Home / Romansa / Mertua, Awal Pembawa Petaka / Perselingkuhan Yang Terbongkar

Share

Mertua, Awal Pembawa Petaka
Mertua, Awal Pembawa Petaka
Author: Andrianisilvia

Perselingkuhan Yang Terbongkar

Author: Andrianisilvia
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Mertua, Awal Pembawa Petaka

Perselingkuhan yang terbongkar

Bab 1

Dahiku mengernyit saat melihat pesan masuk dari Risma–teman kuliahku–soalnya tidak biasanya ia mengirimkan pesan, Risma selalu menelpon atau langsung video call jika ada sesuatu.

[Selamat, ya, atas kehamilan lo. Nanti lah, balik dari Malaysia gue baru ke rumah lo.]

Tidak mengerti dengan maksud perkataan Risma, atau mungkin ia salah mengirimkan pesan? Aku masih menunggu unduhan foto yang dikirim oleh Risma. Mata ini seketika membelalak melihat tangkapan layar dari status W******p ibu mertua yang dikirimkan Risma. Di foto itu terlihat jelas wajah Mas Lukman–suamiku–yang menempelkan telinganya di perut buncit seorang wanita. Wajah lelaki yang sudah empat tahun menjadi suamiku itu terlihat bahagia dengan senyum yang merekah.

[Alhamdulillah acara tujuh bulanan lancar. Minta doanya dari semua agar persalinan menantuku di lancarkan.]

Mata ini langsung memanas setelah membaca bubuhan caption di bawah foto. Ibu mertua hanya memiliki dua anak, Mas Lukman dan adik perempuannya yang masih kuliah. Tidak ingin menduga-duga aku langsung mengirimkan pesan balasan pada Risma, menanyakan perihal ini padanya.

[Lo, dapet dari mana foto ini, Ris?] Terkirim.

[Ibu Mertua lo ‘kan temen arisannya Nyokap gue. Masa lo lupa!] Pesan balasan dari Risma.

Saat mencari di pembaruan status, tidak ada kutemukan status ibu mertua. Bahkan tidak pernah sekalipun aku melihat status W******p ibu mertua. Apa ibu mertua sengaja menyembunyikan statusnya dari kontak milikku? Mencoba langsung menghubungi Mas Lukman tapi tidak diangkat, menghubungi ibu mertua juga tidak bisa. Tidak habis akal, aku mencari kontak satpam komplek yang kukenal. Telepon itu langsung tersambung.

“Pak, ini saya Kanaya. Apa benar di rumah Ibu mertua saya ada acara?” tanyaku to the point.

“Loh … bukannya itu acaranya Ibu Kanaya, ya? acara tujuh bulanan,” jawabnya dari seberang telepon.

Rasanya dunia ini runtuh seketika, lututku lemas tidak bisa menopang bobot tubuhku sendiri.

'Apa benar suamiku telah menikah lagi dengan wanita lain? Apa Mas Lukman melakukan ini karena aku tidak kunjung hamil? Sedangkal itukah rasa cinta dan sayangmu padaku, Mas?'

Jika saja jarak dari Kalimantan ke Surabaya bisa kutempuh beberapa menit, sudah pasti aku langsung mendatangi rumah ibu mertua untuk memastikannya sendiri. Sayang, pekerjaan menahanku di tempat ini. Hampir satu bulan aku jauh dari suami dan keluargaku.

'Ya Allah … cobaan apalagi ini? Tidak cukupkah Engkau mengambil kedua orangtuaku?'

***

Menarik nafas dalam dan mengeluarkannya perlahan, mencoba untuk tenang meskipun sebenarnya hati ini luluh lantak. Menenangkan diri sendiri, hanya itu yang bisa dilakukan saat ini. Menyeret langkah untuk masuk ke dalam ruangan, tempat dimana atasanku berada. Memberikan semua berkas yang harus ditandatangani, bekerja sebagai seorang asisten pribadi tidaklah mudah, apalagi asisten seorang CEO. Harus mengikuti kemanapun beliau pergi.

