Mereka kembali mengayuh sepeda mengikuti Winda dan Reza di depan.
Melintasi dan melewati berbagai penjual, dan banyaknya orang.
"Kak ... Kakak serius mau ikut ?" tanya seorang anak cowok SMP yang duduk di jok belakang pada Winda.
"Iya serius, udah berapa hari ini Kakak nggak ketemu Kak Raizel tau" jawab Winda tersenyum, sembari fokus menyetir sepeda.
"Ya udah kalo gitu" jawab Reza pasrah, percuma jika dia berbicara panjang lebar. Winda tidak akan mendengarkannya.
Hingga tidak terasa, tibalah mereka di tempat tujuan.
"Di sini tempatnya?" tanya Egy sembari melihat rumah makan tempat mereka berhenti.
"Iya Kak, tapi tempatnya kecil kaya gini, gimana? Atau mau nyari yang lain aja?" tawar Winda takut pilihannya tidak sesuai.
"Jangan pindah! Di sini aja" sahut Cindy.
"Ya udah kalo gitu, kita di sini aja" ujar Egy setuju.
"Iya, lagian tempatnya nyaman kok" imbuh Caca.
Di sebuah rumah, rumah yang tidak banyak barang.Ada dua sofa, dan dua ruangan.Satu dijadikan kamar, satu lagi entah dijadikan apa.Karena pintu yang satunya digembok dan dirantai.Hanya ada beberapa saja.Barang di rumah itu.Bahkan sampai bisa dihitung jari. Tepat di tengah-tengah ruangan, Diva duduk di sebuah kursi kayu.Dengan keadaan kedua tangannya terikat ke belakang, kakinya juga diikat menyatu pada kaki kursi.Tidak jauh dari hadapannya, Daweh duduk di atas sofa dengan santai."Ooohh ... jadi kamu itu salah satu temannya anak itu ya? Hahahaha!" ujar Daweh, menujukan wajah puas dan tersenyum gila."Lepaskan saya! Lepaskan!" seru Diva memberontak."Diam! Atau teman kamu yang namanya Raizel saya bunuh!" Kecam Daweh.Mendengar itu Diva langsung membisu, dia tidak lagi berteriak dan tidak lagi memberontak.Diva tidak ingin, Raizel terluka.'Raizel ...,
Setelah asap hitam yang keluar dari tubuh mahluk gaib suruhan daweh menghilang, dalam beberapa detik saja.Mereka sudah berpindah tempat di rumah Daweh."Raizel!?"Dan saat itu juga, Raizel melihat Diva.Diva yang terikat dikursi juga terkejut melihat kehadiran Raizel yang entah dari mana, Diva juga tidak paham."Diva ...!" Raizel berlari ke arah Diva."Rai ... jangan! Lebih baik lo pergi dari sini Rai! Gue nggak mau lo kenapa-napa!" mohon Diva sembari menangis.Sedangkan Raizel yang mendengar permohonan Diva, dia sengaja tidak mendengarkannya. Ia tetap fokus untuk melepaskan tali yang mengikat tangan dan kaki Diva."Rai! Pliss!! Stoopp!! Berhenti Rai, pliss! Dengerin gue .... Udah biarin, sekarang lo pergi aja. Gue nggak pa-pa!" jerit Diva dengan tangisnya.Namun, percuma, sekencang apa pun dan seperti apa pun Diva memohon pada Raizel untuk pergi meninggalkannya.Raizel tidak akan pernah melakukan itu.&nb
Pada siang hari yang cerah. awan putih terlihat mengapung di atas desa.Terlihat Reza yang baru saja pulang dari sekolahnya, sedang berjalan untuk pulang."Reza." Lalu suara panggilan membuatnya menghentikan langkahnya.Dia memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah asal suara itu."Bondan?" gumam Reza menatap anak laki-laki sebaya dengannya, dia adalah Bondan. Anak nakal yang mengajak Reza dan teman-teman untuk main Jalangkung di lapangan kala itu.Reza dan Bondan memang satu sekolah, tapi mereka beda kelas."Ayo nanti malam, kita main Jalangkung lagi" ajak Bondan yang berdiri tepat di depannya."Nggak, aku nggak mau .... Permainan itu, kan. Dilarang" sahut Reza menolak."Kata siapa dilarang? Nggak kok ... ayo main lagi lah, nanti ajak temen lebih banyak biar rame.""Nggak, lebih baik aku pulang. Emang kamu nggak lihat kemaren? Kak Haikal aja sampe kaya gitu" balas Reza, mengingatkan kejadian
