Syahnaz teringat kembali dengan perkataan Aris yang menyuruhnya untuk memilih sebuah keputusan. Di teras rumah Syahnaz sedang duduk sambil memegangi kepalanya yang terasa berputar-putar. Dari dalam ruangan, terlihat Bram sibuk mencari batang hidung istrinya hingga menuju ke teras rumah dan ia melihatnya juga.“Sayang...” Bram menyapa syahnaz dan duduk di sampingnya tidak lupa juga Bram memeluk pinggang syahnaz dengan pelukan mesra.Syahnaz menoleh ke arah suaminya dengan ekspresi wajah masam seakan tidak menyukai kehadiran Bram di sampingnya. “Kamu lagi apa?” tanya Bram.Terdengar suara nafas yang terkontrol lalu Syahnaz pun mengatakan bahwa ia ingin sendiri dan jangan diganggu. Bram mengira istrinya hanya bercanda kepadanya karena memang baginya Syahnaz gemar memberikan kejutan-kejutan yang diluar kehendak.“Ngapain masih duduk?” tanya Syahnaz dengan ketus sambil membuang muka ke arah lain. Bram terdiam mematung lantaran kali ini istrinya memang tidak ingin di ganggu. “Baiklah Sayan
Wilona telah bekerja di kantor perusahaan milik Reyhan. Tanpa Wilona sadari, sedikit demi sedikit hidupnya kini mulai berangsur membaik. Terutama pada perekonomian yang sempat jatuh kini mulai berkembang lagi. Hal ini juga tidak luput dari campur tangan Reyhan. Dia memberikan Wilona mobil perusahaan dan mengangkat Wilona menjadi sekretaris pribadinya. Rasanya, Wilona tidak akan pernah melupakan jasa kebaikan yang pernah Reyhan berikan padanya.Terlebih semua penghuni di perusahaan tempat Wilona bekerja pun pada ramah-tamah. Setiap kali Wilona berpapasan dengan mereka dengan ramah mereka selalu menyapanya dan begitupun juga sebaliknya. Pekerjaan yang nyaman, lingkungan dan fasilitas yang memadai, teman bekerja yang baik dan ramah, apalagi kenal akrab dengan bos tentu akan membuat siapapun merasa ingin di posisi Wilona yang sekarang namun tidak mau jadi Wilona yang dulu.Kini, genap sudah satu bulan Wilona bekerja dengan lingkungan yang positif. “Selamat siang, Bu Wilona” sapa Misya, kar
Wilona berbelanja ke supermarket dengan seorang diri. Karena hari ini tanggal merah maka kantor perusahaan pun sedang libur. Wilona membeli beberapa keperluan dapur yang bisa aku stok hingga satu minggu. “Ah... Akhirnya sudah cukup” gumamku dalam hati.Wilona mendorong keranjang supermarket yang berisi barang-barang belanjaannya ke kasir. Dengan cepat kasir mengecek harga dan Wilona pun membayar setelah dikasih tau total belanjaannya. Wilona membeli tas supermarket agar dirinya tidak kewalahan membawa barang belanjaannya. Setelah itu, Wilona menuju ke arah mobil dan tidak lupa membayar uang parkir.Terlihat pak satpam mengucapkan terimakasih kepada Wilona dan Wilona hanya tersenyum sekilas. Wilona pun mulai menyetir mobil dan pergi. Di lain sisi, Aris tengah berada di teras rumah yang aku lupa mengunci pintunya. Lumayan lama Aris menunggu karena Wilona mampir sedikit di salah satu rumah teman. Lalu saat ini aku sedang menuju ke rumah.Setelah sampai Wilona melihat Aris dan begitupun se