"Kalau kamu masih pasang wajah asem itu, jangan salahkan saya kalau gaji kamu bulan ini dipotong!" ujarnya dengan tegas.

"Jangan dong, Bu Margaretha yang baik hati. Cicilan mobil saya gimana nanti." Aku memelas di hadapan wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda di usianya yang menginjak kepala lima.

Saat diluar kantor mungkin orang tidak akan mengira jika aku dan Bu Margaretha adalah bawahan dan atasan. Kami sangat dekat, Bu Margaretha sebenarnya tidak seperti yang orang bilang. Mereka mengatakan jika Bu Margaretha sangat tegas dan kejam. Tapi nyatanya tidak seperti itu, mungkin iya kalau dilihat sekilas dari wajah. Sepuluh tahun aku mengabdi menjadi asisten pribadinya, mengikuti kemanapun beliau pergi. Bahkan ke luar negeri sekalipun. Itu kenapa aku jarang berada di rumah.

"Apa jadwal saya selanjutnya?" Bu Margaretha bertanya kembali, jemarinya dengan lincah menandatangani satu per satu berkas di atas meja.

"Tidak ada, Bu. Besok jam 9 pagi baru ada meeting dengan investor," jawabku.

Mencoba menetralkan perasaan dan bekerja secara profesional. Tidak ingin membuat beliau kecewa karena aku melibatkan personal di waktu kerja. Jam 8 malam aku kembali ke hotel tempatku menginap. Menahan diri untuk tidak menghubungi Mas Lukman, biarkan saja mereka menghabiskan sisa waktu mereka sebelum kepulanganku. Raca cinta, tulus dan kasih sayang yang kuberikan. Apa pantas aku mendapatkan pengkhianatan sebagai balasannya? Aku menertawakan diri sendiri atas apa yang terjadi.

Pepatah memang benar, lelaki diuji saat ia memiliki segalanya. Baru saja Mas Lukman berada di puncak kesuksesannya. Ia tidak tahu jika apa yang ia perbuat padaku akan berdampak pada karirnya. Lusa baru aku bisa pulang, itupun kalau Bu Margaretha tidak memintaku untuk menemaninya berlibur ke kampung halamannya di Sumatera. Tidak terasa cairan bening itu mengalir membasahi pipi, hati ini seperti diremas kuat saat kilasan itu melintas di benak.

***

Menatap nanar rumah gaya Eropa yang terlihat sepi, dalam rumah besar ini hanya dihuni aku dan Mas Lukman. Bukan hanya Mas Lukman, aku saja sangat menginginkan kehadiran buah hati. Tapi apa daya, aku hanya manusia. Tidak semua yang kuinginkan bisa kudapatkan. Menyeret koper yang baru saja diturunkan oleh supir dari dalam bagasi. Melangkah dengan berat ke arah pintu. Merogoh kunci yang tersimpan di dalam tas, baru saja tanganku memegang kunci. Pintu sudah terbuka menampakkan Mas Lukman. Wajahnya terlihat kaget.

"Loh … Sayang, kok pulang gak bilang-bilang sih? Mas 'kan bisa jemput di bandara," serunya.

"Aku mau kasih kejutan buat kamu, Mas," jawabku semanis mungkin.

Mencium tangannya dengan takzim lalu masuk ke dalam rumah. Netra ini menyapu seluruh sudut, tapi tidak melihat kejanggalan. Apa Mas Lukman hanya sendiri di rumah? Kemana istrinya yang sedang hamil itu?

"Mas, Ibu gak kesini? Biasanya kalau hari libur Ibu suka main kesini." Aku menatap Mas Lukman yang menyimpan koper di dekat lemari.

"Mungkin lagi jalan-jalan sama Lana."

Dahiku langsung mengernyit. "Lana udah libur kuliah 'kah? Minggu kemarin dia telpon aku, bilang katanya libur kuliah gak bisa pulang."

Mas Lukman menjadi salah tingkah mendengar penuturanku. Lana–adik iparku, kuliah di Jakarta. Pulang ke Surabaya saat ada libur panjang saja. Kemarin ia memang sempat menghubungiku, mengatakan tidak bisa pulang. Tidak ingin mendengar dusta dari mulutnya, aku memilih untuk ke kamar mandi. Membersihkan diri sembari menunggu makanan yang tadi kupesan datang.

