"Ma ... Khair belum selesai bicara," ucap Khair dengan suara agak keras. Dia berharap Mama Reta mendengar suaranya dan kembali menemui Lena. Sayangnya, perempuan itu benar-benar tak peduli. Mama Reta malah berjalan menaiki tangga dan menuju kamarnya.
Khair memandang Lena yang sedari tadi hanya diam. Khair tahu perempuan itu pasti kecewa sebab sikap Mama Reta tidak seperti apa yang Lena bayangakan. Bahkan mungkin Lena tersinggung dengan perkataan Mama Reta yang tajam, meski sebenarnya semua itu benar adanya.
"Lena, kamu duduk dulu ya! Anggap aja rumah sendiri. Saya tinggal ke atas sebentar," ucap Khair lembut lalu bergegas menyusul Mama Reta. Sepertinya memang dia harus bicara dengan mamanya itu.
Lena mengangguk. Perempuan itu memandang Khair dengan tatapan tak berdaya. Ternyata pemikirannya salah, Mama Reta tak menyukainya. Padahal dia sangat berharap nantinya akan mendapatkan kasih sayang dari calon mertuanya. Karena semenjak ibunya pergi bersama lelaki lain, Lena tak pernah lagi merasakan perhatian dari seorang ibu.
"Lena tunggu!" Suara Melody menghentikan langkah Lena menuju sofa. Lena berbalik dan sedikit mengamati penampilan Melody, perempuan yang anggun dan modis, tapi siapa dia? Kenapa berada di rumah Mas Khair? batin Lena dipenuhi banyak pertanyaan.
"Iya?" tanya Lena seadanya.
"Emang kamu lulusan universitas mana? Atau mungkin ngajar di bidang apa?" tanya Melody beruntun.
Kening Lena sedikit berkerut, kenapa Melody tiba-tiba bertanya seperti itu? "Hmm, saya hanya wanita biasa dan tidak kuliah," jawab Lena seraya tersenyum.
"Tidak kuliah? Ah, beruntung sekali ya kamu mendapatkan Mas Khair. Bahkan saya yang lulusan terbaik dan anak dari pemilik pondok pesantren saja tidak bisa membuatnya jatuh cinta." Melody membalas senyuman Lena.
Ucapan Melody memang lembut, tapi entah mengapa bagi Lena justru terdengar meremahkan.
Apa dia terlalu sensitif?
"Alhamdulillah, jodoh memang tidak pernah tertukar. Mungkin jodoh mbak bukan Mas Khair." Lena berucap santai kemudian menghempaskan dirinya di sofa.
Melody sedikit terkejut mendengar jawaban Lena. "Iya, jika bukan karena hal itu, kamu nggak akan pernah mendapatkan lelaki shalih seperti Mas Khair." Melody memandang Lena dengan tatapan penuh teka-teki, seolah ada makna lain yang tersirat dari kata-katanya.
Sementara di kamar, Khair berusaha membujuk mamanya. Khair tahu Mama Reta cukup keras kepala dalam beberapa keadaan, salah satunya saat ini.
"Ma ...," ucap Khair seraya menghampiri perempuan yang telah melahirkannya itu.
"Buat apa kamu ke sini? Temani saja perempuan itu." Mama Reta duduk di tepi ranjang dan membelakangi Khair.
"Ma, Lena itu wanita baik-baik. Meskipun dia pernah menjadi wanita malam, tapi itu bukan keinginannya melainkan atas paksaan dari sang ayah," jelas Khair.
"Ya, mungkin tidak ada masalah dengan Lena. Tapi ayahnya? Khair, dengarkan mama! Pak Santoso itu masa lalu mama dan dia bukan pria baik-baik. Kamu mau punya mertua pemabuk dan tukang judi? Kalau mama sih, ogah."
"Tapi itu sudah lama, Ma. Masa sampai saat ini mama belum bisa melupakannya. Lagipula yang akan menikah dengan Khair itu Lena, bukan Pak Santoso," sanggah Khair.
"Dihh! Kamu ini kalau ngomong jangan ngelantur, ya. Jelas mama udah move on-lah! Ngapain juga ingat-ingat pria berengs*k kaya dia." Mama Reta menekan kalimat terakhirnya.
"Lah, terus sekarang masalahnya apa?" Khair semakin tidak mengerti mengapa mamanya begitu kekeh menolak Lena, padahal masalah dia dengan Pak Santoso.
