Bab 96Hari terus berganti.Meski Donita terus menolak tawarannya, tetapi Keenan tetap memperlihatkan perhatian pada wanita itu. Membuatkan susu ibu hamil, mengingatkannya untuk mengonsumsi vitamin, bahkan membelikannya setelan kerja untuk ibu hamil.Perut Donita memang masih rata. Tapi beberapa bulan kemudian, pasti akan terlihat dan Keenan sudah memperhitungkan resiko itu. Dia tidak akan memecat Donita. Namun demi menjaga nama baik perempuan itu, dia merencanakan cuti panjang untuk Donita, sehingga dia bisa menjalani kehamilannya dengan baik dan tanpa beban. Sebab bukan tidak mungkin jika dipaksakan untuk terus bekerja saat perutnya membuncit, akan muncul gosip miring yang dialamatkan kepada Donita dan mengguncang mental perempuan itu. Sebenarnya bukan cuti, karena Donita akan tetap bekerja. Donita akan bekerja dari apartemen mereka. Keenan pun akan membatasi wanita itu untuk keluar dari apartemen jika perut Donita mulai membesar.Dengan bekerja dari apartemen, setidaknya Donita ti
Bab 97Seketika Keenan membeku. Dia tak menyangka akan bertemu dengan pria ini di sini. Dia sudah mencoba menghindari dokter Aariz dengan tidak membawa Donita ke RSIA Hermina. Namun dia melupakan jika dokter Aariz juga praktek di rumah sakit lain. Seharusnya ia tahu jika ini adalah rumah sakit milik pemerintah daerah, yang di mana dokter Aariz masih merupakan dokter yang paling banyak dicari calon pasien, terutama calon pasien yang tidak mungkin masuk ke RSIA Hermina, karena rumah sakit itu tidak bekerjasama dengan pihak BPJS."Selamat malam, Pak Keenan, Ibu Donita. Silahkan duduk. Apakah ada yang bisa saya bantu?" Pria itu menyambut dengan sikapnya yang sangat profesional. Tutur kata dan senyum yang ramah dan hangat, khas seorang dokter."Selamat malam juga, Dok. Saya ingin memeriksakan kehamilan," ujar Donita."Baiklah, Bu. Silahkan berbaring. Kita USG dulu ya," ujarnya sembari bangkit dan berjalan menuju alat USG yang tepat berada di samping tempat tidur pasien.Donita menurut. Dia
Bab 98"Sama-sama, Mas. Aku kan juga pernah bilang, jangan menyamakan aku dengan istri yang saat Mas nikahi masih seorang gadis. Ada dua orang anak yang harus aku jaga dan aku perhatikan. Kamu ini menikahi janda, Mas....""Tapi kata orang, janda selalu di depan." Tawa pria itu terdengar merdu dan ia membungkukkan badan, mengecup kepala istrinya berkali-kali. "Bagaimana dengan anak-anak hari ini? Maaf, seharian ini Mas stay di rumah sakit terus.""Mereka baik-baik saja." gumam perempuan itu. Alifa terlihat termenung.Aariz yang menyadari situasi langsung merengkuh bahu istrinya. "Kenapa, Sayang? Ada yang mengganggu pikiranmu?"Perempuan itu menggeleng. Dia bahkan membuang mukanya ke arah jendela kamar mereka. Aariz tak berani memaksa. Dia cukup tahu watak Alifa. Perempuan itu jarang sekali mengungkapkan isi hati, mungkin dia masih merasa sungkan. Mereka baru saja menikah dan Alifa masih perlu beradaptasi untuk menerima kehadiran dirinya."Ya udah, kalau nggak mau cerita. Tapi sekaran
Bab 99"Jadi Alifa benar-benar menikah dengan anaknya Bu Wardah?" "Iya, Ma. Mereka sudah menikah kurang lebih sebulan yang lalu, tapi resepsinya baru sekarang digelar," sahut Keenan."Masa sih? Jangan-jangan bukan Alifa yang mantan istri kamu itu, karena di dunia ini kan banyak yang punya nama Alifa." Rosa yang tak percaya merebut undangan itu. Namun seketika ia terbelalak saat melihat foto Alifa dan Aariz di undangan."Benar-benar Alifa," gumam Rosa. Tentu saja dia shock. Kenapa setelah mereka mengusir Alifa dari rumah ini, Alifa justru mendapatkan pria lain yang jauh lebih mapan daripada adiknya?Tidak main-main. Itu adalah Aariz El Fata, pewaris pertama El Fata Group yang terkenal itu."Mbak Rosa masih bisa lihat, kan? Lah itu foto siapa??" tukas Keenan sinis. Dia segera mengambil kembali undangan mewah itu, lalu menyimpan di dalam tas kerjanya."Jadi, ini hanya bersifat pemberitahuan. Kalau kalian mau hadir ya, silahkan. Tapi tolong, jangan mengacau di acara hajatan orang. Jangan
