"Apa masih ada yang lain, Ai?" tanya Khair pada sekretarisnya. Kini dia sedang berada di kantor bersama Aida, untung ada pak satpam yang sedang berjaga. Sehingga mereka tidak hanya berdua saja.
Khair terpaksa harus datang ke kantor malam-malam untuk menyelesaikan dan menandatangani berkas yang akan dipakai meeting besok pagi. Meja kerjanya tampak sangat berantakan, kertas dan dokumen berserakan di atasnya.
"Tidak ada, Pak. Sepertinya sudah selesai. Maaf, saya merusak malam pertama Bapak dengan Ibu Lena," ucap Aida seraya membereskan dokumen-dokumen kantor tersebut. Wajahnya tampak menyesal.
"Tidak masalah, kalau begitu saya pulang dulu. Kamu pesan taksi saja atau ojek online biar lebih cepat sampai rumah," tutup Khair seraya bergegas menuju pelataran kantor. Bukan Khair tidak ingin mengantar Aida, hanya saja dia harus menjaga perasaan Lena. Mengingat ini belum terlalu malam, masih banyak kendaraan dan angkutan umum yang lewat. Jadi kemungkinan Aida tidak terlalu
"Mana istrimu? Belum bangun?" tanya Mama Reta."Sudah kok, Ma. Sebentar lagi turun." Khair mengambil nasi dan mulai memasukkannya ke dalam piring."Kamu jangan diam aja dong, Khair! Kalau punya istri itu dinasehatin. Masa hari pertama jam segini belum turun juga. Mau sampai kapan dia malas-malasan kaya gitu? Bikin enek mama lihatnya. Apa gunanya punya istri kalau kamu melakukan apa-apa sendiri?" gerutu Mama Reta, tapi Khair hanya diam dan menikmati sarapan."Namanya juga pengantin baru, Nya," celetuk Bi inah."Halah!! Tahu apa kamu soal pengantin baru? Kayak pernah nikah aja!" ceplos Mama Reta.Bi Inah langsung diam. Apa yang dikatakan Mama Reta benar adanya. Dia memang belum pernah menikah sama sekali, meski usianya sudah semakin tua."Halo, Ma! Pagi," sapa Lena dengan senyumnya yang mengembang. Perasaannya sedang bahagia sebab berhasil menggoda Khair. Lena langsung menarik kursi, lalu mendudukinya. Tanpa Lena sadari
"Lebih baik Mas Khair keluar saja. Saya sedang ingin sendiri." Lena mendongakkan kepala, menatap sekeliling yang tampak buram akibat air mata yang menghalangi pandangannya."Baiklah! Tapi sebelumnya Mas ingin menanyakan satu hal padamu." Khair duduk di samping Lena, mensejajarkan dirinya dengan perempuan itu.Lena tidak menjawab, dia justru semakin terisak."Kenapa Lena mau menikah dengan Mas?" tanya Khair lembut. Lelaki itu mengusap pelan pundak istrinya."Karena saya ingin hidup dengan Mas Khair lah!" lirih Lena."Nah, jika Lena ingin terus hidup bersama Mas, ini adalah ujian yang harus dihadapi. Lena, perlu kamu tahu, pernikahan adalah perjanjian yang besar di hadapan Allah SWT dan orang-orang yang hadir untuk meng-aminkan doa kita. Semua yang terjadi di dalam pernikahan adalah pahala, ibadah terlama dalam hidup kita. Karena imbalannya surga maka ujiannya juga tidak mudah. Jadi, untuk bisa terus mempertahankan rumah