***

Menjatuhkan bobot tubuh di sebelah Mas Lukman yang terlihat fokus dengan laptop di depannya.

"Mas, coba lihat ini deh!" seruku membuat lelaki berlesung pipi itu langsung menoleh.

"Lihat apa?" tanyanya. 

Ia mengubah posisi duduknya menghadap ke arahku. Netra sendunya menatap pas ke dalam netraku. Senyum tipis tercetak di wajah manisnya, yang biasa sukses membuatku terpana. Tapi sekarang tidak! Aku malah merasa jijik melihatnya.

"Apa ini?!" tanyaku. Memperlihatkan layar ponsel dengan foto tangkapan layar yang dikirimkan Risma waktu itu.

Matanya terbelalak, ia kembali menatap ke arahku. "Sayang … i–ini …."

Aku masih terdiam, menunggu ia menyelesaikan perkataannya yang kini terhenti. Aku ingin tahu, apakah ia akan mengakuinya atau tidak.

"Maafkan aku … aku melakukan itu karena ingin punya anak. Aku akan berpisah dengannya setelah melahirkan anakku, kita akan merawatnya sama-sama nanti."

Aku tersenyum sinis mendengar semua pengakuannya, gampang sekali ia bicara seperti itu. Aku tidak percaya dengan apa yang keluar dari mulutnya.

"Kamu pikir aku tidak ingin punya anak, Mas?! Aku juga ingin! Wanita mana yang tidak ingin punya anak?! Kamu menjadi saksi, bagaimana aku menjalankan semua prosedur dari dokter untuk program hamil. Bahkan … sampai rela meminum ramuan yang sangat pahit itu setiap hari. Rutin olahraga di sela kesibukanku. Semua cara sudah dilakukan, medis maupun non medis. Kamu anggap apa perjuanganku itu?Jika memang kamu mau punya anak, kita bisa bicara baik-baik, Mas. Kita bisa melakukan program bayi tabung, itu pilihan terakhir. Kenapa kamu malah mencari wanita lain untuk mengandung darah dagingmu?!" balasku dengan sengit, menatap tajam ke arahnya.

Dada ini naik turun setelah mengeluarkan semua amarah yang sempat terpendam. Mas Lukman menunduk, tidak berani menatap ke arahku.

"Mas akui, Mas memang salah. Maafkan Mas, Sayang! Lagi pula, kalau program bayi tabung. Mas gak punya biaya un–" Tangan itu langsung kutepis sebelum menyentuh pundakku.

"Biaya? Mas, uang tabungan kita kalau disatukan itu cukup untuk program bayi tabung. Ah … sudahlah! Percuma ngomong sama kamu, selalu merasa benar, gak ada gunanya!" ujarku memotong perkataannya.

"Bawa wanita itu ke hadapanku, besok!" Aku melirik Mas Lukman yang masih bungkam. Melangkah menuju kamar meninggalkannya.

Bersambung ….

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Buang kelaut aja, percuma bertahan akan lebih sakit
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Pelakor Licik tapi Istri Sah Lebih Cerdik

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPelakor licik Istri sah lebih cerdikBab 2Aku menatap bergantian dua sejoli di hadapanku. Dari awal masuk wanita itu menunduk, tidak berani menatapku."Kau tahu siapa aku?" tanyaku pada wanita yang tidak kutahu namanya itu.Ia hanya mengangguk kecil. Aku memperhatikannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ku akui wanita ini memang memiliki paras untuk memikat seorang lelaki. Bahkan lelaki lajang sekalipun, tapi kenapa ia memilih lelaki beristri?"Apa alasanmu bersedia dipinang oleh lelaki beristri?" Aku kembali bertanya dan menatapnya dengan lekat. Sedangkan Mas Lukman hanya diam tidak berani buka suara."Aku … aku, mencintai Mas Lukman," jawabnya.Aku langsung tertawa seketika, membuat mereka sontak melihat ke arahku. "Apa kau tidak memikirkan perasaanku sebelum menerima pinangan Mas Lukman?""Aku tahu perasaan Mbak seperti apa, Mbak pasti sakit hati menerima semua ini. Tapi, kami saling mencintai, Mbak. Tolong jangan pisahkan kami." Ia mengiba.Aku men

