"Prang!" ...
"Ya Alloh!" pekik Alka. Alka sedang meminum air putih setelah selesai melakukan makan malam. Ia kembali menuangkan air untuk minum, gelas yang ia pegang tiba-tiba jatuh ke lantai dan pecah. Alka terduduk di lantai sembari memandang pecahan gelas yang berserakan. Entah mengapa tiba-tiba hatinya berdesir rasa tidak nyaman. Seolah-olah ada firasat buruk yang sedang terjadi. Alka menurunkan tangannya untuk memunguti pecahan beling tersebut. Wanita itu merasa gemetar saat mencoba membersihkan pecahan gelas yang tersebar di lantai. Rasa takut dan kekhawatiran mulai menyelinap ke dalam pikirannya. Apakah ini pertanda dari sesuatu yang buruk akan terjadi dalam hidupnya? Alka mencoba untuk menenangkan diri namun rasa gelisah tetap menghantuinya. "Ya Alloh! Ada apa ini? Kenapa aku jadi gelisah dan cemas seperti ini?" lirihnya. Alka me"Gadis belia ini, adalah calon istri baru kamu," kata Wilda sambil tersenyum. Jeremy terkejut mendengar penuturan sang ibu. Ia sungguh tidak menyangka. Pertemuan yang diminta oleh Wilda, karena ingin memperkenalkan Jeremy dengan gadis belia yang disebut akan menjadi istri ketiganya. "Nikahi lah Riska agar kamu bisa memperoleh anak!" saran Wilda. Jeremy melonggarkan dasi di lehernya yang terasa mencekik. Pria itu menampilkan ekspresi wajah yang tak terbaca. "Apa Mama sebegitu inginnya memiliki cucu? Sampai aku harus menikahi seorang gadis belia untuk memperoleh keturunan," desis Jeremy. "Tidak ada cara untuk kamu mendapatkan keturunan selain menikah lagi. Mama sudah mendengar sendiri dari Diana kalau wanita itu tak mau memiliki anak dengan kamu." Tangan Jeremy mengepal erat di bawah meja. Ini kedua kalinya Wilda memohon kepada putranya untuk menikah dengan calon istri pilihannya. Dulu setelah Jeremy kehilangan Alk
Netra Diana memanas ketika melihat sebuah foto yang dikirimkan oleh seseorang lewat chat pribadinya. Tangan wanita berambut pendek itu, bergetar menahan emosi. Dalam foto tersebut, ada Jeremy yang sedang duduk berhadapan bersama seorang gadis muda di sebuah restoran. Namun yang membuat hatinya terasa panas, bukanlah gestur dari foto tersebut. Melainkan sebuah pesan singkat yang ditulis di bagian bawah foto. [Karena kamu tetap kukuh dengan pendirianmu, jangan salahkan jika aku akan memisahkanmu dengan Jeremy. Perlu kamu tahu, aku bisa melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang aku inginkan.] Begitu lah isi pesan tersebut. "Wanita tua gila!" umpat Diana. Diana meremas kuat ponselnya. Dadanya kembang kempis dengan emosi yang hampir meledak dengan kuat. Sang pengirim pesan dan foto tersebut, adalah Wilda, Ibu mertuanya. "Beraninya dia mempermainkan dan mengancamku seperti ini," geramnya. Tak ingin berdiam diri, Diana menggulir
"Maksud kedatangan saya ke sini, karena ingin membicarakan mengenai pernikahan kita," beritahu Jeremy. Riska yang duduk berseberangan dengan Jeremy, menampilkan raut wajah bingung. "Bagaimana, Pak?" Jeremy menatap tajam kearah Riska. "Batalkan saja pernikahan kita! Saya tidak mau menikahi kamu." Riska terkejut. "Tapi ... Kenapa, Pak?" "Saya lihat, kamu juga tidak mengharapkan pernikahan ini terjadi," jawab Jeremy dengan tenang namun menusuk. "Kenapa harus dibatalkan secara tiba-tiba begini? Apakah saya membuat kesalahan?" tanya Riska dengan wajah ketakutan. Jeremy tersenyum miring. "Sebelum saya menjawab apa alasan saya membatalkan pernikahan kita, bolehkah kamu jawab jujur? Apa hal yang membuatmu mau menikah dengan pria yang telah memiliki istri seperti saya?" "Saya ... Saya ...," Riska menjawab dengan terbata "Apakah kamu memiliki sebuah perjanjian bersa
