Mobil Handoko tiba di rumah paman Mulyono, Handoko turun dari dalam mobil dan membuka pintu pagar rumah, lalu dia masuk kembali ke dalam mobil, mobil berjalan memasuki pelataran halaman rumah menuju garasi rumah.
Di dalam garasi rumah, Handoko mematikan mesin mobilnya, Yana membuka pintu mobil, berjalan gontai menuju ke dalam rumahnya, Handoko berjalan mengikutinya di belakang.Yana masuk kedalam rumah, berjalan gontai, Gunawan yang baru datang bersama Kuncoro juga masuk ke dalam ruang tamu rumah paman Mulyono, Yana menghempaskan pantatnya, duduk di sofa dengan wajah tegang, dia diam sediam diamnya."Apa yang terjadi ? Aku langsung ke sini begitu kamu kabari." Ujar Gunawan pada Handoko.
"Randi mulai neror lagi, di butik , dia sengaja meledakkan boneka, itu sebagai pesan ancaman kepada bu Yana." Ujar Handoko menjelaskan.
Paman Mulyono datang dari arah lain dalam ruangan rumahnya, menemui mereka yang berkumpul di ruang tamu rumahnya."K
Via bangun dari tidurnya, dia duduk di tepi ranjang, masih sedikit merasakan sempoyongan dan pandangan matanya berkunang kunang, Via menarik nafasnya , menguatkan dirinya, perlahan dia berdiri, beranjak dari ranjangnya, dengan tubuh lemah dia berjalan dengan sempoyongan, melangkah mendekati meja rias yang ada di kamar, lalu mengambil tasnya yang tergantung di kursi meja rias. Via duduk di kursi, membuka tasnya, mengambil ponselnya, dia meletakkan tasnya di atas meja rias, melihat ponselnya, mengecek apakah ada pesan atau telepon yang masuk di ponselnya.Tidak ada pesan ataupun telepon yang masuk di ponselnya, Via menghela nafasnya, berfikir sejenak, dia ingin menghubungi papahnya, namun ada keraguan di hatinya, lantas dia berusaha untuk menenangkan dirinya, memencet sebuah nomor dari ponsel yang diberikan papahnya, mencoba menghubungi papahnya, Via menunggu , nada panggilan terdengar dari ponselnya, tidak ada jawaban, nada panggil berhenti, Via mengulangi lagi, men
Via check in di sebuah hotel yang berada di tengah tengah kota antara Klaten dan Jogjakarta, sebuah hotel yang sederhana di pilih Via untuk tempat peristirahatannya.Via membuka pintu kamar hotel, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamar hotel kembali.Via meletakkan tasnya di dalam lemari pakaian yang ada di kamar hotel, lalu dia berjalan dan duduk di tepi ranjang, dia termenung. Via sedang memikirkan sesuatu hal, bagaimana cara agar dia segera bertemu papahnya dan menyelesaikan semua masalah yang terjadi karena perbuatan papahnya. Dia menarik nafasnya berat, lalu berdiri dan melangkah menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar hotel tempatnya menginap itu. Saat hendak masuk ke dalam kamar mandi, ponselnya berbunyi, Via cepat berbalik dan berjalan mengambil ponselnya dari dalam tas, dia melihat ponsel pemberian papahnya, tidak ada panggilan masuk di ponsel itu, lalu Via memasukkan ponsel dari papahnya dan mengambil ponsel lainnya
Sore itu, Via bertemu dengan seseorang yang disebutnya sebagai "Om"nya.Di dalam cafe yang dekat dengan candi prambanan, Via duduk di sebuah kursi cafe dengan latar belakang candi prambanan yang terlihat di kejauhan , di atas meja ada 2 piring berisi makanan khas cafe itu beserta 2 gelas minuman.Di depan Via, duduk seseorang yang disebutnya sebagai "Om".Via dan Omnya terlihat sedang terlibat dengan suatu pembicaraan yang sangat serius sekali saat itu, Via dengan wajah serius menjelaskan semua yang ada di dalam fikirannya, sementara Omnya diam mendengarkan Via yang terlihat penuh dengan keyakinan membahas sesuatu hal. Omnya yang mendengar segala penjelasan Via mengangguk angguk dan tersenyum, dia tidak membantah sedikitpun dari penjelasan Via, hanya menatap wajah Via yang serius memberikan penjelasan.Di tempat lain, di pematang sawah, terlihat Randi dan Marwan sedang bertemu, mereka berdiri di depan sawung yang ada di tengah tengah pematang sawah