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Akal Bulus Mertua dan Pelakor

    Mertua, Awal Pembawa PetakaAkal bulus Mertua dan PelakorBab 3Suara pintu kamar terbuka, derap langkah kaki Mas Lukman semakin mendekat. Bisa kurasakan kecupan hangat mendarat di kening.“Maafkan Mas yang sudah menyakiti kamu, Sayang,” bisiknya.Apa Mas Lukman tahu jika aku pura-pura tidur, makanya ia berkata seperti itu untuk meluluhkan hatiku? Ah … entahlah! Aku benar-benar ingin istirahat sekarang, tidak ingin berdebat. Jam lima subuh, aku terjaga. Melawan rasa kantuk dan menyerat langkah menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu sekaligus mandi.Ya Allah … maafkan aku yang sering lalai dengan semua perintah-Mu. Jujur, aku bukanlah orang yang taat beragama, sering meninggalkan shalat. Aku mengikuti kepercayaan ibuku, tidak ada paksaan dari keduanya. Ini murni keinginanku. Pernah berharap jika setelah menikah, suamiku akan menjadi imam yang baik, yang bisa membimbing diri ini. Semua masalah yang menjadi bebanku, kutumpahkan dalam sujud. Memohon pada Sang Pencipta untuk memberik

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Surat Perjanjian

    Mertua, Awal Pembawa PetakaSurat perjanjianBab 4Sebelum pulang, aku mengajak Mas Lukman untuk makan malam di sebuah restoran ternama yang harga satu menu saja bisa menguras dompet. Aku akan membuat ular itu terbakar. Semua makanan tersaji di atas meja, membuatku menelan air liur, Bu tidak sabar untuk mencicipinya. Tapi sebelum itu aku meminta salah satu pelayan untuk mengambil fotoku dan Mas Lukman.“Mas, pinjem hape kamu, dong!”Tanpa bertanya, ia memberikan ponselnya padaku. Mengunduh foto tadi di semua laman sosial media milik Mas Lukman agar ular itu melihatnya. Tidak lupa aku membubuhkan caption,[Dinner romantis bersama istriku tercinta.]“Habis makan, temenin aku belanja, ya,” pintaku.Mas Lukman membalasnya dengan anggukan. Belum berselang satu menit, notif pesan masuk dari ponsel Mas Lukman. Beruntung ponsel itu masih di tanganku, langsung saja aku menonaktifkannya agar tidak mengganggu.***Menjalani rutinitas pagi seperti biasanya, berolahraga mengelilingi komplek, hari

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Istri Sah Rasa Pelakor

    Mertua, Awal Pembawa PetakaIstri Sah Rasa PelakorBab 5"Ini surat perjanjian yang sudah kami tanda tangani. Indah tidak bisa menuntutku untuk memberikannya nafkah batin karena ini hanya pernikahan diatas kertas."Meskipun Mas Lukman sudah menceritakan semuanya dan memperlihatkan padaku surat perjanjian itu. Aku masih belum bisa mempercayai sepenuhnya. Aku akan mencari tahu kebenarannya sendiri. Tidak ingin jika tertipu untuk kedua kalinya."Aku percaya sama kamu, Mas," ungkapku.Ya, aku memang percaya. Tapi belum sepenuhnya. Aku akan membuktikan jika apa yang kamu ceritakan itu benar adanya. Semoga saja aku tidak akan kecewa lagi. Aku mengajaknya pulang karena, ini sudah jam delapan malam. Aku dan Mas Lukman harus bekerja besok. Mas Lukman fokus menyetir, aku memainkan ponselnya yang baru diaktifkan. Seharian ini memang aku sengaja menonaktifkan ponselku dan ponsel Mas Lukman. Tidak ingin diganggu saat menghabiskan waktu bersama. Saat menyalakan data, banyak pesan masuk dari aplikas