Bab 100"Sama sekali nggak keberatan, asalkan Ina bersedia tinggal bersama kita. Memangnya dia mau?"Pagi ini keduanya sarapan. Demi keamanan perutnya, Donita hanya sarapan dengan roti dan susu khusus ibu hamil. Dia masih sering mual dan muntah meskipun tidak sesering dulu lagi. Rupanya obat anti mual yang diresepkan oleh dokter Aariz manjur juga.Keenan pun ikut-ikutan dengan menu sarapan Donita, hanya saja dia membuat secangkir teh manis dengan dua tangkup roti isi selai kacang di atas piring saji."Dia bersedia kok. Kamu nggak usah khawatir. Aku mengajak Sherina dan Ina tinggal di sini supaya lebih gampang menjaga kalian. Kamu yang sabar ya, karena sedikit banyak mungkin kamu akan sering berinteraksi dengan Sherina.""Nggak apa-apa, yang penting kan aku nggak harus full jaga Sherina, sebab aku juga kerja mendampingi Mas di kantor. Kalau hanya sekedar bermain, its oke.""Sherina itu bayi yang manis. Semenjak ditinggalkan oleh ibunya, entah kenapa dia tidak lagi sering rewel. Mungkin
Bab 101"Nggak usah tegang juga kali, Mbak. Seperti orang yang belum pernah nikah saja," goda salah seorang perempuan yang tengah sibuk mengaplikasikan kuas di wajahku."Gimana nggak tegang Mbak, wong ini adalah pengalaman pertama saya kok.""Kan katanya dokter Aariz itu adalah suami keduanya Mbak Alifa?""Iya benar." Aku ingin mengangguk, tapi sadar jika anggukanku pasti akan merusak tatanan riasan yang diciptakan oleh mereka. "Tapi untuk resepsi, ini pengalaman pertama saya. Saya menikah dengan suami pertama tidak ada resepsi.""Oh, gitu ya? Tapi Mbak Alifa hebat, karena bisa dapetin dokter Aariz. Dia kan kulkas berjalan, upss." Satu cubitan mendarat manja di lengannya."Jangan ngomongin orang di hadapan istrinya. Fokus aja sama kerjaanmu, Nuri," tegur salah satu perempuan yang lain. Perempuan itu tengah menyiapkan pernak-pernik yang harus kupakai."Maaf Mbak." Perempuan yang dipanggil Nuri itu meringis."Nggak apa-apa, Mbak Nuri. Memang kenyataannya begitu kok. Tapi aslinya dia bai
Bab 102Dada pria itu turun naik. Ini bukan sekedar urusan sang kakak, karena dia memang tidak begitu dekat dengan Aariz. Tapi ini masalah ibunya. Dia paling tidak bisa melihat ibunya menangis, bahkan hampir setiap hari. Sepanjang pernikahan dengan Winda, Aariz berubah menjadi pria pembangkang. Melihat perilaku mantan kakak iparnya ini, Atta bisa membayangkan bagaimana watak Reynaldi yang sebenarnya. Pantas saja dulu ibunya lebih memilih papa mereka, Hasyim El Fata, walaupun secara ekonomi Reynaldi jauh lebih baik saat itu. Namun berkat kerja keras sang ayah dan doa sang ibu, mereka tumbuh dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang baik. Keadaan ekonomi terus membaik perlahan dari waktu ke waktu bahkan perusahaan-perusahaan yang bernaung di bawah El Fata Group mampu menguasai pasar.Dia dan kakaknya pun bisa mendirikan usaha secara mandiri. Tentu itu tak luput dari dukungan keluarga."Tapi kamu nggak bisa begini. Kamu tahu kan jika kami sudah punya anak? Tidak ada seorangpun yang men
Bab 103 "Bagaimana mungkin? Kamu ada di rumah sakit itu saat aku melahirkan seorang bayi laki-laki. Dan Papa yang memberikannya kepadamu begitu bayi itu lahir, bahkan aku belum sempat melihat wajahnya saat dokter dan Papa membawanya keluar dari ruangan operasi," bantah Winda. Dia tak terima dengan tuduhan Atta. Wajahnya yang sudah semakin memerah, tanda ia tak bisa mengendalikan amarahnya. Perempuan itu menunjuk-nunjuk Atta sembari melanjutkan bicaranya. "Kamu jangan mengada-ngada, Atta. Aku bukan wanita bodoh yang bisa dengan gampang kamu bohongi." "Tapi begitu gampang dibodohi oleh papamu sendiri! Seharusnya kamu melihat dulu bayimu sebelum papamu memberikan bayi itu kepadaku! Seharusnya kamu tahu kondisi bayimu yang sebenarnya. Ingat-ingatlah, apakah bayimu menangis saat dilahirkan? Apakah kamu tahu kondisi bayimu saat kamu lahirkan?" Atta bertanya berulang-ulang, yang membuat perempuan itu seketika terdiam. Ucapan Atta benar juga. Memang tidak terpikirkan oleh Winda saat i