Randi terbangun dari tidurnya, dia memegang kepalanya, rasa pusing masih ada sedikit di rasakannya, dia tersadar saat tahu dirinya saat ini berada disebuah sawung, ditengah pematang sawah, dia lalu bangun dan duduk di tepi sawung, memegang kepalanya kembali, menghilangkan rasa pusing yang dirasanya. Dia melirik sekitar, tidak terlihat Marwan, Randi lalu memegang tengkuk lehernya, memijat dengan tangannya, tubuhnya terasa pegal pegal.Apa yang telah terjadi pada Randi ?Untuk mengetahui kejadian yang sudah di alami Randi, kita akan mundur pada waktu beberapa jam sebelumnya.Cerita mundur pada saat beberapa Jam sebelum misi bunuh diri yang di lakukan Marwan. Seseorang yang di sebut Via sebagai "Om" itu memasuki gang rumah Randi lama, dia sengaja datang ke rumah itu untuk mencari tahu keberadaan Randi, Orang tersebut memarkirkan motornya di ujung gang, di dekat sebuah rumah kosong yang di tiang teras rumahnya ada kertas bertuliskan "Rum
Randi duduk terpaku di sofa, dia terdiam , terngiang kembali ucapan anaknya yang memintanya untuk segera membebaskan Dewi, jika Randi tidak menuruti permintaan anaknya, dia tidak akan bisa bertemu lagi dengan anaknya, Randi resah, dia tidak ingin hal itu terjadi, dia yang sangat menyayangi dan merindukan anaknya itu tak kan mampu menerima kenyataan jika benar benar anaknya menghindar dan tidak ingin bertemu dia lagi.Tiba tìba Randi meringis menahan sakit, dia memegang kepalanya, mengerang kesakitan, beberapa saat dia dalam keadaan melawan rasa sakit di kepalanya itu, lalu sesaat kemudian dia terdiam, matanya melotot dengan tatapan tajam, menyeringai buas, saat itu, bukan lagi diri Randi yang normal, tapi Roni, salah satu kepribadian yang ada di dalam diri Randi muncul."Aku gak kan biarkan Yana tersenyum karena melihat anaknya bebas !" Ujar Roni menatap tajam dan menyeringai."Kalo kamu sampe melepaskan anak Yana, kamu tolol !" Ujar Roni.
Paman Mulyono beserta keluarga dan sanak famili mengantarkan Dewi ke tempat peristirahatannya yang terakhir, di samping paman Mulyono terlihat Yana dengan wajah sedih dan mata bengkak karena menangis terus menerus meratapi kepergian anaknya yang meninggal dengan cara tragis.Suasana di lokasi pemakaman itu hening dan khidmat, Yana berjongkok di sisi makam Dewi, menaburkan bunga bunga, menyiramkan air dari botol, lalu mengelus lembut batu nisan yang bertuliskan nama Dewi. Yana menangis tersedu sedu.Paman Mulyono menenangkan Yana, dia mengangkat tubuh Yana, Yana berdiri menatap makam Dewi yang berada tepat di samping makam Sekar, anak pertama Yana yang sudah meninggal lebih dulu."Dewi udah gak merasakan sakit lagi sekarang, Dewi udah ketemu mbak Sekar, kalian bisa bersenang senang di syurga, tunggu mama ya, kita pasti akan berkumpul nanti." Ujar Yana menangis sedih, paman Mulyono menepuk lembut bahu Yana, memberinya ketenangan.Orang orang yang hadir mela
