Shaynala turun menuju aula tempat ijab kabul, gadis itu digandeng oleh Kayshilla dan Rashita di sisi kanan kirinya. Sampai di hadapan Arsen, ia langsung mengecup lembut punggung tangan pria itu.Arsen menggumamkan doa, kemudian melabuhkan kecupan hangat pada kening istrinya. Darah kelaki-lakiannya berdesir saat melihat Shaynala yang terlihat sangat cantik.Saat acara panggih, kedua pengantin ditemukan dengan iring-iringan sholawat nabi dan ketukan rebana. Arsen dan Shaynala menjelma layaknya Kamajaya Kamaratih, keduanya saling melempar sirih dan kemudian kembar mayang saling ditukarkan. Shaynala bersimpuh mencuci kaki suaminya yang baru saja memecahkan telur ayam kampung, air bercampur bunga tujuh rupa membasahi kaki Arsen dan Shaynala mengusap lembut di sana. Setelahnya pria itu membantu istrinya bangkit, barulah Shaynala memutari tubuh sang suami sebanyak tiga kali.Abah Mahrus menggenggam pergelangan tangan kedua cucunya, menyatukan menjadi bersalaman. Pria senja itu menggenggam er
Setelah kejadian itu Arsen langsung mengajak Shaynala tidur, pria itu beralasan tubuhnya sedang lelah dan untungnya gadis itu mengerti. Pagi ini, pasangan pengantin baru itu bangun dengan wajah sumringah. Meskipun ada kejadian tidak mengenakkan semalam, tetapi tidak menyurutkan sinar kebahagiaan di wajah keduanya.Shaynala mengambilkan sarapan untuk suaminya, ia sudah berjanji akan melayani Arsen sebaik mungkin. Setiap gerakannya selalu diiringi senyum, tanpa dirinya tahu kalau sedari tadi Kaindra mengintip dari balik lemari besar."Aura pengantin baru sangat cerah, ya. Bahkan kebahagiaan mereka terpancar jelas. Tidak seperti ...." Ryon menjeda ucapannya, melirik Kaindra yang juga tengah melirik sinis ke arahnya.Pria itu berdehem. "Jangan lirik-lirik, lebih baik kamu cek kantor cabang baru. Sekretarisku semalam sudah kirim beberapa data-datanya," ucapnya dan lantas pergi dari sisi Kaindra.Sementara Kaindra hanya mendengus, ia langsung merogoh ponsel di saku kemejanya. Beberapa meni
Keesokan harinya.Arsen terkekeh membaca pesan dari Diego yang mengatakan Benny sudah tertangkap. Benny dibawa ke markas khusus miliknya yang terletak di tengah hutan, markas yang biasa Arsen gunakan untuk berlatih bela diri dan berbagai macam senjata.[Masukkan saja ke dalam sel tahanan. Kalau anak-anak mau, berikan saja. Itung-itung bisa digunakkan anak-anak untuk latihan.] tulisnya dan lantas mengirimkan ke nomor Diego. Anak-anak yang dimaksud adalah para anak buahnya. Sekalian memberi salam pembuka kepada Benny agar tidak kaget saat ia sudah bertindak nanti."Mas, aku besok bawa baju banyak nggak, ya?" Shaynala keluar dari walk in closet dengan menarik dua koper besar, hal itu tak ayal membuat Arsen terkekeh."Ngapain bawa banyak-banyak, kita beli saja di sana.""Tapi masa semuanya beli?""Nggak papa, dong. Kan lebih baik begitu, Sayang." Arsen meletakkan ponselnya di atas nakas, ia bangkit dan beranjak mendekati istrinya. "Sini kopernya aku kembalikan lagi," ucapnya seraya merai
Kaindra mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, tanpa peduli jalanan yang saat ini padat dengan kendaraan. Tangannya mengulur menyetel musik DJ dengan volume tinggi, berharap bisa mengalihkan pikirannya dari Shaynala."Kau sudah menjadi milik orang lain, tapi aku belum bisa melupakanmu!" geramnya.Setiap malam pria itu tidak pernah bisa tidur tenang, Shaynala terus hadir di mimpinya, memaksanya untuk terus mengingat gadis itu. Kaindra tidak mau seperti ini, ia juga ingin berjuang, tetapi sadar di mana posisinya. Ia hanyalah anak angkat yang tidak akan pernah pantas bersanding dengan Shaynala. Begitu pikirnya.Sibuk memikirkan Shaynala, tanpa sadar mobil sudah berhenti di depan gerbang sebuah kediaman mewah. Satpam membukakan gerbang dan Kaindra kembali melajukan mobilnya untuk masuk. Seorang pria senja sudah menunggu di halaman, berdiri sendirian dengan sebuah tongkat menyangga tubuhnya."Akhirnya kamu mau datang ke sini, Nak," ucap Jamal saat Kaindra baru saja keluar dari mobil.
