MKYHS. BimbangMalam menjelang, aku belum juga menghubungi Mas Alfi, Karena hati ini belum siap untuk berpura-pura bahagia di saat ia sedang terluka. Berpura-pura bahagia itu nggak enak guys.Aku harus latihan terlebih dahulu sebelum menghubungi Mas Alfi agar nanti aku tidak terbawa suasana. Aku harus bisa terlihat baik-baik saja di hadapannya dan memikirkan cara agar dia menceraikan aku.Aku harus mencari tahu terlebih dahulu di mana sekarang Mutia tinggal dan setelah itu aku akan memergoki mereka di saat sedang bersama. Aku yakin Mutia tinggal tidak jauh dari tempatku karena kemarin dia memeriksa kehamilannya di rumah sakit di kotaku.Bisa jadi juga Mutia tinggalnya agak sedikit jauh, mengingat itu rumah sakit paling elit di sini, makanya dia sengaja mengajak ke sana. Rubah betina itu kan tipe orang yang suka menghamburkan uang.“Astaghfirullah,” aku ber-istighfar agar pikiranku tidak berkelana kemana-mana.Aku mencari titik keberadaan Mas Alfi melalui ponsel. Inilah enaknya zama
Aku meminta izin untuk memarkirkan motorku kepada pemilik rumah yang kebetulan sedang menyirami tanaman hiasnya. Rumahnya terletak satu rumah selang dari rumah yang di tempati Mutia.“permisi, Mbak!” seruku, menegur wanita yang kuperkirakan usia ya sebaya denganku. Ia mematikan kran air, lalu beralih manatap ke arahku.“iya, ada yang bisa saya bantu, Mbak?” tanya wanita itu ramah.“Saya mau nanya, apa benar itu kediaman Mutia?” tanyaku hati-hati.“Iya, benar,” jawab wanita itu.“Apa Mbak ini saudaranya?” tanya wanita itu kemudian.“Bukan, Mbak,” jawab ku sambil menggelengkan kepala.“Saya ...” aku ragu untuk memberi tahunya.Wanita di hadapanku mengernyitkan keningnya, menanti jawaban dariku.“sebenarnya, saya istri sah dari pemilik mobil itu,” ucapku lirih.Wanita di hadapanku itu menutup mulutnya tidak percaya.“Saya ikut prihatin, Mbak,” ucap wanita itu tulus.“Makasih, Mbak,” jawabku menanggapi.“kenalkan, saya Weny,” wanita itu mengulurkan tangannya kearahku.Aku meny
Singgel Aku bertepuk tangan membuat atensi Mas Alfi dan Mutia yang sedang beradu argumen teralihkan ke arahku. “Wow. Aku salut sama proyek kamu, ternyata memang benar-benar besar,” ucapku menyindir. Namun, kalau dipikir-pikir perkataan aku itu memanglah benar, karena jalan untuk menghadirkan seorang bayi itu butuh proses yang cukup besar. “Putri,” beo Mas Alfi setelah terpaku sesaat. Tidak lupa pula Aku mengucapkan selamat kepada sang penjilat dan penghianat yang kini sudah bersatu. Aku melihat Mutia menyeringai dan memilih mendaratkan tubuhnya ke sofa. Sementara Mas Alfi menghampiriku. “Kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Mas Alfi sambil meneliti dari ujung kepalaku hingga ke ujung kaki. “Karena suamiku berada di sini. Sebagai seorang istri yang baik, aku akan selalu mengikuti kemanapun suamiku pergi,” jawabku santai. “Kamu enggak mempersilahkan aku masuk, Mas?” tanyaku. Aku terlihat begitu santai, sangking santainya bahkan aku tidak menyadari bahwa ada beberapa pasang mata y
“Kalau ingin bermimpi itu jangan tinggi-tinggi kali, entar kalau jatuh ke timpa tangga, kan sakit!” aku berucap dengan nada yang begitu menjengkelkan.“Kalau mau rumah mewah itu kerja cari uang, bukan kerja merusak rumah tangga orang! Jangan pernah bermimpi untuk menginjakkan kaki di rumahku, karena rumah itu akan selamanya menjadi milikku,” tegasku. “Hal itu juga berlaku untuk kamu, Mas,” imbuhku lagi.“Ibu-ibu dan bapak-bapak, kalian menjadi saksi atas perceraian aku dengan mas Alfi. Mantan suamiku sudah menalak aku di pagi yang berbahagia ini, terima kasih semuanya,” ucapku dengan sedikit menundukkan kepala ke arah para warga yang sedang menonton acara live kami di pagi ini.“kami akan menjadi saksi dengan sukarela, karena pelakor memang tidak bisa dibiarkan,” jawab salah satu ibu-ibu. Terpancar jelas aura kemarahan dari dirinya, mungkin beliau juga salah satu korban sepertiku. Hanya orang yang pernah mengalami yang tahu bagaimana sakitnya.“Setuju Bu Susi. Pelakor memang harus
