Aaraf tidak langsung pulang, ia mampir ke apartemen Danang terlebih dahulu. Matahari semakin condong ke barat dan adzan Maghrib baru saja berkumandang, tetapi pria itu masih enggan beranjak dari apartemen sahabatnya itu."Gus, aku mau ke masjid depan dulu. Mau ikut?""Tidak usah, aku salat di sini saja.""Baiklah kalau begitu, aku keluar dulu.""Yeah."Aaraf menatap punggung sahabatnya sampai menghilang dari balik pintu, selanjutnya ia meraih ponsel dan melihat banyak panggilan tak terjawab dari Kayshilla. Pesan terus masuk ke ponselnya, tetapi ia sama sekali tidak berminat untuk membalas.Aaraf membawa tangannya meraup wajah, ia sebenarnya tidak tega mendiamkan Kayshilla seperti ini. Namun, ia lebih takut kalau pulang saat hatinya masih panas. Pria itu khawatir akan melontarkan ucapan yang akan menyakiti perasaan istrinya.Menit berlalu...Danang sudah kembali dari masjid dengan membawa dua bungkus makanan, ia berniat mengajak Aaraf makan bersama. Baru setelahnya kedua pria itu kemb
Malam ini Aaraf mengajak Kayshilla untuk pergi ke rumah sakit melihat keadaan Rayhan. Sampai di sana ketuanya langsung disambut oleh Pak Roy."Silakan masuk, Pak Aaraf," ucap pria paruh baya itu mempersilakan Aaraf masuk ke dalam ICU."Terima kasih banyak, Pak," sahutnya yang hanya ditanggapi anggukan singkat oleh Pak Roy.Di dalam ruang ICU itu Aaraf dan Kayshilla melihat Rayhan terbujur tak berdaya di ranjang pesakitan. Ada perasaan iba yang tiba-tiba menjalar di dada, tetapi saat mengingat kembali perkataan Rayhan kemarin, Aaraf langsung membuang muka dan melupakan perasaan iba nya barusan."Wajahnya masih babak belur, Mas. Kamu memukulnya sangat parah?""Tidak juga, dia saja yang terlalu lemah."Wanita itu reflek memukul pelan lengan suaminya. "Kamu ini jangan ngomong sembarangan, Mas. Nggak enak nanti kalau Pak Roy dengar."Namun, Aaraf hanya mengedikkan bahu tanpa menyahut sepatah kata pun. Beberapa menit berselang, Aaraf mengajak istrinya keluar dari ruangan ini. Pria itu menga
Setelah menunggu selama hampir dua jam, Dokter keluar dengan para perawat mengekor di belakangnya. Raut wajah lelah dan tegang masih sangat kentara, sehingga tak ayal membuat Kayshilla cemas."Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Abah."Operasi pemasangan pen berjalan lancar, Pak. Kami juga memberikan jahitan di beberapa bagian tubuh pasien. Saat ini pasien masih ada di bawah pengaruh obat bius, tetapi mungkin sebentar lagi akan sadar. Nanti kalau sudah sadar tolong Anda panggil kami, karena kami akan menyuntikkan obat pereda nyeri agar efek pasca operasi tidak terlalu terasa menyakitkan," jelas Dokter panjang lebar.Abah Ibrahim lantas mengangguk. "Baik, Dok," sahutnya."Oh, iya, Pak. Dikarenakan satu ginjal pasien mengalami kerusakan, maka kami akan melakukan transplantasi. Sayangnya persediaan di rumah sakit kami sedang kosong, nanti coba kami hubungkan ke rumah sakit lain. Atau kalau Bapak bisa, tolong carikan donor ginjal yang cocok untuk pasien," ucap Dokter paruh baya itu.