Warning! 21+Harap yang masih di bawah umur bijaklah dalam membaca."Lena mana, Ma?" tanya Khair saat baru memasuki rumah."Ada di kamar, bertapa mungkin. Soalnya dari tadi nggak keluar-keluar," sahut Mama Reta enteng sambil terus memasukkan biskuit ke dalam mulutnya.Khair beranjak menuju kamar. Matanya menerawang seluruh sudut ruangan itu.Dia menatap iba seorang perempuan yang sedang berada di dekat jendela dengan sebuah buku di tangannya. Lena--gadis pemilik bulu mata lentik dan wajah oval yang mampu menjerat dirinya hingga terbuai rasa.Khair memang mempunyai banyak koleksi buku mulai dari yang bernuansa agama hingga novel percintaan."Sayang ...," panggilnya mesra, tetapi Lena hanya diam. Rupanya perempuan itu masih merajuk."Makan yuk! Mas lapar," lanjutnya seraya memeluk dari belakang tubuh sexy yang kini berbalut gamis lebar."Malas, Mas!" jawab Lena cuek dan melepas paksa pelukan s
Saat Khair akan masuk ke permainan inti, Lena justru menangis. Perlahan butiran bening terus saja mengalir dari sudut matanya, hingga membuat maskara Lena luntur.Tiba-tiba perasaan Lena hancur. Tubuhnya terasa lemas saat sadar ini bukan kali pertama dia melakukan hal seperti ini bersama seorang pria.Mahkota yang seharusnya disentuh suaminya telah terenggut sebab kebodohannya di masa lalu. Hati Lena terasa nyeri, dia merasa hina telah menodai pernikahannya.Khair menatap Lena dengan pandangan lembut dan menenangkan."Tidak akan ada noda di ranjang panas kita, Mas Khair akan menyesal pernah menikahi saya," lirih Lena pelan, membuat Khair menghentikan aktivitasnya. Mungkin Lena berpikir kalau Khair akan mengungkit masalah itu setelah permainan malamnya dengan Lena berakhir.Khair membaringkan badannya di samping Lena. Lalu, lelaki itu menarik selimut tebal guna menutupi tubuhnya dan perempuan itu. "Bagi Mas kamu t
"Sayang ...." Khair tiba-tiba memeluk tubuh istrinya, melingkarkan tangannya di pinggang perempuan itu hingga membuat Lena terkejut.Pasalnya ini sudah malam. Waktu Lena turun dari tangga tidak ada siapapun, televisi juga sudah dimatikan tinggal remotnya yang masih nangkring di atas meja.Bi Inah juga tidak kelihatan, mungkin sudah terlelap setelah lelah seharian bekerja. Lena tidak tega membangunkannya. Jadi dia memilih memasak untuk suaminya saat melihat makanan di meja tinggal sedikit."Mas Khair ngagetin aja," protesnya seraya mengerucutkan bibir."Lagi ngapain, sih? Kok lama banget ambil makanannya," ucap Khair seraya memandang punggung Lena yang putih dan mulus. Sepertinya perempuan itu tidak sadar jika resleting gamisnya hanya terkunci setengah.Khair mendekatkan wajah. Rambut Lena terasa menggelitik indra penciumannya, seketika dia mencium aroma vanili yang memabukkan.Lena membalikkan badannya dengan cepat sa
Lena menoleh seketika. Bukan hanya Lena saja, tetapi para wanita yang tadi sibuk membicarakannya juga menghentikan aktivitas mereka dan beralih menatap ke arah Khair seraya berbisik-bisik.Lena melihat Khair yang sudah berdiri di belakangnya, memakai celana pendek dan kaos polos yang dilapisi varsity juga sepatu vans berwarna hitam putih. Gaya lelaki itu terlihat lebih santai. "Mas belum berangkat?" tanyanya seraya membungkuk untuk meletakkan alat penyiram tanaman.Khair tersenyum sembari mengusap lengan Lena. "Sana ganti baju, Mas mau ajak kamu jalan-jalan," ucapnya lembut.Lena mengangguk, lalu bergegas masuk ke rumah."Mas Khair, yakin istri kamu sudah berhenti dari pekerjaan kotornya? Bisa jadi kalau kamu sedang pergi bekerja diam-diam dia ke kelab malam lo," celetuk Sofia.Sama-samar Lena masih mendengar suara mereka. Dia sudah berusaha sabar, tetapi sepertinya mereka memang tidak bisa dibiarkan begitu saja.Lena
