Pagi ini Ibu Tari tak henti-hentinya tersenyum, karena hari ini suami dan anak kandungnya Yuni sudah diperbolehkan ⁶opulang.Rafael sudah membuat acara penyambutan bersama Bik Ningsih. Dia menyiapkan kamar untuk Yuni serta masak berbagai makanan yang enak-enak untuk acara penyambutan ini, bahkan beberapa teman dekat Rafael tampak datang untuk menyambut Yuni."Den Rafa, menu masakan sudah bik Ningsih siapkan. Kira-kira jam berapa neng Yuni akan datang?" tanya bik Ningsih sudah tidak sabar menyambut kedatangan Yuni.Rafael tersenyum tipis ke arah bik Ningsih, memang sebelumnya bik Ningsih sangat dekat dengan Yuni."Mungkin sekarang sudah di perjalanan, bik. Mungkin sebentar lagi sampai." Jawab Rafael dengan senyum sumringah."Kira-kira bagaimana respon neng Yuni ya, Den. Kalau dia tahu orang tua angkatnya meninggal dunia?" tanya bik Ningsih dengan raut wajah sedih, dirinya tahu cerita kehidupan Yuni menjadikan dirinya merasa sedih dan prihatin."Belum tahu dia bik, maka dari itu saya mi
"Pak Doni sudah meninggal." Tiba-tiba saja terdengar suara Rafael menjawab pertanyaan Yuni."Bohong, ayah belum meninggal dia baru saja menemuiku di dalam mimpi." Teriak Yuni tidak terima kalau Pak Doni telah meninggal."Sayang, sabar memang benar apa yang dikatakan oleh kakakmu itu. Lebih baik sekarang kita doakan saja semoga saja beliau ditempatkan di tempat yang terbaik dan diampuni segala dosanya," timpal Pak Andi seraya membelai Yuni, mencoba menenangkan Yuni yang sedang bersedih setelah ingatannya kembali."Kenapa kalian tidak mengatakannya padaku kemarin? Malah seakan-akan kalian tidak ingin aku tahu," tanya Yuni lagi pada kedua orang tuanya.Ibu Tari mencoba memeluk anak perempuannya, karena melihat Yuni menangis tergugu."Sayang maafkan kami tidak mengatakannya padamu kemarin, karena kami takut kondisimu kembali down karena masalah ini," jawab Ibu Tari tak tega melihat Yuni seperti ini.Yuni tak menjawab, pikirannya melayang jauh ke masa silam saat dirinya masih bersama denga
Andrew terbaring di atas ranjangnya, meskipun ranjangnya itu sangat mewah dan begitu empuk tidak membuat Andrew cepat terlelap. Dia harus segera membatalkan rencana momynya yang akan menjodohkannya dengan Martha.Momynya jika sudah mempunyai keinginan pasti tidak dapat seorang pun yang dapat menghentikannya.Mata Andrew tiba-tiba melotot kala dirinya sudah mendapatkan ide.Dia segera mengeluarkan ponselnya, dia menghubungi seseorang yang bisa disuruh untuk menguntit Martha."Halo, tolong kamu selidiki wanita yang akan aku kirimkan fotonya ini. Kabari apa saja yang dia lakukan," ucap Andrew singkat, lalu dia menutupnya kembali dengan wajah tersenyum.Dia akan menunggu esok untuk mendapatkan informasi dari seseorang yang Andrew suruh.Sekarang dia bisa tidur dengan nyenyak.***Sementara itu mommy Andrew yaitu Agnes sedang di dalam kamar bersama suaminya Ali."Sayang, sampai kapan kamu akan menjodohkan Andrew dengan anak kawanmu itu?" Tanya Ali yang sedang duduk di tepi ranjang memandan
Martha tengah menyiapkan pakaian terbaiknya untuk acara makan malam bersama keluarga Andrew. Dia membuka semua koleksi pakaian terbaiknya, dia juga sudah menyewa seorang jasa make up artis agar penampilannya nanti malam tampak cantik dan juga berkelas di depan calon mertua dan juga Andrew."Semua pakaian aku tidak ada cantik, semuanya sudah pernah aku pakai. Aku tidak mau memakai pakaian yang sudah dipakai di acara yang penting seperti ini. Aku harus belanja ke butik dulu, karena aku tidak mau terlihat jelek di depan calon mertua.Martha menutup kembali lemari pakaiannya, dia melihat ke arah ranjangnya sudah banyak baju yang berserakan di atasnya."Biarkan saja yang membereskan asisten rumah tangga saja, toh mereka sudah digaji tinggi oleh daddy." Ujar Martha dengan raut wajah pongahnya.Setelah itu dia melangkahkan kakinya menuju ruangan asisten rumah tangganya yang sedang sibuk menyetrika."Lina, kamu bereskan semua baju yang ada di kamarku, masukkan kembali ke dalam lemari. Aku ada