"Astaga, Khair! Percuma kamu sekolah tinggi-tinggi kalau nggak paham sama hal beginian. Apa nanti kata orang jika mama punya menantu seorang pel*cur? Mama malu Khair! Malu!" Mama Reta meninggikan suaranya.
"Astaghfirullah, Ma. Sejak kapan Mama jadi suka menghakimi seseorang seperti ini? Mama yang Khair kenal adalah orang yang baik dan lembut. Ma, kita nggak usah peduli sama ucapan orang lain. Karena sekalipun kita baik, tapi jika orang tersebut tidak menyukai kita, maka akan tetap terlihat buruk di mata mereka."
Mama Reta diam, dia membenarkan ucapan putranya. Namun, tetap saja hatinya tidak yakin jika Lena bisa menjadi istri yang baik untuk Khair. "Melody jauh lebih baik dari perempuan itu, kenapa kamu tidak memilihnya sebagai calon istri, Khair?" tanyanya.
Khair mengusap wajahnya kasar. Dia tidak paham dengan jalan pikiran mamanya. "Mama tahu darimana Melody lebih baik dari Lena? Mungkin kita bisa menilai seseorang dari luar, tapi kita tidak akan tahu isi hatinya. Pliss, Ma, terima Lena demi Khair. Khair janji akan mendidiknya sampai menjadi menantu yang baik untuk mama," ujar Khair.
"Kasih mama waktu, Khair. Biarkan mama sendiri dulu," tutup Mama Reta.
"Khair tunggu kabar baik dari Mama." Khair meninggalkan Mama Reta dan turun untuk menemui Lena. Sepertinya saat ini mamanya sedang butuh waktu untuk sendiri.
Khair tidak bisa begitu saja menyalahkan mamanya. Setiap orang butuh waktu untuk menerima orang lain dalam hidup mereka, tapi Lena bukanlah wanita jahat, dia hanya sedang terjebak situasi yang membuatnya belum bisa menjadi wanita baik.
Di ruang tamu Melody dan Lena tampak berbincang-bincang. Syukurlah! Jika memang mereka akrab, batin Khair. Dia tidak tahu jika hari ini salah satu dari mereka telah tersakiti hatinya.
"Mel, masih di sini?" tanya Khair setelah sampai di samping Melody. Entah mengapa perempuan itu tidak duduk di sofa bersama Lena.
"Hmm, iya, Mas. Tante Reta mana? Kok nggak ikut turun?" tanya Melody seraya memutar bola matanya ke arah ruang kamar Mama Reta.
"Ada di kamar, lagi pengin sendiri katanya," jelas Khair.
"Ow, kalau gitu Mel pamit dulu aja. Mas Khair, Lena. Assalamualaikum." Melody melempar senyuman ke arah Lena dan Khair. Senyum yang mewakili rasa getir dalam hatinya. Lebih tepatnya rasa sakit yang terpendam.
"Waalaikumsalam."
Khair menghampiri Lena dan duduk di sofa yang lainnya. "Maafkan perkataan Mama, ya, jangan dimasukkan ke hati. Sebenarnya Mama baik kok, hanya saja mungkin dia butuh waktu untuk menerima kamu. Jadi sabar, ya." Khair tersenyum lembut, berharap Lena masih bersedia untuk menikah dengannya.
"Lena baik-baik aja kok, Mas," sahut Lena.
"Kalau gitu saya antar pulang ya, lain kali kita atur waktu buat ketemu Mama lagi." Khair tahu Lena tidak sedang baik-baik saja, tapi perempuan itu terlihat sangat pandai menyembunyikan perasaannya. Ya, begitulah perempuan, sulit dipahami. Bahkan Khair pernah dengar bahwa kaum hawa itu bisa menangis sepanjang malam dan tersenyum lepas di pagi harinya seolah tidak pernah terjadi apa pun dengan hati mereka.
~oOo~
Melody meninggalkan rumah Khair dengan hati yang hancur. Dia tidak pernah menyangka cintanya akan bertepuk sebelah tangan. Melody bisa menerima jika selama ini sikap Khair padanya biasa-biasa saja. Sebab dia paham Khair memang tidak pernah bersikap royal pada sembarang wanita, selain dengan sekretarisnya yang bernama Aida. Namun Melody yakin, hal itu terjadi karena mereka adalah rekan kerja.
