"Maksud kamu apa, Yu? Jangan ikut campur dulu karena ini urusan keluarga," sergah Mbak Yuni sembari menghampiri Ayu lalu merengkuh bahu gadis itu, bermaksud mengajak gadis itu untuk duduk dan menenangkan diri, tetapi Ayu menolak."Lepaskan, Mbak! Aku cuma ingin kalian ingat kalau kalian pernah janji akan membuat Mas Alvin secepatnya bercerai dari isterinya dan menikah denganku, tapi kenapa sekarang kalian seolah hendak membuat prosesnya jadi lama lagi? Apa maksudnya?" tanya Ayu dengan ekspresi kesal yang tidak bisa disembunyikan."Ayu, ini bukan waktu yang tepat buat kamu komplain dan nyari masalah seperti ini. Sabarlah dulu, nanti kalau urusan dengan Vira sudah selesai, kita akan bicarakan soal hubungan kamu sama Alvin lagi," kali ini ibu yang bicara berusaha membujuk gadis itu supaya mundur, tetapi lagi-lagi Ayu menolak."Bu, sekali Mas Alvin masuk ruangan sidang di sana, maka proses cerainya akan memakan waktu lebih lama lagi, makanya aku minta supaya kalian tidak usah ganggu Vira
Empat belas hari kemudian.Aku melangkahkan kaki dengan lega keluar dari ruangan sidang pengadilan agama. Alhamdulillah setelah tiga kali sidang tanpa dihadiri oleh Mas Alvin selaku tergugat, hakim pun menjatuhkan putusan verstek yang menyatakan bahwa pada akhirnya gugatanku dapat dikabulkan oleh pengadilan.Aku pun bernafas lega. Keluar dari gedung pengadilan disambut oleh Dina yang pada sidang kali ini baru punya kesempatan lagi untuk menemaniku.Rencananya setelah ini kami akan menuju dealer mobil tempat di mana aku memesan mobil dulu dan akan melakukan pembayaran. "Din, ingat ya. Siapa yang punya mobil ini jangan sampai bocor dulu ke telinga ibu, Mbak Yuni dan Mas Alvin ya. Aku mau mempersiapkan kejutan buat mereka soalnya." ucapku kembali mengingatkan Dina sebelum masuk ke showroom."Ah siap. Insyaallah rahasia sama aku pasti terjamin kok, Say. Yuk, ah aku udah nggak sabar pengen naik mobil baru. Habis mobil Mas Ferdy dibawa dia terus jadi jarang bisa pinjam," sahut Dina sembari
"Vira, gimana surat cerai kamu, sudah keluar?" tanya Bu Sumi saat kami sedang makan malam bersama.Mendengar pertanyaan ibu, sesaat aku terdiam. Merasa jengah karena di hadapanku duduk pula Mas Ferdy yang kebetulan hari ini sedang mengunjungi ibu dan Dina sejenak, sebelum besok pagi harus kembali lagi ke tempat tugas seperti biasanya.Ya. Setiap kali ingat perjodohan yang dilakukan ibu pada kami berdua, setiap kali itu pula hatiku didera rasa jengah tapi sekaligus juga berbunga-bunga. Itu sebabnya, sedari tadi terus kutundukkan wajah guna menyembunyikan debaran dan rasa malu yang tak berhenti-berhenti melanda hati ini setiap kali bertemu lelaki berpembawaan diri tenang dan menghanyutkan itu."Sudah, Bu. Tadi siang sudah aku ambil di pengadilan," ucapku dengan suara lirih dan serak akibat rasa malu dan jantung yang tak berhenti bergetar sedari tadi. Aku pun buru-buru menyeruput gelas minuman untuk membasahi kerongkonganku yang terasa tercekat agar lebih plong."Alhamdulillah, kalau beg