Hanya butuh waktu 10 menit mereka menuju rumah Saleh.Karena kini mereka menggunakan mobil, jadi lebih cepat dibandingkan harus berjalan atau menaiki sepeda.Mobil merk 'Avanza' milik ayah Egy yang di bawa oleh Raizel berhenti di halaman rumah Saleh.Saleh yang melihat mobil berwarna putih yang parkir di halamannya sedikit terkejut, karena dia tidak tau mobil siapa itu.Hingga Raizel dan Egy juga yang lain keluar dari dalam mobil, Saleh baru mengingat jika itu mobil milik Gunawan."Sore , Pak" sapa Egy"Sore Den Egy ... Aden sama Neng ini mau ke mana rapi-rapi kaya gini" tanya Saleh menyambut kehadiran mereka dengan sangat ramah."Kita mau ketemu sama Winda Pak, kalau boleh. Mau ngajak Winda jalan-jalan" ujar Egy tersenyum."Winda? Oh iya bentar ya, ayo masuk dulu, Den" kata Saleh mempersilahkan mereka masuk dan duduk di kursi panjang saat pertama kali mereka berkunjung ke rumah Saleh.Istri Saleh
Mereka menuju salah satu tempat yang cocok untuk menghabiskan waktu dan tempat mengobrol yang nyaman bersama-sama menggunakan mobil.Raizel melirik jam yang melingkar di tangannya, sudah pukul setengah tujuh malam."Ini kita mau nongkrong di mana nih?" tanya Raizel, sembari terus fokus menyetir menatap ke depan."Hemb, Rai, itu kayaknya nyaman tempatnya" ujar Caca, yang sejak tadi sedang melihat ke luar dari kaca mobil, mencari tempat yang bagus dan nyaman.Raizel langsung menghentikan sejenak mobilnya di pinggir jalan. Sontak, semua yang ada di dalam mobil melihat ke arah tempat yang ditunjuk oleh Caca."Itu maksud lo? Yang ada tulisan 'Taste of tongue'?" tanya Cindy yang artinya adalah selera lidah/rasa lidah.Memperhatikan rumah makan yang bentuknya berbeda dari yang lain."Iya ... itu, gimana? Bagus loh kayaknya, terus ruangannya juga banyak jendela yang dibuka, kita nggak akan takut gerah" tutur Caca. 
"Jauh nggak mini marketnya Winda?" tanya Raizel ketika sudah di luar rumah makan."Lumayan, Kak. Kalau dari sini mungkin 10 menit.""Ya udah, masuk yuk." Raizel membukakan pintu mobil bagian depan untuk Winda.Tanpa pikir panjang, Winda tersenyum lalu masuk ke dalam mobil.Karena dia sedari tadi menjadi supir bagi teman-temannya, jadi kunci mobil milik Papah Egy masih ada padanya.Tidak butuh waktu lama, Raizel menyusul masuk ke dalam mobil ditemani Winda yang sudah duduk di jok depan bersebelahan dengannya."Dari sini belok kiri belok kanan?" tanya Raizel sembari memasang sabuk pengaman."Belok kanan, Kak. Nanti kelihatan kok di pinggir jalan mini marketnya.""Oke."Raizel menginjak pedal gas pelan keluar dari halaman parkiran, kemudian melaju ke arah mini market terdekat sesuai tujuan mereka."Kak ...," panggil Winda memandangi wajah Raizel dari samping."Iya" sahut Raizel sembari teta