Sore itu, Via menemui orang yang biasa di panggilnya dengan sebutan "Om", mereka duduk di sudut cafe, wajah Via terlihat tenang."Melihat papah yang menjadi pembunuh buas, aku sering berfikir om, apa aku juga nanti akan seperi papah ?" Ujar Via dengan suara datar dan tatapan mata yang dingin. Orang yang di sebut "Om itu tersenyum menatap wajah Via."Hanya kamu yang tau jalan hidupmu." Ujar Omnya pada Via, si Om terdiam sejenak, lalu menatap wajah Via."Papahmu membunuh anak Yana." Ujar orang yang disebut "Om" itu pada Via yang meliriknya dengan raut wajah yang datar, tidak menunjukkan rasa kaget sedikitpun."Aku tau Om, Papah pasti tetap membunuhnya, biarpun aku mencegahnya, papah gak bisa dihentikan, nafsu keinginan membunuhnya semakin besar." Ujar Via dengan suara datar dan tatapan mata yang dingin."Kalo kamu udah tau begitu, buat apa kamu mau mencegahnya?" Tanya orang yang disebut "Om" pada Via."Aku hanya ingin membantu papah agar
Randi menatap tajam wajah Rizal, sosok orang yang telah mendahuluinya menyelinap kerumah paman Mulyono dan membuat pingsan para penjaga dirumah itu."Lepaskan tanganku !" Ujar Randi menahan geram pada Rizal."Kikikikikikik..." Rizal tertawa dengan bunyi tawa yang khasnya."Aku gak kan membiarkan kamu membunuh dia." Ujar Rizal melirik paman Mulyono yang menyimpan rasa takut dalam dirinya."Jangan ikut campur urusanku !" Ujar Randi membentak Rizal, dia mulai marah pada Rizal, menatapnya tajam."Randiii...Randiii... buat apa aku nyampuri urusanmu." Ujar Rizal menyeringai , matanya melotot pada Randi, gayanya tengil."Aku ada di sini karena anakmu ." Ujar Rizal menatap tajam wajah Randi, mendengar itu Randi kaget."Apa maksudmu ?" Tanya Randi. Rizal melepaskan pegangan tangannya dari tangan Randi."Via memintaku untuk melindungi orang ini, dia gak ingin orang ini mati kamu bunuh." Ujar Rizal tersenyum menatap Randi."Kalo bu
Para petugas polisi segera bergerak untuk memburu Via yang membunuh Yana, salah seorang petugas polisi mendobrak paksa pintu rumah kontrakan Via, polisi berhasil mencium jejak persembunyian Via selama ini, untuk itu mereka mendatangi rumah Via agar bisa segera menangkap Via yang telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Yana.Setelah pintu terbuka karena di dobrak paksa, Manto beserta lima petugas kepolisian segera masuk ke dalam rumah, mereka segera bergerak memencar menyusuri seluruh ruangan untuk mencari Via.Di dalam rumah itu tidak mereka temukan Via yang lebih dulu sudah pergi melarikan diri, Manto masuk ke dalam kamar, dia melihat ada bekas genangan darah yang mengering di atas tempat tidur, ada juga pisau tergeletak di lantai kamar, Manto tahu, di kamar itulah Via menjalankan aksinya membunuh Yana, dengan keadaan terikat dan terbaring di atas tempat tidur, wajah Manto terlihat kesal karena dia tidak menemukan Via di dalam rumahnya.Seorang petugas
Kembali ke beberapa jam sebelum terjadinya pembunuhan Yana yang dilakukan Via. Via membuka pintu kamar setengah, semburat cahaya masuk ke dalam kamar saat pintu terbuka, mengenai wajah Yana yang terikat di atas tempat tidur, Yana cepat menoleh kearah datangnya Via yang berjalan santai dan tenang mendekatinya."Via...Viaa tolong, lepasin bunda, lepasin bunda, biarkan bunda pergi dari sini ya, tolong Via..." Ujar Yana memelas pada Via yang menatapnya dengan tatapan sorot mata yang dingin, wajah Yana terlihat penuh dengan rasa kecemasan dan ketakutan melihat sikap dingin Via."Kamu harus di hukum atas semua perbuatanmu pada papahku." Ujar Via dengan suara datar menatap dingin wajah Yana yang ketakutan, dia merasakan ada hal yang aneh pada diri Via saat melihat wajahnya, perasaan Yana menjadi semakin cemas, dia merasakan akan terjadi sesuatu hal yang tidak pernah dibayangkannya sebelumnya.Via mendekati Yana yang terikat diatas tempat