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Membuat Pelakor Panas

    Mertua, Awal Pembawa PetakaMembuat pelakor panasBab 6Aku tidak menanggapi pesannya, memilih menonaktifkan ponsel. Berjam-jam melakukan perawatan dari ujung rambut hingga ujung kaki, setelahnya tubuh ini terasa lebih segar dan wajahku semakin terlihat bersinar. Tidak rugi mengeluarkan kocek dalam untuk melakukan perawatan, hasilnya sangat memuaskan.Selesai dengan pembayaran, aku langsung tancap gas untuk menjemput Mas Lukman. Membelah jalan kota yang diisi kemacetan. Satu jam lebih baru aku sampai di depan gedung tempat suamiku mencari sesuap nasi."Mau makan di luar atau di rumah?" tanya Mas Lukman yang baru menutup pintu mobil."Di rumah aja, Mas. Aku kangen masakan kamu," ujarku dengan melempar senyum ke arahnya.Mas Lukman hanya membalas dengan anggukan kecil. Tidak seperti biasanya, ia terlihat sangat lesu. Apa pekerjaannya sangat menguras tenaga sampai dia seperti ini?“Mas, kamu bener mau pisah sama Indah setelah anak itu lahir?” Aku buka suara mengubah posisi duduk menyampi

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Godaan Pelakor

    Bab 7"Co … cwiit!" Suara itu membuat kami dengan kompak menoleh mendapat Jumi yang berdiri di sebelah Indah."Bikin Jumi iri aja nih, Ibu sama Bapak. Apalagi yang di sebelah pasti kebakaran jenggot," seru Jumi dengan tawanya yang renyah. Aku sebisa mungkin menahan tawa melihat wajah Indah sudah memerah, ia menatap tajam ke arah Jumi."Lo nyindir gue?" bentak Indah pada Jumi."Jumi 'kan bilang kebakaran jenggot, emang situ punya jenggot?" ledek Jumi.Tangan Indah refleks memegang dagunya. Tawa ini langsung pecah, Indah melayangkan tatapan tajamnya itu padaku. Terkadang aku melihat wanita itu otaknya agak sedikit kurang satu ons. Tidak sadar jika apa yang Jumi katakan hanya sebuah kiasan. Kehadirannya bisa sedikit menghibur walaupun sering kali membuat ubun-ubun ini terbakar. Indah menghentakkan kakinya, ia melangkah mendekat dan mendorongku mundur lalu bergelayut di lengan Mas Lukman."Mas, kok diem sih? Istrinya di zalimin kayak gini kamu gak belain," rajuknya.'Apa yang dikatakan? D

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Kecelakaan

    Bab 8Pintu kamar diketuk dari luar, aku menatap Mas Lukman yang juga menatapku. Siapa gerangan yang mengganggu malam-malam begini? Aku bangkit dengan malas. Baru saja pintu terbuka, Indah mendorongku dan langsung masuk. Duduk di sebelah Mas Lukman."Mas, aku takut tidur sendiri. Kamu temenin aku, ya?" pintanya dengan suara memelas.Aku memutar bola mata jengah, duduk di tepi ranjang dan memperhatikan mereka. 'Benar-benar pengganggu!' Aku hanya bisa menggerutu dalam hati."Biasa juga kamu tidur sendiri kok. Kenapa gak minta temenin Ibu aja," jawab Mas Lukman."Berkali-kali aku ketuk pintu kamarnya Ibu, tapi gak dibukain. Ya udah, kalau kamu gak mau temenin aku tidur. Aku tidur di sini aja!" lanjutnya dengan seenak jidat.Aku mengurut dahi yang terasa berdenyut nyeri, bisa-bisanya ibu memilihkan wanita ini untuk menjadi istri Mas Lukman. Mungkin jika yang ibu jodohkan adalah wanita baik-baik yang tahu etika dan agamanya bagus, aku tidak akan semerana ini. Bagaimanapun, karakter seorang