"Mel, sudah pulang? Katanya mau mampir ke rumah Khair?" tanya Bunda Soraya ketika kaki Melody baru saja menginjak lantai ruang tamu.
"Sudah malam, Bun, makanya Mel pulang," ucap Melody seraya meletakkan tasnya di sofa. Biasanya setelah pulang dari rumah Khair dia selalu semangat untuk bercerita. Entah itu hubungan pertemanannya dengan Khair atau perihal sikap Mama Reta yang selalu baik padanya, tapi kali ini sepertinya tidak. Lidahnya terlalu kelu untuk mengeluarkan banyak kata.
"Sejak kapan anak bunda pulang buru-buru dari rumah pujaan hatinya?" goda Bunda Soraya. Perempuan itu tersenyum tipis pada putrinya. Dia tahu Melody sudah lama menaruh rasa pada Khair.
Sejak Khair memperkenalkan calon istrinya, batin Melody tidak terima. Sayangnya, dia tidak punya cukup nyali untuk mengatakan semua itu pada bundanya.
"Bunda lihat hari ini wajah kamu terlihat kusut tidak seperti biasanya," ucap bunda Soraya dengan satu tangannya mengangkat dagu Melody.
"Bunda, bukankah cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu? Mengapa Mas Khair tidak mencoba memberikan hatinya pada Melody?" Pertanyaan Melody seketika membuat Bunda Soraya paham arah pembicaraan putrinya.
"Sayang, yang berjodoh dengan kita tidak akan pernah tertukar. Melody pernah dengar kisah Zulaikha dengan Nabi Yusuf Alaihissalam? Dalam kisahnya Zulaikha yang permaisuri raja itu amat mencintai Nabi Yusuf. Namun, dengan penuh kesabaran Nabi Yusuf mampu menghadapi segala bujuk rayu dan tipu daya Zulaikha. Akhirnya Nabi Yusuf yang seorang budak berubah menjadi raja. Kita boleh saja mencintai seseorang, itu adalah manusiawi, tapi jangan sampai rasa yang telah hadir menimbulkan keinginan buruk dalam hati kita dan berubah menjadi obsesi yang akan menghancurkan diri sendiri. Kesabaran adalah ketabahan yang akan mengantar kita untuk menggapai segala keinginan. Jika hari ini Mel masih menyimpan rasa pada Khair yang tidak memilih Mel, alangkah baiknya lepaskan sebelum semua terlanjur jauh. Jika kalian berjodoh, maka sesulit apapun nanti keadaannya, Mel dan Khair akan tetap bersama," tutur Bunda Soraya seraya menarik Melody ke pelukannya.
Melody mengerti apa yang disampaikan bundanya, tapi dia terlalu ragu untuk melepas Khair dalam hatinya. Tetap saja di pikirannya dia lebih pantas bersanding dengan Khair daripada Lena. Haruskah segala rasanya berhenti begitu saja? Padahal dia masih ingin mencintai lelaki itu lebih lama lagi. Khair telah membuat hati dan perasaannya terlanjur nyaman. Sayangnya, lelaki itu tak pernah memberikan ruang meski sedikit saja untuk Melody hinggap di dadanya.
