Jasmine tiba di rumahnya Retha dan langsung saja merebahkan tubuhnya di sofa. Rasa penat setelah satu harian bekerja dan juga kuliah lebih terasa. belum lagi ia harus di sibukkan dengan urusan si dua bocah.Selama Retha hamil bahkan tanpa terasa sudah memasuki hari lahir saja. Jasmine lah yang mengurus segala hal yang berkaitan dengan Dean dan Keyra. Belum lagi Justin yang bolak-balik menelpon hanya mengingat kan tentang fitting, Konsep dekorasi dan segala hal yang berkaitan dengan pesta pernikahannya nanti.Padahal sebelumnya, Jasmine meminta pada pria itu agar mengundurkan sedikit waktunya. Ia takut bentrok dengan tugas kampusnya kelak. Mengingat ujian semester akan di mulai.Justin memang mengijinkan dan mengundur jadwal pernikahan mereka untuk dua Minggu ke depan. Hal ini dilakukan agar bisa memberi kelonggaran pada istrinya itu."Baru pulang?" tanya Retha basa-basi."Iss, udah tau, nanyak," gerutunya. Lalu bangun dan memberikan satu plastik kresek seperti permintaan Retha sebelum
Jasmine memegang dadanya dan mematung di tempat kala mendengar tangisan bayi yang saling bersahutan. Perasaan aneh ini membuatnya mendadak nelangsa dengan netranya yang mulai mengkristal. Ia seperti telah merasakan ini. Begitu kuat. Namun ia tak mampu mengungkapkan apa yang dirasa.Ketika seorang wanita paruh baya, yang tak lain adalah mama Retha memanggilnya barulah ia tersadar dari apa yang dirasakan sekarang ini."Jasmine, gimana Retha?" tanya wanita kembali.Ia tak membisu. Namun pandangannya mengarah ke ruangan dimana dua tangisan bayi saling beradu satu sama lain."Itu Retha, kah? Itu tangis bayinya? Oohh syukurlah," ucap wanita itu lega dalam tanyanya yang dia jawab sendiri.Jasmine masih terpekur menatap pintu yang kini telah terbuka. Lalu sepasang bayi di bawa keluar dari ruangan tersebut. Jasmine mengikuti kedua perawat yang adamembawa bayi milik Retha tersebut.Bayi itu kini berada di ruangan bayi. Dimana ada banyak bayi di dalamnya. Masing-masing box diberi nama orang tua
"Jasmine!" pekik Justin seraya menampung tubuh istrinya yang tiba-tiba pingsan.Segera pria itu membawa Jasmine ke ruang darurat untuk memastikan keadaannya."Dia kenapa dokter? apakah ada hal serius terjadi padanya sekarang?" tanyanya khawatir."Sebentar. Kami akan periksa. Silahkan tunggu di luar,".Justin menuruti dan menunggu dengan sabar hingga dokter memanggil dan memberitahu hasilnya."Istri anda butuh istirahat. Dan jangan banyak berfikir," ucap dokter itu singkat."Cuma itu, dokter?" tanya Justin ragu."Iya, untuk sementara. kami akan melakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan. Tapi melihat riwayat medis istri anda sebelumnya. Saya hanya menyarankan itu saja. Jangan biarkan istri anda larut dalam pikiran yang ga penting," jelas dokter tersebut."Yang ga penting. Emangnya dia mikirin apa?" desisnya seraya menoleh Jasmine yang masih memejamkan matanya.Ia mendekatinya dan menggenggam tangan istrinya."De, kamu mikirin apa? sampai kamu pingsan gini?" gumamnya pelan seraya me