Raizel dan Winda berjalan menghampiri teman-temannya yang masih fokus menyantap makanan dan mengobrol. Mereka tidak menyadari jika Raizel dan Winda sedang berjalan ke arah mereka.Yang menyadarinya hanyalah Diva. Diva memperhatikan Raizel dari kejauhan, ia merasa aneh pada plester yang ada di samping mulut Raizel."Lhooh ... Rai, itu samping mulut lo kenapa? Tadi waktu berangkat nggak ada" ujar Diva memperhatikan Raizel yang tengah duduk kembali di sampingnya."Nggak pa-pa, ini cuma jerawat, kok" dalihnya.Diva tidak menjawab lagi setelah Raizel menjawab itu, dia memandanginya dengan raut wajah yang murung.Diva tau, bahwa kekasih hatinya berbohong. Setahu Diva, Raizel jarang sekali jerawatan, dan jika ada jerawat tumbuh di wajahnya Raizel tidak pernah penutupnya seperti itu."Nih ...." Raizel meletakan plastik khas minimarket dan ada tiga botol handsanitizer untuk teman-temannya."Lo lama banget tadi,
Pada keesokan harinya.Tampak di teras rumah, seorang cowok yang sedang duduk menyender pada sofa, kedua kakinya ia angkat dan tompangkan pada atas meja kecil yang ada di depannya.Di kelilingi oleh 8 cowok sebaya. Tentu saja, cowok itu adalah Haikal dan teman-temannya.Sedang duduk di atas sofa bersama Haikal, ada juga yang duduk di teras sembari menelpon ada juga yang sedang tiduran sembari kupingnya ia tutup dengan Handset."Jadi ... gimana kalau dia nggak dateng nanti?" tanya salah satu teman Haikal yang duduk di seberangnya."Kalau sampai dia nggak dateng, kita harus cari cara supaya dia dateng" jawab Haikal dengan tangan kanannya yang menyangga kepala."Tapi gimana caranya?" sahut salah satu teman Haikal yang lain.Haikal hanya diam, dia juga bingung. Bagaimana jika nanti Raizel tidak datang, dan bagaimama membuatnya agar tetap mau Raizel datang.Sedangkan di dalam kamar.Tampak Raizel yan
2 jam lagi, acara pernikahan gue sama Cindy dimulai. Gue cuma berharap, semoga acara dan segala urusan hari ini berjalan lancar. Gue emang udah niat lama, pengen cepet-cepet nikah sama Cindy. Karena, gue nggak mau sampai harus jauh dari dia. Awal mula gue suka dia, karena dia minta ditemenin beli baju.Waktu itu, gue belum punya perasaan apa-apa sama dia.Alias masih biasa aja, dan masih nganggep Cindy itu cuma sebatas sahabat nggak lebih. Saat perjalanan pulang, gue mau anterin dia pulang. Karena udah terlalu sore, dan masa iya gue ngebiarin sahabat cewek gue pulang sendiri. Jadi, gue nawarin diri buat anter dia pulang. Namun, malah dia nggak mau gue anter. Alasannya, katanya itu nggak adil. "Gue nggak mau lo anter pulang.Itu nggak adil, masa iya gue pulang bareng elo ....Dan habis itu, lo pulang sendiri ....Mending kita pulang sendiri-sendiri aja." Dia ngomong kaya gitu, gu
Pada saat itu, gue dan Raizel, juga Vano baru aja masuk SMA.Kita masih umur 16 tahun.Kita membuat geng yang cuma 6 orang, gue, Raizel, Vano, Cindy, Caca dan Diva.Awalnya kita ngebuat geng atau persahabatan ini, karena kita sudah merasa cocok aja.Cocok dalam berbagai hal.Hingga sampai gue punya perasaan ke salah satu sahabat gue sendiri, gue bisa suka dia.Karena ... dia itu ....Susah juga gue jelasinnya.Intinya gue suka aja.Gue beraniin diri buat nembak dia jadi pacar gue, dan akhirnya gue diterima. Jadilah persahabatan kita, menjadi sebuah ikatan pacar.Tetapi meskipun begitu, kebersamaan kita masih tetap terjaga. Karena bagi kita semua, pacar bukan alasan buat ninggalin tali persahabatan, dan kenyamanan pertemanan.Banyak masalah, pengalaman dan hal yang udah gue alami selama ini. Sampe, gue harus mati-matian. Nyari tau penyebab, kenapa Ega bisa meninggal.Ega, A
