Share

7. Bang Cen

Author: Osi oktariska
last update Last Updated: 2021-06-07 18:54:13

"Ros? Rosi? Lu nggak apa-apa?"

Mata masih tertutup rapat. Tapi telingaku mampu mendengar semua suara di sekitar. Aku sangat hafal sekali suara ini, wanita cerewet yang sering sekali mengusik hariku, terutama saat malam hari. Terkadang dia punya panggilan kesayangan untukku. "Emak demit! Awas kalau nggak bangun, gue ceburin got lu, ya!" Baru saja aku menebak siapa wanita itu, dia sudah melancarkan ancaman mematikan.

Aku mulai mengerjapkan mata. Perlahan membuka kelopak mata yang sebenarnya masih terasa lengket. Tubuhku mulai terasa sakit. Tapi suara ini lebih menyakitkan telinga.

"Iya iya. Bangun ini. Berisik banget sih!" rengekku. Indi sudah duduk di samping ku dengan Nita. Mereka menatapku cemas dan raut kebingungan.

"Lu kenapa sih, Mak?" tanya Nita.

"Kenapa apanya?" tanyaku balik, berusaha kembali duduk. Rupanya aku sudah berada di apartemenku. "Kok gue di sini?"

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mirror : Death Note   8. Teror penghuni apartemen

    Smart key door, adalah salah satu alasanku memilih apartemen ini. Aku adalah tipe orang yang pelupa. Terutama terhadap kunci. Entah kunci rumah, motor, atau mobil. Tapi bukan itu alasan aku tidak pernah mengendarai kendaraan sendiri. Jadi solusi paling tepat adalah dengan teknologi tersebut, yang memang sedang marak di kehidupan penduduk kota. Selain lebih mudah, aku pun tidak perlu repot jika ada teman yang datang ke rumah. Yah, temanku hanya mereka bertiga. Indi, Mey, dan Nita. Hanya mereka yang tau sandi apartemenku. Karena hanya mereka saja yang paling sering datang, dan yang akan dengan cepat tanggap muncul jika aku tidak bisa dihubungi. Pintu terbuka dengan sandi yang sudah kubuat sejak pertama menginjakkan kaki di tempat ini. Riuh cekikikan dua orang wanita terdengar nyaring sampai luar. Aku dan Mey lantas segera masuk karena yakin dua teman kami sudah ada di dalam. "Wah, ada tamu," tutur Indi saat melihat kami masuk.

    Last Updated : 2021-06-20
  • Mirror : Death Note   9. Di balik tabir

    Kami bertiga berlari keluar menuju pos satpam. Aneh sekali. Mengapa Indi justru ada di sana, padahal jelas-jelas dia bersama kami sampai saat dia diseret masuk kamar mandi. "Mana, Pak? Teman saya?" tanyaku begitu sampai di depan pintu pos jaga satpam apartemen. "Itu," tunjuk pria paruh baya tersebut. Indi duduk dengan wajah pucat. Dia banyak diam, tidak seperti biasanya. Ada sebuah selimut yang menutupi tubuhnya. Kami pun mendekat. "Astaga! Lu kenapa bisa di sini?" "Ndi ... Indi ... Are you oke?" "Mending bawa balik dulu aja, yuk. Kasihan." Kami akhirnya kembali ke atas, tentu dengan minta ditemani Pak Satpam. Teror tadi sungguh mengerikan. Malam ini, kami semua tidur di sofa. Kejadian tadi adalah hal terakhir dari teror malam ini. Sementara Indi banyak diam, dia hanya bilang kalau tidak ingin membahas hal ini dulu. .

    Last Updated : 2021-06-26
  • Mirror : Death Note   10. Psikopat

    "Satpam itu sudah masuk ke DPO polisi. Lu gimana? Udah tenang? Katanya kita bisa balik sekarang," tutur Rangga. Aku hanya duduk di ruang tunggu, jaket milik Rangga menutupi sebagian tubuhku. Sampai subuh, kami berada di kantor polisi untuk melaporkan kejadian ini. Aku masih takut untuk pulang. "Sorry, ya." "Kenapa?" "Elu malah nemenin gue di sini, seharusnya kan bisa langsung pulang tadi habis antar Om." "Nggak apa-apa. Lagian mana tega gue ninggalin elu di sini sendirian. Mau balik sekarang apa minggu depan nih? Gue udah ngantuk banget," jelas Rangga sesekali menguap. Pernyataan ku tentang kejadian di apartemen mendapat respon yang baik. Aku pikir polisi akan menganggap kesaksian ku mengada-ada, tapi ternyata satpam yang baru kutau namanya Roy itu, sudah beberapa kali keluar masuk penjara karena narkoba. Dia bahkan pernah menjadi bandar Sabu saat masi

