Share

BAB 18

Penulis: Mokaciinoo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tri, bukannya itu suaminya kakak ipar kamu?" celetuk Eva.

Jemari lentiknya menunjuk ke arah sebuah toko perhiasan yang ada di seberang cafe yang baru saja kami kunjungi. Di dalam toko perhiasan yang tidak terlalu ramai itu, aku bisa melihat dengan jelas suami dari Mbak Dina sedang bersama wanita lain. Sesekali mereka saling kecup pipi tampak mesra sekali.

"Kamu nggak mau ngambil bukti untuk ditunjukkan sama kakak ipar kamu?" tanya Eva.

" ... "

Saking fokusnya aku menatap dua sejoli yang tampak bahagia itu, sampai-sampai aku tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Eva baru saja.

"Woy, kenapa kamu malah bengong aja?" tegur Eva sembari menyeret lenganku agar bergeser sedikit menjauh dari ambang pintu cafe.

"Hah? Apa kamu bilang?" tanyaku pada Eva.

Terlalu fokus memergoki insiden perselingkuhan di depan mata membuatku melamun cukup lama.

"Kamu nggak mau ngambil bukti untuk ditunjukkan sama kakak ipar kamu?
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 19

    Kesibukanku berbelanja dan memilih barang-barang yang bagus untuk ulang tahun Danis nanti telah membuatku terlupa sejenak dari masalah mengenai Mbak Dina dan perselingkuhan suaminya. Dan hal ini terus bertahan sampai aku tiba di rumah. Sekembalinya ke rumah, aku menemukan rumah dalam kondisi sepi. Bapak dan ibu jelas sedang berada di sawah. Sementara Wisnu, dia sudah meminta izin padaku untuk membawa Danis bermain di sawah. Alhasil sekarang aku sendirian. Namun, hal ini tidak membuatku berpangku tangan. Aku bergegas ke dapur untuk membuat makan siang untuk semua orang. Rencananya aku akan menyusul mereka semua ke sawah setelah ini. Sudah lama aku tidak melihat kondisi sawah yang aku beli dan sedang dikelola oleh bapak dan ibu. Mungkin ada di antara kalian yang bertanya-tanya, kenapa aku membiarkan bapak dan ibuku yang mengerjakan sawah itu? Apa tidak kasihan pada mereka yang sudah tua? Aku tidak bermaksud untuk membuat-buat alasan. Tapi aku ti

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 20

    Sisa hari itu tetap berlangsung seperti biasa. Bapak dan ibu akan kembali dari sawah ketika waktu menunjukkan beberapa jam lagi menjelang maghrib. Sementara Wisnu yang saat ini sedang menganggur mulai rutin berlari sore di taman yang tak jauh dari rumah. Tentu saja diikuti oleh keponakannya yang tidak ingin lepas dari sang paman. Adapun aku, ketika sore menjelang, aku sibuk memasak untuk makan malam semua orang. Selesai dengan rutinitas itu, aku masih memanfaatkan waktu untuk memikirkan alur cerita yang sedang aku garap. Masalah mengenai Mbak Dina dan suaminya telah lama terlempar jauh ke belakang kepala. Aku tidak lagi dibuat risau oleh masalah itu. Sampai malam menjelang dan waktunya bagi kami untuk tidur. Aku memiliki kebiasaan untuk mengobrolkan perihal hari ini dengan Mas Ruslan. Dalam kondisi kamar yang gelap gulita dan kepalaku bersandar di bahunya. Untuk malam ini, kebetulan Danis lagi-lagi tidak ada di antara kami. Putra kecilku itu l

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 21

    [Bukan urusan kamu!][Lagipula, apa maksud kamu dengan mengirimkan foto dan video itu saat ini?][Sebenci itukah kamu padaku sampai menggunakan momen bahagia keluargaku untuk mengirimkan hal-hal tidak berguna ini?!][Hapus sekarang juga!]Itu adalah pesan balasan yang aku terima dari Mbak Dina. Saat itu juga aku menyimpulkan bahwa Mbak Dina adalah tipe kedua dari yang disebutkan oleh Eva kemarin. "Aduuh, Astri. Ini akibat dari kamu nggak nurut sama suami sih!" rutukku pada diri sendiri. Ponsel pipih itu lalu aku ketuk-ketukkan pada dahi. "Gimana nih?" tanyaku untuk diri sendiri. Jantungku tiba-tiba mulai berdebar dan aku menjambak rambut yang terselubung di balik jilbab yang membalut kepalaku dengan frustrasi."Ibu! Ibu kenapa?" Suara sapaan Danis yang entah sejak kapan telah kembali dari lari-lari sore bersama dengan pamannya menyadarkan aku dari tindakan yang baru saja aku lakukan. "Eh,

