Kaindra meregangkan tubuhnya, bibirnya tersenyum puas karena pekerjaannya awal pekan ini berjalan lancar, apalagi grafik perusahaan yang terus naik semakin membuat pikirannya tenang. Pria itu melihat ponsel untuk mengecek jam, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore.Namun, bukan itu yang menjadi fokusnya, melainkan foto cantik Shaynala yang menjadi wallpaper ponselnya. Gadis cantik itu mengenakan gaun berwarna hijau, foto yang ia ambil saat Shaynala baru saja lulus hafalan Al-Qur'an."Bagaimana kabarmu, Ning?" gumamnya seraya mengelus layar ponsel itu."Aku bersalah karena masih mencintai istri orang, tapi aku benar-benar tidak bisa melupakanmu. Mau sekuat apapun aku mencoba, kamu terlanjur menempati ruang terdalam di hatiku. Doaku masih sama, Ning. Semoga kamu selalu bahagia," gumamnya lagi.Tanpa pria itu tahu, saat ini gadisnya tengah dirundung gelisah. Sudah satu jam Shaynala mengubek-ubek ruang kerja Arsen, mencari jawaban tentang siapa wanita yang menelepon suaminya tad
Sebuah mobil mewah baru saja berhenti di parkiran khusus gedung pencakar langit bertuliskan Ekadanta Company, pintu terbuka dan Shaynala lekas turun. Wanita itu berjalan masuk, menaiki lift untuk menuju ruangan suaminya. Tangannya memegang goodie bag berisi dua kotak makan, satu akan ia berikan kepada suaminya dan satunya lagi kepada Diego.Shaynala membuka pintu kaca ruangan suaminya setelah menempelkan kartu akses khusus, gadis itu tersenyum manis mendapati sang suami tangah fokus pada pekerjaannya. 'Syukurlah, jadi aku nanti bisa punya banyak waktu tanya-tanya sama Kak Diego,' batin Shaynala."Sibuk, Mas?" tanyanya seraya mendudukkan diri di sofa."Lumayan, Dek. Ada banyak dokumen yang harus Mas periksa.""Oh, baiklah. Aku izin ke ruangan Kak Diego dulu, ada sesuatu yang mau aku bicarakan sama dia, Mas.""Tentang apa?" Arsen menarik pandangannya dari layar komputer, menatap istrinya dengan pandangan menelisik."Tentang salinan berkas kerjasama dengan Perusahaan Starlight, tadi Abi
Arsen menggebrak meja ketika baru saja membaca pesan dari Larissa, tetapi yang membuatnya lebih kesal adalah bisa-bisanya Shaynala bersama wanita itu."Dasar jalang sialan!" desisnya.Ibu jarinya kembali mengutak-atik ponsel, mencari nomor Shaynala dan lantas meminta sambungan telepon. Tidak seberapa lama kemudian terdengar suara lembut sang istri dari seberang panggilan."Kamu lagi ada di mana, Dek?" tanya Arsen."Aku lagi di rumah sakit, Mas. Tadi nabrak orang, kasihan orangnya nggak punya keluarga, jadi aku temani saja. Apalagi dia seorang wanita hamil, aku nggak tega mau ninggalin."Pria itu menggeram emosi. "Kirimkan alamat rumah sakitnya, Mas akan kirim beberapa bodyguard untuk menjaga wanita itu. Nanti kamu pulang saja, ya.""Eum ... baiklah, kalau kamu yang minta aku nurut. Tapi setiap pagi aku akan ke rumah sakit, ya, untuk melihat keadaannya," ucap Shaynala di seberang sana.Arsen memejamkan matanya dengan rahang menegas layaknya orang yang sedang sangat kesal. "Iya, boleh,"
Seperti yang telah direncanakan, pagi ini Arsen dan Shaynala melakukan perjalanan ke luar kota. Mereka menggunakan supir karena Arsen harus menyiapkan materi saat meeting nanti. Sedari tadi pria itu fokus dengan ponselnya, sesekali ia akan tersenyum saat membaca pesan dari anak buahnya yang mengatakan kalau Larissa sudah dipindahkan.'Setelah ini kau tidak akan bisa menggangguku lagi!' batinnya.Sementara Shaynala juga tampak anteng bermain ponsel di sebelah Arsen. Namun, wajah cantiknya tampak murung saat membaca pesan dari Karin yang mengatakan belum bisa menggarap laporannya karena masih antre banyak.Ia kemudian memilih berbalas pesan dengan Rashita, membahas lamaran Kaindra dan Rashita yang akan digelar tiga bulan lagi.[Kamu harus datang ke lamaranku, Ning. Aku mau kamu temani, seperti aku dulu yang menemanimu.] tulis Rashita yang membuat perasaan Shaynala nyeri.Shaynala hanya menjawab dengan emoticon jempol, tidak berkata iya atau menolak permintaan Rashita.'Aku mungkin tidak