"Khair, bawa istri kamu masuk! Jangan bikin Mama malu dengan kelakuannya!" Mama Reta melengos pergi setelah membayar belanjaannya.Tak lama kemudian, Khair berjalan ke arah Lena dan mendekati perempuan itu. "Kita masuk sekarang," pintanya dengan nada lembut.Sebenarnya Lena masih ingin menjambak rambut perempuan itu lebih keras lagi. Namun, dia tidak enak dengan suaminya.Perlahan Lena melepaskan tangan dari rambut perempuan yang mungkin sedikit lebih tua darinya.Sofia tampak mengusap-usap kepalanya sambil menatap sinis ke arah Lena, lalu menarik paksa ikat rambut yang terbuat dari karet gelang.Setelah karet gelang itu terlepas, dia menghampiri Raisa dan menarik tangan perempuan itu untuk pergi. Sepertinya mereka gagal belanja hari ini.Raisa yang sedari tadi hanya terbengong-bengong menurut saja, dia berjalan di samping Sofia dengan sesekali menengok ke belakang.Lena yang geregetan mengambil beberapa tomat dan sayuran lainnya dari
Warning! Ini adalah kisah fiksi, mohon jangan merasa tersinggung atau berkomentar buruk."Lena, harus berapa kali Mas jelaskan padamu? Bahwa pernikahan itu bukan sebuah permainan yang bisa dimulai kemudian diakhiri begitu saja?" Khair mengusap wajahnya kasar.Lena tetap saja berjalan. Dia tidak bisa berpikir jernih saat ini, ucapan Mama Reta terus saja berputar dalam pikirannya."Apa hubungan kita akan benar-benar berakhir?" Suara Khair melunak. Dia duduk di tepi tempat tidur, punggungnya melengkung ke depan. Kedua sikunya bertumpu di lutut.Mendengar perkataan Khair, Lena mendadak berhenti. Dadanya disisipi perasaan-perasaan aneh.Dia menoleh, kemudian menghampiri lelaki yang telah membuat hidupnya lebih berarti. Perempuan itu meninggalkan kopernya begitu saja.Lena berjongkok di hadapan suaminya. Dadanya masih terasa sesak,
Khair yang sedang berpelukan dengan istri pertamanya sontak segera melepaskan tautan mereka. Khair berjalan menghampiri Melody dan diikuti Lena di belakangnya."Mel, lain kali kalau kamu mau masuk ke kamarku bisa tolong mengetuk pintu lebih dulu?" tanya Khair dengan lembut meski dia merasa risih dengan kehadiran Melody disaat dirinya tengah bermesraan dengan Lena."Mas, aku juga istrimu. Apa aku salah memasuki kamar suamiku tanpa izin?" tanya Melody dengan tatapan nanar."Tidak salah kalau itu kamarku sendiri! Tapi ini adalah kamar Lena, yang harus dijaga privasinya. Seperti Lena tak memasuki kamarmu sembarangan, begitu pun kamu harus menjaga privasinya!""Baik, maaf kalau aku lancang!" Melody menekuk wajahnya dan menunduk sedih. Khair yang melihat itu merasa kasihan dan mengelus kepala Melody."Tak masalah, lain kali jangan seperti itu lagi, ya," ucap lelaki itu.