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 22

    'Bagaimana? Apa kamu sudah siap menerima hukuman?'Pertanyaan Mas Ruslan yang satu ini terus berputar di dalam benakku untuk waktu yang lama. Kakiku pun sudah lemas dan tak sanggup lagi menyangga tubuh. Jika tidak ada Mas Ruslan, barangkali aku sudah jatuh meluruh di atas lantai yang dingin. "Tadinya aku cuma bercanda, tapi suasananya terlalu mendukung," bisik Mas Ruslan. Aku mendecakkan lidah dengan keras di dalam hati karena bisikan bertele-tele Mas Ruslan ini. Ingin aku mengambil kendali, tapi gengsi. Mas Ruslan akan menjadikanku bulan-bulanan keesokan harinya jika aku sampai mengambil tindakan pertama malam ini. Di tengah lamunanku, Mas Ruslan akhirnya memagut bibirku. Dan akupun tidak sungkan untuk membalas. Lenganku refleks melingkar pada lehernya. Mataku pun terpejam rapat untuk mulai menikmati cumbuan ini. Tok tok tok! Suara ketukan pintu yang bergema dari samping membuat mataku langsung membelalak lebar. Debaran jan

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 23

    Sejak hari itu, Mbak Dina terus menghubungiku. Dan akupun terus menghindarinya. Antara sengaja dan tidak. Karena acara ulang tahun Danis juga sudah memasuki hari-H. Aku disibukkan oleh segala persiapan acara yang membuatku tidak memiliki waktu untuk memikirkan benda pipih itu. "Ibu, Danis ulang tahun?" tanya Danis dengan senyum ceria di wajahnya. "Iya!" balasku sambil menebarkan senyuman yang sama. "Yaayy!!" sahut Danis kegirangan sambil melompat-lompat kecil. Ini adalah pengalaman pertama Danis merayakan ulang tahunnya. Di wajahnya yang 80 persen mirip Mas Ruslan itu, ada kegirangan yang jarang terlihat. Jika berada di rumah mertua, Danis akan bersikap dengan begitu hati-hati. Bahkan secara tidak sadar, dia juga akan meminimalisir aura keberadaannya. Terlalu sering mendengarku dimarahi dan dibentak oleh mertua membuat Danis menjadi seperti pria dewasa kecil. Tidak seperti kanak-kanak pada umumnya. "Sayang, ibu mau bikin k

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 24

    "Ibu cepat! Cepat! Acara mau dimulai!"Aku yang sedang berdandan di dalam kamar dibuat tergesa oleh suara panggilan Danis. Dari balik pintu yang terbuka setengah, aku dapat melihat tubuh anak itu menggelinjang tidak sabar. "Iya, sayang. Ibu dandan dulu sebentar," ujarku sambil membubuhkan bedak pada wajahku yang mulus. "Teman-teman Danis sudah datang, Bu!" seru anak itu lagi kian tidak sabaran. Wajah kecilnya bahkan mengkerut tidak puas menatap ke arahku yang hanya meliriknya dari sudut mata. "Iya, sayang. Sebentar lagi," ujarku. Kali ini aku sambil menorehkan lipstik berwarna peach di bibirku sebagai sentuhan terakhir. "Ibu. Lama sih!" keluh Danis semakin menjadi-jadi. Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkahnya. "Iya. Ayo! Ayo!" ucapku setelah selesai berdandan.Sembari menggandeng tangan Danis, kami melangkah menuju ruang tamu yang sudah terdengar hiruk-pikuk oleh tamu yang datang. Melihat orang-orang baru