Tiga puluh menit berlalu, akhirnya pintu ruangan itu terbuka. Dokter keluar dari sana dan Kayshilla langsung mendekat."Bagaimana kondisi suami saya, Dok?" tanyanya."Syukurlah, Bu. Pasien menunjukkan respon baik setelah kami menambah beberapa alat bantu di tubuhnya. Kebetulan beberapa menit lalu pasien juga baru saja sadar, sehingga Ibu bisa menemuinya sekarang."Kayshilla mendesah lega, akhirnya doa panjang yang ia panjatkan tadi tidak sia-sia. Setelah mengucapkan terima kasih, wanita itu langsung berjalan masuk dengan senyuman lebar, kakinya melangkah semakin mendekat ke arah ranjang dan berhenti di sisi ranjang suaminya.Kelopak mata itu sudah terbuka, samar-samar Kayshilla melihat bibir pucat suaminya mengulas senyum tipis. Tatapan mata yang biasanya berbinar, kini menjadi sendu lantaran menahan sakit pasca operasi, Kayshilla tahu itu dan ia tetap jatuh cinta dengan tatapan suaminya."Mas? Aku senang kamu sudah membuka mata," ucap Kayshilla.Aaraf mengangguk pelan, sesekali matan
Keesokan paginya Kayshilla pergi ke kantor polisi ditemani Adele, wanita itu menyempatkan diri datang ke Kediri meskipun sebentar lagi ia akan menikah. Pasalnya ia tidak tega dengan sahabatnya, beruntung suaminya tidak mengekang dan bahkan mau menemaninya."Kamu nanti harus kuat, Kay. Jangan pernah menunjukkan kalau kamu lemah," ucap Adele saat ia baru saja menghentikan mobil di parkiran kantor polisi."Iya.""Ingat! Kamu harus memperjuangkan keadilan untuk suamimu, dia sedang kesakitan saat ini dan kamu harus membuat pelakunya merasakan pembalasan yang lebih menyakitkan.""Pembalasan? Maksudnya?" Adele langsung menghentikan langkah, wanita itu mendengus pelan melihat Kayshilla yang sangat polos."Buat pelakunya kena pasal berlapis, pokoknya kamu tambah-tambahin saja biar dia mendapatkan hukuman berat."Kayshilla hanya membulatkan mulutnya dengan ber-oh ria. Ia mengacungkan ibu jari kepada Adele dan lantas meneruskan langkah memasuki kantor polisi. Sampai di dalam ia langsung disambu
"Bagaimana?" tanya Adele saat baru saja menjalankan mobilnya."Dia mengakui banyak hal, Del. Bahkan kejahatan yang tidak sempat terpikirkan olehku."Adele mengerutkan kening. "Maksudnya?"Kayshilla tidak langsung menjawab, ia menghela napas sejenak baru kemudian menceritakan semuanya. Adele yang mendengar penjelasan Kayshilla tentu saja terkejut, ia tidak menyangka Rayhan tega melakukan hal itu."Gila! Kelewatan banget!" pekik Adele.Adele tahu bagaimana sahabatnya hampir gila saat foto itu tersebar. Fitnah dan caci maki setiap hari dilayangkan kepada Kayshilla oleh orang-orang yang salah paham dengan foto itu, Kayshilla setiap hari menangis padanya lantaran tidak bisa melakukan apa-apa. Bahkan saat foto itu sudah dihapus dari media sosial, tidak menyurutkan orang-orang berkomentar negatif pada akun milik Kayshilla, sampai wanita itu harus menonaktifkan akun pribadinya."Tapi untungnya Gus Aaraf bisa mengerti, ya.""Alhamdulillah, Del. Mas Aaraf juga yang menghapus foto itu dari media
Keesokan paginya, rombongan keluarga sepupu Rafael datang ke rumah sakit. Kayshilla dan yang lainnya langsung menemui calon pendonor ginjal.Seorang remaja laki-laki berusia 19 tahun yang berparas tampan dan juga memiliki postur tubuh tinggi tegap. Namun, siapa sangka ia divonis tidak bisa hidup terlalu lama lagi karena penyakit yang menggerogotinya sedari kecil."Nak? Siapa namamu?" tanya Abah."Dewangga, Pak."Abah mengangguk, ia langsung memeluk Dewangga dengan erat. Begitu juga dengan remaja itu yang turut membalas pelukan Abah. Senyumnya sangat tulus, siapa pun yang melihatnya pasti merasakan kehangatan sikap Dewangga."Kamu datang seperti dewa penolong bagi putra kami, Nak. Terima kasih sudah mau menjadi pendonor untuk Aaraf.""Sama-sama, Pak. Selama ini saya tidak bisa banyak bekerja fisik, jadi mumpung masih ada sisa waktu hidup, saya ingin bermanfaat bagi orang lain. Bapak tenang saja, selama ini saya menjalani gaya hidup sehat dan rutin berolahraga, meskipun hanya olahraga r