Via membaca pesan yang dikirimkan papahnya dengan ekspresi wajah datar dan tenang."Untuk putri papah. Terima kasih telah menjadi putri terbaik yang pernah aku miliki. Sebentar lagi papah akan pergi jauh darimu, Nak, Tetaplah menjadi putri papah yang baik, Waktu terbaik dalam hidupku adalah Ketika menjadi papahmu.papah mencintai Via melebihi cinta pada diriku sendiri.Nak, kamu adalah harta yang paling berharga milikku, Harapan terbesar papah adalah agar kamu selalu tahu bahwa papah sangat mencintai kamu. Selama ini papah sulit memahami seorang wanita, hanya satu wanita yang papah terus berusaha untuk memahami dirinya, ya, itu kamu anakku. Papah tahu, Via sosok perempuan hebat, kuat. Jangan pernah bersedih anakku. Jangan biarkan air matamu jatuh karena kepergian papah ini, tetaplah tersenyum, Berjuanglah dengan sungguh-sungguh, kelak kamu pasti mendapatkan apapun yang kamu inginkan.Papah pamit, jaga dirimu baik baik." Tulis Randi mengakhiri pesannya pada Via
Siang itu, di kantor kepolisian, Gunawan dan Manto sedang menemui seorang Dokter yang sengaja datang memberikan laporan kepada pihak kepolisian."Mengapa setelah berhari hari bapak baru datang melapor ?" Tanya Gunawan."Sebenarnya saya ragu dan takut, hanya saja, kok ya hati saya bergejolak terus, jadi saya niatkan diri untuk memberanikan diri melapor ke sini." Jelas sang Dokter."Bapak kenal dimana dengan Rizal?" Tanya Gunawan."Dia kawan baik adik saya pak, mereka satu profesi, kerja di kantor film yang sama sebagai editor, karena Rizal sering datang kerumah kalo pas liburan ke jogja, dia kenal saya." Ujar Dokter memberi penjelasan."Saat itu dia hubungi saya, minta tolong,abangnya katanya terluka di tusuk orang, saya suruh bawa kerumah sakit, dia bilang gak bisa, dia minta tolong terus ke saya, akhirnya saya datang menemuinya dan mengobati abangnya yang terluka." Ujar Dokter, Gunawan dan Manto mendengarkan penjelasannya."Saat saya
Dalam proses pemulihan dirinya, Randi mengisi hari harinya dengan tetap berada di dalam kamarnya yang sengaja gelap dan tidak diterangi lampu, diatas meja yang ada di kamar apartemen milik Rizal ada sepiring makanan dan buah buahan serta minuman di dalam gelas, ada juga obat obatan yang sengaja di beli Rizal untuk mengobati sakit lupa ingatan Randi. Hari itu, Randi terlihat berdiri di depan jendela kamar apartement yang terbuat dari kaca, dia menatap jauh keluar, dari dalam kamarnya yang berada di lantai 20 apartemen, terlihat bangunan bangunan gedung gedung perkantoran serta rumah rumah penduduk, awan bergerak beriringan, berkumpul menjadi satu dan membentuk gumpalan tebal di langit, cuaca mendung sore itu, matahari memasuki senja, berproses untuk tenggelam dan menghilangkan dirinya untuk digantikan bulan yang akan menentukan datangnya malam, tatapan mata Randi kosong, sekosong fikirannya saat itu, karena tak mampu mengingat apa yang sudah terjadi p
