Dengan hati-hati, aku mengambil gaun itu darinya dan dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan benar-benar menyerahkannya padaku. Dengan kedua tanganku menggenggam sisi gaun, aku mengangkatnya di depan tubuhku dan membentangkannya sepenuhnya agar bisa melihat desainnya dengan jelas.Itu adalah gaun merah panjang yang langsung membuatku tercengang. Saat aku melihatnya lebih dekat, aku menyadari bahwa bahan gaun ini adalah sutra halus dan mewah dengan tekstur yang begitu lembut sehingga aku bisa langsung tahu bahwa aku akan menyukai sensasinya saat kain itu mengenai kulitku.Panjangnya saja sudah memberikan kesan elegan dan berkelas, tetapi desainnya yang berani, menjadikannya jauh dari kesan sederhana. Kamu hanya perlu melihatnya untuk mengetahuinya.Sebagai pemilik bersama lini pakaian dengan sahabatku, Grace. Aku telah terbiasa dengan banyak desain mode yang menakjubkan dan indah selama bertahun-tahun. Namun, aku tidak bisa menyangkal bahwa gaun yang dipilih Dylan ini memiliki keunikan d
"Aku nggak butuh bantuanmu!" Aku ingin meludah ke wajahnya dan menunjukkan semua kebencian yang kurasakan padanya, tetapi itu pasti akan merusak segalanya, bukan? Itu bahkan bisa membuatku kehilangan nyawa.Jadi, sebagai gantinya, aku memasang senyuman tipis di bibirku dan berbalik menghadapnya. Aku mengejapkan bulu mataku padanya, "Aww." Aku mendesah manja. "Terima kasih."Sambil tersenyum sinis, dia bangkit dari kursinya dan berjalan mendekatiku. Tiba-tiba, lingerie yang kupakai dirobek olehnya dari tubuhku dan dilemparkannya begitu saja, lalu dia merebut gaun itu dari tanganku.Aku terperanjat dan menatapnya dengan mata terbelalak, tetapi dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia bahkan tidak melihatku dan senyum itu telah lenyap dari wajahnya. Alisnya berkerut dalam konsentrasi saat dia memakaikan gaun itu kepadaku dan mulai mendandaniku.Tangannya bergerak begitu terampil seolah-olah dia sudah terbiasa melakukan hal ini.Saat dia selesai, dia melangkah mundur dan menatap tubuhku
Sudut pandang Sydney:Sekitar satu jam setelah Dylan mendandaniku, dia diberi tahu bahwa mobil sudah siap. Dia berganti ke setelan jas yang, menyebalkannya, membuatnya terlihat semakin mirip Lucas.Aku tidak melewatkan rasa iri yang sekilas muncul di mata para wanita lain saat Dylan dengan kasar menyuruh mereka bersikap baik dan tetap di kamar mereka, lalu pergi bersamaku. Aku rasa mereka pasti ingin menjadi paket yang akan dikirimkan. Aku tidak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya apakah dia pernah menawarkan salah satu dari mereka kepada pamannya juga.Kami masuk ke dalam mobil, dan sopir membawa kami ke tempat di mana aku akan bertemu dengan Paman Tavon.....Setelah beberapa menit perjalanan yang menyesakkan bersama Dylan, akhirnya kami sampai di tujuan, dan aku bisa bernapas lega lagi.Mobil berhenti di depan mansion besar, tetapi yang satu ini jelas lebih mewah dan megah dibandingkan dengan tempat tinggal para wanita Dylan. Aku perlahan mengangguk pada diri sendiri. Aku bisa me