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Kebusukan Indah

    Bab 9Aku melirik Mas Lukman yang terdiam setelah mendengar semua penjelasan dari dokter. Berarti benar yang dikatakan polisi tadi jika Indah terpengaruh oleh obat-obatan. Anak sekecil ini harus menderita karena kelakuan buruk ibunya. Hatiku seketika teriris, meskipun aku tahu itu adalah anak Mas Lukman bersama maduku. Tapi anak itu masih suci, ia tidak memiliki dosa. Tidak mungkin aku membiarkannya menderita dan pura-pura tidak peduli. Aku sudah mewanti-wanti pada Mas Lukman untuk tidak membicarakan mengenai ini dulu pada Indah, bagaimanapun wanita itu baru mengalami kecelakaan dan melakukan operasi.Ibu mertua juga kini sudah siuman, ia sering mengeluh karena kepalanya yang sakit. Mas Lukman sempat bercerita padaku, ia tidak jadi mengantar Indah untuk belanja karena ada meeting mendadak. Mas Lukman meninggalkan ibu mertua dan Indah di rumah. Setelah itu tidak tahu apa-apa lagi. Aku dan Mas Lukman melihat bayi itu setelah kepergian dua orang polisi tadi. Bersyukur karena kecelakaan y

Latest chapter

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Ending

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorMata Lukman kini sudah berembun jika mengingat masa lalu Lukman merasa dirinyalah lelaki paling b*jingan lelaki paling brengsek dan lelaki paling tidak tahu diri di dunia karena ia tega menyakiti istri yang baik dan setia seperti Kanaya. Waktu memang tidak bisa diputar tapi apa yang sudah terjadi pasti akan membekas di benak dan pikiran apalagi sesuatu hal yang menyakitkan itu akan sulit untuk dilupakan."Tolong jangan bahas lagi masa lalu aku nggak mau lagi membuka kisah kelam kita di masa lalu itu bukan cuma nyakitin aku tapi juga nyakitin kamu juga, Mas." Kanaya mengerti dengan apa yang akan dikatakan oleh suaminya itu."Tapi, Yank–""Kalau kamu bahas itu lagi, aku bakalan marah!" ancam Kanaya."Oke, Mas minta maaf. Mas janji nggak bakal ngomong soal itu lagi," ujar Lukman."Jadi gimana, kamu udah telepon Shanum atau Trisha?" Kanaya mengulang pertanyaan yang tadi sudah keluar dari mulutnya."Nggak nelpon sih, Shanum cuman kiriman video Zian la

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Keputusan Akhir

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorKeesokan harinya Lana mendatangi pengacara untuk membahas soal perceraian, ia tidak ingin menunda terlalu lama. Lana paling tidak suka berlarut-larut dalam kesedihan, hidupnya harus tetap berjalan apalagi ada Asha yang membutuhkan curahan kasih sayang dari ibunya. Lukman dan Rangga menemani Lana sedangkan Rania berada di rumah bersama Kanaya menjaga Asha."Apa ibu sudah yakin dengan keputusan ini?" tanya pengacara itu memastikan, Rangga sengaja membawa Lana menemui pengacara keluarga yang mengetahui mengenai perjanjian pra nikah antara Lana dan Aditya."Ya, saya sudah yakin, Pak!" jawab Lana tegas."Baiklah, sebelumnya saya akan membacakan perjanjian pra nikah yang pernah dibuat oleh Pak Aditya atas kesepakatan kalian berdua."Lana menarik nafas panjang, ia mencoba menenangkan perasaannya saat pengacara itu mulai menjelaskan. Jika seluruh harta Aditya akan berpindah tangan pada Lana saat Aditya ketahuan berselingkuh, Aditya sendiri yang membuat i