    Last Updated : 2021-06-27
  • Mirror : Death Note   11. Pemilik apartemen

    "Elu mau pindah nih? Beneran?" tanya Mey, menyeruput cokelat hangat yang tadi dia buat bersama Nita. Selesai makan, kami ngobrol santai sambil membahas rencana selanjutnya. Roy, ternyata tidak terbukti bersalah. Tidak ada saksi atau bukti yang menunjukkan keterlibatan Pak Roy atas kematian Bu Lia. Tidak dapat dipungkiri kalau Pak Roy masih mengkonsumsi narkoba, tapi dia tidak sampai masuk jeruji besi. Dia hanya diwajibkan lapor setiap beberapa hari sekali, sambil menunggu tahap untuk rehabilitasi. "Jadilah. Nggak bisa hidup tenang gue di sini. Udah teror hantu belum selesai, eh ini ada lagi. Makhluk yang lebih mengerikan ketimbang hantu. Gue takut, gaes. Ya ampun," ucapku sambil menyapu wajah. "Bener sih, Ros. Parah banget sih kalau terus menerus diteror gini," tukas Nita. "Terus kalian udah ada info belum, apartemen yang murah?" "Kalau yang dibawah dua juta belum ada, Ros. Semua di a

    Last Updated : 2021-06-28
  • Mirror : Death Note   12. Apartemen Baru

    Lantai tiga menjadi pilihanku. Banyak pertimbangan yang kuambil, salah satunya karena lantai ini paling banyak penghuni nyatanya. Lantai dua dan satu pun, sudah penuh penghuni. Tapi lantai empat dan lima memang jarang ada penghuni. Di lantai empat hanya ada dua penghuni lama, dan lantai lima hanya satu penghuninya. "Sebentar lagi akan ada renovasi dari depan sampai belakang. Jadi Mba Rosi saya pastikan akan betah tinggal di sini. Kalau ada keluhan apa pun, bilang ke saya atau istri saya saja," jelas Pak Seno saat kami berjalan melewati tangga. Tidak ada lift di apartemen ini. Semua akses hanya lewat tangga saja. Tiap lantai ada 10 kamar apartemen. Di lantai tiga aku menempati kamar nomor 8. Pak Seno dengan sabar menceritakan tentang apartemen miliknya yang sudah dibangun hampir 30 tahun lalu. Awalnya lahan ini bekas rumah sakit terbengkalai, dijual dengan harga murah karena bangkrut. Pak Seno membelinya dan meren

    Last Updated : 2021-06-28
  • Mirror : Death Note   13. Pemakaman Aidil

    Bau busuk kian menyengat. Sejak semalam aku terus mencium bau tidak sedap. Semacam sampah basah yang sudah lama tidak dibuang. Atau bangkai hewan yang hampir mengering. Alhasil aku keluar kamar dan memeriksa sekitar. Aku sangat yakin, bau tersebut berasal dari luar. Begitu pintu terbuka, Raja sedang berdiri di depan tong sampah ujung lorong. Di mana ada dua kamar kosong yang katanya sudah ditinggalkan penghuni lamanya. Dia memperhatikan tempat pembuangan sampah sambil berkacak pinggang. Karena penasaran, aku pun mendekat. Aku yakin dia juga mencium aroma tidak menyenangkan ini karena kamar kami berdekatan. Begitu berdiri di samping Raja, aku langsung menutup mulut dan menahan mual. Raja melirik lalu memberikan sapu tangan dari sakunya padaku. "Itu ... Apa?" tanyaku membelalak mata. Raja mengambil sarung tangan dari saku celana dan memakainya. Dia lantas mengangkat tinggi-tinggi bangkai kucing yang terk