Sebulan, dua bulan terlewati dengan diri Jasmine yang sulit di tebak sikapnya. Wanita itu bertindak sesuai dengan apa yang ia rasakan di hatinya. Berdasarkan moodnya saja. Jika istrinya itu ingin berbicara, maka pembicaraannya bisa sangat banyak namun terkadang di lain hari Jasmine tak mau berbicara sama sekali. Jika sudah begini Justin hanya bisa menuruti apa maunya Jasmine saja.Wajar jika tanggal pernikahannya di undur lebih dari dua bulan dari yang pernah mereka berdua rencanakan. Sementara Satria melihat abangnya dengan raut wajah bete memutuskan bertanya meskipun ia tau jika alasan utamanya adalah Jasmine."Gimana hubungan kalian, bang? Sudah di putuskan oleh Jasmine kapan dia mau menikah?"."Mm, rumit, Tri," ujar Justin."Sabar, bang di bujuk lagi. Atau ajak dia liburan kemana gitu. Mungkin dia badmood karena kurang refreshing," saran Satria.Justin terdiam seraya mencerna ucapan adik sepupunya itu. Ia akan berencana mengajak Jasmine liburan dalam waktu dekat.Begitupun dengan
"Deal, sekarang antar aku pulang. Udah malam soalnya," titah Jasmine."Baru juga jam 8 malam," celetuk Justin ."Pokoknya udah malam,kan" tukas wanita itu bernada sinis."Iya, iya. Aku antar pulang," ucap pria itu sambil meraih kunci mobilnya di atas meja.Justin mengantar istrinya itu kembali ke rumah papanya. Namun tanpa mereka sadari. Bersamaan mereka meninggalkan rumah mewah itu. Sebuah mobil mewah yang lain masuk ke halaman rumah Justin.Mona keluar dengan kedua cucunya dan membawa masuk ke dalam rumah tersebut."Daddy kalian pasti belum pulang. Masih Kosong ni rumahnya," ujar Mona terhadap dia cucunya."Kita ke kamar aja langsung, ya?" ajak Mona pada dua bocah yang lagi bermalas-malasan berjalan itu."Ayok lah, jangan gitu. Masa ketemu Oma sesekali tingkahnya gitu," bujuk Mona."Habis, bunda belum pulang-pulang," sungut Keyra tak bersemangat. Padahal gadis kecil itu ingin rambutnya di kuncir oleh Jasmine."Bunda itu lagi sibuk banget. Apalagi bentar lagi mau anniversary Daddy
"Jasmine,?" pekiknya setelah sebelumnya membaca di hati nama si pemilik Diary tersebut. Ia masih tak percaya bahwa buku Diary yang di bawa oleh Dean adalah buku Diary milik istrinya itu.Justin membawa buku itu ke kamarnya. Sama seperti ia menemukan Diary-nya Midea ketika ia mendatangi apartemen rahasianya Midea. Pria itu juga membaca isi buku Diary-nya Jasmine.Tulisan tangan yang rapi dan sama persis dengan tulisan tangannya Midea. Wajar saja karena mereka adalah orang yang sama. Pasti adalah yang spesifik tentang mereka berdua. Tak mungkin Berbeda begitu saja. Meskipun mengalami amnesia.Justin memulai membaca buku diary itu dengan perlahan. Menyelami makna dari setiap kata dan kalimat. Kadang menyentuh hatinya dan terkadang menggelitik hatinya. Hingga pria itu tertawa kala membaca tulisan dari pengalaman Jasmine yang lucu tapi seru.Bacaannya terus berlanjut ke halaman berikut nya hingga dahinya berkerut. Membaca halaman ini membuat ia teringat akan sesuatu. Suatu momen dimana di
Cinta adalah misteri. Pada siapa cinta itu di titipkan nantinya. Hanya Tuhan yang tau. Manusia hanya bisa merasakan bila waktunya tiba. Begitupun Jodoh. Tak ada yang bisa mengetahui perjalanan jodohnya manusia. Sebab itu adalah salah satu misteri dari ilahi.Begitulah Justin yang tak pernah tau dan menyangka jika Jasmine, istrinya adalah seseorang yang berasal dari masa lalunya.Meskipun di awal pernikahan mereka begitu banyak konflik. Justin yang tak mengenal Jasmine dengan baik lantaran wanita itu kehilangan ingatannya dan berubah identitas nya menjadi seorang Midea Hasxander, seorang model dewasa.Pernikahan yang bermula dari keterpaksaan lalu berakhir dengan perceraian. Kembali lagi dalam keterpaksaan demi menyelamatkan istrinya itu. Walaupun sebenarnya memang itu yang diharapkan Justin, karena sudah mulai mencintai istrinya itu.Kali ini, Justin akan melakukan pernikahan yang sesungguhnya. Melakukan Akad nikah yang pada umumnya dilakukan. Mahar yang sebenarnya mahar. Bahkan gau