[Bagaimana kamu bisa tahu kalau aku masih berhubungan dengan Rangga? Apa dari Ibumu?] Jeremy tersenyum miring membaca pesan dari Diana. Ia tak membalas pesan dari istrinya dan memilih untuk mengabaikannya. Mobil yang dikendarai olehnya, berhenti tepat di depan sebuah villa mewah dikawasan puncak. Jeremy segera keluar untuk menemui seseorang dan dengan cepat kembali ke rumah Alka. Sebelum, Jeremy menemui Riska, Hasan telah mengirimkan pesan kepada Jeremy untuk melakukan pertemuan di suatu tempat. Yaitu di villa mewah ini. Jeremy dengan langkah tenang namun pasti memasuki bangunan villa tersebut. Ketika ia telah melewati pintu utama, seorang lelaki paruh baya, pekerja yang khusus menjaga dan merawat villa itu, menyambut kedatangan Jeremy. "Selamat sore, Pak Jeremy!" Sapanya dengan ramah. Jeremy mengangguk. "Sore. Dimana Papa saya?" "Bapak ada di taman belakang villa," beritahunya. "Terima kasih."
Siang hari waktu di Polandia, Alka sedang berada di taman wisata Saxon Garden. Wanita berambut panjang itu sedang menyentuh lembut kelopak bunga berwarna merah yang tertanam di sana. Sebelum berangkat ke coffeeshop tempatnya bekerja, ia menyempatkan diri untuk mencuci mata melihat bunga-bunga bermekaran di taman Saxon Garden. Sambil berjalan menyusuri taman tersebut Alka berbincang dengan seseorang lewat telepon. Orang itu adalah Nena, kakak sepupu Alka. Nena menanyakan kabar adiknya yang telah lama tidak saling berkomunikasi dengannya. [Gimana kabar kamu, dek?] tanya Nena dengan penuh perhatian. [Aku baik, Mbak. Mbak Nena gimana kabarnya di Pekanbaru?] [Alhamdulillah. Aku baik.] Nena saat ini tinggal di Pekanbaru mengikuti suaminya yang merantau. Ia memutuskan untuk ikut sang suami, setelah Alka pergi merantau ke Bandung bersama Nur. [Kamu sudah lebih 4 tahun di luar negeri. Kamu mau memperpanjang kontrak kerja kamu, atau
[Selamat ulang tahun anak ibu tersayang.] Alka dan Nur bersama-sama mengucapkan selamat ulang tahun untuk Naufal lewat sambungan video call. [Terimakasih, ibu. Terima kasih, tante Nur.] Naufal menampilkan senyuman manis di layar ponsel. Hari ini, tepat 5 tahun usia Naufal. Putra hasil pernikahan Jeremy dan Alka. Naufal merayakan hari jadi bersama teman-temannya yang ada di panti asuhan. Pria kecil yang wajahnya sangat mirip dengan Jeremy itu, terlihat sangat bahagia. Setelah menyanyikan lagu selamat ulang tahun, dan melakukan tiup lilin, Naufal memotong kue ulang tahun pemberian sang ibu. Tempo hari, Alka menghubungi toko kue yang letaknya tidak jauh dari panti asuhan untuk mengantarkan kue di hari perayaan ulang tahun Naufal. Alka mengirimkan uang dari Polandia, dan mengirim berbagai hadiah untuk putranya. [Kuenya dibagi sama teman-temannya ya, Nak.] Alka tersenyum bahagia melihat sang putra yang semakin besar tanpa ad
Jeremy membawa langkah kakinya memasuki rumah yang ia tempati bersama Diana, di Surabaya. Kilatan amarah terpancar dari netra pekat miliknya. Ia baru saja pulang dari Banda Aceh setelah mengurus masalah yang terjadi di kilang minyak milik ayahnya. Jeremy menaiki tangga menuju lantai dua kamar Diana. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Jeremy membuka kasar pintu kamar Diana. Kosong. Diana tidak ada di kamarnya. Jeremy mencoba memeriksa ke kamar mandi siapa tahu Diana ada di sana. Tetapi kamar mandi juga kosong tidak ada istrinya. Pria itu dari kamar istrinya, dan menuruni tangga dengan cepat untuk mencari keberadaan sang istri di tempat lain. Ini sudah malam. Tidak mungkin Diana belum pulang karena kemarin sudah dua hari menghabiskan waktu bersama Rangga, dan tidur bersama. Setelah puas menghabiskan waktu bersama Rangga berarti saatnya sekarang, ia ada di rumah. Jeremy pergi menuju dapur untuk mengambil air minum kare