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 25

    Pagi ini aku dan Mas Ruslan terpaksa harus kembali ke rumah mertua. Terus menerus diwanti-wanti sejak semalam membuat kami tidak punya pilihan lain. Bahkan jika Danis menangis karena masih ingin terus tinggal di sini, tapi kami hanya bisa membujuknya. "Minggu depan kita ke sini lagi kok, sayang!" bujukku. "Danis tidak suka di rumah Nenek Ipah!" seru Danis dengan air mata berlinang. "Sayang, jangan ngomong begitu dong. Ibu jadi sedih dengarnya," ujarku. "Nenek Ipah, nggak sayang Danis. Nenek bisanya marah-marah sama Danis! Nenek cuma sayang sama Kak Aldi. Danis nggak suka Nenek Ipah!" teriak Danis dengan sedih. Wajahnya terlihat sangat muram. "Danis! Nggak boleh ngomong gitu, sayang!" ujarku menasehati dengan lembut. Bahkan meskipun aku juga memiliki rasa sensi pada ibu mertua, tapi aku tidak ingin Danis mengeluarkan kata benci semudah ini untuk kerabatnya. "Huhuhu!"Air mata semakin bergulir jatuh dari pe

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 26

    "Kenapa sih pagi-pagi sudah ribut?!" Bentak bapak mertua ke arah kami yang masih berada di garasi rumah. Wajah tuanya terlihat merah padam karena amarah. "Kamu juga, Astri. Kenapa kalau ada kamu di rumah ini, pasti tidak pernah ada kedamaian!" lanjutnya. Aku tidak lagi terkejut jika disalahkan seperti ini. Tapi tetap saja aku tidak terima. Rasa empati yang sempat aku miliki pada Mbak Dina hanyut sudah mendengar kata-kata ketus bapak mertua. "Yang marah-marah duluan itu Mbak Dina loh, Pak. Aku ini baru sampai rumah. Lepas helm aja belom!" timpalku sambil mengetuk helm yang masih bertengger di kepalaku. "Lalu apa lagi sekarang yang kalian ributkan?" tanya bapak mertua dari balik gigi yang terkatup repat. Terlihat jelas kalau beliau sedang berusaha menahan amarah yang lebih besar lagi. "Bagaimana, Mbak? Mbak pagi-pagi datang ke sini mau apa?" tanyaku dengan dagu terangkat tinggi sedikit menantang. Sepasang netra hitam Mbak Din

Bab terbaru

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 131

    Untuk yang kedua kali, aku dan keluarga mengunjungi Bali. Kali ini aku berhasil membujuk ayah dan ibu untuk ikut turut serta. Alasannya adalah biar ada yang menemani ibu mertuaku untuk hanya sekedar mengobrol dengan orang seusianya."Kamu yakin semuanya akan baik-baik saja?" tanya ibu ketika kami baru saja tiba di Bali."Kenapa harus nggak baik-baik aja?" tanyaku dengan santai."Ibu mertua kamu benar-benar setuju nggak kalau kami ikut?" tanya ibu masih tidak yakin."Setuju kok. Ibu tenang aja. Ibu mertuaku sekarang baik. Kalau ibu nggak percaya, nanti kita buktikan!" ujarku dengan percaya diri."Kamu yakin?" tanya ibu lagi."Halah ibu ini, kenapa malah jadi kamu yang paranoid?" sambar bapak.Beliau sepertinya risih dengan pertanyaan yang sudah berulang kali diajukan oleh ibu sejak kemarin."Ih, bapak. Ibu kan cuma nanya," protes ibu atas reaksi bapak."Ya habis ibu nanya itu terus. Telinga bapak panas d

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 130 | Dina POV

    Dina POV,Berbulan-bulan berlalu, wacanaku untuk menculik Aldi dari ayah kandungnya sendiri selama ini hanya berakhir sebagai wacana. Aku tidak bisa membawa Aldi pergi menjauh dari ayah kandungnya tanpa persetujuan dari anak itu sendiri. Walaupun menyakitkan, aku tetap berusaha untuk menghargai keinginan Aldi."Aku tidak mengharapkan Aldi akan diabaikan oleh ayahnya sih. Tapi aku pikir begitu anaknya si Astuti lahir, fokus si Arifin pasti akan lebih dominan pada istri dan anak barunya," tukas Sadewa yang masih setia tinggal di desa ini untuk menemaniku."So?""Mungkin saat itu kamu bisa kembali merayu Aldi untuk tinggal bersamamu," ujar Sadewa."Hm," gumamku sembari menganggukkan kepala pelan tanpa menoleh ke arah Sadewa yang sedang duduk di balik kemudi.Saat ini, aku dan dia sedang menunggu di depan sekolahnya Aldi. Aku sangat merindukan anak yang beberapa waktu ini menolak untuk menemuiku. Semua ini lantaran dia marah padaku k