    Last Updated : 2021-06-29
  • Mirror : Death Note   14. Streaming

     Seorang wanita sanggup menyembunyikan rasa cintanya bertahun-tahun. Tapi, seorang wanita tidak mampu menyembunyikan rasa cemburunya meski hanya sesaat. Begitulah foto yang aku unggah setelah senja berganti petang. Foto itu iseng aku ambil saat langit masih cerah. Entah mengapa aku mengetik tulisan itu dan mengunggahnya ke media sosial ku. ReynittaRizky "Begitu juga wanita mampu memaafkan kesalahan , tapi tak mampu untuk melupakan apa yang membuat hatinya terluka." Lianaputt22 "Aku lebih baik tenggelam dalam kubangan lumpur daripada harus terbakar oleh perasaanku sendiri ketika melihat kau tertawa lepas bukan denganku." Imeymoona

    Last Updated : 2021-06-30
  • Mirror : Death Note   15. Desi

    "Ros, elu betah di sini?" tanya Rangga sambil menyuap mie instan ke dalam mulutnya. Dia terus menggerutu meminta dibuatkan makanan. Sementara aku sedang malas memasak. Jadi alternatif terbaik adalah mie instan. "Eum, gitu deh," kataku, menopang dagu dan menatapnya yang asyik makan. "Gitu deh? Maksudnya? Iya atau enggak?" "Sebenarnya aku betah-betah aja sih. Cuma kadang ...," jelas ku menggantung sambil menatap sekitar, Rangga pun mengikuti ke arah yang kutatap. "Kenapa? Ada setan? Ah elu, di mana mana, kan, emang ada setan kali, Ros? Kan udan ada di Al Quran. Manusia dan jin diciptakan hidup berdampingan. Di kitab agama lain juga sama." Kuah mie ia seruput sehingga menimbulkan suara riuh. "Iya, tau. Tapi kali ini lain." Aku lantas merebahkan kepalaku di meja. Rangga menuntaskan kegiatan makannya, mengelap mulut dengan tissue dan bersiap

    Last Updated : 2021-06-30

Latest chapter

  • Mirror : Death Note   64. Lamaran

    Pintu apartemen Rangga ku buka, namun dahiku langsung mengerut ketika melihat Nida berada di kursi meja makan, dengan Rangga yang berdiri di dekat kompor, sedang memegang puntung rokok di tangan kanan. Di belakangnya ada panci yang berisi air panas disertai dua cangkir yang sudah diberi bubuk kopi dan kantung teh bundar."Yang?" Rangga membetulkan posisi berdirinya, segera mematikan rokok yang masih menyala di meja dekat kompor. Dia lantas mendekat. "Aku tadi WA kamu loh, nelpon juga nggak di angkat. Niatnya mau tanya, aku jemput jam berapa ke rumah?" katanya dengan segala bentuk pernyataan dan pertanyaan sebelum aku melayangkan upaya ngambek melihat Nida di sini. "Terus juga kasih tau, kalau Nida di sini."Aku lantas membuka ponselku dan membuktikan kebenaran perkataan kekasihku. "Lupa aku silent. Tadi di jalan berisik, soalnya aku naik Gojek." Aku lantas meletakkan tas di ranjang. "Aku pengen mandi." Segera saja aku masuk ke kamar mandi

  • Mirror : Death Note   63. Selamat jalan, sahabat.

    Rumah besar itu porak poranda seolah terkena gempa dahsyat. Kondisi Rizal sudah stabil, bahkan dia sudah berganti pakaian dan kini terbaring di kamarnya ditemani Nida yang selalu berada di sisinya."Terus nasib Gladis gimana, Bang?" tanya Indi. Sosok hitam yang menyerang kami sudah musnah karena Bang Cen, Datu, dan macan putih itu."Kita lihat saja besok."Malam semakin larut. Kami pun pulang ke rumah masing-masing. Sementara itu Nida tetap tinggal merawat Rizal.Mey pulang di antar Asep. Itu bukan hal aneh lagi bagi kami. Indi pun sudah di jemput Raja. Bang Cen memutuskan tinggal sebentar, untuk menyelesaikan sisa pekerjaannya. Entah apa lagi yang akan dia lakukan, tapi aku dan Rangga sudah lelah sekali. Kami pun pamit padanya."Mau pulang ke mana?" tanya Rangga."Eum, ke rumah aja ya. Nggak apa-apa, kan? Aku capek banget. Pengen langsung tidur.""Ya nggak apa-apa. Lagian dari sini memang lebih dekat ke rumah

