Malam ini Arsen menghias kamar dengan sebagus mungkin, lilin aromaterapi ia nyalakan untuk menambah kesan romantis. Waktu sudah menunjukkan jam sembilan malam, tetapi Shaynala belum masuk kamar karena masih menemani tamu di bawah.Dering telepon membuat Arsen menghentikan gerakannya yang tengah menata bunga sedap malam di dalam vas, ia melihat ponsel dan mendapati sebuah nomor asing meminta panggilan telepon dengannya."Pasti wanita itu lagi," gumamnya dan tetap membiarkan ponselnya berdering.Deringan pertama mati, deringan kedua dan ketiga tetap tidak dihiraukan oleh Arsen. Hingga saat deringan yang keempat Arsen merasa geram, tangannya menyambar ponsel dan lantas menggeser ikon hijau."Apa urusanmu meneleponku berkali-kali, huh?!" sentaknya yang langsung disahut gelegar tawa dari seberang sana."Halo, Tampan. Bagaimana kabarmu malam ini?" Terdengar suara mendayu yang tak ayal membuat perut pria itu bergejolak mau muntah. "Calon Ayah tidak boleh marah-marah, hmm? Harus selalu bahagia
Menjalani hari sebagai pengantin baru, selalu melayani kebutuhan suaminya dan menyiapkan perlengkapan sudah menjadi rutinitas Shaynala. Seperti pagi ini, gadis itu menyiapkan baju untuk suaminya bekerja, pasalnya setelah satu minggu acara unduh mantu Arsen sudah harus masuk kantor."Mau dibawain apa nanti kalau aku pulang?" tanya Arsen.Mengulas senyum manis, gadis itu kemudian berkata, "kamu pulang dengan selamat saja aku sudah bersyukur, Mas.""Nanti aku kirim pesan, ya, kalau mau pulang. Kalau mau titip sesuatu bilang saja," sahut Arsen yang langsung diangguki oleh Shaynala.Gadis itu bangkit dan mengantarkan suaminya menuju teras, ia masih berdiri di teras sampai bayangan mobil mewah suaminya benar-benar hilang di balik pagar. Mereka sudah mendiami rumah pribadi Arsen setelah empat hari acara unduh mantu selesai, rumah yang terletak tidak jauh dari pesantren Kakeknya ini membuat Shaynala merasa nyaman.Di sini lain Arsen tengah fokus dengan kemudi, pria itu melajukan mobilnya menu
Sampai di kantornya pria itu langsung masuk ke dalam ruangan sang Papa. Arsen mengulas senyum saat beradu pandang dengan pria paruh baya kesayangannya tersebut, ia melangkah masuk dan lantas duduk di hadapan Papanya.Sejenak kemudian Arsen meraup banyak oksigen guna memenuhi paru-paru, ia juga memilah kata yang tepat agar Papanya tidak berpikir macam-macam."Ada banyak pekerjaan, Pa?" tanya Arsen."Tidak terlalu banyak, Nak. Hanya saja Diego hari ini izin, jadi Papa harus double cek surat-surat yang masuk."Kemarin Diego mengatakan sedang tidak enak badan dan akhirnya Rafael mengambil alih pekerjaannya, tentunya Diego membuat izin itu atas perintah Arsen."Ada sesuatu yang ingin Arsen tanyakan, Pa.""Tentang apa?" Rafael mengangkat kepala, tangannya bergerak menyingkirkan tumpukan berkas yang ada di meja depannya."Ini tentang ... Mama Kinara."Deg!Pria paruh baya itu tampak terkesiap, jelas sekali wajahnya kaget. Sudah lama mereka tidak membasah tentang Kinara, selain hanya membuat
"Syukurlah aku langsung diterima, jadi mulai besok aku bisa mendekati Kaindra," gumam Melati yang baru saja keluar dari ruang HRD.Gadis itu tidak langsung pulang, tidak seperti teman-temannya yang lain. Ia mampir ke cafe yang terletak di seberang gedung perusahaan, memesan kopi seraya menunggu mobil Kaindra keluar."Oh, iya, aku lupa menghubungi Kakek." Melati langsung mengambil ponsel yang ada di dalam tas, mencari nomor telepon Kakeknya dan lantas menekan tombol hijau."Halo, Mel," sapa Jamal di seberang sana tidak seberapa lama kemudian."Aku ada kabar bahagia, Kek. Aku berhasil masuk di Perusahaan Starlight!" pekiknya tertahan yang tak ayal mengundang gelak tawa Jamal."Bagus, bagus! Kakek bangga sama kamu. Kakek kirim uangnya sekarang juga. Setelah kamu berhasil menjerat Kaindra, baru bonus utama sebesar lima ratus juta akan masuk ke rekening kamu."Gadis itu menyunggingkan senyum di ujung bibirnya, mengangguk antusias meskipun tahu Kakeknya tidak dapat melihat."Aku tunggu, Kek