Malam ini Arsen menghias kamar dengan sebagus mungkin, lilin aromaterapi ia nyalakan untuk menambah kesan romantis. Waktu sudah menunjukkan jam sembilan malam, tetapi Shaynala belum masuk kamar karena masih menemani tamu di bawah.Dering telepon membuat Arsen menghentikan gerakannya yang tengah menata bunga sedap malam di dalam vas, ia melihat ponsel dan mendapati sebuah nomor asing meminta panggilan telepon dengannya."Pasti wanita itu lagi," gumamnya dan tetap membiarkan ponselnya berdering.Deringan pertama mati, deringan kedua dan ketiga tetap tidak dihiraukan oleh Arsen. Hingga saat deringan yang keempat Arsen merasa geram, tangannya menyambar ponsel dan lantas menggeser ikon hijau."Apa urusanmu meneleponku berkali-kali, huh?!" sentaknya yang langsung disahut gelegar tawa dari seberang sana."Halo, Tampan. Bagaimana kabarmu malam ini?" Terdengar suara mendayu yang tak ayal membuat perut pria itu bergejolak mau muntah. "Calon Ayah tidak boleh marah-marah, hmm? Harus selalu bahagia
Menjalani hari sebagai pengantin baru, selalu melayani kebutuhan suaminya dan menyiapkan perlengkapan sudah menjadi rutinitas Shaynala. Seperti pagi ini, gadis itu menyiapkan baju untuk suaminya bekerja, pasalnya setelah satu minggu acara unduh mantu Arsen sudah harus masuk kantor."Mau dibawain apa nanti kalau aku pulang?" tanya Arsen.Mengulas senyum manis, gadis itu kemudian berkata, "kamu pulang dengan selamat saja aku sudah bersyukur, Mas.""Nanti aku kirim pesan, ya, kalau mau pulang. Kalau mau titip sesuatu bilang saja," sahut Arsen yang langsung diangguki oleh Shaynala.Gadis itu bangkit dan mengantarkan suaminya menuju teras, ia masih berdiri di teras sampai bayangan mobil mewah suaminya benar-benar hilang di balik pagar. Mereka sudah mendiami rumah pribadi Arsen setelah empat hari acara unduh mantu selesai, rumah yang terletak tidak jauh dari pesantren Kakeknya ini membuat Shaynala merasa nyaman.Di sini lain Arsen tengah fokus dengan kemudi, pria itu melajukan mobilnya menu
Sampai di kantornya pria itu langsung masuk ke dalam ruangan sang Papa. Arsen mengulas senyum saat beradu pandang dengan pria paruh baya kesayangannya tersebut, ia melangkah masuk dan lantas duduk di hadapan Papanya.Sejenak kemudian Arsen meraup banyak oksigen guna memenuhi paru-paru, ia juga memilah kata yang tepat agar Papanya tidak berpikir macam-macam."Ada banyak pekerjaan, Pa?" tanya Arsen."Tidak terlalu banyak, Nak. Hanya saja Diego hari ini izin, jadi Papa harus double cek surat-surat yang masuk."Kemarin Diego mengatakan sedang tidak enak badan dan akhirnya Rafael mengambil alih pekerjaannya, tentunya Diego membuat izin itu atas perintah Arsen."Ada sesuatu yang ingin Arsen tanyakan, Pa.""Tentang apa?" Rafael mengangkat kepala, tangannya bergerak menyingkirkan tumpukan berkas yang ada di meja depannya."Ini tentang ... Mama Kinara."Deg!Pria paruh baya itu tampak terkesiap, jelas sekali wajahnya kaget. Sudah lama mereka tidak membasah tentang Kinara, selain hanya membuat
"Syukurlah aku langsung diterima, jadi mulai besok aku bisa mendekati Kaindra," gumam Melati yang baru saja keluar dari ruang HRD.Gadis itu tidak langsung pulang, tidak seperti teman-temannya yang lain. Ia mampir ke cafe yang terletak di seberang gedung perusahaan, memesan kopi seraya menunggu mobil Kaindra keluar."Oh, iya, aku lupa menghubungi Kakek." Melati langsung mengambil ponsel yang ada di dalam tas, mencari nomor telepon Kakeknya dan lantas menekan tombol hijau."Halo, Mel," sapa Jamal di seberang sana tidak seberapa lama kemudian."Aku ada kabar bahagia, Kek. Aku berhasil masuk di Perusahaan Starlight!" pekiknya tertahan yang tak ayal mengundang gelak tawa Jamal."Bagus, bagus! Kakek bangga sama kamu. Kakek kirim uangnya sekarang juga. Setelah kamu berhasil menjerat Kaindra, baru bonus utama sebesar lima ratus juta akan masuk ke rekening kamu."Gadis itu menyunggingkan senyum di ujung bibirnya, mengangguk antusias meskipun tahu Kakeknya tidak dapat melihat."Aku tunggu, Kek