Aku memaksa diriku untuk tetap tenang. Aku melepaskan genggaman tanganku yang erat, berhenti menggertakkan gigi, dan memberikan senyuman terbaikku padanya, meskipun aku merasa mual karena jijik. Menjaga kepura-puraan ini sangat melelahkan, tetapi aku tahu aku harus tetap bersandiwara jika ingin rencana ini berhasil.Peringatan Dylan terngiang di pikiranku. Satu kesalahan saja bisa berarti kematianku. Jadi, aku memasang ekspresi manis dan lembut, tidak peduli seberapa besar rasa mual yang kurasakan.Bibir Tavon membentuk senyuman jahat. Tangannya yang berkeliaran berhenti di lekuk pantatku dan menekannya secara halus sambil menoleh ke arah Dylan. "Nak, kamu selalu tahu apa yang aku suka."Dylan mengangguk dengan senyum puas, matanya berbinar-binar. "Paman, kepuasanmu selalu menjadi kebahagiaan terbesarku."Bulu kudukku meremang mendengar kata-kata Dylan. Pengabdiannya dengan menjilat kepada pria bejat ini benar-benar menjijikkan. Bagaimana mungkin dia begitu antusias, begitu bangga, mel
Aku mencengkeram rokku dengan erat sambil mencoba menenangkan ketakutanku serta menstabilkan detak jantungku yang kacau. Hal seperti ini benar-benar asing bagiku dan juga sangat menakutkan."Berlutut." Aku tersentak mendengar suaranya dari belakangku. Dengan patuh, aku berlutut, meringis saat lantai keras menggores lututku.Tavon mengangguk puas, matanya bersinar dengan tatapan aneh. "Kamu penurut, bagus."Dia berjalan ke salah satu sisi ruangan dan mengambil sebuah cambuk. Bulu kudukku meremang ketika dia mendekatiku. Tangan tuanya mencengkeram cambuk itu dengan erat. Sebelum aku bisa memproses apa yang akan terjadi atau mencoba memprotes, dia tiba-tiba mengangkat tangannya dan langsung mencambukku kulitkuPunggungku melengkung saat aku mencoba menghindari rasa sakit yang menyengat itu. Jeritanku menggema di seluruh ruangan, rasa sakit itu menyebar ke seluruh tubuhku, air mata menggenang di mataku."Kamu suka ini?" Suaranya kasar, matanya dipenuhi gairah yang mengerikan.Sial, bagaima
Aku menerima kiriman video porno.“Kamu suka ini?”Laki-laki dalam video itu adalah suamiku, Mark, kami sudah cukup lama tak bertemu. Dia telanjang, terlihat baju dan celananya berserakan di lantai, sedang menghentakkan tubuhnya dengan kuat pada seorang wanita yang wajahnya tidak bisa kulihat, dengan payudara besar bulat yang bergoyang-goyang. Aku bisa mendengar dengan jelas suara hentakan di video, bercampur dengan desahan dan erangan penuh nafsu.“Ya, ya, lebih keras, sayang,” wanita itu berteriak dengan penuh gairah.“Kamu nakal!” Mark berdiri dan membalik tubuhnya, menampar pantatnya sambil berkata, “Ayo angkat pantatmu!”Wanita itu tertawa lirih, berbalik, menggerakkan pantatnya, sambil berlutut di tempat tidur. Rasanya seperti ada yang menuangkan seember air es ke kepalaku. Suamiku selingkuh, tapi yang lebih parah selingkuhannya adalah adikku sendiri, Bella.Aku lanjutkan video itu, menyaksikan dan mendengarkan mereka bercinta, rasa jijikku terus muncul berkali-kali. Setiap aku m
Angin malam yang lembut menerpa rambutku saat aku berdiri di luar dengan koper di sampingku. Aku akhirnya keluar dari rumah itu. Tidak jauh di depan, aku melihat sorotan lampu mobil mengarah padaku. Senyum samar terukir di bibirku karena aku langsung mengenali siapa itu.Mobil sport merah mencolok berhenti tepat di depanku, dan seorang wanita yang tak kalah mencolok duduk di kursi pengemudi, melambai sambil menurunkan jendela. Itu Grace.Grace bukan hanya sahabatku, tapi juga rekan bisnisku. Kami sudah tak terpisahkan sejak kuliah. Karena kami sama-sama punya ketertarikan di dunia fashion, kami memutuskan untuk mewujudkan mimpi kami dengan mendirikan Luxe Vogue, sebuah situs belanja online yang secara cepat digemari anak-anak muda. Grace memiliki mata tajam dalam desain, jadi dia bertanggung jawab atas koleksi busana, sementara aku berfokus pada perhiasan di studio kami, Atelier, yang melayani klien elit. Keahlian bisnis dan visi kreatif kami membawa kami ke jajaran para miliarder.Ket