Hari yang ditunggu pun tiba, Kayshilla kembali ditemani Adele ke pengadilan. Keduanya melangkah bersisian memasukinya gedung pengadilan.Ratna yang melihat klien-nya datang langsung menyambut Kayshilla dan membawa wanita itu untuk duduk di kursi tunggu."Pak Danang di mana?" tanya Kayshilla saat mendapati ruang tunggu itu kosong."Beliau sedang ke kantin untuk membeli beberapa minuman tadi, Bu," sahut Ratna.Kayshilla hanya mengangguk, tidak seberapa lama kemudian Danang datang dengan membawa empat botol minuman dingin."Silakan, Bu. Semoga bisa mengurangi rasa gugup."Kayshilla mengangguk dan lantas menerimanya. "Terima kasih, Pak.""Sama-sama, Bu," sahut Danang. Pria itu memang sangat formal, meskipun Aaraf dan Kayshilla sudah sangat dekat dengannya, tetapi tidak membuat Danang mengurangi rasa hormat kepada istri Bosnya itu.Sepuluh menit kemudian petugas datang dan mempersilakan Kayshilla beserta yang lainnya masuk, rombongan itu langsung disambut oleh jaksa dan mereka dipersilakan
Semua orang mengucap syukur dokter menyatakan kondisi Shaynala sudah baik-baik saja, meskipun wanita itu tetap harus rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil.Arsen terus menggenggam tangan sang istri, bibirnya terus meminta maaf atas kesalahannya yang telah membuat Shaynala seperti ini."Tidak apa-apa, Mas. Saat itu aku juga sedang kalut, jadi tidak berpikir dulu kalau mau bertindak," ujar Shaynala dengan suara lirih."Aku akan menebus semua kesalahanku, Dek. Dengan apapun caranya, aku akan membuatmu bahagia."Shaynala mengangguk, entah sudah yang ke berapa kalinya Arsen mengatakan hal seperti itu.Ia melihat penyesalan besar di mata suaminya, bahkan kedua mata elang itu masih memerah karena terlalu banyak menangis."Sekarang kamu harus fokus untuk kesembuhanmu, Dek. Nanti kita akan memulainya dari awal, aku berjanji akan selalu jujur dan terbuka dan berusaha hal seperti ini tidak akan terulang lagi," jelas Arsen yang membuat Shaynala langsung mengangguk."Mama sudah dibunuh D
Tujuh hari berlalu dan Aaraf baru kembali ke rumah sakit untuk melihat putrinya. Selama tujuh hari sebelumnya, ia menyiapkan acara doa untuk kematian Kaindra. Namun, setiap hari pria paruh baya itu tetap berinteraksi melalui video call agar tahu kondisi putrinya.Namun, baru saja menginjakkan kakinya di depan ruang rawat Shaynala, Aaraf dikejutkan dengan tangis semua orang yang ada di sana."Ada apa ini?" Aaraf langsung memeluk tubuh Kayshilla. "Ada apa, Kay? Kenapa semuanya menangisi?""Dokter tadi mengatakan tubuh Shaynala menunjukkan reaksi yang menolak jantung barunya, Bi. Shaynala kejang-kejang, Ummi takut melihatnya. Ummi takut ..," jelas Kayshilla yang sontak membuat Aaraf melongo."Bukankah kata dokter, sejak kemarin aman?" tanya Aaraf dengan suara lirih."Iya. Tapi pagi tadi saat Ummi mau menyeka tubuhnya, Shaynala kejang-kejang." Kayshilla menangis tertuju pilu di dalam pelukan Aaraf, hal itu tak ayal juga membuat Aaraf turut menitikkan air mata.Sementara Arsen terus berdir