Drrt ... Drrt Jeremy yang sedang berkutat dengan laptopnya, mengalihkan pandangan ke ponsel miliknya yang bergetar. Ia melihat nama ayah mertua menelponnya. Jeremy melepaskan kacamatanya, dan menerima panggilan telepon tersebut.[Halo, Pa.][Jeremy! maafkan papa mengganggu waktumu sebentar. Papa membutuhkan bantuan kamu.] kata Iqbal dari seberang telepon.Jeremy mengerutkan kening. [Aku harus membantu apa memangnya, Pa?][Papa ingin mencalonkan diri sebagai gubernur di Jawa Timur. Supaya Papa mendapatkan suara terbanyak, papa ingin kamu membagikan sembako, dan beberapa uang tunai kepada orang-orang agar memberikan hak suaranya kepada Papa. Kamu bisa melakukannya untuk 30 desa.]Jeremy memutar bola matanya jengah. [Jadi Papa ingin melakukan kampanye uang?][Ya begitulah. Papa harus melakukan banyak hal supaya bisa menang. Selain itu, papamu juga ingin maju menjadi anggota DPR.][Yang benar saja kalian melakukan hal itu?] Jeremy mencubit pangkal hidungnya. Ia merasa kesal karena sang
"sepertinya setelah memegang kepemimpinan perusahaan keluarga Arthur, kamu semakin tambah sibuk "Nyonya Hermin!"Masih ingat saya kamu rumahnya. "Karena anda adalah bagian dari keluarga Arthur juga "Oh ya tidakkah kamu bermaksud untuk menjilat "Menjilat? "Jika seandainya saja anakku tidak meninggal karena ibumu, ya mau megang tampuk kepemimpinan perusahaan keluarga aktor adalah anakku. Bukan kamu. "Iya benar saya tahu itu. "Apakah kamu sudah tahu cerita sebenarnya bagaimana awal mula perusahaan Arthur itu berdiri? "Saya sangat tahu. Dan kakak saya menceritakan semuanya. "Kakekmu rupanya dia benar-benar mendukung kamu untuk menjadi hak waris satu-satunya keluarga Arthur yang berhak. Karena nyatanya dia menceritakan kepadamu apa yang menyebabkan perusahaan itu bisa berdiri dan maju bersama karena. Dan siang apa yang aku harapkan tidak pernah terlaksana untuk melihat perusahaanmu milik keluargamu itu hancur."Apakah Nyonya RW masih denda kepada keluarga saya karena telah membuat
"Bisa kamu jelaskan? Siapa sebenarnya orang yang merencanakan kecelakaanku lima tahun silam? Hingga aku harus kehilangan istri yang aku cintai." Diana menatap Jeremy dengan gugup. "Ke-kenapa ... ka-ka-kamu ... tanya aku? Aku nggak tahu apa-apa." "Memangnya apa hasil penyelidikanmu, Nak?" tanya Wilda dengan dada berdebar menahan takut. Jeremy tersenyum miring. "Mengaku lah Diana!" Diana mengernyit bingung. Ia sama sekali tak paham dengan apa yang dituduhkan oleh Jeremy. "Tidak masalah kalau kamu tidak mau mengaku." Jeremy meminta kepada ART, untuk menghidupkan layar televisi dan memberikan sebuah flash disk untuk disambungkan ke DVD player. ART tersebut menuruti perintah Jeremy dan terpampanglah sebuah video. Semua orang yang ada di sana dan menonton tampilan di layar televisi, terkejut seketika. "Ti-tidak." Diana menggeleng dan mengelak. "tidak I-itu bukan aku." Jeremy terkekeh. "Masih berani mengelak setelah kamu melihat semuanya?" Diana tak berani melihat wajah Jeremy. Kini