Reyhan mengajak Wilona ke rumah kedua orang tuanya dengan maksud memperkenalkan Wilona kepada mereka. Wilona merasa belum siap itu itu dan menolak secara halus. Reyhan tidak menyerah dengan penolakan Wilona hingga akhirnya Wilona pun mengiyakan. Sesampainya di rumah, Reyhan mengajak Wilona berjalan berdampingan.“Reyhan” sapa Nyonya Fitrya ketika melihat putranya kembali.Nyonya Fitrya memeluk erat tubuh putranya karena saking rindunya menahannya berminggu-minggu. Reyhan tersenyum lalu ia pun memperkenalkan Wilona. Nyonya Fitrya teringat dengan Wilona yang wajahnya tidak asing lagi.“Bukannya kamu yang pernah datang ke rumah saya ketika terjadi tragedi yang di perbuat salah satu ajudan kami?” tanya Nyonya Fitrya pada Wilona.“Iya, itu benar dan sekarang Tante saya telah meninggalkan saya selamanya akibat kehilangan janin yang beliau inginkan” ujar Wilona sedih.Nyonya Fitrya tidak dapat berkata-kata dia hanya diam. Lalu Reyhan pun menanyakan keberadaan papanya pada mamanya. Nyonya Fitr
Syahnaz tidak ingin dilenyapkan oleh Aris. Ia juga terlalu bucin sehingga tidak ada jalan pikirannya untuk berhenti berselingkuh dengan Aris meskipun Aris telah kasar terhadapnya beberapa kali. Malahan saat ini ia ingin membuktikan kepada Aris bahwa ia bisa melenyapkan adiknya sendiri. Perlahan-lahan Syahnaz menuju ke arah dapur. Terlihat seorang pembantu tengah membuat teh. Dalam hatinya, Reyhan sangat menyukai teh hangat. “Pembantu itu pasti sedang membuatkan teh buat Reyhan. Ha ha... Baguslah lebih cepat lebih baik” gumam Syahnaz senang.Pembantu itupun keluar sebentar karena ada yang menelepon telepon rumah. Padahal, yang menelponnya adalah Syahnaz sendiri. Setelah dirasa sudah aman, Syahnaz langsung masuk ke dalam dapur dan dengan cepat menuangkan racun tikus ke secangkir teh. “Rasakan kamu Reyhan... Aku lebih sayang harta ketimbang nyawamu” gumam syahnaz kegirangan.Setelah selesai menaburkan racun tikus, syahnaz pun pergi karena ia tidak ingin ada orang melihat keberadaannya d
Sesampainya di kantor, Syahnaz kesal karena ia mendapatkan informasi dari suaminya. Aris langsung berpikiran negatif karena melihat ekspresi Syahnaz yang tidak mengenakkan. Syahnaz memperlihatkan isi pesan suaminya yang mengatakan bahwa Reyhan dilarikan ke rumah sakit dan kini kondisinya tengah membaik. Hal itu diketahui lantaran ada Wilona di rumah Reyhan.Sebelumnya, Syahnaz telah menyuruh suaminya untuk bersandiwara dan dengan cepat mereka pun seperti sedang membahas hal penting. Aris tidak menaruh curiga. Ia memukul meja kantornya sedangkan Syahnaz bisa bernafas dengan lega. Ia berharap Aris akan membenci dengan diriku karena akulah yang telah menyelamatkan Reyhan.“Sayang... Aku pergi dulu ya. Keluargaku sedang menungguku di rumah sakit” ujar Syahnaz berbohong. Aris tidak bergeming dan membiarkan Syahnaz pergi dari sisinya. “Sial, Wilona... Kamu harus kembali ke pelukanku!” seru Aris yang penuh dengan ambisi. Ia tidak pernah menyadari kesalahannya dan sesuka hati dirinya berbolak
“Dokter, bagaimana dengan keadaan Putra saya?” nyonya Fitrya begitu sangat khawatir hingga ia baru datang langsung bertanya kepada dokter yang kebetulan keluar dari ruangan.“Keadaan Pasien sangat parah. Banyak luka namun yang membuat saya khawatir adalah dibagian kepalanya” ujar dokter.“Kenapa, dokter?” tanya Nyonya Fitrya.“Kemungkin Putra ibu mengalami amnesia atau lupa ingatan dalam jangka waktu panjang” ujar dokter dengan raut sedih. Dokter itu pun pergi setelah mengatakan itu.Wilona mencoba menenangkan Nyonya Fitrya yang sedang sedih. Namun reaksinya tidak aku duga dan bahkan Tuan Harizon pun juga heran dengan istrinya. “Ini gara-gara kamu!” mata Nyonya Fitrya melotot ke arah Wilona.“Salahku?” tanya Wilona tidak mengerti.“Kamu dan Reyhan pasti habis ke danau kan? kamu tahu, Putraku itu takut dengan air!!!” teriaknya dengan kencang yang membuat beberapa orang menolehkan kepalanya ke arah kami.Tuan Harizon menyuruh Nyonya Fitrya untuk diam karena ia merasa malu istrinya berte