"Heh, ngapain kalian ngintipin Alvin? Penasaran seperti apa hidupnya sekarang?" Bu Surti melipat tangan di dadanya, menatapku dengan tatapan sinis dan berbisa. "Yang pasti nggak kayak kamu dong, Vir! Kamu cuma punya toko kecil sedangkan adikku lihat ... dia udah punya toko sebesar itu!" Mbak Yuni memberi isyarat dengan menggerakkan dagunya dengan jumawa ke arah bangunan besar di depan kami itu.Apa? Mas Alvin pemilik toko besar itu? Duit dari mana bisa bangun toko sebesar itu? "Kenapa? Heran? Nggak usah heran! Anakku yang cakep itu memang cocoknya punya istri pengusaha kaya, nggak kayak kamu yang cuma perempuan kampung, Vira! Syukurlah kamu dan Alvin akhirnya bercerai, jadi Alvin bisa segera menikah dengan Meisya!" seru ibu lagi dengan sinis."Ya, ini undangan buat kamu hadir di pernikahan Alvin hari minggu nanti ya? Nggak usah nyumbang kalau nggak punya duit, kita juga nggak butuh sumbangan dari orang miskin kayak kalian. Datang aja kalau penasaran, tapi ingat, jangan bikin rusuh d
Satu tahun berlalu....Aku sedang sibuk membaca berkas-berkas di tanganku saat Dina masuk ke ruangan diikuti Lina yang membuntuti di belakangnya. Sahabatku itu tersenyum lalu menyodorkan map di tangannya ke hadapanku."Vir, ayo masuk ruangan meeting sekarang yuk, semua kepala divisi sudah berkumpul. Mereka semua sudah nggak sabar lagi menunggu kedatangan owner perusahaan yang selama ini tidak ketahuan batang hidungnya nih," ucap Dina sembari tertawa lalu berdua Lina membantuku membawa laporan yang akan kujadikan referensi saat memimpin pertemuan nanti.Ya, ini adalah kali pertama aku akan memimpin rapat sekaligus memperkenalkan diri sebagai pemilik perusahaan ini. Sebelumnya aku mempercayakannya pada Dina dan Lina untuk bersinergi tampil di depan mengurus perusahaan, sementara aku berada di belakang layar, memantau segala sesuatunya dari belakang.Sebelum perusahaan ini didirikan aku sudah meminta Dina untuk resign dari pekerjaannya di perusahaan perkebunan tempat ia bekerja dulu agar
Mas Ferdy yang digoda, hanya tersenyum kemudian membuka mulutnya. "Vira, gimana kabarnya? Dengar-dengar sekarang sudah punya perusahaan baru ya? Selamat ya, akhirnya cita-cita kamu untuk sukses terkabul juga," ucap lelaki itu dengan lembut dan wajah berbinar penuh kerinduan."Iya, Mas. Makasih." Aku menunduk, menyembunyikan wajah dan debaran hati yang tak kunjung berhenti."Ya, udah. Habis ini kalian cepat urus pernikahan aja ya. Ibu nggak mau kayak kemarin lagi, kamu tiba-tiba dapat tugas, sehingga batal menikah," ucap Bu Sumi memotong."Baiklah, Bu." Mas Ferdy mengangguk lalu beralih menatapku. "Vira, kamu setuju kalau kita menikah dalam waktu dekat ini? Kalau kamu setuju, sama-sama kita minta restu orang tua kamu di kampung. Gimana?""Baik, Mas. Aku setuju, tapi izinkan aku minta waktu beberapa hari lagi sebab aku sekarang sedang mengurus surat-surat pembelian rumah di komplek Martapura, aku ingin setelah menikah besok, kita semua bisa tinggal di sana. Insyaallah rumahnya lebih be
Pagi ini kami berempat; aku, Bu Sumi, Mas Ferdy dan Dina berangkat menuju kampung halamanku di kota Lampung menggunakan kendaraan roda empat milik Mas Ferdy. Dibanding mobilku yang jenis city car, mobil Mas Ferdy memang jauh lebih besar dan cocok digunakan untuk perjalanan jarak jauh.Hari ini, Mas Ferdy didampingi Bu Sumi dan adiknya bermaksud ingin melamarku pada bapak dan ibu. Sebelumnya aku telah menyampaikan kabar mengenai hal ini pada beliau berdua yang sontak merasa gembira karena pada akhirnya anak tertuanya ini memutuskan untuk menikah lagi.Pada prinsipnya kedua orang tuaku setuju dan merasa senang pada akhirnya aku mendapatkan jodoh lagi. Selain beliau juga ingin segera beroleh cucu, ibu dan bapak juga khawatir jika lama-lama menjanda, tak baik bagiku yang selama ini tinggal jauh dari orang tua, meskipun selama ini aku tinggal di kediaman Bu Sumi yang notabene terjaga dari pergaulan bebas. Pun, Mas Ferdy yang bukan mahram bagiku, tidak tinggal satu rumah di rumah Bu Sumi,