  • Mirror : Death Note   62. Teror di rumah Rizal

    "Yah Gladis itu bukan manusia. Saya sudah perhatikan lama. Ada yang aneh sama dia.""Jadi maksudnya dia itu apa, Bang?""Tubuhnya memang tubuh seorang manusia. Tapi jiwanya bukan dari pemilik tubuh itu. Bahkan kalau jiwanya keluar dari sana, saya yakin kalau jasadnya tidak sebagus apa yang kita lihat sekarang.""Jadi jiwa siapa yang masuk ke sana? Kok bisa gitu, ya?""Bisa, Neng. Bahkan saya rasa apa yang merasuki tubuh Gladis juga bukan dari kalangan manusia.""Mungkin nggak sih, kalau pemilik tubuh itu sebelumnya melakukan perjanjian dengan iblis, terus dia nggak bisa memberikan tumbal atau semacamnya, makanya jiwanya diambil, tubuhnya kosong terus diisi makhluk lain. Bisa nggak?" tanyaku."Sangat masuk akal, Neng.""Apa dia sedang mengincar Rizal untuk dijadikan tumbal?" tanya Rahma."Bukan. Bukan tumbal, justru sebagai makanan." Perkat

  • Mirror : Death Note   61. Bukan manusia

    Pagi ini kami berangkat kantor lebih awal, karena semalam aku menginap di apartemen Rangga. Jaraknya yang dekat kantor membuat kami memiliki setidaknya 20 menit waktu luang sebelum jam kerja dimulai. Bahkan lift pun terasa lenggang saat kami memasukinya, karena hanya ada kami berdua. Untungnya tidak ada lagi sosok wanita yang biasa memasuki lift ini, atau mungkin belum waktunya dia muncul, ya. Tapi sepertinya Bang Cen telah membuat dia tersingkir dari gedung ini, karena aku tidak pernah melihatnya lagi dalam waktu yang cukup lama.Kemarin kami berdua tidak jadi mencari Rizal, karena dia memang tidak bisa ditemukan di berbagai tempat. Di rumahnya, tempat nongkrongnya, sampai ke rumah teman-temannya, Rizal tidak nampak juga. Akhirnya semalam kami akhir pencarian pukul 22.00, Nida pulang sendiri, dan aku bersama Rangga kembali ke apartemen.Pintu lift menutup, aku melingkarkan tangan ke lengan kekasihku. Dia menoleh dan tersenyum. "Kenapa?" t

  • Mirror : Death Note   60. Salah Paham

    "Eh, kalian udah denger belum? Gosip kalau Rizal deket sama Gladis?" tanya Mey berbisik saat kami makan siang. Sudah sekitar satu bulan Gladis bekerja di kantor kami, dan dia masih menjadi topik pembicaraan yang menarik. "Serius? Kok bisa? Nida gimana?" tanya Indi penasaran. "Nah itu! Mereka break! Dan sekarang Rizal deket sama Gladis. Yah, siapa sih yang nggak mau sama Rizal, kan? Dilihat-lihat ganteng juga itu anak," cetus Mey. "Ganteng mana sama gue?" tanya Asep menanggapi. "Elu ... Tapi dilihat dari ujung monas, pakai sedotan!" "Awas lu ya. Nggak gue anterin pulang lagi!" ancam Asep. "Cie. Udah saling antar jemput. Eh, lu nunggu di mana, Mey? Nggak takut?" tanya ku sengaja mencandai mereka. "Di rumah lah. Kan yang punya body guard, dia, bukan gue. Gue mah nggak takut." "Oh iya ya. Hati-hati, takut nanti ada drama mirip di sinet