Reyhan terbangun dari alam bawah sadar dengan mata masih meremang-remang dan orang yang pertama kali yang ia lihat adalah Syahnaz. Dengan kondisi yang sangat lemah Reyhan berusaha bertanya kepada syahnaz. “Kamu siapa?” Syahnaz tersenyum lalu mengatakan bahwa dirinya adalah kakaknya. Melihat kebingungan yang diperlihatkan oleh Reyhan, Syahnaz dengan sangat yakin bahwa saat ini Reyhan tengah anemia atau mengalami lupa ingatan.“Mengapa aku ada disini?” Reyhan dapat mengetahui bahwa saat ini ia berada dirumah sakit. “Kamu kecelakaan dan koma lalu kamu sadar setelah koma dua minggu” ujar Syahnaz.“Kecelakaan?” Reyhan nampak kebingungan. Syahnaz berpikir sejenak, kalau ia bercerita mengenai diriku dengan buruk-buruk maka Reyhan akan membenciku dengan mudah.Syahnaz berpura-pura menangis dan mengatakan kecelakaan yang Reyhan alami akibat ulah Wilona. “Gara Wilona kamu harus koma hiks” Isak tangis palsu semakin dikeluarkan oleh syahnaz.“Siapa Wilona?” tanya Reyhan.“Wilona itu cewek muraha
Rahandi membelokkan mobilnya ke arah kiri sementara Reyhan tetap mengikutinya. Hingga mobil Rahandi berhenti ketika suasana di sekeliling dipastikan sepi dari pemukiman. Terlihat sisi kiri ada banyak hutan dan didepannya ada lapangan kosong. Seakan Rahandi telah mempersiapkan sesuatu hal buruk pada Reyhan.Rahandi maupun Viona turun dari mobil dan secara terang-terangan memperlihatkan wajah mereka. Seakan mereka menantang Reyhan. Tanpa basa-basi, Rahandi pun memanggil Reyhan dengan suara angkuh.“Saya tau kau telah mengikuti saya sedari tadi. Kau... Putra pewaris dari kakakku Tuan Harizon!” seru Rahandi.“Cepat kau maju dan tunjukkan wajah kau!” tantang Rahandi pada Reyhan.Tidak berselang lama, Reyhan keluar dari persembunyiannya. Rahandi maupun Viona tersenyum sinis seakan mereka sedang meremehkan kehadiran Reyhan.“Rupanya kau cukup pemberani wahai keponakanku” ujar Rahandi.“Hai, apa kamu masih menganggap aku kakakmu? Upz... Aku memang kakak sepupu kamu karena Papa kamu dan Papa a
Reyhan sebelumnya sedang berdiri di pintu dapur. Melihat Viona begitu pucat, Reyhan pun menanyakan hal itu. Viona tertawa canggung karena dirinya tidak mungkin berkata hal yang sebenarnya. Dengan berbohong, Viona pun mengatakan bahwa salah satu temannya sedang masuk di rumah sakit. Reyhan melihat bola mata maupun bibir yang diucapkan oleh kakaknya terlihat bertolak belakang. Namun, Reyhan mengiyakan saja.Dengan cepat, Viona pun bergegas pergi. Sementara itu, tanpa Viona sadari Reyhan juga diam-diam mengikutinya. Selama diperjalanan, Viona mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi sehingga membuat Reyhan sedikit kewalahan untuk mengejar kakaknya tersebut. Dengan rasa penasaran yang sangat tinggi, Reyhan tidak ingin melepaskan Syahnaz yang sedang terburu-buru itu. Reyhan merasa hilangnya Wilona dan Reyna ada hubungannya dengan Syahnaz.Di lain sisi, Wulan mengantar Wilona ke rumah Reyhan. Sampai di sana, tidak ada Reyhan namun ada beberapa teman-teman Reyhan yang belum pulang dari sana