Jika orang lain melakukan ijab Kabul hanya dengan satu kali dalam satu pernikahan dengan orang yang sama. Namun tidak bagi Justin. Pria itu melakukan ijab kabul untuk yang ketiga kalinya pada orang yang sama. Sungguh aneh, tapi ini adalah nyata bagi seorang Duda beranak dua tersebut.Namun yang lebih aneh lagi adalah pria itu tidak melakukan akad nikahnya di KUA atau pun di mesjid melainkan di sebuah fasilitas umum. Yah, Justin rela melakukan itu semua demi Jasmine seorang. Demi impian konsep pernikahan yang ada di isi kepala wanita itu yang secara tiba-tiba.Awalnya ia menolak jika harus melakukan akad di tempat umum seperti ini. Namun istrinya itu memaksa."Aku malu, Jasmine. Gimana pun sudah pasti di lihat orang ramai, dan pastinya sudah mengganggu ketertiban umum. Kalau udah gitu, pasti sudah merepotkan semua pihak hanya demi sebuah akad," protesnya."Jadi kamu ga mau ni? Padahal kan seru. Terus bisa jadi momen yang menggemaskan kalau kita udah tua nantinya. Lagian kan cuma seben
Sebuah maskapai mendarat dengan selamat di kota Jakarta. Baik Justin dan Jason segera turun dan menyegerakan diri kembali ke rumah. Mereka membayangkan jika Jasmine sudah berada di kediamannya Ardiansyah saat ini.Namun kenyataannya, jauh seperti yang mereka bayangkan. Ternyata, Jasmine tak pernah kembali. Jasmine tak pernah muncul di hadapan mereka."Serius, Ma?"tanya Justin saat melihat Mama dan Papanya yang masih berada di Bandara."Mm, Iya. Udah tiga jam Mama nunggu di sini, tapi istri kamu ga nongol-nongol juga. Mama pikir Jasmine pulangnya sama kamu," sahut Mona rada kesal.Justin terdiam seraya memikirkan keberadaan Jasmine yang sebenarnya. Lalu seketika ia teringat akan apartemen rahasia milik Midea."Apakah dia ke situ?"pikirnya. Lalu ia mendekati Arfan dan meminta kunci mobil dari pria itu"Pa, pinjem mobil,". Arfan tanpa bertanya apapun, langsung saja memberikan kunci tersebut ke putranya itu.Justin menerimanya dan berniat segera pergi dari situ. Namun di cegah Mona yang b
Matahari menyeruak masuk melalui celah gorden jendela kamar hotel. Cahaya hangat itu menerpa wajah manis dari seorang wanita yang di panggil Jasmine. Pemilik netra hitam pekat itu membuka matanya secara perlahan demi mendapatkan rasa nyaman, saat cahaya itu langsung menerobos mengenai pupil netranya.Netranya menelisik ke segala ruangan, dan tersadar jika Justin telah membawanya ke sini. Apalagi sebuah tangan kekar melingkari perutnya. Ia menyadari jika Justin tengah memeluknya dari belakang. Ia membiarkan sejenak pelukan itu, sebelum rasa amarah membuatnya meradang kembali. Wanita itu memutuskan untuk meninggalkan Justin, lantaran rasa benci menyelimuti hatinya. Jasmine yang kini mengingat dirinya nya juga sebagai Midea. Ingatannya perlahan kembali. Ia mengingat semua hal yang berkaitan dengan Justin.Dadanya terasa sesak. Mengingat rasa sakit yang diberikan oleh suaminya itu. Jalan satu- satunya adalah pergi. Ia muak melihat wajah pria itu. Berbekal pakaian yang telah di siap kan