Kondisi Kaindra semakin memburuk, bahkan pria itu sempat kejang-kejang. Kayshilla baru saja tiba bersama keluarga Danang, wanita paruh baya itu sampai pingsan beberapa kali memikirkan kondisi Shyanala dan Kaindra."Ndra, kamu dengar Abi?" bisik Aaraf, saat ini ia berada di dalam ruangan Kaindra karena dokter menyuruhnya masuk beberapa saat lalu.Kaindra terus memanggil-manggil Abinya, matanya terbelalak ke atas dengan napas yang seperti orang tengah mengorok."Laa ilaha illallah," bisik Aaraf tepat di telinga Kaindra.Pria itu mengikuti dengan napas tersengal, bibirnya bergerak hebat dengan keringat basah yang mulai membasahi pelipis.Aaraf menggenggam punggung tangan Kaindra, sebelah tangannya lagi mengelus lembut kening yang terasa panas. Sambil bibirnya terus membisikkan kalimat tauhid."Syahadat, Ndra. Di dalam hati tidak apa-apa," bisik Aaraf yang langsung diangguki oleh Kaindra.Kaindra tampak mengambil napas dalam, terdengar serak dan seperti sangat kesakitan.Aaraf menguatkan
Aaraf tidak kuasa menahan beban tubuhnya saat mendengar penjelasan panjang tentang kejadian yang menimpa putrinya tadi, kedua matanya semakin deras mengalirkan cairan bening, dengan seluruh hatinya yang hancur berkeping-keping.Bibirnya terus memanggil-manggil nama Shaynala, membuat siapapun tidak tega melihatnya."Kenapa putriku harus mengalami seperti ini?" gumam Aaraf. "Dia tidak salah apa-apa, dia tidak tahu apa-apa. Tapi malah menjadi korban."Arsen menundukkan tubuh yang masih bersimpuh di bawah Aaraf, ia seperti tidak punya keberanian untuk mengangkat kepala.Hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya, meskipun tidak mendapat sahutan dari Aaraf."Shaynala ..," bisik Aaraf.Pria paruh baya itu memejamkan kedua kelopak mata, detik berikutnya ia membuka lagi mata yang terpejam dan menatap ke arah Arsen."Bangunlah, Nak. Ini bukan salahmu, Abi paham kamu dijebak," ucap Aaraf sambil membantu menantunya untuk berdiri.Arsen semakin tergugu saat Aaraf dengan enteng merangkul tubuhnya, p
PLAKK!Wajah Arsen terhantam ke samping saat Rafael menamparnya dengan kencang, tanpa rasa iba Rafael mengangkat kasar dagu putranya dan kembali melayangkan bogeman mentah hingga membuat darah segar mengucur deras dari hidung."Papa kecewa sama kamu!" desis Rafael.Beberapa saat lalu Rafael memang mencari Arsen karena Adele yang mengatakan bahwa Kayshilla mencari putrinya. Kata Kayshilla, Shyanala pergi tidak lama setelah Arsen meninggalkan rumah dan sampai malam belum ada kabar.Tanpa pikir panjang Rafael langsung melacak keberadaan Arsen dan menyusul ke rumah yang digunakan sebagai tempat pertemuan Arsen dengan Kinara. Beruntung Rafael masih sempat bertemu Diego di gang masuk rumah itu, sehingga pria paruh baya itu langsung menyetop mobil Diego dan menginterogasinya."Apa yang akan kamu jelaskan pada mertuamu sekarang, hah?! Bagaimana bisa kamu tidak sadar kalau istrimu sedang mengikuti? Sekarang... papa tidak bisa lagi melindungi kamu, Sen," ucap Rafael.Arsen tidak menyahut, waja