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Sulit

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorWanita jika sudah didapatkan kelemahannya seperti Anika tentu ia tidak akan melepaskan lelaki yang sudah menggagahinya itu. Ia memang tidak menggoda Aditya tapi lelaki itu yang memaksa tapi paksaan itu malah membuat Anika menjadi egois dan tidak ingin melepaskan Aditya.Baru saja akan keluar dari grup, telepon Anika berdering. Panggilan masuk dari ibunya yang berada di kampung, Anika memang seorang diri. Ia tinggal di salah satu kontrak dan rencana akan membeli apartemen tahun ini setelah uangnya cukup. Anika bahkan sudah dua tahun tidak pulang karena ia malas mendengar keluarga besar dan tetangganya menanyakan mengenai dirinya yang masih belum menikah."Iya, Bu," sapa Anika dengan tidak bersemangat, ia masih merasa kesal karena orang-orang membicarakannya di grup."Kenapa kamu melakukan hal menjijikkan itu, Nak?" tutur sang ibu dengan Isak tangis. Jantung Anika berpacu lebih cepat dari sebelumnya, ia takut jika ibunya tahu mengenai masalah ini.

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Pelakor Dihujat

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV Author"Apa bedanya sama lo? Lo juga kawin sama setiap cowok yang lo pacarin!" sahut Anika karena tidak terima dikatai murahan oleh Raya."Jelas beda dong, Say. Gue mah jelas pacaran sama cowok yang nggak ada bininya, lah elo? Udah tahu ada bininya masih di embat aja, kayak nggak ada cowok lain aja di dunia ini!" sungut Raya."Udah ah! Jadi ini gimana solusinya?" tanya Anika."Lo tinggalin Pak Adit, dia udah jelas nggak bakalan milih lo, Nik. Jagan berharap lo bisa jadi istri keduanya, mending lo susun lagi hidup lo dan jangan inget masa lalu. Wkatu itu berharga, jangan lo sia-siain buat nunggu laki orang."Anika terdiam, ia mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Raya. Sisi egosi dalam dirinya tetap tidak ingin kalah, sebelum mundur Anika akan mencoba dulu untuk mendekati Aditya dan meminta pertanggungjawaban lelaki itu. Meskipun tidak hamil tapi Aditya sudah merenggut kesucian Anika. Jika seseorang sudah dikuasai ambisi tentu tidak akan pernah

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Tak Bisa Memaksa

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV Author"Tolong tinggalkan kami di sini!" pinta Lukman.Kanaya masih belum beranjak, ia takut suaminya akan menghajar Aditya yang wajahnya saja bahkan sudah sangat menyedihkan seperti ini. Mengerti dengan kecemasan sang istri kini Lukman menatap Kanaya sambil memegang pundak wanita itu."Mas ….""Kamu percaya 'kan, Yank?" Lukman menatap Kanaya sambil tersenyum.Kanaya mengangguk lalu meninggalkan Lukman dan Aditya berdua. Aditya merasa bingung sekaligus takut saat tadi Mbok Tin mengatakan jika Lukman datang. Sudah pasti jika Lukman akan menanyakan perihal masalah rumah tangga Aditya dan Lana."Gue nggak tahu alasan lo sebenarnya apa Tapi gue nggak nyangka lo bisa ngelakuin hal bodoh kayak gue dulu!" tutur Lukman. Ia sadar, tidak mungkin menghakimi Aditya karena Lukman juga pernah melakukan kesalahan yang sama di masa lalunya yang bahkan masalah yang ditimbulkannya bergulir sampai anak-anaknya tumbuh dewasa.Aditya menunduk, "Gue bener-bener nyesel, tolon

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Menemui Aditya

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorLana mencoba untuk mengatur nafasnya, menenangkan perasaan berharap Lukman tidak mencurigai apapun. Rania masuk ke dalam kamar membawa Asha, hotel itu memiliki dua kamar tidur dan sebuah ruang tamu dan juga dapur. Rangga sengaja memesannya untuk beberapa hari kedepan."Mas ….""Kamu nggak mau cerita apapun?" tanya Lukman tiba-tiba membuka tubuh Lana menegang. Wanita itu mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri, mungkinkah jika Lukman mengetahui semuanya."Cerita soal apa, Mas?" Lana mengepalkan tangannya dengan kuat, menahan gejolak dalam dadanya."Tolong jangan sembunyikan apapun lagi, Lan. Masalah sebesar ini kamu tanggung sendiri? Mas masih ada di sini, Lan." Suara Lukman melemah, samar-samar Lana bisa mendengar suara isak tangis dari ujung telepon."Mas ….""Mas sama Mbak kamu sekarang lagi di jalan. Tunggu kita datang!"Belum sempat Lana buka suara, sambungan telepon itu lebih dulu terputus. Lana langsung gusar, ia takut jika kakaknya datan