Arsen melepas jas yang ia kenakan, tubuhnya mendadak gerah mengingat wanita yang belum ia ketahui namanya itu semakin nekat. Pria itu tidak membayangkan kalau tadi Shaynala membuka kotak ini, mungkin rumah tangganya bisa berakhir detik itu juga."Tidak! Aku tidak mau kehilangan Shaynala!" gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.Katakanlah Arsen egois. Yeah, ia memang egois. Cintanya yang begitu besar kepada Shaynala membuatnya melakukan cara apapun, ia tidak peduli seberapa berat perjuangannya, yang pasti Shaynala hanya boleh menjadi miliknya."Wanita itu ... aku akan meminta Diego segera membereskannya." Tangannya bergerak merogoh saku jas untuk meraih ponsel, tiba-tiba pintu kamar terbuka yang sontak membuat Arsen mengurungkan niat menghubungi Diego."Sudah buka paketnya, Mas? Isinya apa?" tanya Shaynala seraya meletakkan cangkir kopi di atas nakas."Isinya nggak ada, Dek. Kayaknya orang iseng main lempar-lempar. Lain kali kalau menemukan seperti ini lagi kamu buang saja, soalny
Mobil mewah itu sudah berhenti di jalanan luas sebuah rumah sederhana, Aaraf dan Kaindra turun bersamaan dan lantas melangkah menuju teras. Mereka hanya datang berdua, sengaja karena Aaraf belum ingin orang lain tahu tentang perjodohan ini.Pintu rumah terbuka, Ilham dan Nala tergopoh-gopoh keluar menyambut tamu mereka. Pasangan paruh baya itu mempersilakan tamu mereka duduk, di meja sudah disiapkan banyak makanan untuk menemani obrolan mereka."Kedatangan kami ke sini, yang pertama tentunya untuk bersilaturahmi, Kang. Yang kedua kami ingin melamar Rashita untuk Kaindra," ucap Aaraf setelah dua puluh menit mereka berbicara banyak hal.Ilham dan Naya saling pandang, mereka sudah tahu tentang perjodohan ini karena Aaraf sudah memberitahukan sebelumnya, tetapi Rashita belum dan keduanya juga belum berbicara apa-apa dengan gadis itu."Kami setuju, Gus. Tapi maaf sebelumnya, kami belum membahas hal ini dengan Rashita, jadi kami belum bisa menjawab. Kalau Gus mengizinkan, kami akan menjempu
Shaynala membaringkan tubuhnya di ranjang, tidak seberapa lama kemudian terdengar suara pintu terbuka yang ia yakini adalah suaminya. Gadis cantik itu memejamkan mata, berlagak seolah dirinya memang sudah tertidur.Sebuah tangan besar bergerak melingkar di atas perutnya, mendekap tubuhnya dengan erat dan membisikkan kata, "aku janji akan menyelesaikannya dengan cepat, setelah itu aku berjanji hanya akan ada kebahagiaan yang mengiringi rumah tangga kita."Deg!'A-Apa Mas Arsen memang menyembunyikan sesuatu?' batin Shaynala dengan menggigit bibir bagian dalam.Kata-kata yang dibisikkan Arsen barusan seolah menguatkan dugaannya kalau sang suami memang menyimpan suatu rahasia, ia mulai berpikir lebih keras untuk menguak rahasia tersebut, tentunya tanpa diketahui oleh suaminya.• Keesokan paginya.Shaynala bangun saat mendengar suara adzan dari masjid yang terletak tidak jauh dari rumahnya, ia menoleh ke arah Arsen yang masih tertidur dengan memeluk tubuhnya. Bibir tipis itu mengulas seny
Kaindra meregangkan tubuhnya, bibirnya tersenyum puas karena pekerjaannya awal pekan ini berjalan lancar, apalagi grafik perusahaan yang terus naik semakin membuat pikirannya tenang. Pria itu melihat ponsel untuk mengecek jam, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore.Namun, bukan itu yang menjadi fokusnya, melainkan foto cantik Shaynala yang menjadi wallpaper ponselnya. Gadis cantik itu mengenakan gaun berwarna hijau, foto yang ia ambil saat Shaynala baru saja lulus hafalan Al-Qur'an."Bagaimana kabarmu, Ning?" gumamnya seraya mengelus layar ponsel itu."Aku bersalah karena masih mencintai istri orang, tapi aku benar-benar tidak bisa melupakanmu. Mau sekuat apapun aku mencoba, kamu terlanjur menempati ruang terdalam di hatiku. Doaku masih sama, Ning. Semoga kamu selalu bahagia," gumamnya lagi.Tanpa pria itu tahu, saat ini gadisnya tengah dirundung gelisah. Sudah satu jam Shaynala mengubek-ubek ruang kerja Arsen, mencari jawaban tentang siapa wanita yang menelepon suaminya tad