"Len, tumben jam segini sudah masak? Pulang jam berapa tadi?" tanya Pak Santoso seraya menuangkan air putih ke dalam gelas lalu menenggaknya."Jam sembilan," ucap Lena cuek.Pak Santoso tampak tersedak mendengar jawaban Lena dan buru-buru meletakkan gelas yang masih berisi setengah air itu ke atas meja."Kamu nggak melayani pelanggan?" tanyanya lagi."Nggak, Lena pergi sama Khair," sahut Lena dengan wajah datar.Brakk!Pak Santoso menggebrak meja di hadapannya, seketika terdengar suara dentingan sendok dan garpu secara bersamaan.Lena sudah menduga, ayahnya pasti marah mendengar perkataannya. Namun, dia sudah tidak peduli lagi, sekalipun sang ayah menghajarnya habis-habisan karena telah melarikan diri dari kelab malam. Semua itu tetap tidak akan mengembalikan kehormatannya yang telah terenggut. Siksaan dari ayahnya sudah menjadi makanan sehari-hari untuk Lena."Kamu ini sudah nggak waras? Mami Dora bisa pecat kamu k
Setelah semua pekejaan kantor dan meeting selesai. Aida dan Khair menuju supermarket. Kini mereka sedang memilih barang untuk diberikan pada Lena. "Sepertinya yang ini bagus, Pak," ucap Aida sembari menenteng satu boneka dengan warna biru muda berbentuk beruang dilengkapi love di bagian perutnya."Kira-kira Lena suka nggak, Ai?" tanya Khair seraya mengambil alih benda itu dari tangan Aida dan mengamatinya."Mudah-mudahan suka, Pak," sahut Aida. "Sepertinya ini sudah cukup. Ada cokelat, jam tangan, parfum sama boneka ini," lanjutnya."Oke kita ke sana mumpung belum terlalu siang. Hari ini kamu ada acara nggak?" tanya Khair."Kebetulan saya lagi free, Pak." Aida membawa semua barang belanjaan mereka dan menuju kasir. Khair mengikuti langkah Aida, lalu membayar semua belanjaan mereka setelah kasir menyebutkan nominalnya, dan segera bergegas menuju rumah Lena.***Lena mengambil sapu dan mulai membersihkan rumahnya. Mungkin aca
Khair ingin menceritakan sedikit tentang kehidupan Lena, mumpung mood mamanya sedang baik. Sayangnya, Melody lebih dulu datang dan menyapa mereka."Assalamualaikum," sapa Melody dengan membawa sebuah rantang di tangannya."Waalaikumsalam. Duduk, Mel! Tante kangen sama kamu." Mama Reta memeluk perempuan itu layaknya menantunya sendiri."Ini ada titipan dari Bunda untuk Mas Khair dan Tante," ucap Melody seraya menyodorkan rantang yang sepertinya berisi makanan pada Mama Reta. Ya, Bunda Soraya memang sering memberikan makanan pada Khair dan mamanya. Karena mereka memang sudah seperti kerabat."Khair kamu nggak mau cicipin?" Mama Reta meletakkan rantang yang dibawa Melody di meja dan membuka satu persatu isinya. Seketika aroma dari berbagai makanan menguar di udara. Sayang, Khair sudah kenyang."Nggak, Ma. Khair mandi dulu, gerah soalnya." Khair berlalu menuju rumah. Dia tidak ingin Melody semakin berharap padanya. Khair bisa me
Awas baper!"Khair, kamu benar-benar mau memberikan mahar ke Lena dan Pak Santoso sebanyak itu?" tanya Mama Reta setelah mereka sampai di rumah. Wajahnya tampak menginterogasi layaknya hakim yang sedang berhadapan dengan terdakwa. Sekejap kemudian, perempuan itu melempar tas-nya yang cukup bermerk dengan sembarangan."Iya, Ma. Memangnya kenapa?" tanya Khair polos. Dia sama sekali tidak merasa tindakannya adalah sebuah kesalahan."Awalnya memang Mama setuju, tapi kayanya kamu harus pikir-pikir dulu. Mahar 15 juta rupiah bukan uang sedikit, terlalu mahal jika diberikan pada wanita bekas orang lain," ujar Mama Reta. Nada suaranya terdengar mengejek, seolah Lena memang serendah itu di matanya."Ma, Lena jauh lebih berharga dari itu," tandas Khair."Terserah lah! Ini kalau orang sudah dibutakan sama cinta, pikirannya jadi nggak berfungsi dengan baik!" tukas Mama Reta sinis. Perempuan itu membenarkan letak kacamatanya deng