Setelah perjalanan hampir dua hari, akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan. Ibu dan bapak menyambut kedatangan kami dengan penuh haru. Apalagi saat bertemu Mas Ferdy, bapak dan ibu langsung jatuh cinta dan tak sabar ingin cepat-cepat kembali ngunduh mantu."Ya, sudah. Ndak usah lama-lama lagi, Vir. Secepatnya saja menikah. Ndak baik lho ditunda-tunda, menikah itu kan ibadah. Harus dilakukan secepatnya asalkan sudah siap lahir dan batin," seru bapak antusias saat Mas Ferdy dan Bu Sumi mengutarakan niatnya untuk melamarku menjadi istri dan menantunya.Mendengar ucapan bapak, aku hanya tersipu malu. Sementara Bu Sumi semakin bersemangat untuk cepat-cepat menikahkan kami."Baik, Pak, Bu. Insyaallah selepas dari sini, anak saya akan segera mengurus izin menikah dan surat menyuratnya. Betul kata njenengan berdua, nikah itu memang nggak boleh ditunda-tunda terus, makanya Ferdy, Vira, habis ini kalian cepat urus surat menyurat dan segala sesuatunya ya," ucap Bu Sumi pada kami berdua."Ba
Dina mendelik kaku dan membulatkan bola matanya saat melihat kertas undangan berwarna krem yang barusan diberikan oleh Bu Hadi ke padanya.Perempuan itu seolah tak percaya hingga memandang Bu Hadi dengan tatapan tak mengerti dan sebentar sebentar berubah ubah ekspresi wajahnya."Tante nggak bohong ini? Akhirnya Tante setuju juga Anita menikah dengan Alvin? Apa Tante nggak salah? Tante sudah pikirkan masak masak semua ini, Tan?" tanya Dina pada Bu Hadi dengan nada sangsi yang datang mengunjunginya siang itu demi mengabarkan berita bahagia Anita dan Alvin pada gadis itu.Bu Hadi mengulum senyum lalu menganggukkan kepalanya."Ya, Tante berusaha untuk percaya aja, Din. Anita bilang masa lalu seseorang itu tidak akan bisa dirubah, tapi masa depan semua orang berhak merubahnya. Jadi Tante merasa Tante harus memberikan kesempatan pada Alvin untuk berubah dan membuktikan semuanya itu, Din.""Bukan Tante tidak berpikir panjang lagi, tapi justru karena Tante berpikir panjang lah makanya Tante d
[Sudah ada pengganti Mas? Maksudnya?] tanya Anita dari seberang lagi.[Hmm ... iya. Mas dengar begitu. Tapi kamu yang paling tahu bukan? Kalau memang iya, ya nggak apa apa juga, Nit. Mas ikhlas kok. Mungkin kita nggak jodoh. Mas sadar Mas ini siapa, kamu siapa. Kita beda jauh, Nit. Nggak mungkin bisa bersatu ... .] tulis Alvin merendah.Di seberang sana terlihat Anita dengan cepat mengetik balasan.[Kok Mas ngomongnya gitu? Apa Mas juga sudah ada yang lain? Dengar Mas ... aku juga bukan siapa siapa lagi sekarang ini. Mama dan Papa sudah jatuh. Sementara karir kamu di dunia maya sekarang justru sedang bersinar terang. Jadi mungkin sebaliknya. Aku yang nggak pantas mungkin bersanding sama kamu, Mas.] balas Anita lagi.[Nggak pantas bersanding sama Mas gimana? Siapa bilang? Bukan kamu yang nggak pantas buat Mas, tapi Mas yang nggak pantas buat kamu, Nit. Dan Mas harus tahu itu. Jujur saja andai Mas diberi kesempatan, ingin sekali Mas melamar kamu. Tapi Mama dan Papa kamu juga kakak kamu