Via menghempaskan pantatnya di sofa yang ada diruang tamu rumah kontrakannya, dia tercenung, dari raut wajahnya terlihat perubahan pada air mukanya, terlihat ada rasa kecemasan yang begitu besar didalam dirinya, ada rasa ketakutan yang mendalam pada jiwanya tatkala ia membayangkan hal buruk terjadi pada papahnya."Semoga papah baik baik saja, cepat sadar pah." Gumam Via pada dirinya sendiri, dia memikirkan tentang kondisi papahnya saat ini yang dalam kondisi kritis, seperti yang dikabarkan Rizal padanya.Dalam kecemasan dan ketakutannya akan papahnya yang tak sadarkan diri karena luka parah yang dideritanya, Via terlihat resah, dia tak bisa menerima kenyataan bahwa papahnya terluka parah oleh Yana, orang yang berusaha di lindunginya dari kejahatan papahnya, ada kekecewaan membekas di jiwa Via jika membayangkan semua hal yang sudah terjadi itu.Via tiba tiba meringis menahan sakit, dia memegang kepalanya, merasakan sakit dan pusing, dia merasakan saa
Paman Mulyono terlihat wajahnya sedih, dia cemas sekali, menunggu dan berharap kabar baik dari Gunawan tentang Yana, keponakan yang sangat disayanginya itu, anak dari adik kandungnya."Mudah mudahan kamu baik baik saja Yana." Ujar paman Mulyono."Tuhan, tolong lindungi dan selamatkan Yana, jangan biarkan Randi membunuhnya, aku mohon Tuhan." Ujar paman Mulyono berdoa dengan cara yang dianut agamanya, ya, paman Mulyono seorang khatolik, berbeda agama dengan Yana yang menjadi mualaf dan menjadi muslim. Namun itu tidak membuat hubungan keluarga mereka pecah, walaupun banyak yang berbeda agama dan keyakinan dalam keluarga, mereka tetap hidup rukun, harmonis dan saling menyayangi satu sama lainnya, tidak ada permusuhan diantara mereka, seperti paman Mulyono yang begitu menyayangi Yana dan melindungi dirinya.Sementara itu, di tempat lain, Gunawan mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, melintas melewati mobil mobil yang ada dijalan raya, suara
Dengan cepat sosok Roni yang muncul dalam diri Randi berjalan dengan langkah cepat mendekati Yana yang teriak memaki, lalu dia memukuli wajah Yana sekuat kuatnya, dia mengamuk, menghajar wajah Yana hingga babak belur bengkak berdarah, lalu dia menendang Yana yang duduk terikat di kursi, tendangan Roni membuat Yana yang dalam posisi terikat di kursi jatuh terjerembab kebelakang, Roni yang mengamuk hendak menginjak tubuh Yana, tiba tiba secara refleks, dia terbanting dan terjatuh ke lantai, sosok Randi yang muncul kembali dalam dirinya mendorong Roni agar tidak memukuli Yana."Sudah cukup ! Hentikan Roni, Hentikan !! Dia bisa mati nanti !!" Teriak Randi membentak Roni, Randi cepat mendekati Yana, membangunkan Yana yang terjatuh, Yana kembali di dudukkan di kursi masih dalam keadaan terikat."Aku gak bisa melakukan ini, aku gak bisa ! Udah cukup, hentikan !" Teriak Randi memegangi kepalanya, Yana terlihat ketakutan melihat Randi, seakan seperti terjadi keributan pa
Setelah Randi yang saat itu telah berubah menjadi sosok Roni yang ada dalam dirinya melucuti seluruh pakaian Sekar dan juga melepaskan pakaiannya, hal yang selama ini tidak pernah di inginkan dan di duga pun terjadi pada diri Sekar.Malam itu, kesucian Sekar pun direnggut oleh Randi, yang memiliki kepribadian ganda dalam dirinya, hingga tidak perduli dengan Sekar sebagai anak sambungnya.Dalam keadaan pingsan terbius Sekar tertidur dan tidak mengetahui jika saat ini dirinya sedang disetubuhi bapak angkat yang selama ini dianggapnya sebagai bapak kandungnya sendiri, Randi yang berubah menjadi sosok Roni dengan menyeringai mengerikan sangat menikmati dirinya menyetubuhi Sekar, dalam melakukan itu, terlintas kilatan kilatan sekelebat bayang wajah Yana bergant ganti dengan wajah Sekar, seakan dia membayangkan sedang menyetubuhi Yana.Sekar tak berdaya, dia jatuh ke dalam pelukan Randi, malam itu Sekar di perkosa Randi hingga berkali kali, ke empat sosok kepribadian