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 129

    Aku memasak makan siang di bawah pengawasan ibu mertua. Awalnya terasa tidak nyaman, tetapi seiring dengan berjalannya waktu, aku mulai melupakan keberadaan beliau dan sepenuhnya fokus pada pekerjaan yang ada di tangan.Setelah sibuk berkutat di depan panci dan wajan, akhirnya masakan yang aku buat matang. Dengan telaten aku mulai menyendok nasi beserta lauk pauknya ke atas piring, lalu menyajikannya di depan ibu mertua."Coba aja kamu melakukan hal seperti ini dari dulu," celetuk ibu mertua.Aku spontan memutar mata. "Ini semua gara-gara ibu sih. Coba kalau ibu nggak keseringan sensi dan marah-marah," timpalku dengan santai."Cih," balas ibu mertua."Ayo makan siang. Setelah ini aku harus kembali kerja," ujarku seraya mengambil tempat duduk di kursi yang berada tepat di hadapan ibu mertua."Hubunganmu dengan Ruslan gimana?" tanya ibu mertua sembari mulai menyendok makanan ke dalam mulutnya."Sangat baik!" jawabku dengan

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 128

    Hari demi hari masih berlalu dengan monoton seperti biasanya. Kata-kata bapak masih menghantuiku hingga saat ini, tetapi aku belum memiliki keberanian untuk pergi ke rumah ibu mertua untuk merayunya atau apalah itu.Selentingan kabar mereka diam-diam aku cari tahu melalui akun sosial media yang ada. Dan dari sana aku mengetahui bahwa Arumi dan ibu Sarinah telah kembali ke ibu kota. Ada juga kabar perceraian Dimas dan Tiana, serata kabar perceraian Mbak Dina dan suaminya.Rentetan kabar buruk yang datang satu demi satu menyambangi keluarga Hadinata membuat grup whats*app kompleks diibaratkan layaknya air yang dituangkan ke dalam minyak panas. [Keluarga Hadinata lagi dikasih banyak banget cobaan belakangan ini,][Ho-oh. Aku tidak menyangka umur pernikahan si Dimas bakal singkat banget. Padahal dia kelihatan cinta banget sama istrinya,][Isi dapur orang nggak ada yang tahu,][Memang sih,][Belum lagi si Dina juga bercerai.

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 127 | DINA POV

    Dina POV,"Din, hubungan kamu dengan Arifin bagaimana sih sebenarnya?" tanya bapak ketika kami sedang menyantap makan malam." ... "Karena makanan yang masih ada di dalam mulutku, aku tidak langsung memberi jawaban."Kamu juga, Dim. Tiana kemana? Kok dia nggak pulang-pulang?" tukas bapak pada Dimas yang duduk di sampingku."Aku dan Tiana berencana untuk bercerai," jawab Dimas dengan santai."Bercerai? Kenapa?" tanya ibu terdengar cukup terkejut.Dimas mengangkat bahunya pelan seraya berkata. "Sudah tidak ada kecocokan. Kalian masih ingat mengenai dia yang meminjam uang 100 juta untuk menutupi hutang keluarganya?" "Iya, terus kenapa?" tanya ibu dengan sedikit nada mendesak dalam suaranya."Aku tidak bisa membantunya untuk mencari jalan keluar terkait hutang itu. Alhasil dia mendekati banyak pria yang bersedia memberikannya uang secara cuma-cuma," jawab Dimas dengan enteng."What?!" seruku tida