"Apa masih ada yang lain, Ai?" tanya Khair pada sekretarisnya. Kini dia sedang berada di kantor bersama Aida, untung ada pak satpam yang sedang berjaga. Sehingga mereka tidak hanya berdua saja.Khair terpaksa harus datang ke kantor malam-malam untuk menyelesaikan dan menandatangani berkas yang akan dipakai meeting besok pagi. Meja kerjanya tampak sangat berantakan, kertas dan dokumen berserakan di atasnya."Tidak ada, Pak. Sepertinya sudah selesai. Maaf, saya merusak malam pertama Bapak dengan Ibu Lena," ucap Aida seraya membereskan dokumen-dokumen kantor tersebut. Wajahnya tampak menyesal."Tidak masalah, kalau begitu saya pulang dulu. Kamu pesan taksi saja atau ojek online biar lebih cepat sampai rumah," tutup Khair seraya bergegas menuju pelataran kantor. Bukan Khair tidak ingin mengantar Aida, hanya saja dia harus menjaga perasaan Lena. Mengingat ini belum terlalu malam, masih banyak kendaraan dan angkutan umum yang lewat. Jadi kemungkinan Aida tidak terlalu
"Mana istrimu? Belum bangun?" tanya Mama Reta."Sudah kok, Ma. Sebentar lagi turun." Khair mengambil nasi dan mulai memasukkannya ke dalam piring."Kamu jangan diam aja dong, Khair! Kalau punya istri itu dinasehatin. Masa hari pertama jam segini belum turun juga. Mau sampai kapan dia malas-malasan kaya gitu? Bikin enek mama lihatnya. Apa gunanya punya istri kalau kamu melakukan apa-apa sendiri?" gerutu Mama Reta, tapi Khair hanya diam dan menikmati sarapan."Namanya juga pengantin baru, Nya," celetuk Bi inah."Halah!! Tahu apa kamu soal pengantin baru? Kayak pernah nikah aja!" ceplos Mama Reta.Bi Inah langsung diam. Apa yang dikatakan Mama Reta benar adanya. Dia memang belum pernah menikah sama sekali, meski usianya sudah semakin tua."Halo, Ma! Pagi," sapa Lena dengan senyumnya yang mengembang. Perasaannya sedang bahagia sebab berhasil menggoda Khair. Lena langsung menarik kursi, lalu mendudukinya. Tanpa Lena sadari
"Lebih baik Mas Khair keluar saja. Saya sedang ingin sendiri." Lena mendongakkan kepala, menatap sekeliling yang tampak buram akibat air mata yang menghalangi pandangannya."Baiklah! Tapi sebelumnya Mas ingin menanyakan satu hal padamu." Khair duduk di samping Lena, mensejajarkan dirinya dengan perempuan itu.Lena tidak menjawab, dia justru semakin terisak."Kenapa Lena mau menikah dengan Mas?" tanya Khair lembut. Lelaki itu mengusap pelan pundak istrinya."Karena saya ingin hidup dengan Mas Khair lah!" lirih Lena."Nah, jika Lena ingin terus hidup bersama Mas, ini adalah ujian yang harus dihadapi. Lena, perlu kamu tahu, pernikahan adalah perjanjian yang besar di hadapan Allah SWT dan orang-orang yang hadir untuk meng-aminkan doa kita. Semua yang terjadi di dalam pernikahan adalah pahala, ibadah terlama dalam hidup kita. Karena imbalannya surga maka ujiannya juga tidak mudah. Jadi, untuk bisa terus mempertahankan rumah
Warning! 21+Harap yang masih di bawah umur bijaklah dalam membaca."Lena mana, Ma?" tanya Khair saat baru memasuki rumah."Ada di kamar, bertapa mungkin. Soalnya dari tadi nggak keluar-keluar," sahut Mama Reta enteng sambil terus memasukkan biskuit ke dalam mulutnya.Khair beranjak menuju kamar. Matanya menerawang seluruh sudut ruangan itu.Dia menatap iba seorang perempuan yang sedang berada di dekat jendela dengan sebuah buku di tangannya. Lena--gadis pemilik bulu mata lentik dan wajah oval yang mampu menjerat dirinya hingga terbuai rasa.Khair memang mempunyai banyak koleksi buku mulai dari yang bernuansa agama hingga novel percintaan."Sayang ...," panggilnya mesra, tetapi Lena hanya diam. Rupanya perempuan itu masih merajuk."Makan yuk! Mas lapar," lanjutnya seraya memeluk dari belakang tubuh sexy yang kini berbalut gamis lebar."Malas, Mas!" jawab Lena cuek dan melepas paksa pelukan s
Khair yang sedang berpelukan dengan istri pertamanya sontak segera melepaskan tautan mereka. Khair berjalan menghampiri Melody dan diikuti Lena di belakangnya."Mel, lain kali kalau kamu mau masuk ke kamarku bisa tolong mengetuk pintu lebih dulu?" tanya Khair dengan lembut meski dia merasa risih dengan kehadiran Melody disaat dirinya tengah bermesraan dengan Lena."Mas, aku juga istrimu. Apa aku salah memasuki kamar suamiku tanpa izin?" tanya Melody dengan tatapan nanar."Tidak salah kalau itu kamarku sendiri! Tapi ini adalah kamar Lena, yang harus dijaga privasinya. Seperti Lena tak memasuki kamarmu sembarangan, begitu pun kamu harus menjaga privasinya!""Baik, maaf kalau aku lancang!" Melody menekuk wajahnya dan menunduk sedih. Khair yang melihat itu merasa kasihan dan mengelus kepala Melody."Tak masalah, lain kali jangan seperti itu lagi, ya," ucap lelaki itu.