Hujan turun tanpa diduga, Shaynala tetap nekat menerobos hujan tanpa peduli bajunya basah."Dek!" Arsen tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang, membuatnya sontak berteriak."Aaargh ... lepaskan aku, Mas! Jangan sentuh!" Shaynala berusaha melepaskan tubuhnya, tetapi pelukan Arsen sangat erat.Wanita itu meneteskan air mata, bersatu dengan lebatnya air hujan yang rasa dinginnya semakin menusuk kulit. Udara malam menjadi saksi betapa panasnya hati pasangan tersebut, kedua insan itu sama-sama terluka dengan keadaan yang terus memicu masalah."Lepaskan aku, Mas, lepaskan aku ...," bisik Shaynala di sela-sela isak tangisnya. "Aku nggak bisa seperti ini terus, aku terluka saat tahu kamu akan punya anak dari perempuan lain. Mamamu juga meminta kita bercerai, Mas."Arsen tersentak dan tanpa sadar pelukannya sedikit melonggar, membuat Shaynala dengan mudah melepaskan diri.Shaynala berjalan cepat, tanpa peduli tanah basah yang mengotori sepatunya."Aku mencintaimu, Dek! Aku tidak akan mencerai
David berlari menuju ruang UGD, ia segera menemui Dokter yang ada di sana dan menanyakan bagaimanakah kondisi Kaindra."Benturan yang dialami pasien menyebabkan adanya pendarahan serius di dalam otak, Pak. Pasien juga mengalami patah tulang di beberapa bagian, dan terdapat banyak luka lecet. Kami baru saja memberikan transfusi darah karena pasien kehilangan banyak darah saat dibawa ke sini," jelas dokter.David mengangguk dengan lesu, ia duduk di sana dengan tatapan kosong yang terarah ke depan.Ia sudah menganggap Kaindra seperti seorang kakak, Kaindra sering membantunya bahkan memberikan banyak bonus di luar bonus perusahaan.Mendengar kondisi orang yang ia sayangi yang sedang kritis di dalam sana, membuat David merasa tidak berdaya. Meskipun ia terkenal tegas, tetapi ketika menyangkut keselamatan Kaindra, ia juga bisa menjadi rapuh."Mungkin nanti akan ada operasi kecil, Pak. Mohon Bapak menghubungi anggota keluarga lain untuk mengurus persetujuan operasi tersebut," kata Dokter.Se
Mobil milik Arsen baru saja berhenti di halaman luas Pesantren Al-Mubarok. Sesuai janjinya, dua minggu sekali ia akan datang ke sini untuk mengunjungi istrinya.Ia langsung duduk di sofa ruang tamu, menemani Abi mertuanya yang duduk sendirian di sana. Pria paruh baya itu terlihat tidak bersemangat, padahal Arsen tahu perusahaannya sudah berjalan stabil."Abi kemarin bertemu dengan Kaindra, Sen. Abi tidak bisa tenang," ucap Aaraf dengan suara lirih.Hening! Arsen tidak menyahut."Kaindra sibuk terus dan belum bisa ditemui, malah hari ini rencananya dia pergi ke luar kota lagi untuk pertemuan bisnis." Pria paruh baya itu menghela napas kasar. "Abi juga tidak enak mengganggu waktunya. Segan, Sen. Abi 'kan pernah mengecewakan dia," lanjutnya."Satu bulan lagi hari pernikahannya, pasti Kaindra akan mengundang Abi. Mungkin itu bisa jadi waktu yang tepat untuk Abi berbincang dengan Kaindra," sahut Arsen.Aaraf tampak berpikir. "Apakah Kaindra akan mengundang Abi? Sedangkan kemarin Abi bilang
"Kita akan menginap di sini, Tante?" tanya Larissa."Iya, rumahnya Arsen juga tidak jauh dari hotel ini. Jadi cocok sekali kalau kita menginap di sini untuk sementara waktu," sahut Kinara.Larissa mengangguk setuju. Di usia kandungannya yang sudah memasuki sembilan bulan, Larissa tidak bisa banyak protes dan hanya bisa menurut saja. Yang terpenting nanti kebutuhannya dan anaknya terjamin."Wanita itu masih di luar kota, Tante?"Kinara menoleh ke arah Larissa dengan kening mengernyit. "Maksud kamu Shaynala?""Iya, Tante. Dia," sahut Larissa yang sontak membuat Kinara tergelak."Sampai sebegitunya kamu nggak mau menyebut namanya, La." Kinara menjeda ucapannya barang sejenak. "Iya, dia masih di luar kota. Dan ini menjadi kesepakatan bagus untuk kita mengawasi Arsen."Wanita paruh baya itu memang menempatkan beberapa anak buah di sekitar kediaman Arsen untuk mengawasi Arsen dan mendapatkan banyak informasi."Tapi kalau kita langsung muncul, apa Arsen tidak akan marah? Dia 'kan membenciku,"