[Halo? Hadi?] sapa Wibisana tanpa embel embel Pak atau Mas lagi seperti yang selama ini tak pernah lupa lelaki itu sematkan sebagai panggilan pada rekan bisnisnya itu.Meski tak enak mendengar panggilan itu, tapi Pak Hadi menjawab juga salam dari rekannya tersebut dengan nada biasa. Rekan yang seharian ini sudah coba di hubungi tapi tak bisa sebab tiba tiba semua panggilan dan pesan WhatsApp yang dia kirimkan tak dibalas oleh laki laki itu.[Ya, Bi. Ada apa?] tanya Pak Hadi dengan menekan perasaan tak enak sekuat mungkin saat Wibisana memanggilnya seperti itu.[Gini, Hadi ... masalah perjodohan anak anak kita dan lamaran Rio kemarin itu, kami sekeluarga mohon maaf ya. Kami berniat membatalkannya, karena barusan Rio bilang dia tak jadi melamar Anita sebab dia sudah ada calon yang baru yang suka sama suka dengan dia. Tidak seperti Anita yang kemarin sempat menolak tegas bukan? Jadi fix ya, Di. Lamaran keluarga kami ke putri kamu, kami batalkan sekarang juga.] Ucap Wibisana tanpa ingin m
"Gimana, Pa? Bisa dihubungi Wibi sama Henti?" tanya Bu Hadi pada suaminya. Pak Hadi Widjaya menggelengkan kepalanya lalu mendesah lirih."Nggak bisa, Ma. Padahal wa-nya aktif dari tadi tapi telepon Papa kok nggak diangkat ya? Pesan Papa juga nggak dibalas. Kenapa ya?" sahut Pak Hadi dengan wajah ditekuk gundah."Nggak tahu, Pa. Jadi gimana lagi ini, Pa? Apa kita minta bantuan Vira dan Dina aja? Nggak mungkin mereka nggak bantu kan di saat kita sedang kemalangan begini?" jawab Bu Hadi.Pak Hadi menghembuskan nafasnya."Mereka kan sudah dua kali bantu keuangan kita, Ma. Masak sih kita mau minta bantuan lagi? Pinjaman kita yang kemarin saja belum bisa kita bayar. Masa sudah mau pinjam lagi. Walau pun pasti diberi, tapi Papa rasanya kok nggak enak dan nggak tega ya, Ma, memberatkan kolega bisnis kita terus.""Ini juga Papa berani minjam ke Wibi karena dia kan calon besan kita. Tapi sejak tahu pabrik kita terbakar, Wibi seperti menghindar. Kenapa ya? Apa ... Wibi sudah nggak mau lagi besa
Malam itu di kediaman pak Hadi Widjaya, tampak Rudy, dan kedua orang tuanya tengah makan bersama di meja makan. Sementara Anita tak ikut bergabung sebab masih harus menjalani shif malam sebagai seorang dokter jaga.Di sela sela makan malam, Pak Hadi membuka suaranya."Dy, gimana? Kemarin jadi kamu menemui Alvin dan menyampaikan amanat papa dan mama sama dia?" tanya Pak Hadi pada putranya.Rudy menganggukkan kepalanya lalu menjawab."Jadi dong, Pa. Rudy ancam kalau dia berani dekati Anita lagi, Rudy mau bikin perhitungan sama dia. Kayaknya Alvin ketakutan dan sepertinya nggak berani lagi dekatin Anita 'kan, Pa? Ma? Nggak ada lagi kan laki laki itu dekat dekat Nita lagi?" tanya Rudy balik.Pak Hadi mengedikkan bahunya."Nggak tahu juga, Dy. Tapi semoga ajalah laki laki itu sadar kalau dia nggak pantas buat adik kamu," jawab Pak Hadi singkat."Iya! Apa kata orang orang nanti kalau kita punya besan keluarga aneh seperti mereka? Mau ditaruh di mana muka kita besanan dengan keluarga nggak j
"Nita, kenapa kamu ninggalin Om Wibi, Tante Henti dan Rio tadi? Apa kamu nggak suka mereka datang melamar kamu, Sayang?""Nit, Rio itu lelaki yang baik. Di usia muda dia sudah sukses menjalankan perusahaan orang tuanya. Dia lulusan universitas ternama di luar negeri. Tampan, cerdas, kaya. Apalagi yang kamu cari, Nit? Rio itu sudah paket lengkap. Nggak ada lagi tandingannya. Nyesel kamu nanti kalau nolak cowok sesempurna dia, Nit," ucap Bu Hadi pada putrinya saat tamu mereka sudah pulang.Anita yang tengah duduk di pinggiran tempat tidur tak bersuara. Hanya menundukkan wajahnya tanpa ingin menatap wajah sang mama."Pokoknya kali ini kamu harus dengar omongan mama ya, Nit, kamu harus mau menerima kehadiran Rio menjadi suami kamu ya. Kalau enggak ... mama akan sangat kecewa sama kamu, Nit. Mama nggak tahu lagi gimana caranya membuat kamu mau menikah karena semua pilihan mama dan papa sudah kamu tolak semuanya. Mama nggak ngerti lagi kriteria seperti apa yang kamu inginkan untuk menjadi s