Wajah Khair yang semula berbinar langsung berubah masam. Dia sangat terkejut mengapa rekan kerjanya bisa bersama Lena seperti itu. Apa lelaki itu mencoba menusuknya dari belakang?"Bohong, Mas. Ini nggak seperti yang dia ucapkan. Aku sama sekali nggak pernah janjian apalagi barengan belanja sama Azam," papar Lena yang seketika merasa lemas."Kamu ini bicara apa, Lena? Bukankah semalam kita teleponan gara-gara kamu kesepian. Karena Khair melakukan malam pertama dengan istri keduanya." Azam menyunggingkan senyum bahagia saat dia sedang berdiri di belakang Lena dan melihat Khair mengepalkan tangan."Kamu jangan bicara sembarangan lagi! Mas, dengarkan aku jangan percaya sama ucapannya. Dia sengaja ingin merusak rumah tangga kita," sahut Lena dengan tampang memelas."Sayang, udahlah jujur aja!" Azam merangkul pundak Lena.Seketika emosi Khair langsung meledak. Dia menggebrak mej
Pagi itu setelah Khair dipuaskan Lena dia pergi ke kantor dengan wajah semringah. Sementara Melody sengaja mengambil cuti dan berharap bisa berduaan dengan Khair. Karena mereka adalah pengantin baru yang masih hangat-hangatnya."Mbak, di mana Mas Khair?" tanya Melody setelah menghampiri Lena yang baru saja akan keluar untuk belanja keperluannya dengan Khair yang kebetulan ada beberapa yang telah habis."Mas Khair berangkat ke kantor sejak tadi pagi!" jawab Lena dengan tangan masih sibuk memasukkan ponsel juga dompet ke dalam tas.Rencananya dia akan belanja diantar sopir. Karena Khair sedang sibuk. Sebenarnya Lena sudah bisa mengemudikan mobil, dia beberapa kali diajari Khair dan sudah lumayan mahir. Sayangnya, Lena masih kurang percaya diri."Kerja? Kenapa nggak Mbak Lena larang, sih? Aku sama dia kan pengantin baru," protes Melody ketus.Lena mengembuskan napas kasar mena
Khair mengacak rambutnya frustasi, semua yang dikatakan Melody benar adanya. Namun, dia tak mungkin tega mengatakan semua itu padanya. Karena akan terlalu menyakitkan, tetapi bagi Khair dia memang butuh waktu setidaknya untuk menyentuh Melody.Rasa cinta untuk seseorang bisa saja hadir sebab terbiasa. Namun, ada juga yang bersama sekian lama, tetapi tak punya perasaan apa-apa.Cinta lebih mudah hadir kala hati masih kosong tanpa penghuni dan lebih susah untuk menggantikan nama seseorang yang telah lama bertahta.Khair menoleh menatap Melody yang menyembunyikan seluruh tubuhnya di balik selimut tebal. Bahu perempuan itu terlihat berguncang, isaknya terdengar keras di telinga Khair.Dia merasa kasihan, tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Jika bukan karena permintaan sang mama juga persetujuan dari Melody dan Lena tentu dirinya tak mungkin menikahi perempuan itu.Khair tak akan m
Lena menelan saliva saat mendengar perkataan Aida, tidak bisa dipungkiri kalau dirinya juga merasa takut akan hal itu."Aku permisi dulu, Ai. Mau ngobrol sama tamu-tamu di luar," pamit Lena akhirnya. Dia tak ingin larut dalam pembahasan yang membuat hatinya semakin was-was.Sementara Aida merasa lega melihat ekspresi Lena yang berubah seperti itu. Artinya perempuan itu pasti memikirkan kalimatnya barusan.***Lena keluar dari kamar untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di ruang tamu. Hari telah berganti malam, dia tidak tahu saat ini Khair berada di mana. Padahal sebentar lagi azan maghrib akan segera berkumandang.Ceklek!Saat Lena membuka pintu dia berpapasan dengan Melody yang keluar dari kamar tamu. Perempuan itu tak sungkan mengenakan lingerie seksi di hadapannya."Mbak, gimana penampilanku cantik bukan?" tanya Melody yang sengaj