SUDUT PANDANG MARK Aku masuk ke area parkir, kelelahan. Satu hari yang panjang antara pekerjaan dan sedikit kenikmatan membuatku capek sekali, dan yang kuinginkan hanyalah bersantai dan beristirahat. Aku keluar dari mobil dan melonggarkan dasiku, ingin segera masuk ke dalam dan akhirnya bisa bersantai. Saat aku masuk ke dalam rumah, aku melihat Sydney duduk di sana, menatapku dengan tatapan kosongnya. Aku nyaris tak memandangnya, langsung menuju ruang kerja.“Aku mau cerai,” kata Sydney sebelum aku sampai ke ruanganku.Cerai? Konyol adalah kata pertama yang muncul di benakku, dan konyol memang. Bisnis keluarga orangtua Sydney telah diserahkan ke GT Group, yang kumiliki. Ini adalah kontrak yang menguntungkan kedua belah pihak dalam segala hal. Sydney hanyalah seorang wanita yang kunikahi, yang bergantung pada orang tuanya dan padaku untuk bertahan hidup.Cerai, ya? Ini jelas cara baru untuk menarik perhatian, seperti yang sering ia lakukan. Dulu ia akan menunjukkan sikap menyedihkan ya
Aku mencengkeram rokku dengan erat sambil mencoba menenangkan ketakutanku serta menstabilkan detak jantungku yang kacau. Hal seperti ini benar-benar asing bagiku dan juga sangat menakutkan."Berlutut." Aku tersentak mendengar suaranya dari belakangku. Dengan patuh, aku berlutut, meringis saat lantai keras menggores lututku.Tavon mengangguk puas, matanya bersinar dengan tatapan aneh. "Kamu penurut, bagus."Dia berjalan ke salah satu sisi ruangan dan mengambil sebuah cambuk. Bulu kudukku meremang ketika dia mendekatiku. Tangan tuanya mencengkeram cambuk itu dengan erat. Sebelum aku bisa memproses apa yang akan terjadi atau mencoba memprotes, dia tiba-tiba mengangkat tangannya dan langsung mencambukku kulitkuPunggungku melengkung saat aku mencoba menghindari rasa sakit yang menyengat itu. Jeritanku menggema di seluruh ruangan, rasa sakit itu menyebar ke seluruh tubuhku, air mata menggenang di mataku."Kamu suka ini?" Suaranya kasar, matanya dipenuhi gairah yang mengerikan.Sial, bagaima
Aku memaksa diriku untuk tetap tenang. Aku melepaskan genggaman tanganku yang erat, berhenti menggertakkan gigi, dan memberikan senyuman terbaikku padanya, meskipun aku merasa mual karena jijik. Menjaga kepura-puraan ini sangat melelahkan, tetapi aku tahu aku harus tetap bersandiwara jika ingin rencana ini berhasil.Peringatan Dylan terngiang di pikiranku. Satu kesalahan saja bisa berarti kematianku. Jadi, aku memasang ekspresi manis dan lembut, tidak peduli seberapa besar rasa mual yang kurasakan.Bibir Tavon membentuk senyuman jahat. Tangannya yang berkeliaran berhenti di lekuk pantatku dan menekannya secara halus sambil menoleh ke arah Dylan. "Nak, kamu selalu tahu apa yang aku suka."Dylan mengangguk dengan senyum puas, matanya berbinar-binar. "Paman, kepuasanmu selalu menjadi kebahagiaan terbesarku."Bulu kudukku meremang mendengar kata-kata Dylan. Pengabdiannya dengan menjilat kepada pria bejat ini benar-benar menjijikkan. Bagaimana mungkin dia begitu antusias, begitu bangga, mel
Sudut pandang Sydney:Sekitar satu jam setelah Dylan mendandaniku, dia diberi tahu bahwa mobil sudah siap. Dia berganti ke setelan jas yang, menyebalkannya, membuatnya terlihat semakin mirip Lucas.Aku tidak melewatkan rasa iri yang sekilas muncul di mata para wanita lain saat Dylan dengan kasar menyuruh mereka bersikap baik dan tetap di kamar mereka, lalu pergi bersamaku. Aku rasa mereka pasti ingin menjadi paket yang akan dikirimkan. Aku tidak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya apakah dia pernah menawarkan salah satu dari mereka kepada pamannya juga.Kami masuk ke dalam mobil, dan sopir membawa kami ke tempat di mana aku akan bertemu dengan Paman Tavon.....Setelah beberapa menit perjalanan yang menyesakkan bersama Dylan, akhirnya kami sampai di tujuan, dan aku bisa bernapas lega lagi.Mobil berhenti di depan mansion besar, tetapi yang satu ini jelas lebih mewah dan megah dibandingkan dengan tempat tinggal para wanita Dylan. Aku perlahan mengangguk pada diri sendiri. Aku bisa me