Pria itu seolah hendak menelanjanginya tanpa ampun. Tatapan yang membuat dia dari dulu merasa ilfil dan tak suka pada pria itu.Selama ini beberapa kali dia telah bertemu Rio. Tapi dia tak cukup menyukai pria itu sebab menurut nya pria itu bukanlah pria yang baik. Dia terlihat begitu liar saat melihat seorang perempuan. Dan itu membuat Anita merasa tak menyukai Rio."Ma ... maksud Om?" Anita membuka tanya dengan nada terkejut yang sangat. Seolah tak percaya kalau kedatangan Om Wibi dan Tante Henti serta putranya ke rumahnya ini adalah demi untuk melamar dirinya menjadi istri Rio.Melihat itu, Bu Hadi pun buru buru membuka suaranya."Begini, Nita. Om Wibi dan Tante Henti ini datang ke sini hendak melamar kamu untuk menjadi istrinya Rio, menjadi menantu di keluarga mereka. Kamu bersedia kan, Sayang? Rio ini sekarang sudah jadi pengusaha besar lho. Cocok dong sama kamu yang seorang dokter terkenal.""Jadi kamu jangan menolak ya, Sayang. Percayalah, Rio ini pasti bisa jadi suami yang baik
"Vin, kamu kenapa? Kok wajah kamu murung gitu?" tanya Yuni saat Alvin baru saja pulang.Dilihatnya adiknya itu berjalan gontai menuju sofa hingga membuat keningnya berkerut."Ada apa, Vin? Ada masalah ya?" tanya perempuan itu dengan nada penasaran pada adiknya itu.Alvin menghembuskan nafasnya dengan gundah."Iya, Mbak ... tapi sudahlah. Mungkin sudah nasib Alvin begini. Tadi kakaknya Anita datang menemui Alvin dan minta supaya hubungan kami nggak usah dilanjutkan dan diputuskan saja karena mereka nggak mau Alvin menikah sama Anita. Katanya kita nggak sepadan. Alvin laki laki nggak jelas. Datang dari keluarga nggak jelas juga. Nggak sepadan dengan keluarga mereka yang terhormat.""Hmm ... ya sudahlah. Alvin sudah berusaha selama ini supaya bisa mensejajarkan diri dengan dia, tapi ternyata semua itu nggak cukup juga Mbak, jadi ... mungkin Alvin harus mengubur semua ini rapat rapat. Alvin harus bisa segera melupakan Anita dan mimpi mimpi kami," tutur laki laki itu dengan nada sendu.Men
"Maksud Mas Rudy?" Alvin tergagap.Mendengar Alvin menyebut namanya, Rudy tersenyum lebar.Hmm ... jadi rupanya Alvin masih ingat kalau dia adalah kakak kandung Anita? Syukurlah kalau begitu! Batinnya."Gini ya, Vin. To the point aja kita ... Nggak usah kamu dekati Anita lagi! Karena saya sebagai kakak kandungnya, nggak sudi punya calon adik ipar seperti kamu!" Hardik Rudy untuk kedua kalinya dengan suara keras dan nada tak bersahabat. "Tapi Mas ... Saya dan Anita saling mencintai, Mas. Kenapa kami tak boleh bersama? Kalau masalah materi, mungkin saya belum bisa memberikan yang cukup buat dia, seperti yang Om dan Tante inginkan. Tapi saya akan berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakan Anita, Mas. Saya janji akan kerja lebih keras lagi supaya bisa lebih sukses dari sekarang, Mas. Tolong ... beri saya kesempatan sekali lagi, Mas. Please .....!" Alvin memohon dengan sungguh sungguh.Namun, Rudy menggelengkan kepalanya."Tidak! Sebagai kakak kandung Anita, saya nggak bisa memberi kamu