Tersadar dari lamunan dengan jentikan tangan Mas Fahri yang berada tepat di depan wajahku.Aku gelagapan. Mencoba melemparkan senyuman dan mengatur ekspresi senormal mungkin.“Aku baik-baik saja. Kebetulan sekarang aku lagi menjalankan program diet makanya badan ini terlihat jompo.” Akhirnya alasan itulah yang lolos dari bibir mungilku.“Badan kurus keronta seperti tiang listrik ini masih menjalankan diet? Ada-ada saja kamu ini!” Komentar Mas Farid menanggapi. Seolah mengerti tentang aku yang tak ingin berbagi cerita dengannya, pria itu balik kanan dan berlalu mencari tempat yang nyaman untuknya.Aku hanya tersenyum getir melihat punggung tegap Mas Farid dari belakang.Bodo amad dia mau percaya atau enggak. Lagian itu privasiku. Gerakan tanganku terhenti ketika aku mendengar krasak krusuk dari sebuah meja pelangganku.Wanita dengan perut buncit dan masker yang masih melekat di wajahnya terlihat sedang marah-marah. Ia memaki hidangan di hadapannya.“Nasi apaan ini? Kenapa ada b
Aku sengaja tidak menanggapi ucapan pelakor tidak tahu diri itu, karena aku lebih tertarik dengan mantan suamiku.Hai mantan suami apa kabar? Kapan kamu akan mengurus surat cerai kita? Apa kamu tidak ingin memperistri wanita perusak rumah tangga kita secara negara? Atau jangan-jangan Kamu memang tidak pernah berniat untuk melakukannya? Wajar sih kamu seperti itu, karena wanita murahan seperti Rubah betina di sampingmu itu tidak pantas mendapatkan surat nikah secara negara,” ucapku penuh hinaan.Semua orang yang mengenalku menutup mulut mereka dengan tangan. Mereka tidak pernah melihatku searogan ini sebelumnya. Aku yang selalu bersikap lemah lembut dan penuh perhatian, juga selalu memperlakukan orang lain sebagaimana manusia tanpa pernah menghina mereka.Bahkan aku sering memberikan makanan kepada sesama penjual di rumah sakit ini sehingga Kami semua saling mengenal.Pasti mereka tidak menyangka diriku ternyata bisa bersikap arogan juga.“Tolong istrinya dikondisikan wahai mantan
Tidak semudah itu wahai mantan suami,” jawabku dengan nada yang menjengkelkan.“Selama ini aku sudah cukup sabar menghadapinya. Bahkan aku tidak mempermasalahkan perselingkuhan kalian ke ranah hukum.” Aku menyunggingkan senyuman ke arah mantan suamiku dan juga wanita yang sudah merusak rumah tanggaku.“aku berbaik hati, tidak menjebloskan kalian ke penjara, karena kasihan terhadap bayi yang ada di kandungan istrimu itu. Namun, sepertinya niat baikku disalah artikan. Aku diam, dikira aku bisa diinjak-injak. Kalian akan melihat siapa Putri sesungguhnya. Bawa istrimu pergi dan kita akan bertemu kembali di pengadilan nanti. Sudah cukup aku bersabar atas perbuatan kalian,” ucapku panjang lebar.“ini negeri wakada, lu punya uang lu berkuasa,” sargah Mutia.Wanita jahanam itu pasti mengira jika aku tidak memiliki uang, karena selama Mas Alfi menceraikan Aku, Ia tidak pernah memberikan aku uang sepeser pun. Terlebih kini lahan kami sudah beralih ke atas namanya. Wanita jahanam itu lupa jik
Harga DiriHerman menetap tajam ke arah Sheila. Ia terlihat tidak seramah tadi. Sepertinya lelaki itu sama kau siapa wanita sialan yang dimaksudkan oleh istrinya.“kamu mau mencoba playing victim? Jadi orang itu jangan suka membolak-balikkan fakta dan menyalahkan orang lain,” ucap Herman dengan emosi tertahan.Baguslah, sepertinya dia memang sudah hafal dengan watak istrinya itu.“Apa kamu belum puas menghancurkan hidup Diah?” tanya Herman. Tatapan matanya begitu tajam tertuju ke arah sang istri.“Aku tidak akan puas sampai kamu berhenti mencintainya. Kamu selalu saja membelanya,” Raung Sheila.“Antara Aku dan Diah sudah berakhir. Tidak ada lagi kisah cinta di antara kami. Aku sudah menjadi suamimu. Apa itu semua tidak cukup untuk kamu?” geram Herman. Sepertinya lelaki itu memiliki stok kesabaran yang cukup tinggi.Terlihat jelas jika dia sedang menahan emosi. Kedua tangannya terkepal kuat hingga kuku-kuku jarinya memutih.Herman beralih menetap ke arahku. “Mbak, atas nama istri saya,