Wajah Khair yang semula berbinar langsung berubah masam. Dia sangat terkejut mengapa rekan kerjanya bisa bersama Lena seperti itu. Apa lelaki itu mencoba menusuknya dari belakang?"Bohong, Mas. Ini nggak seperti yang dia ucapkan. Aku sama sekali nggak pernah janjian apalagi barengan belanja sama Azam," papar Lena yang seketika merasa lemas."Kamu ini bicara apa, Lena? Bukankah semalam kita teleponan gara-gara kamu kesepian. Karena Khair melakukan malam pertama dengan istri keduanya." Azam menyunggingkan senyum bahagia saat dia sedang berdiri di belakang Lena dan melihat Khair mengepalkan tangan."Kamu jangan bicara sembarangan lagi! Mas, dengarkan aku jangan percaya sama ucapannya. Dia sengaja ingin merusak rumah tangga kita," sahut Lena dengan tampang memelas."Sayang, udahlah jujur aja!" Azam merangkul pundak Lena.Seketika emosi Khair langsung meledak. Dia menggebrak mej
Pagi itu setelah Khair dipuaskan Lena dia pergi ke kantor dengan wajah semringah. Sementara Melody sengaja mengambil cuti dan berharap bisa berduaan dengan Khair. Karena mereka adalah pengantin baru yang masih hangat-hangatnya."Mbak, di mana Mas Khair?" tanya Melody setelah menghampiri Lena yang baru saja akan keluar untuk belanja keperluannya dengan Khair yang kebetulan ada beberapa yang telah habis."Mas Khair berangkat ke kantor sejak tadi pagi!" jawab Lena dengan tangan masih sibuk memasukkan ponsel juga dompet ke dalam tas.Rencananya dia akan belanja diantar sopir. Karena Khair sedang sibuk. Sebenarnya Lena sudah bisa mengemudikan mobil, dia beberapa kali diajari Khair dan sudah lumayan mahir. Sayangnya, Lena masih kurang percaya diri."Kerja? Kenapa nggak Mbak Lena larang, sih? Aku sama dia kan pengantin baru," protes Melody ketus.Lena mengembuskan napas kasar mena
Khair mengacak rambutnya frustasi, semua yang dikatakan Melody benar adanya. Namun, dia tak mungkin tega mengatakan semua itu padanya. Karena akan terlalu menyakitkan, tetapi bagi Khair dia memang butuh waktu setidaknya untuk menyentuh Melody.Rasa cinta untuk seseorang bisa saja hadir sebab terbiasa. Namun, ada juga yang bersama sekian lama, tetapi tak punya perasaan apa-apa.Cinta lebih mudah hadir kala hati masih kosong tanpa penghuni dan lebih susah untuk menggantikan nama seseorang yang telah lama bertahta.Khair menoleh menatap Melody yang menyembunyikan seluruh tubuhnya di balik selimut tebal. Bahu perempuan itu terlihat berguncang, isaknya terdengar keras di telinga Khair.Dia merasa kasihan, tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Jika bukan karena permintaan sang mama juga persetujuan dari Melody dan Lena tentu dirinya tak mungkin menikahi perempuan itu.Khair tak akan m
Lena menelan saliva saat mendengar perkataan Aida, tidak bisa dipungkiri kalau dirinya juga merasa takut akan hal itu."Aku permisi dulu, Ai. Mau ngobrol sama tamu-tamu di luar," pamit Lena akhirnya. Dia tak ingin larut dalam pembahasan yang membuat hatinya semakin was-was.Sementara Aida merasa lega melihat ekspresi Lena yang berubah seperti itu. Artinya perempuan itu pasti memikirkan kalimatnya barusan.***Lena keluar dari kamar untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di ruang tamu. Hari telah berganti malam, dia tidak tahu saat ini Khair berada di mana. Padahal sebentar lagi azan maghrib akan segera berkumandang.Ceklek!Saat Lena membuka pintu dia berpapasan dengan Melody yang keluar dari kamar tamu. Perempuan itu tak sungkan mengenakan lingerie seksi di hadapannya."Mbak, gimana penampilanku cantik bukan?" tanya Melody yang sengaj