"Jasmine," pekiknya saat melihat kondisi istri nya yang begitu memprihatinkan. Betapa murkanya ia, saat melihat tubuh Jasmine hanya di tutupi oleh sehelai selimut saja. Ia menetap pria yang tak lain adalah koleganya sendiri."Mr, Aqio," desisnya geram. Ia mengepal tangannya dan mulai meninju wajah pria itu."Brengsek!" makinya."Kau, Sialan! Berani-beraninya kau merusak kesenanganku dan menyerangku!" hardik pria yang hampir seusia Jason.Keduanya saling beradu ketangkasan fisik. Baik Justin dan Mr. Aqio tak mau mengalah, dan merasa benar atas apa yang mereka lakukan. Mempertahankan yang menjadi miliknya.Justin yang masih memiliki stamina bagus berhasil mendorong dan mengunci pria itu di sudut dinding kamar."She is Mine! That is my wife! Kenapa kau menculiknya, Mister!"teriak Justin di depan wajah Aqio.Aqio tersenyum miring lalu tertawa remeh, dan berkata ketus," Dia milikku, jauh sebelum kamu, Justin!""Kau yang merenggutnya dariku, brengsek!" umpat Aqio, lalu dengan amarah yang me
Di keheningan malam, Justin terus melajukan mobilnya sembari menatap layar ponselnya, demi memperhatikan posisi mobil yang sedang dibawa Jasmine.Alisnya bertaut memperhatikan mobil yang dibawa Jasmine, tak bergerak sama sekali. Untungnya Jaraknya semakin dekat dengan dengannya. Justin menepikan mobilnya saat melihat Alan, sang asisten, yang tengah memeriksa kondisi mobil sang istri. Segera ia keluar untuk mencari tau mengenai apa yang terjadi."Alan, mana istri saya?"tanyanya saat tak melihat sosok istrinya."Sepertinya ibu di culik, pak," sahut Alan seraya menunjukkan hasil pencariannya melalui daschcam yang terdapat di mobilnya Jasmine.Seketika itu juga ia terhenyak kaget, dan berteriak panik, "Apa!"Tanpa menunggu, ia pun segera mengambil tindakan,"Kerahkan anak buah kamu, Alan!"."Baik, pak," sahut pria itu mantap.Melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi seraya memberitahukan pada Arfan tentang keadaan Jasmine yang sebenarnya."Bagaimana bisa, Justin?" tanya Arfan dari seber
Seminggu Sebelumnya...Seorang pria tengah memperhatikan wajah seseorang yang selama ini dicarinya. Ia tersenyum samar saat mengetahui jika wanita yang ia cari-cari selama ini ada di hadapannya."Mm, jadi kamu ada di sini sekarang," gumam pria itu seraya menatap ke arah wanita yang berada di koridor kantor salah satu koleganya."Dia sedang bermain peran wanita Sholehah ternyata. Baiklah, Sayang. Silahkan lanjutkan pekerjaanmu. Aku membiarkanmu. Silahkan nikmati kebebasanmu untuk sekarang, tapi setelah itu, ku pastikan kau kembali kepadaku untuk selamanya," ucap pria itu pelan. Lalu menyesap rokoknya kembali.Ia membiarkan wanitanya pergi. Namun ia tak lupa menyuruh orang-orangnya agar terus memperhatikan dan mengikuti kemana wanita itu pergi.Hingga akhirnya, Ia berhasil mengikuti kemana wanitanya melajukan mobilnya di kegelapan malam. Ia memang menunggu waktu yang tepat untuk mengambil miliknya yang kabur karena ulah agency yang di percayainya selama ini.Dengan cekatan anak buahnya
Sakit hati, itu yang dirasakan oleh wanita yang kini mulai mengingat dirinya sebagai Midea. Meskipun tak semua memorinya kembali. Namun serpihan memori akan kekerasan dan kekejaman dari seorang Justin mulai tampak jelas di benaknya.Ia memperhatikan kamar yang berantakan karena ulahnya, tapi ia tak perduli. Jika bisa ia hancurkan dengan menggunakan bom, pasti akan ia lakukan sekarang juga.Namun nyatanya, Ia hanya bisa duduk meringkuk di sudut ranjang. Memperhatikan kamar yang seperti habis perang. Memang pun ia sedang berperang. Perang perasaan. Perasaan yang tak mampu ia ungkapkan lewat kata. Ia hanya bisa melampiaskan dengan barang.Ia tertawa dalam kesedihan yang tak bisa ia ungkapkan. Lelah sudah pasti. Dadanya sakit. Nafasnya terasa Bahkan tangisnya tak lagi bersuara. Matanya terasa berat. Lalu tertidur dengan tubuh meringkuk di sudut ranjang."Apakah ia benar-benar tertidur?". Tentu saja tidak. Jasmine tak benar-benar terlelap dalam pejaman matanya. Pikirannya masih bermain den