Martha telah selesai memilih pakaian yang akan dibelinya di butik.Dress berwarna merah selutut akan dia padukan dengan sepatu berwarna senada juga."Akhirnya selesai juga, setelah ini pulang dan bersiap untuk nanti malam," ucap Martha memandang puas dengan pilihan baju yang akan dipakainya malam ini.Martha membawa baju itu dimeja kasir."Totalnya sekitar 600$, nona." Ucap kasir berkebangsaan filiphina memberikan struknya pada Martha.Martha pun memberikan kartu debitnya pada wanita itu dan tersenyum lebar ke arahnya."Terima kasih, semoga puas dengan pelayanan kami." Ucap kasir itu dengan memberikan kartu milik Martha.Martha hanya menganguk ke arahnya, dan lalu melenggang ke arah pintu keluar.Dengan kecepatan tinggi Martha melajukan mobilnya, dia kesal karena ulah Hans dia harus terburu-buru.Setelah memakan waktu sekitar tiga puluh menit, Martha telah sampai ke rumah mewahnya.Dia hanya tinggal bersama Daddy dan para asisten rumah tangganya.Martha memasuki pintu gerbang dengan m
"Hentikan,!!" Teriak Martha dengan meraih remote yang sedang di pegang oleh Andrew.Remote itu pun berhasil direbut oleh Martha, dia pun segera melemparkannya pada televisi yang sedang menyala menampilkan gambar dirinya. Akhirnya televisi itu pun hancur berkeping-keping."Kenapa kamu Martha, apakah kamu malu? Sudahlah jujur kalau kamu tidak mau aku buat lebih malu lagi." Ucap Andrew dengan tatapan tajam pada Martha.Agnes tak berkata apa-apa, dia syok dengan apa yang sudah dilihatnya itu. Sedangkan Justin langsung berdiri dan menampar Martha dengan sangat keras."Plakkk""Dad, apa yang kamu lakukan?" tanya Martha pada daddy nya, dia tidak menyangka akan mendapatkan tamparan yang sangat keras."Diam kamu, dasar wanita murahan. Apa yang kamu lakukan dengan pria tadi di kamar hotel?" Teriak Justin dengan menunjuk ke arah wajah Martha."Aku tidak melakukan apapun, Dad." Jawab Martha dengan memegang pipinya yang memerah.Ali yang sedari awal hanya diam dan mengamati, langsung berdiri dan m
Yuni tengah membersihkan dirinya dan dia hendak bersiap untuk pergi ke toko Ibunya yaitu Ibu Tari. Yuni diberikan kepercayaan untuk mengelola toko milik ibunya, karena Ibu Tari ingin beristirahat untuk menjaga suami dan kedua anaknya.Setelah dirasa cukup penampilan Yuni, dia pun melangkah ke ruang makan. Disana telah menunggu Pak Andi, Ibu Tari dan Rafael."Masya allah anak mami cantik sekali, persis seperti waktu mami masih muda." Ucap Ibu Tari melangkah menghampiri Yuni yang tengah tersenyum lebar."Lho kok mirip mami saja, mirip papi juga dong." Timpal Pak Andi tak mau kalah.Yuni langsung merangkul pundak mami dan papinya."Tentu saja mirip kalian berdua dong, ngomong-ngomong bener nih mam Yuni boleh ke toko hari ini?" tanya Yuni dengan mendudukkan pantatnya di kursi makan."Tentu saja sayang, kapan lagi harus menunggu waktu yang tepat. Kakakmu itu tidak mau menggantikan mami, dia lebih ingin menjadi seorang hakim." Ucap Ibu Tari dengan memonyongkan bibirnya ke arah Rafael.Yuni
Yuni tengah bersiap untuk masuk ke dalam rumah sakit untuk menengok orang tua Siska.Diluar pintu ruangan Ibunya Siska, Yuni membuka perlahan pintu kamarnya."Yun, apa kamu yakin mau datang kesini?" tanya Rafael cemas mengkhawatirkan Yuni akan mendapat amukan dari Siska."Tentu dong kak, masa sudah sejauh ini kita kesini mau di batalkan." Jawab Yuni seraya masuk ke dalam ruangan Ibu Siska."Assalamualaikum," ucap Yuni dengan membuka pintu ruangan dan masuk bersama Rafael.Siska tampak terkaget melihat kedatangan Yuni beserta Rafael. Dia mengira Yuni ada hubungan spesial dengan anak Ibu Tari, dan dia tampak sinis dengan kehadiran Yuni."Ibu kamu sakit apa, Sis?" tanya Yuni seraya merangkul pundak Siska dari samping, namun Siska langsung menepisnya dengan kasar membuat Rafael segera menjauhkan Yuni dari Siska."Untuk apa sih kamu kesini? Kamu mau mengolok-olokku setelah melihat keadaan ibu aku yang sakit keras," tanya Siska dengan wajah penuh amarah memandang Yuni.Rafael tampak kesal m