluncurkan ujung keris itu.Tiba-tiba saja, kilatan putih langsung menyambar tubuhnya.Braaakk!!Tubuh Daweh terpent
2 jam lagi, acara pernikahan gue sama Cindy dimulai. Gue cuma berharap, semoga acara dan segala urusan hari ini berjalan lancar. Gue emang udah niat lama, pengen cepet-cepet nikah sama Cindy. Karena, gue nggak mau sampai harus jauh dari dia. Awal mula gue suka dia, karena dia minta ditemenin beli baju.Waktu itu, gue belum punya perasaan apa-apa sama dia.Alias masih biasa aja, dan masih nganggep Cindy itu cuma sebatas sahabat nggak lebih. Saat perjalanan pulang, gue mau anterin dia pulang. Karena udah terlalu sore, dan masa iya gue ngebiarin sahabat cewek gue pulang sendiri. Jadi, gue nawarin diri buat anter dia pulang. Namun, malah dia nggak mau gue anter. Alasannya, katanya itu nggak adil. "Gue nggak mau lo anter pulang.Itu nggak adil, masa iya gue pulang bareng elo ....Dan habis itu, lo pulang sendiri ....Mending kita pulang sendiri-sendiri aja." Dia ngomong kaya gitu, gu
Pada saat itu, gue dan Raizel, juga Vano baru aja masuk SMA.Kita masih umur 16 tahun.Kita membuat geng yang cuma 6 orang, gue, Raizel, Vano, Cindy, Caca dan Diva.Awalnya kita ngebuat geng atau persahabatan ini, karena kita sudah merasa cocok aja.Cocok dalam berbagai hal.Hingga sampai gue punya perasaan ke salah satu sahabat gue sendiri, gue bisa suka dia.Karena ... dia itu ....Susah juga gue jelasinnya.Intinya gue suka aja.Gue beraniin diri buat nembak dia jadi pacar gue, dan akhirnya gue diterima. Jadilah persahabatan kita, menjadi sebuah ikatan pacar.Tetapi meskipun begitu, kebersamaan kita masih tetap terjaga. Karena bagi kita semua, pacar bukan alasan buat ninggalin tali persahabatan, dan kenyamanan pertemanan.Banyak masalah, pengalaman dan hal yang udah gue alami selama ini. Sampe, gue harus mati-matian. Nyari tau penyebab, kenapa Ega bisa meninggal.Ega, A
Pov. Reza. Setelah acara 7 hari Ega dan Kak Ajeng. Aku masih tidak tau, siapa yang sudah membunuh Kakakku. Meskipun nanti aku tau, aku cuma ingin menanyakan alasan apa, sampai dia membunuh Kakakku?Hanya ingin bertanya saja. Jikapun dia menjawab, dan menjelaskan apa alasannya.In Sya Allah, aku bisa memaafkannya. Juga, aku baru tau. Ternyata, Kak Ajeng, dan Kak Haikal saling mencintai dulunya. Aku sudah menerima kenyataan, bahwa Kakakku pergi. Aku sudah ikhlas, karena mungkin ini takdir. Meskipun aku sangat menyayangi Kakakku. Tapi jika Allah, saja sudah merindukan dia. Aku bisa apa?selain ikhlas dan menerima. Dia adalah perempuan yang selalu menyayangiku setelah ibu meninggal. Dia adalah Kakakku yang selalu memanjakanku, menghiburku kala aku merindukan Ibu. Dan sekarang, dia juga pergi menyusul Ibu. Awalnya, aku pikir. Aku tidak akan bisa menerima kenyataan pahit ini. Tidak bi
"Uuh ... nyamannya, nggak kerasa gue udah pergi 3 minggu dari rumah ....Padahal cuma 3 minggu, tapi rasanya kaya 3 tahun.Soalnya , banyak banget pengalaman yang udah gue lalui di sana," gumam Raizel, sambil terlentang.Tiba-tiba ....Tok! Tok! Tok!Suara pintu diketuk, tentu Raizel bangun untuk membukanya,"Den ...." Ternyata itu adalah Isum.Ia berdiri dihadapan Raizel dengan keadaan yang sudah berlinangan air mata.Raizel yang melihat Isum berdiri di depan pintu kamarnya seperti itu pun tersenyum, Raizel senang bisa melihat Isum lagi."Bi?"Mareka melepas rindu, Raizel memeluk Isum dan Isum terisak di pelukan Raizel. Isum bahagia, karena Raizel sudah kembali."Den, Bibi ... kangen."****Setelah Isum pergi, ia berjalan ke arah cermin. Raizel memandangi pantulan wajahnya.Kemudian menghembuskan nafas panjang."Huuufh ... sungguh keajaiban gue bisa hidup lagi, kalo gue nggak bisa