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 126

    "Kakek!""Nenek!"Danis berteriak dengan antusias tepat ketika kami baru tiba di rumah orang tuaku. Kebetulan saat ini kami bertemu dengan bapak dan ibu yang baru saja pulang dari sawah tepat di depan pintu gerbang rumah. "Danis, apa kabar? Nenek sama kakek udah lama nggak ketemu Danis," sambut ibuku dengan nada yang dibuat sedih ketika melihat cucunya.Memang beberapa minggu belakangan ini, kami terlalu sibuk mengurus toko yang baru dibuka, sehingga kami tidak bisa datang berkunjung ke rumah orang tuaku ini seperti biasanya."Iya nih. Bapak sama ibu sibuk-sibuk terus!" timpal Danis turut merajuk sambil bibirnya dimajukan beberapa sentimeter."Ayo, ngobrolnya di dalam aja," tukas bapak sembari membuka pintu gerbang untuk kami."Rumah kok sepi, Pak? Wisnu mana?" tanyaku."Di kosnya. Kamu lupa kalau adik kamu itu sudah masuk kuliah?" tukas bapak."Oh, aku lupa," timpalku seraya menepuk kepalaku pelan.

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 125 | Dina POV

    Dina POV,"Bu, apa rencana ibu selanjutnya?" tanyaku pada ibu setelah kami kembali ke rumah. Saat ini hanya ada aku, dan ibu saja yang ada di rumah. Bapak memilih untuk pergi ke peternakan dan menghabiskan waktu di sana. Sementara itu, Dimas sudah berangkat ke kantor."Entahlah. Ibu juga tidak tahu," jawab ibu dengan nada gamang. Aku pun menghela nafas lelah."Ibu tidak mau bercerai saja dengan bapak. Lalu memulai kehidupan baru?" tanyaku dengan hati-hati. Aku takut membuat ibu terlalu emosional." ... "Hening,Ibu tidak langsung menimpali ucapanku. Mata beliau terlihat menerawang jauh. Dan aku pun tidak mendesak ibu untuk segera menjawab. Hal-hal terkait hati memang tidak bisa diputuskan dengan mudah."Baik bibi Sarinah dan juga Ruslan telah memutuskan jalan hidup mereka sendiri. Dan tampaknya mereka juga bahagia-bahagia saja dengan pilihan hidup mereka saat ini. Hanya tinggal ibu saja yang masih terjerat dal

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 124 | Dimas POV

    Dimas POV,Jarum jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi ketika semua drama mengenai orang tua kandung itu selesai. Setidaknya itu yang mereka katakan. Sementara menurutku, penyelesaian seperti ini agak terdengar tidak benar. Akan tetapi, jika ditanya hasil seperti apa yang aku inginkan atas masalah ini, tentu saja aku tidak bisa menjawabnya dengan pasti. Karena orang-orang yang terlibat dalam masalah ini telah memutuskan untuk terus melangkah. Hanya ibu yang tampaknya masih terus terjerat dalam masa lalu. Namun, bahkan jika aku mengatakan apapun hingga berbusa, kalau ibu telah membuat keputusan keras kepala sendiri, lantas apa yang bisa aku lakukan?Rambutku yang sudah disisir dengan rapi, aku acak hingga berantakan. Masalah keluarga ini sungguh tidak ada habisnya!"Tau ah. Terserah mereka!" dumelku seraya mulai menyibukkan diri dengan pekerjaan yang ada di hadapanku kini.Dikarenakan masalah keluarga tadi, aku sampai harus minta i

  • Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang   BAB 123

    "Jadi, masalah ini sudah selesai sampai di sini 'kan?" tanya Mas Ruslan dengan intonasi datarnya yang seperti biasa."Iya!" timpal ibu Sarinah."Kalau begitu, kami bisa pulang duluan 'kan? Aku masih punya banyak pekerjaan," tukas Mas Ruslan."Baiklah, ayo bubar!" pungkas Mbak Dina mengikuti.Karena posisi berdiri kami yang sudah ada di ambang pintu rumah kontrakan ini, Mas Ruslan dapat langsung membuka pintu, dan mengambil langkah keluar."Kamu pamit. Assalamualaikum, semuanya!" ujar Mas Ruslan yang segera aku ikuti dari belakang."Waalaikumsalam!" jawab Mbak Dina seorang.Tanpa menoleh ke arah belakang. Kami terus berjalan menuju sepeda motor yang diparkir Mas Ruslan tidak jauh."Ruslan, ada apa? Kok keluarga kamu rame-rame berkumpul di kontrakan Arumi?""Iya nih, Lan. Tadi kita semua lihat ibu kamu menjambak ibunya si Arumi itu. Mereka ada masalah apa sih sebenarnya?"Warga kampung yang meman

DMCA.com Protection Status