"I-iya, Sebenarnya di malam itu Aku lah yang telah...," Justin tak mampu untuk melanjutkan kalimatnya. Berat rasanya mengakui dosanya yang satu ini.Karena dirinya lah Jasmine, Midea menderita, tapi karena keegoisannya saat itu membuat ia tak merasa bahwa dirinyalah iblis yang sebenarnya.Ia menatap Jasmine yang berusaha tenang dan tegar, meskipun didalamnya hancur dan remuk. Ia kembali menundukkan pandangannya. Merasa malu dan bersalah pastinya."Iya, kamu pria itu?benar, kan?" tanya Jasmine memastikan.Justin mengangguk pelan. Tak mampu berucap. Lidahnya terlalu kelu untuk berkata jujur. Keduanya saling diam. Jasmine menatap Justin dengan tatapan yang menahan amarah. Ia tak tau harus bagaimana meluapkannya."Aku minta maaf, Jasmine. Aku pernah cari kamu. Tapi ga pernah ketemu," ucap pria itu tiba-tiba."Aku menyesalinya. Setiap hari aku berdoa dan berusaha agar kita dipertemukan kembali," ungkap pria itu jujur.Sedangkan Jasmine terdiam menatap Justin dengan ujung matanya. Ia belum
Kepalanya kini begitu sesak di penuhi dengan segala pertanyaan yang berhubungan dengan malam itu. "Bagaimana bisa benda ini ada di sini? Bagaimana bisa? Apa kaitannya Justin dengan ini?".Dadanya bergemuruh saat pikirannya mulai berspekulasi pada apa yang di bayangkannya.Suara dengungan terdengar keras di telinga hingga memenuhi ruang kepalanya. Sakit. Itu yang dirasakannya sekarang. Dengungan itu melengking kuat di telinganya bersamaan petir dan guruh yang datang menyambar apa yang di suka.Kepalanya mulai berdenyut nyeri. Satu persatu memori yang tersembunyi muncul di permukaan secara acak. Berputar. Ia berteriak saat tak kuasa menahan hantaman hebat di otaknya. Namun sayangnya, teriakan itu tak cukup terdengar di telinga orang-orang yang berada di rumah itu.Hanya Jasmine seorang. Ia berusaha kuat menahan sakit di kepalanya dengan memeluk kepalanya sendiri."Aaaaaaaaakh,". Kali ini teriakannya lebih kuat melebihi dari yang sebelumnya. Sehingga cukup terdengar di telinga seseorang
Hujan semakin deras seiring petir yang akan menyambar apa saja yang lewat. Mungkin sebagian orang merasa panik dan takut pada cuaca yang tiba-tiba ekstrim tersebut.Namun tidak bagi wanita itu. yang berada di ruangan yang sebagian dindingnya di pasang kedap suara. Sesekali netranya mengarah ke jendela dan mengetahui jika hujan dan petir telah datang bersamaan. Akan tetapi, ia tak perduli. Pikirannya hanya berfokus pada tulisan tangannya Midea. Entah kenapa, Ia merasa seolah-olah dirinya lah yang menulis semua keluh kesah itu.Jasmine termangu pada kalimat terakhir.*Midea adalah sebuah nama yang entah milik siapa di sandangkan pada ku. Yang semenjak aku menyandangnya seluruh hidupku merasa hampa lalu menderita. Benarkah nama ku Midea?? Dan benarkah aku seorang Midea Hasxander?*."karena di saat aku merenung sendiri. Aku merasa aku bukan lah aku"Serr...darah Jasmine berdesir kuat, saat membaca kalimat akhir dari tulisan tangan seorang Midea Hasxander, mantan istrinya Justin."Aku mer