Hari berlalu begitu cepat, malam berganti dengan sangat singkat. Ujian sebenarnya telah di depan mata, Lena harus mulai melangkah menapaki pahitnya rumah tangga dengan hadirnya orang ketiga pun madu yang menemani kegiatannya."Saya terima nikah dan kawinnya Melody Fauziah binti Muhammad Mas'ud dengan mas kawin tersebut. Tunai.""Sah?" tanya penghulu kemudian."Saaah ...," jawab mereka serempak."Barakallahu laka wabaaraka alaika wajam'a bainakuma fii khair, aamiin yaa rabbal'alamin."Tes!Sebulir air mata meluncur cepat dari kelopak yang rasanya sedang tak mampu berkedip. Bibir yang mengatup rapat dengan serangkaian pandangan kosong, juga rintihan keras yang tak terdengar di dalam sana membingkai sebuah ijab qabul kecil yang hanya dihadiri saksi, tetangga dan keluarga.Sebuah ikatan yang seharusnya menjadikan dua insan bahagia, tetapi tid
"Kamu harus mengerti Mel, kalau nggak semua yang kamu inginkan bisa kamu dapatkan," tutur Bunda Soraya pada putrinya saat Khair dan keluarganya telah pulang."Kamu harus menghargai keputusan Abah juga belajar mengerti perasaan istri pertamanya. Bagaimana seandainya suami yang begitu kamu cintai dan mencintaimu akan menikah dengan orang lain?" tanya Bunda Soraya.Melody mengerungkan wajahnya. "Aku tidak peduli apa pun lagi, Bun. Kalau keputusan Abah sudah bulat, aku juga sama. Aku tak akan menikah dengan lelaki mana pun selain Mas Khair," jawab perempuan itu."Cinta itu bisa datang setelah ikatan kalian halal. Lihatlah Abah dan Bunda, kami dijodohkan tapi cinta itu bersemi justru setelah akad terlaksana," papar Bunda Soraya berharap putrinya mengerti akan keadaan."Mudah saja karena waktu itu Bunda tak mencintai siapa pun. Sementara aku sudah memiliki Mas Khair dalam hatiku," sahut Melody.&nbs
Pagi jatuh lagi di kota ini. Dengan angin bertiup semilir juga sinar mentari yang begitu cerah. Burung-burung berkicau riang, pepohonan melambai dengan santai menandakan begitu luasnya ciptaan Yang Mahakuasa di bumi pertiwi ini.Beberapa hadiah yang telah dibungkus cantik duduk rapi di atas meja. Hari ini akan menjadi awal kisah dan perjuangan Lena yang baru."Nak Lena, boleh Abah bertanya sesuatu?" Suara bariton milik Abah Mas'ud terdengar begitu menggelegar di telinga Lena.Tentu saja dia sudah tahu apa yang akan ditanyakan lelaki paruh baya yang dipenuhi wibawa itu."Silakan, Bah," jawab Lena seraya menunduk sopan.Berhari-hari dia telah menyiapkan diri untuk melakukan acara peminangan ini. Melewati ribuan detik melawan sepinya hati. Lena sangat terluka, tetapi tak akan membiarkan siapa pun melihat luka itu."Begini, terus terang
Katanya cinta bisa membuat yang sulit menjadi mudah. Lalu, mengapa kisah cinta Lena begitu menyesakkan?Rasa yang luluh lantak masih terus dia perjuangkan pada malam-malam senyap. Rindu-rindu yang sebentar lagi terbagi masih tetap dia semai.Mengalah bukanlah hal mudah saat dia baru saja mereda dari rasa dahaga bernama kasih sayang. Merelakan adalah hal yang menyakitkan, apalagi merelakan suami yang begitu mencintainya.Tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu saat tubuhnya memerlukan selimut hangat, dan kini mertuanya justru membencinya.Bukankah ini terlalu pedih bagi perempuan yang ingin berubah menjadi lebih baik, perempuan yang pernah terjebak pada dosa kelam dari masa lalu yang hitam."Sepertinya wajah istrimu tak asing," ucap Azzam sambil melirik Lena yang sedari tadi tak berani menatapnya."Oh, ya? Mungkin karena aku sering mengajaknya keluar, Ba