Haikal menatap Raizel, yang berbicara tanpa menoleh kepadanya. Ia terkejut, setelah Raizel mengatakan bahwa ia tahu semua alasan mengapa ia melakukan itu."Maksud kamu?" tanya Haikal, tidak sabar mendengar jawaban dari Raizel."Iya ... harusnya, kalo lo beneran cinta sama dia ... lo ngelindungi dia, bukan malah ...." Raizel menggantungkan kata-katanya, membuat Haikal tidak tenang."Bukan malah lo nurutin keinginan Ayah sama Paman elo, yang sebenernya lo tau itu salah," lanjut Raizel masih fokus ke depan, tidak melihat ke arah Haikal yang sedari tadi. Memantapkan padangan padanya.Deg!Jantung Haikal sejenak berhenti berdetak, ternyata tebakannya benar. Raizel sudah tahu, jika dia yang telah membunuh pacarnya sendiri. Haikal menunduk, ia malu, sedih, dan menyesal.Melihat Haikal tertunduk, Raizel melirik dan kemudian menoleh padanya."Ini buat pengalaman, suatu saat nanti ... kalo lo punya seseorang di hati
🌸🌸Pov. Raizel.Ketika tubuh ini merasa lelah ...Ketika gue akan ikhlas untuk pergi, meninggalkan semuanya ....Di saat itu ....Gue pikir itu yang terbaik ....Tetapi, ternyata gue salah.Hati gue ternyata belum siap.Meninggalkan semua orang yang gue sayangi.Meninggalkan seseorang yang gue cintai.Gue bersyukur.Karena Tuhan ngasih gue satu kesempatan lagi.Ketika mata gue bisa lihat dunia lagi.Perasaan bahagia, nggak bisa gue pungkiri.Terimakasih Tuhan ....Terima kasih ....Pov selesai🌸🌸🌸🌸Mata yang terpejam.Kini kembali perlahan mengerjap lagi.Perlahan, Raizel kembali membuka matanya.Raizel terbaring, di atas rumput hijau.Beberapa tetes air mata, menetes jatuh tepat di atas pipinya.Itu adalah air mata Diva.Ia tersenyum, karena Tuhan telah memberikan satu kesempatan lagi.Saat mata Raizel
Pagi yang sejuk, mentari masih belum juga menunjukan cahayanya yang sempurna.Hanya sedikit cahaya pagi yang membuat dunia tidak terlalu gelap saat ini.Musuh telah kalah.Tujuan telah tercapai.Misi hampir selesai.Diva, Caca, Cindy, Hasna, Winda, Egy, Vano, Haikal, Andri, dan Reza juga Gunawan.Masih setia menunggu sang 'Indigo' membuka matanya.Gunawan berjalan pelan, ke arah Raizel yang masih terbaring.Mata Gunawan menatap fokus, pada tubuh remaja yang masih memakai baju pengantinGunawan sudah tau semua yang telah terjadi, termasuk tentang Raizel yang dipaksa menikah.Setelah ia sudah berdiri tepat di samping Raizel, Gunawan berlutut. Mengusap lembut pipi Raizel lalu memeluknya.Memejamkan mata, Gunawan membelai sayang kepala Raizeldan berkata."Terimakasih Raizel, udah cukup kamu tidurnya ....Ayo bangun, kita semua khawatir khawatir sama kamu."Semua pasang mata di
Tap ... Tap ... Tap ...Suara derap langkah kaki, mendekati tubuh Raizel dan Diva yang sudah tak sadarkan diri.Laki- laki itu menyeringai puas, melihat momen yang menurutnya sangat enak untuk ditonton."Hahahaha ...!" Daweh berkacak pinggang dan tertawa puas.Padahal sebentar lagi, gudang akan runtuh karena api sudah kembali membesar dan merambat ke atas atap.Tapi dia seolah tidak memerdulikannya."Ini karena kamu sudah menghancurkan segalanya ....Lebih baik, kalian mati bersama."Daweh mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya, yang memegang benda pusaka sebuah keris berwarna hitam, ukurannya juga lebih besar dari keris perak yang dipegang Raizel sebelumnya.Siap untuk menghunuskan ujung keris yang lancip pada Raizel dan Diva. Namun, saat Daweh meluncurkan ujung keris itu.Tiba-tiba saja, kilatan putih langsung menyambar tubuhnya.Braaakk!!Tubuh Daweh terpent
Di sebuah tempat, tapi tidak jauh dari lokasi rumah Daweh.Tampak dua orang sudah menyusun segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mereka.Telah disiapkan beberapa lilin siap untuk dinyalakan, yang berjejer membentuk sebuah bintang, juga ada bunga 7 rupa, kelapa muda yang sudah dibuka, jangan lupakan 2 buah foto seseorang, ditangan Hendrik."Kang ... semuanya sudah siap," kata Hendrik, selesai menyusun semuanya."Iya ... tapi anehnya, kenapa batu mawar kencana ini belum nyala juga, ya? Harusnya, 4 orang tumbal udah cukup buat batu ini menyala" 4 tumbal yang dimaksud adalah, Haikal, Hasna, Raizel dan Diva.Daweh memandangi batu akik kecil, berwarna merah mengkilat.Di dalam batu itu, terukir sebuah bentuk bunga yang persis seperti bunga mawar."Kita harusnya tinggal, menambahkan sisanya, kan? Kang? 3 orang lagi untuk menutup mantranya?" tanya Hendrik, melihat kearah Daweh yang masih menunggu batu merah