Setelah diperingatkan oleh Arsen, Kaindra mulai menghindari Shaynala. Berangkat ke kantor pagi-pagi sekali dan pulang larut malam, ia bahkan tidak pernah makan di rumah, semua itu dilakukan untuk menghindari Shaynala dan menjaga hatinya.Hingga tiba lah hari di mana acara lamaran digelar, pagi ini Shaynala sudah sampai di rumah Rashita. Sengaja, karena ia pun juga menghindari Kaindra. Ia tahu pagi ini Kaindra akan sarapan di rumah, juga melakukan kesibukan lain untuk acara lamaran.Gadis itu tahu dari kemarin Kaindra menghindarinya, apalagi tujuannya kalau bukan untuk menata hati? Maka Shaynala juga melakukan hal sama, ia akan membantu Kaindra untuk tidak lagi memikirkannya."Terima kasih, ya, Ning. Kamu mau repot-repot datang sepagi ini," ucap Rashita."Sama-sama," sahut Shaynala dengan memaksakan senyuman."Aku bahagia sekali pagi ini, impianku menikah dengan pria yang kucintai sebentar lagi akan terwujud. Doaku tidak sia-sia, semau tirakat yang ku lakukan membuahkan hasil memuaskan
Shaynala pulang lebih dulu tanpa mengikuti acara ramah tamah, ia langsung masuk kamar dan meminta mbak ndalem untuk membawakan jahe panas. Ia sudah mengatur rencana akan berlagak masuk angin, dengan begini semua orang tidak akan curiga kenapa ia harus pulang lebih dulu.Saat baru saja membaringkan tubuhnya di kasur, sebuah dering ponsel terdengar kencang yang tak ayal menyentaknya. Shaynala kembali bangun, mengambil ponselnya dari dalam tas dan mendapati nama Karin terpampang di layar pipih itu."Halo, Rin," sapanya setelah menempelkan ponsel pada daun telinga."Aku mengganggumu, Na?""Tidak, aku lagi santai. Ada apa? Apa ada kabar tentang penyidikan mu?" tanya Shaynala dengan perasaan berdebar.Sungguh! Ia sangat ingin tahu tentang wanita misterius itu."Iya, Na. Ada kabar buruk dan maaf aku harus mengatakan ini. Aku dan tim ... tidak bisa mendapatkan informasi apa-apa, seperti ada yang menutup akses saat kami ingin memasukkan pelacak ke nomor itu. Sudah satu bulan kami berusaha, tap
Jamal memanggil dua asisten pribadinya dan meminta mereka mengumpulkan beberapa anak buah pilihan, orang-orang terlatih yang akan dipilih dan ditugaskan untuk membereskan anak buah Ryon yang sudah disebar. "Jangan sampai ada yang tahu masalah ini, siapkan dana besar untuk menyuap siapapun yang menghalangi mu. Kau harus pastikan supir dan pemasok bahan baku tutup mulut, jangan sampai ketahuan kalau kau adalah asistenku. Kalau ada yang bertanya, katakan saja kau bekerja untuk Kaindra atau Ryon," jelas Jamal pada pria botak bertubuh gempal yang berdiri di hadapannya itu."Baik, Tuan. Saya akan menjalankan tugas ini dengan baik."Jamal mengangguk puas, kemudian ia mengalihkan pandangannya pada pria bertubuh kekar di hadapannya. "Kau sudah membuat lamaran pekerjaan sebagai penjaga gudang?" tanyanya."Sudah, Tuan. Tinggal menunggu interview saja, mereka mengatakan paling lama satu bulan.""Bagus. Kau harus mendapatkan posisi itu, sehingga saat bahan baku jelek masuk bisa lolos kontrol. Sua
Pagi ini Aaraf diam-diam pergi ke kantor untuk menyelidiki kecurigaannya kemarin, beruntung kemarin ia bisa mengalihkan pembicaraan sehingga Ilham dan Rashita tidak sampai berpikir macam-macam."Pak Aaraf," ucap salah satu staf dan langsung menundukkan kepala."Aku mau cek CCTV ruangan CEO.""Silakan, Pak." Pria itu menyingkirkan tubuhnya untuk jalan Aaraf lewat."Pastikan tidak ada yang tahu kedatanganku ke ruangan ini."Pria yang merupakan staf penjaga ruang CCTV itu langsung mengangguk. "Baik, Pak," sahutnya.Aaraf meneruskan langkahnya masuk, ia menuju salah satu komputer terbesar di sana dan mendudukkan dirinya di kursi empuk itu. Jemarinya bergerak lincah di atas keyboard, tidak lama kemudian layar komputer itu memutar sebuah video yang merekam area lantai ruangan Kaindra.Seiring dengan detik waktu yang terus berganti, kening keriput itu semakin mengernyit saat melihat seorang gadis yang sering masuk ke ruangan Kaindra. "Mereka sering berinteraksi, siapa dia?" gumamnya bingung