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Sakit Tak Terlukiskan

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV Author"Lo kenapa, Nik? Kok muka lo pucet gitu?" tanya Raya heran karena melihat tadi Anika biasa saja.Anika diam hingga membuat Raya langsung merebut benda pipih itu dari tangan wanita itu. Mata raya membelalak melihat isi pesan yang membuat Anika jadi pucat. Rayq bahkan membacanya berulang-ulang untuk memastikan apa yang dibacanya itu salah."Apa ini keluarga istri cowok lo, Nik?" tanya Raya.Anika menggelengkan kepalanya, "Gue nggak tahu, kenapa hidup gue jadi nggak tenang gini sih," gerutunya."Salah lo sendiri, siapa suruh main sama laki orang!" tutur Raya dengan entengnya, ia seolah tidak mengerti bagaimana perasaan Anika saat ini. Selain bingung, Anika juga takut dengan ancaman dari orang tidak dikenal itu. Tapi Anika sempat berpikir jika Rangga yang melakukannya, karena lelaki itu pula yang tiba-tiba memecatnya tanpa sebab. Jika iya Rangga yang melakukan itu semua, Anika lebih was-was karena bisa saja Rangga nekat menyebarkan rahasia ini dan An

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Ancaman

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorRangga masuk tanpa permisi dan membuka pintu dengan begitu kerasnya. Ia berjalan dengan langkah lebar mendekati kedua orangtuanya."Saya tidak akan membiarkan Anda menyakiti ibu saya lagi, Tuan Adityawarman!" Rangga bicara begitu formal dan itu terdengar sangat menyakiti bagi Aditya."Rangga–""Saya tidak ingin mendengar alasan sampah anda, Tuan!" tegas Rangga lalu membawa Lana keluar dari kamar itu.Saat Aditya akan mengejar, Reyhan dan Rania menghalangi. Mereka sama marah dan kecewanya pada sang ayah. Aditya memohon pada kedua anaknya agar membiarkan dirinya untuk mengejar Lana. Aditya masih belum selesai bicara pada istrinya itu, ia tidak ingin sampai Lana meninggalkan dirinya. Hidupnya akan benar-benar hancur, harta yang dimilikinya juga tidak akan terasa berharga jika Lana tidak ada. Aditya berharap jika masalah ini belum sampai di telinga Lukman, Aditya ingin menyelesaikan masalah rumah tangganya tanpa campur tangan orang lain selain iparny

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Aku Mundur, Mas!

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV Author"Becanda lo nggak lucu, Bang!" Reyhan terlihat tidak percaya.Bukannya menjawab pertanyaan sang adik, Rangga melemparkan ponsel yang sedang memutar rekaman cctv itu ke atas ranjang. Reyhan dengan cepat mengambil ponsel itu, detik pertama melihat itu Reyhan terbelalak begitu pula Rania. Mereka tidak percaya jika lelaki di dalam video itu adalah ayah mereka. Reyhan dan Rania tidak bisa berkata apa-apa, saat ini yang mereka pikirkan adalah Lana. Sama seperti yang dilakukan Rangga."Ini beneran video asli, Bang?" Kini Rania buka suara meskipun terdengar lirih."Gue dapet itu langsung dari ruang keamanan, gue bukan orang bodoh yang nggak bisa bedain mana video asli atau editan!" tutur Rangga, tangan lelaki itu mengepal di samping tubuhnya. Ia bahkan belum puas meluapkan amarahnya tadi, saat ini ia sedang berpikir cara mengatakan semuanya pada sang ibu."Papa jahat banget sih!" Mata Rania mulai berkaca-kaca, sebagai seorang perempuan ia pasti bisa mera

DMCA.com Protection Status