Ketika dokter mengatakan bahwa Reyna hanya mengalami syok ringan, membuat Wulan merasa lebih tenang. Dirinya tidak habis pikir jika Reyna tidak bisa diselamatkan, Wulan pasti benar-benar tidak apa bisa memaafkan dirinya sendiri. Sementara itu, Wilona masuk ke dalam ruangan UGD. Wilona hanya ingin melihat anak itu secara langsung dengan waktu yang lebih lama. “Kenapa aku seperti tidak asing melihat anak ini?” gumam Wilona dalam hati.Wilona meraih tangan Reyna dengan lembut seakan mereka memiliki ikatan batin. Seketika saja Wilona merasa pusing di kepalanya dan terlihat bayangan-bayangan tidak jelas kini muncul begitu saja. Di lain sisi, Wulan masih duduk di luar dengan maksud untuk menenangkan dirinya. Viona melintas dan mereka tidak sengaja saling berpapasan satu sama lain. Wulan yang melihat Viona, seketika dendamnya muncul. Dia berdiri lalu langsung menjambak rambut Viona dengan beringas hingga Viona meringis kesakitan. Andai saja Wulan tahu bahwa wanita yang saat ini dia lawan b
Anisa segera dibawa ke ruang operasi karena kini akan segera melahirkan. Bram dalam pikiran kacau, antara marah ataupun haru semuanya menjadi satu dalam hari yang sama. Reyna diam namun dalam hatinya mendoakan Anisa dan bayi yang dikandung Anisa dapat terselamatkan. Dokter yang telah memeriksanya meminta keputusan kepada bram selaku suami dari Anisa.“Kondisi istri anda sangat lemah dan kami takut air ketubannya kering jika terlalu lama tidak ditindaklanjuti. Apakah anda mengizinkan kamu untuk melakukan tindakan operasi pada pasien?” tanya dokter pada Bram.“Apapun itu dok, asalkan anak saya baik-baik saja” ujar Bram dengan tegas.Bram tidak memikirkan Anisa dan seketika itu juga cintanya telah kandas begitu saja. Viona telah berhasil membuat gram berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Viona hanya bisa tersenyum ketika melihat situasi yang sangat indah menurut dirinya. Viona meminta izin untuk keluar dari ruangan kepada Bram sementara Reyna mencoba mengikuti kemana pe
Sebelum Reyhan berangkat bekerja, Viona sudah menyiapkan susu dan roti tawar di meja. Sembari menunggu Reyhan datang, Viona mencoba mengatur senyumannya semanis mungkin. Viona masih berpura-pura menjadi Syahnaz dan ia berniat untuk menghabisi nyawa Reyhan.Setelah menunggu beberapa menit, Reyhan pun lewat dan Viona menyapanya. Matanya terlihat berniar seakan hari ini merupakan hari yang ia tunggu-tunggu sejauh hari.“Reyhan, ayo saran pagi” ajak Viona.“Maaf kak, aku lagi buru-buru” ujar Reyhan yang berjalan ke depan. Viona yang tidak terima lantas berdiri dan mengejar adiknya itu.“Tunggu... !” teriak Viona.Reyhan memberhentikan langkahnya karena Viona kini berada di depan dirinya. Reyhan mengernyitkan dahi seakan memikirkan tingkah laku kakaknya.“Ayo dong kita sarapan pagi!” ajak Viona yang kini terlihat memaksa dan menarik tangan Reyhan agar duduk di kursi.Viona menaruh susu tersebut di samping Reyhan agar Reyhan meminumnya. Dengan santai Reyhan meraih susu itu dan memberikannya
Wulan dan Wilona telah sampai di rumah Wulan. Wulan mempersilahkan Wilona untuk masuk ke dalam rumahnya dan mengajaknya untuk duduk terlebih dahulu di ruang tamu. “Bu Wilona mau minum apa?” tanya Wulan terlebih dahulu kepada Wilona.“Aku minta air putih saja” ujar Wilona yang masih kebingungan.“Baik, Bu. Aku ke dapur dulu” ujar Wulan.Setelah Wilona sendirian di ruang tamu, dia hanya bisa menatap beberapa foto yang terpanjang di tembok. Terlihat, foto seorang wanita sedang menggendong seorang bayi mungil yang lucu dan imut. Wilona dapat mengenali wajah wanita itu yang kini sedang bersamanya. Ya, foto itu adalah Wulan. Namun, Wilona kembali teringat ketika Wulan mengatakan bahwa dirinya tinggal seorang diri. Lantas, Siapa dan dimana anak itu? Wilona nampaknya mulai bertanya-tanya tentang hal itu. Bukan tanpa alasan, Wilona seakan melihat wajah si bayi seperti tidak asing dimatanya. Tidak lama kemudian, Wulan kembali dengan membawa hidangan. Dia memberikan Wilona air putih dan bebera