Jeremy duduk dengan tenang bersandar di kursi kebesarannya. Sama seperti kemarin, iya masih berada di Makassar menangani perusahaan keluarga. Netra Jeremy terlihat sendu menyimpan kesedihan dan kerinduan yang amat dalam. Di tangannya terdapat selembar foto yang sedang ia pandangi. Foto itu adalah foto milik Alka. Istri yang sangat ia cintai. Wanita yang menjadi belahan jiwanya.Hati Jeremy terasa hangat dan damai menatap senyuman sang istri di foto tersebut. Kedamaian yang telah lama tidak Jeremi rasakan, kini hadir kembali walau hanya melihat foto itu. Dan tak dapat dipungkiri, hanya Alka lah yang membuat Jeremy merasa hati damai dan tenang.Bibir Jeremy melengkung ke atas melihat potret bahagia alka. Seorang anak desa yang bahagia bermain dengan hujan salju.Jeremy sudah tahu bahwa Alka berada di Polandia. Ia mencoba mencari tahu lewat temannya yang bekerja di imigrasi untuk melacak keberadaan istrinya itu.Ucapan Nena beberapa hari lalu saat Jeremy berkunjung ke Yogyakarta, membu
"Jadi, kamu sudah pernah menikah dan memiliki satu anak?" tanya Hendra kepada Alka.Alka mengangguk. "Iya. Sekarang anakku sudah besar. 2 bulan yang lalu, dia menginjak usia 5 tahun."Hendra mengajak Alka makan siang berdua di sebuah outdoor cafe yang terletak di jantung kota Warsawa. Hendra menanyakan mengenai keluarga Alka setelah pria itu menceritakan tentang keluarganya. Alka menceritakan kepada Hendra tentang keluarganya dan statusnya yang pernah menikah. Alka juga menceritakan bahwa ia telah berpisah dari suaminya."Anakmu laki-laki atau perempuan?" tanya Hendra penasaran."Laki-laki," jawab Alka."Kenapa kamu titipkan anakmu di panti asuhan? Memangnya tidak ada saudaramu?"Hendra mendengar bahwa Alka menitipkan putranya di panti asuhan. Alka lakukan itu, sebelum ia memutuskan merantau ke Eropa."Saudaraku banyak. Tapi jauh semua. Paling dekat kakak sepupuku. Tapi karena dia mengalami kesulitan ekonomi, serta harus merawat mertuanya yang sakit, jadi aku nggak tega harus menamba
Jeremy menatap lekat sang ibu yang melakukan aktivitas merapikan tanaman bunga di dekat jendela dekat balkon. Wilda terlihat serius dan begitu hati-hati menggunting bunga dan daun yang telah kering.Setelah pulang dari Yogyakarta, Jeremy memutuskan untuk terbang ke Makassar karena ingin menanyakan sesuatu hal kepada ibunya. Ia ingin tahu apakah ibunya mau jujur atau tidak. Ia juga ingin tahu apakah ibunya mengetahui penyebab kecelakaan yang menimpanya. Bagaimana cara ibunya mengusir Alka yang baru saja bangun dan masih dalam keadaan lemah.Cukup lama Jeremy berdiam diri, akhirnya pria itu melangkahkan kaki mendekati sang ibu. Wilda terkejut melihat kedatangan Jeremy yang tiba-tiba. "Jeremy? Kapan kamu datang?" "Barusan, Ma.""Apa ada masalah di perusahaan, Nak?""Tidak ada sebenarnya. Cuma ya ... aku pikir, alangkah lebih baiknya 3 hari aku di sini, dan 4 hari aku di Jakarta.""Selalu bersama Diana? Diana kan ada di Surabaya? Kamu tidak meluangkan waktumu hanya sehari saja ke Surab
"Mbak Nena!" panggil Jeremy terhadap seorang wanita yang sedang berjongkok mengambil beberapa lembar daun kucai di pot menggunakan gunting.Wanita yang dipanggil Nena oleh Jeremy, menoleh kepada Jeremy yang memanggilnya. Nena kemudian berdiri dan menatap tidak bersahabat kepada Jeremy. Jeremy datang ke rumah Nena bersama dengan Kelvin."Jeremy? Mau apa kamu ke sini?" tanya Nena dengan nada ketus."Aku ke sini, ingin mencari Alka, Mbak," ucap Jeremy.Nena tertawa kecil mendengar ucapan Jeremy. "Setelah apa yang dilakukan oleh ibumu kepada adikku, dan kamu yang telah membuat adikku hancur, kamu ingin mencarinya? Percuma. Kamu tidak akan menemukannya di sini.""Aku minta maaf karena aku tidak bisa melindungi Alka. Aku menyesal dan aku merasa bersalah karena aku tidak bisa melindungi istriku hingga ia meninggal."Nena menatap tajam Jeremy. "Apa katamu? Alka meninggal? Jangan sembarangan bicara kamu Jeremy."Selama ini, Nena menganggap bahwa Jeremy telah melupakan adiknya dan membuangnya b