  • Mirror : Death Note   59. Gladis

    "Siapa tuh?"Seorang wanita datang bersama pria berumur sekitar 40 tahunan. Memakai setelan mahal dan masuk ke ruangan Bos. Dari apa yang terlihat, sepertinya dia akan menjadi karyawan baru di kantor kami. Penampilannya terlihat seksi, dengan rok span hitam yang cukup pendek di atas lutut, kemeja putih ketat, menampilkan payudaranya yang terkesan tidak muat di dalam pakaian itu. Sepatu hak tinggi berwarna hitam, memang menjadi ciri khas seorang pekerja magang. Karena kemarin aku pun melakukan hal itu."Baru kayaknya deh. Njir, bohay banget!" kata Asep melotot sampai wanita itu menghilang di balik pintu."Wuu! Dasar mata playboy! Suka bener lihat yang montok-montok!" cetus Mey.Memang terlihat seksi dan mengundang banyak mata melihat, tapi aku merasa tidak menyukai aura yang dimiliki wanita tersebut. Entah mengapa. Terasa ada selubung gelap yang mengitarinya. Bahkan beberapa sosok mengerikan terus

  • Mirror : Death Note   58. Wanita bunuh diri

    Ini adalah hari pertama setelah cuti yang bisa terbilang panjang bagiku. Aku dan Rangga kembali ke kantor, memulai aktifitas kami seperti biasanya. Sejak kemarin aku memang tinggal di apartemen Rangga hingga hari ini. Namun nanti aku akan kembali pulang ke rumah, karena Iqbal sudah kembali dari luar kota. Bagaimana pun juga, dia bagai satpam Papa di rumah untuk mengawasi ku. Tapi kami berdua sama-sama saling mengawasi dan melindungi sebagai kakak adik. Sementara Bang Haikal justru terbang lebih jauh lagi ke London. Bisnisnya berkembang pesat. Kabarnya dia hendak membuka sekolah Indonesia di sana.Kami baru saja datang bersama-sama. Masuk lift yang penuh sesak, karena ini adalah jam masuk kantor, tentu banyak karyawan berdatangan. Aku dan Rangga menempati posisi tengah. Di belakang kami ada deretan karyawan dari lantai paling atas, di depan kami, campuran dari teman satu ruangan ku dan juga Rangga.Dari kejauhan, aku melihat seorang wanita

  • Mirror : Death Note   57. Tinggal bersama

    Papa akan kembali ke Korea pagi ini juga. Pekerjaannya di sana masih membutuhkan waktu, dan Mama juga masih ada di Korea. Bahkan Mama tidak tau kalau Papa kembali ke Indonesia kemarin. Hotel yang Papa pesan, hampir sama seperti hotel sebelumnya. Connecting room tersebut membuat kami berempat saling terhubung. Lee juga akan kembali ke Korea, karena urusannya sudah selesai. Kami akan naik pesawat untuk kembali ke Ibukota."Jadi Papa sama Mama lama lagi pulangnya?" tanyaku di tengah sarapan pagi kami."Iya, mungkin beberapa bulan lagi, baru kami bisa menetap lagi di sini. Kamu baik-baik saja, kan? Papa dengar dari Iqbal tentang pencuri di rumah kita. Papa yakin, tidak ada lagi kejadian seperti itu. Mereka hanya anak buah Woong saja.""Tapi Iqbal juga sekarang di luar pulau, Pa. Bang Haikal juga jauh. Jadi aku sendirian dong di rumah," kataku setengah protes."Hm? Bukannya ada Rangga sekarang? Papa lihat kalian makin lengket aja. Iya,

  • Mirror : Death Note   56. Papaku mantan gengster

    "Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" tanyaku begitu Lee mendekat. Rangga membantuku berdiri dan terus memegangi tangan karena kaki kananku sedikit nyeri."Apa itu sapaan di Indonesia untuk teman lama?" tanya Lee balik, sambil terkekeh. Rupanya dia sudah lancar menggunakan bahasa Indonesia, walau logat Korea nya masih terasa kental.Aku lantas tersenyum, mengulurkan tangan padanya. "Apa kabar, Lee?"Lee menyambut nya dengan tatapan mata dalam. "Lama tidak bertemu, kemampuan mu sedikit berkurang, Ines.""Oh, jadi mereka itu musuh mu? Buktinya jauh-jauh kau datang ke Indonesia hanya untuk menangkap mereka? Kasus apa kali ini?"Lee melirik ke Rangga yang sejak tadi hanya diam. "Dia ...?" tanyanya."Oh iya, perkenalkan, dia Rangga. Rangga ini Lee, temen aku di Korea. Dia polisi," kataku pada mereka berdua, bergantian."Rangga?" tanya Lee saat mereka be

DMCA.com Protection Status