Pov. Reza. Setelah acara 7 hari Ega dan Kak Ajeng. Aku masih tidak tau, siapa yang sudah membunuh Kakakku. Meskipun nanti aku tau, aku cuma ingin menanyakan alasan apa, sampai dia membunuh Kakakku?Hanya ingin bertanya saja. Jikapun dia menjawab, dan menjelaskan apa alasannya.In Sya Allah, aku bisa memaafkannya. Juga, aku baru tau. Ternyata, Kak Ajeng, dan Kak Haikal saling mencintai dulunya. Aku sudah menerima kenyataan, bahwa Kakakku pergi. Aku sudah ikhlas, karena mungkin ini takdir. Meskipun aku sangat menyayangi Kakakku. Tapi jika Allah, saja sudah merindukan dia. Aku bisa apa?selain ikhlas dan menerima. Dia adalah perempuan yang selalu menyayangiku setelah ibu meninggal. Dia adalah Kakakku yang selalu memanjakanku, menghiburku kala aku merindukan Ibu. Dan sekarang, dia juga pergi menyusul Ibu. Awalnya, aku pikir. Aku tidak akan bisa menerima kenyataan pahit ini. Tidak bi
"Uuh ... nyamannya, nggak kerasa gue udah pergi 3 minggu dari rumah ....Padahal cuma 3 minggu, tapi rasanya kaya 3 tahun.Soalnya , banyak banget pengalaman yang udah gue lalui di sana," gumam Raizel, sambil terlentang.Tiba-tiba ....Tok! Tok! Tok!Suara pintu diketuk, tentu Raizel bangun untuk membukanya,"Den ...." Ternyata itu adalah Isum.Ia berdiri dihadapan Raizel dengan keadaan yang sudah berlinangan air mata.Raizel yang melihat Isum berdiri di depan pintu kamarnya seperti itu pun tersenyum, Raizel senang bisa melihat Isum lagi."Bi?"Mareka melepas rindu, Raizel memeluk Isum dan Isum terisak di pelukan Raizel. Isum bahagia, karena Raizel sudah kembali."Den, Bibi ... kangen."****Setelah Isum pergi, ia berjalan ke arah cermin. Raizel memandangi pantulan wajahnya.Kemudian menghembuskan nafas panjang."Huuufh ... sungguh keajaiban gue bisa hidup lagi, kalo gue nggak bisa
Haikal menatap Raizel, yang berbicara tanpa menoleh kepadanya. Ia terkejut, setelah Raizel mengatakan bahwa ia tahu semua alasan mengapa ia melakukan itu."Maksud kamu?" tanya Haikal, tidak sabar mendengar jawaban dari Raizel."Iya ... harusnya, kalo lo beneran cinta sama dia ... lo ngelindungi dia, bukan malah ...." Raizel menggantungkan kata-katanya, membuat Haikal tidak tenang."Bukan malah lo nurutin keinginan Ayah sama Paman elo, yang sebenernya lo tau itu salah," lanjut Raizel masih fokus ke depan, tidak melihat ke arah Haikal yang sedari tadi. Memantapkan padangan padanya.Deg!Jantung Haikal sejenak berhenti berdetak, ternyata tebakannya benar. Raizel sudah tahu, jika dia yang telah membunuh pacarnya sendiri. Haikal menunduk, ia malu, sedih, dan menyesal.Melihat Haikal tertunduk, Raizel melirik dan kemudian menoleh padanya."Ini buat pengalaman, suatu saat nanti ... kalo lo punya seseorang di hati