Alka saat ini tengah menemani sahabatnya, Nur membeli cincin di toko perhiasan di pusat kota. Model perhiasan yang terpajang di etalase toko sangat indah. Desain yang sederhana namun mewah, membuat Nur kebingungan untuk memilih."Aku yang ini cocok nggak ya?" tanya Nur kepada Alka sambil menunjuk ke arah cincin bermata berlian berwarna merah muda."Nggak kebesaran? Kamu pernah bilang ke aku kalau kamu nggak suka dengan perhiasan yang bervolume besar," kata Alka."Iya, sih. Tapi aku suka warnanya.""Warna itu memang cocok di kulitmu. Coba tanyakan kepada penjualnya! Mungkin mereka punya yang warna itu dan ukuran yang lebih kecil."Nur kemudian meminta tolong kepada penjualnya untuk menunjukkan cincin berlian dengan model dan warna berlian yang sama, namun lebih kecil ukuran plat ring, dan berat berliannya. Sembari menunggu Nur mendapatkan cincin yang ia inginkan, Alka melihat-lihat koleksi perhiasan yang ada di sana. Alka terkagum melihat berbagai model perhiasan yang terpajang. Tidak
"Bagaimana mungkin bisa begitu?" tanya Jeremy dengan wajah bingung.Pria itu terlihat tidak terima mendengar kabar dari Kelvin bahwa makam istrinya palsu. Yang menguburkan istri tercintanya adalah kedua orang tuanya. Apakah mungkin, kedua orang tua Jeremy membohonginya?Jeremi yakin ini adalah suatu kebohongan untuk membuat dirinya stres. Tidak mungkin makam Alka fiktif."Mereka mengirimkan video kepadaku."Kelvin menunjukkan ponselnya kepada Jeremy. Dalam video itu terlihat tugas makam juru kunci dan pemerintah daerah melakukan pengecekan data-data dari makam yang ada di sana. Berkas ditunjukkan bahwa, tidak ada satupun nama Alka yang tertera dan terdaftar di situ."Setiap makam fiktif yang tidak terdaftar di data pemerintah daerah, mereka melakukan pengecekan dengan membuktikan bahwa makam itu palsu atau tidak, dengan cara menusukkan besi sepanjang 3 meter. Dan besi itu mengalami kebengkokan berarti memang itu makam fiktif. Dan makan itu juga sama terjadi dengan gundukan tanah yang
Hari ini merupakan hari yang penuh kegembiraan karena diadakan sebuah pesta meriah untuk merayakan kemenangan Iqbal sebagai gubernur terpilih. Suasana penuh semangat terasa di udara, dengan ratusan orang berkumpul untuk memberikan selamat kepada Iqbal atas pencapaiannya yang luar biasa. Di tengah gemerlapnya pesta, Iqbal memberikan pidato yang menginspirasi tentang rencananya untuk memajukan daerah ini. Ia berjanji akan bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperbaiki infrastruktur yang ada, dan menciptakan lapangan kerja baru. Dengan penuh antusiasme, Iqbal menyatakan komitmennya untuk menjadi pemimpin yang adil dan bertanggung jawab. Jeremy, Diana, dan Kelvin turut serta dalam perayaan pesta kemenangan tersebut. Jeremy tersenyum sinis kepada Iqbal yang tak henti-hentinya menampilkan raut bahagia. Kemenangan Iqbal sebagai gubernur terpilih menjadi kebanggaan bagi dirinya sendiri. Meskipun ia berlaku curang dibelakang layar, ia tersenyum puas karena salah sa