“Lepaskan aku!” teriak seorang Wanita yang diikat kedua tangannya. Wanita itu tidak lain adalah Syahnaz yang asli.“Inilah akibatnya kalau kamu melanggar perintah!” paman Rahandi berdiri tepat di wajah Syahnaz.Syahnaz menggelengkan kepalanya dan menangis. Ia menasihati papanya agar segera menyerahkan diri ke kantor polisi. Alih-alih Rahandi mau mendengarkan nasihatnya putrinya, yang ada malah menamparnya dengan keras.“Anak tidak berguna!” seru Rahandi.“Tapi untungnya kamu memiliki kembaran yang bisa Papa andalkan” ujarnya.“Pa, mengapa Papa seperti ini? Dulu, aku menjadi jahat itu juga karena didikan Papa. Sekarang aku sadar... Aku telah berbuat dosa dan aku menyesali semua perbuatanku” ujar Syahnaz.“Dulu Papa memuji kelicikanmu. Sekarang kamu telah menjadi wanita lemah... Papa berharap Viona akan menggantikan posisimu yang dulu” ujar paman Rahandi sembari berlalu.Di tempat yang berbeda, Viona yang kini menyamar sebagai Syahnaz tengah asyik bermain ponsel hingga ia tidak sadar ba
Hari sudah gelap dan kini Reyhan sudah berada didepan rumah. Sementara Syahnaz menghampirinya dengan tersenyum lebar. Setelah Reyhan sudah dekat dengan dirinya, Syahnaz pun menyapa.“Habis darimana kamu?” tanyanya santai.Reyhan tidak menggubris dan memilih masuk kedalam rumah. Terlihat, Syahnaz mengernyitkan dahinya ketika dirinya diacuhkan oleh Reyhan. Lalu dia menutup kembali pintu tersebut dan menuju ke dalam kamar tidur. Reyhan merebahkan tubuhnya ke kasur. Wajahnya lesu dan matanya menatap atap langit. Tak terasa butiran air mata jatuh membasahi pipinya. Reyhan yang hampir tidak pernah menangis kini berhasil mengeluarkan air matanya.Dia menatap foto pengantin yang terlihat begitu mesra. Reyhan ingat ketika itu ia begitu bahagia bersama diriku di hari istimewa mereka. Namun kini, semuanya pudar. “Wilona, dimana kamu berada? Maafkan aku bila aku tidak sempat menolongmu waktu itu. Wilona sungguh tidak becus menjadi seorang suami hiks” gumam Reyhan.Malam ini, Reyhan tidak bisa ter
Sudah satu bulan lamanya Wilona tinggal bersama ibu Tuti dan Adi. Selama satu bulan itu juga aku tidak kunjung mengingat ingatan Wilona kembali. Hingga ibu Tuti berkata secara terang-terangan kepada Wilona, beliau ikhlas bila menganggap Wilona sebagai anaknya. Hal itu berarti, Wilona harus mengikhlaskan masa lalu yang tidak Wilona ingat dan kembali membuka lembaran baru. Antara senang dan sedih kini bercampur aduk dihati Wilona. Senang karena ibu Tuti begitu baik padaku dan sedih karena Wilona meninggalkan keluarga kandung Wilona. Ibu Tuti menyisir rambut Wilona yang hitam dan lebat. Dia memuji rambut Wilona yang katanya bagus dan Wilona hanya membalasnya dengan senyuman terbaik. Wilona yang tidak ingat nama sendiri kini telah memiliki nama yang baru. Yakni Andini, nama yang anggun dan Wilona menyukainya. Ibu Tuti telah selesai mengikat rambutku dan sekarang menyuruh Wilona untuk beristirahat. Sementara dirinya kembali sibuk dengan urusan pertanian. Sebenarnya Wilona ingin membantu i