"Aku nggak butuh bantuanmu!" Aku ingin meludah ke wajahnya dan menunjukkan semua kebencian yang kurasakan padanya, tetapi itu pasti akan merusak segalanya, bukan? Itu bahkan bisa membuatku kehilangan nyawa.Jadi, sebagai gantinya, aku memasang senyuman tipis di bibirku dan berbalik menghadapnya. Aku mengejapkan bulu mataku padanya, "Aww." Aku mendesah manja. "Terima kasih."Sambil tersenyum sinis, dia bangkit dari kursinya dan berjalan mendekatiku. Tiba-tiba, lingerie yang kupakai dirobek olehnya dari tubuhku dan dilemparkannya begitu saja, lalu dia merebut gaun itu dari tanganku.Aku terperanjat dan menatapnya dengan mata terbelalak, tetapi dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia bahkan tidak melihatku dan senyum itu telah lenyap dari wajahnya. Alisnya berkerut dalam konsentrasi saat dia memakaikan gaun itu kepadaku dan mulai mendandaniku.Tangannya bergerak begitu terampil seolah-olah dia sudah terbiasa melakukan hal ini.Saat dia selesai, dia melangkah mundur dan menatap tubuhku
Dengan hati-hati, aku mengambil gaun itu darinya dan dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan benar-benar menyerahkannya padaku. Dengan kedua tanganku menggenggam sisi gaun, aku mengangkatnya di depan tubuhku dan membentangkannya sepenuhnya agar bisa melihat desainnya dengan jelas.Itu adalah gaun merah panjang yang langsung membuatku tercengang. Saat aku melihatnya lebih dekat, aku menyadari bahwa bahan gaun ini adalah sutra halus dan mewah dengan tekstur yang begitu lembut sehingga aku bisa langsung tahu bahwa aku akan menyukai sensasinya saat kain itu mengenai kulitku.Panjangnya saja sudah memberikan kesan elegan dan berkelas, tetapi desainnya yang berani, menjadikannya jauh dari kesan sederhana. Kamu hanya perlu melihatnya untuk mengetahuinya.Sebagai pemilik bersama lini pakaian dengan sahabatku, Grace. Aku telah terbiasa dengan banyak desain mode yang menakjubkan dan indah selama bertahun-tahun. Namun, aku tidak bisa menyangkal bahwa gaun yang dipilih Dylan ini memiliki keunikan d
Sudut pandang Sydney:Aku langsung menarik diri dari pelukan Dylan begitu mendengar suara tepukan tangan.Sambil menatap Dylan yang hanya berjarak beberapa sentimeter dariku, aku tetap membiarkan lenganku melingkar di lehernya. "Kenapa kamu tepuk tangan?" tanyaku dengan senyum kecil, mataku mencari-cari petunjuk di wajahnya. Ada kilatan nakal di matanya yang membuatku bertanya-tanya apa yang sedang dia rencanakan.Dylan hanya balas tersenyum, tidak repot-repot menjawab. Dan dia memang tidak perlu menjelaskan apa pun karena, tepat saat itu, salah satu anak buahnya membuka pintu kamar dan melangkah masuk.Pria itu membawa sebuah kantong belanja di tangannya. "Selamat malam, Pak," sapanya sopan sambil menunduk sedikit, lalu mengangguk padaku. "Nona." Wajahnya tetap datar, tidak memberi petunjuk apa pun tentang isi kantong yang dibawanya.Aku melirik pria itu lalu kembali menatap Dylan, masih dengan tangan yang melingkari lehernya."Apa itu?" tanyaku sambil mengangkat alis, penuh selidik.