🌸🌸Pov. Raizel.Ketika tubuh ini merasa lelah ...Ketika gue akan ikhlas untuk pergi, meninggalkan semuanya ....Di saat itu ....Gue pikir itu yang terbaik ....Tetapi, ternyata gue salah.Hati gue ternyata belum siap.Meninggalkan semua orang yang gue sayangi.Meninggalkan seseorang yang gue cintai.Gue bersyukur.Karena Tuhan ngasih gue satu kesempatan lagi.Ketika mata gue bisa lihat dunia lagi.Perasaan bahagia, nggak bisa gue pungkiri.Terimakasih Tuhan ....Terima kasih ....Pov selesai🌸🌸🌸🌸Mata yang terpejam.Kini kembali perlahan mengerjap lagi.Perlahan, Raizel kembali membuka matanya.Raizel terbaring, di atas rumput hijau.Beberapa tetes air mata, menetes jatuh tepat di atas pipinya.Itu adalah air mata Diva.Ia tersenyum, karena Tuhan telah memberikan satu kesempatan lagi.Saat mata Raizel
Pagi yang sejuk, mentari masih belum juga menunjukan cahayanya yang sempurna.Hanya sedikit cahaya pagi yang membuat dunia tidak terlalu gelap saat ini.Musuh telah kalah.Tujuan telah tercapai.Misi hampir selesai.Diva, Caca, Cindy, Hasna, Winda, Egy, Vano, Haikal, Andri, dan Reza juga Gunawan.Masih setia menunggu sang 'Indigo' membuka matanya.Gunawan berjalan pelan, ke arah Raizel yang masih terbaring.Mata Gunawan menatap fokus, pada tubuh remaja yang masih memakai baju pengantinGunawan sudah tau semua yang telah terjadi, termasuk tentang Raizel yang dipaksa menikah.Setelah ia sudah berdiri tepat di samping Raizel, Gunawan berlutut. Mengusap lembut pipi Raizel lalu memeluknya.Memejamkan mata, Gunawan membelai sayang kepala Raizeldan berkata."Terimakasih Raizel, udah cukup kamu tidurnya ....Ayo bangun, kita semua khawatir khawatir sama kamu."Semua pasang mata di
Tap ... Tap ... Tap ...Suara derap langkah kaki, mendekati tubuh Raizel dan Diva yang sudah tak sadarkan diri.Laki- laki itu menyeringai puas, melihat momen yang menurutnya sangat enak untuk ditonton."Hahahaha ...!" Daweh berkacak pinggang dan tertawa puas.Padahal sebentar lagi, gudang akan runtuh karena api sudah kembali membesar dan merambat ke atas atap.Tapi dia seolah tidak memerdulikannya."Ini karena kamu sudah menghancurkan segalanya ....Lebih baik, kalian mati bersama."Daweh mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya, yang memegang benda pusaka sebuah keris berwarna hitam, ukurannya juga lebih besar dari keris perak yang dipegang Raizel sebelumnya.Siap untuk menghunuskan ujung keris yang lancip pada Raizel dan Diva. Namun, saat Daweh meluncurkan ujung keris itu.Tiba-tiba saja, kilatan putih langsung menyambar tubuhnya.Braaakk!!Tubuh Daweh terpent
Di sebuah tempat, tapi tidak jauh dari lokasi rumah Daweh.Tampak dua orang sudah menyusun segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mereka.Telah disiapkan beberapa lilin siap untuk dinyalakan, yang berjejer membentuk sebuah bintang, juga ada bunga 7 rupa, kelapa muda yang sudah dibuka, jangan lupakan 2 buah foto seseorang, ditangan Hendrik."Kang ... semuanya sudah siap," kata Hendrik, selesai menyusun semuanya."Iya ... tapi anehnya, kenapa batu mawar kencana ini belum nyala juga, ya? Harusnya, 4 orang tumbal udah cukup buat batu ini menyala" 4 tumbal yang dimaksud adalah, Haikal, Hasna, Raizel dan Diva.Daweh memandangi batu akik kecil, berwarna merah mengkilat.Di dalam batu itu, terukir sebuah bentuk bunga yang persis seperti bunga mawar."Kita harusnya tinggal, menambahkan sisanya, kan? Kang? 3 orang lagi untuk menutup mantranya?" tanya Hendrik, melihat kearah Daweh yang masih menunggu batu merah