Hari berlalu begitu cepat, malam berganti dengan sangat singkat. Ujian sebenarnya telah di depan mata, Lena harus mulai melangkah menapaki pahitnya rumah tangga dengan hadirnya orang ketiga pun madu yang menemani kegiatannya."Saya terima nikah dan kawinnya Melody Fauziah binti Muhammad Mas'ud dengan mas kawin tersebut. Tunai.""Sah?" tanya penghulu kemudian."Saaah ...," jawab mereka serempak."Barakallahu laka wabaaraka alaika wajam'a bainakuma fii khair, aamiin yaa rabbal'alamin."Tes!Sebulir air mata meluncur cepat dari kelopak yang rasanya sedang tak mampu berkedip. Bibir yang mengatup rapat dengan serangkaian pandangan kosong, juga rintihan keras yang tak terdengar di dalam sana membingkai sebuah ijab qabul kecil yang hanya dihadiri saksi, tetangga dan keluarga.Sebuah ikatan yang seharusnya menjadikan dua insan bahagia, tetapi tid
"Kamu harus mengerti Mel, kalau nggak semua yang kamu inginkan bisa kamu dapatkan," tutur Bunda Soraya pada putrinya saat Khair dan keluarganya telah pulang."Kamu harus menghargai keputusan Abah juga belajar mengerti perasaan istri pertamanya. Bagaimana seandainya suami yang begitu kamu cintai dan mencintaimu akan menikah dengan orang lain?" tanya Bunda Soraya.Melody mengerungkan wajahnya. "Aku tidak peduli apa pun lagi, Bun. Kalau keputusan Abah sudah bulat, aku juga sama. Aku tak akan menikah dengan lelaki mana pun selain Mas Khair," jawab perempuan itu."Cinta itu bisa datang setelah ikatan kalian halal. Lihatlah Abah dan Bunda, kami dijodohkan tapi cinta itu bersemi justru setelah akad terlaksana," papar Bunda Soraya berharap putrinya mengerti akan keadaan."Mudah saja karena waktu itu Bunda tak mencintai siapa pun. Sementara aku sudah memiliki Mas Khair dalam hatiku," sahut Melody.&nbs
Pagi jatuh lagi di kota ini. Dengan angin bertiup semilir juga sinar mentari yang begitu cerah. Burung-burung berkicau riang, pepohonan melambai dengan santai menandakan begitu luasnya ciptaan Yang Mahakuasa di bumi pertiwi ini.Beberapa hadiah yang telah dibungkus cantik duduk rapi di atas meja. Hari ini akan menjadi awal kisah dan perjuangan Lena yang baru."Nak Lena, boleh Abah bertanya sesuatu?" Suara bariton milik Abah Mas'ud terdengar begitu menggelegar di telinga Lena.Tentu saja dia sudah tahu apa yang akan ditanyakan lelaki paruh baya yang dipenuhi wibawa itu."Silakan, Bah," jawab Lena seraya menunduk sopan.Berhari-hari dia telah menyiapkan diri untuk melakukan acara peminangan ini. Melewati ribuan detik melawan sepinya hati. Lena sangat terluka, tetapi tak akan membiarkan siapa pun melihat luka itu."Begini, terus terang
Katanya cinta bisa membuat yang sulit menjadi mudah. Lalu, mengapa kisah cinta Lena begitu menyesakkan?Rasa yang luluh lantak masih terus dia perjuangkan pada malam-malam senyap. Rindu-rindu yang sebentar lagi terbagi masih tetap dia semai.Mengalah bukanlah hal mudah saat dia baru saja mereda dari rasa dahaga bernama kasih sayang. Merelakan adalah hal yang menyakitkan, apalagi merelakan suami yang begitu mencintainya.Tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu saat tubuhnya memerlukan selimut hangat, dan kini mertuanya justru membencinya.Bukankah ini terlalu pedih bagi perempuan yang ingin berubah menjadi lebih baik, perempuan yang pernah terjebak pada dosa kelam dari masa lalu yang hitam."Sepertinya wajah istrimu tak asing," ucap Azzam sambil melirik Lena yang sedari tadi tak berani menatapnya."Oh, ya? Mungkin karena aku sering mengajaknya keluar, Ba