Tanpa memberinya kesempatan untuk mengajukan keberatan lebih jauh, aku langsung membungkamnya dengan ciuman yang intens.Sekejap saja, bibirnya sudah bergerak membalas ciumanku, tangannya mencengkeram erat pinggangku dan menarikku lebih dekat ke dadanya. Lalu, satu tangannya meluncur turun, meremas bokongku seolah-olah tubuhku adalah miliknya.Aku menggeliat di atas pangkuannya, merasakan tonjolan keras di balik celananya. "Sial, Sydney," desahnya kasar sebelum menggigit bibir bawahku dengan keras, lalu mengisapnya seakan-akan hendak menghapus bekas yang baru saja dia tinggalkan.Dalam permainan balas dendam yang berkedok cinta ini, kami terus menguji dan menebak satu sama lain. Aku bertanya-tanya, apakah dia bisa melihat senyum palsuku, atau kasih sayang yang hanya merupakan ilusi belaka? Hatiku bergidik saat memikirkan kemungkinan itu.Dylan meremas bokongku lebih kuat, membuatku kembali menggeliat di atasnya. Aku mengerang pelan yang terdengar begitu meyakinkan walaupun semuanya han
"Tentu saja aku keberatan karena kamu ngebunuh sahabatku," kataku pelan, berusaha menjaga agar suaraku tetap terdengar lembut tanpa memperlihatkan kemarahan atau kebencian yang tersembunyi di baliknya. Aku menampilkan gambaran sempurna seorang wanita yang jatuh cinta terlalu dalam, yang sedang mengungkapkan kenyataan pahit pada pria yang dicintainya."Tapi Lucas memang sudah sakit parah sejak lama. Bahkan kalau kamu nggak melakukan apa-apa, dia nggak akan bertahan lebih lama lagi. Mungkin, dengan cara ini, kamu justru membebaskan dia dari penderitaan lebih cepat. Selama ini, dia terus dihantui rasa sakit dan siksaan dari segala penyakit yang bikin tubuhnya melemah …."Aku mengangkat bahu seolah-olah kematian Lucas tidak lagi membebani pikiranku."Lagi pula, aku nggak bisa membenci laki-laki yang sekarang jadi alasan jantungku berdetak. Aku cuma ingin bisa bersama orang yang aku cintai, hanya itu yang aku mau. Aku yakin Lucas nggak akan nyalahin aku … atau bahkan nyalahin kamu, karena k
Sudut pandang Sydney:Tawaku meledak karena ucapan Dylan yang menggelikan. Bagaimana mungkin dia bisa cemburu pada orang yang sudah mati?Dylan berdiri di sana, berusaha terlihat mengintimidasi dengan tatapan marahnya, tapi malah terlihat seperti anak kecil yang sedang merajuk. Di saat itu, rasanya hampir seperti saat aku sedang bercanda dengan Lucas, dan bukan dengan Dylan.Konfrontasi ini sebenarnya pertanda baik walaupun tingkah Dylan ini agak terlalu dramatis. Ini artinya sandiwara yang selama ini kurancang dengan hati-hati masih berjalan sesuai rencana.Mungkin aku belum sepenuhnya memasuki hatinya yang gila itu, tapi setidaknya aku sudah berhasil masuk cukup jauh ke dalam pikirannya yang rapuh."Maaf," kataku terkikik sambil menutup mulut dengan tanganku untuk menahan tawa. Aku pun turun dari tempat tidur dan berdiri di hadapannya. Aku tidak bisa menahan rasa geli melihat kecemburuan Dylan terpicu oleh sesuatu yang begitu sepele. Dia benar-benar konyol.Selagi aku masih tertawa p