Bab 171Langkahnya tersaruk-saruk dengan tangan gemetar menenteng tas besar. Lisa akhirnya memasuki lift yang akan membawanya ke lantai dasar bangunan pencakar langit ini. Tas besar itu berisi seluruh pakaiannya dan terasa cukup berat baginya. Perempuan itu baru merasakan punggungnya yang sakit akibat didorong oleh Winda saat menyandarkan dirinya di dinding lift. Kebetulan hanya ada dia seorang di sana.Mungkin ini hampir tengah malam, jadi lift sepi."Wanita sinting! Kapok aku kerja sama dengan dia. Padahal seharusnya dia tanggung jawab, karena gara-gara ini aku harus kehilangan pekerjaan. Masih untung Mas Atta masih mau mengampuniku dan tidak membawa kasus ini ke jalur hukum," gumam Lisa. Dia memejamkan matanya sejenak."Sudah nggak dapat bayaran, kehilangan pekerjaan pula! Sial benar aku. Tapi ya, sudahlah. Sudah terlanjur pula, nggak bisa balik lagi. Aku juga nggak mungkin kerja di kota ini. Lebih baik pulang kampung saja."Terbayang di kampungnya, ibunya yang tengah sakit dan but
Bab 170"Jadi kamu gagal? Keterlaluan! Lalu apa gunanya kamu kemari?" bentak Winda."Saya ingin menagih bayaran yang sudah Nyonya janjikan, karena saya sudah melaksanakan tugas dengan baik. Soal berhasil atau gagal, itu bukan urusan saya, Nyonya, karena itu tergantung kepada keberuntungan atau tidaknya. Dan Mbak Alifa rupanya masih beruntung, dia hanya memakan sedikit dari bubur itu, lalu merasa lemas dan Dokter Aariz dengan cepat memberinya tindakan. Apa Nyonya lupa, jika mantan suami Nyonya itu adalah seorang dokter?!"Tentu saja Lisa tidak mau disalahkan. Dia tidak ingin usahanya gagal begitu saja. Sudah diusir dari rumah keluarga El Fata, tidak mendapat bayaran pula. Padahal dia sudah berusaha semaksimal mungkin. Hanya saja Alifa memang beruntung. Ulahnya kepergok oleh bi Narti. Meskipun perempuan itu hanyalah perempuan kampung, tetapi rupanya bi Narti cukup cerdik. Merasa ada yang mencurigakan, bi Narti malah menyimpan bubur itu ke tempat rahasia, lalu setelah dirasa situasi cuk
Bab 169Atta memang sungguh tidak terduga. Dia cerdik melebihi ekspektasi, walaupun terkadang sikapnya rada menyebalkan. Tapi Aariz tidak menampik, Atta memang memiliki kepekaan tinggi jika ada bahaya disekitar mereka.Dia dan Atta memang jarang akur, jarang satu pemikiran dan pendapat, tapi mereka tetaplah saudara. Di dalam diri mereka mengalir darah yang sama, darah El Fata.Di sela-sela kesibukannya yang berkali-kali lipat meningkat sejak Hotel Permata bekerjasama dengan perusahaan milik Keenan, Atta tetap meluangkan waktunya untuk mengamati perkembangan yang terjadi di rumah utama, terutama Alifa dan orang-orang yang berada di sekitar perempuan itu. Bahkan Naira dan Maya pun tidak luput dari perhatian Atta, walaupun sebenarnya kedua gadis itu bisa dipercaya.Aariz dan Alifa bahkan tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Meski Alifa selalu berusaha menutupi kehamilan dengan pakaian longgar, tetapi memakai pakaian yang sangat longgar bukan merupakan style Alifa. Alifa memang menyuk
Bab 168"Sudah berapa bulan, Mbak?" tunjuk Atta pada perut Alifa."Berapa bulan?!" Perempuan itu sangat terkejut. Selama ini tidak ada yang tahu tentang kehamilannya selain mereka berdua."Mbak bisa menyembunyikan kehamilan pada semua orang, tetapi tidak padaku." Pria itu tersenyum, tapi senyumnya terasa amat misterius."Berapa bulan apanya? Kamu jangan macam-macam deh!" sergah Aariz. Tentu saja ia panik. Dia tidak menyangka ternyata ada orang yang mengetahui kehamilan Alifa, padahal mereka sudah berusaha maksimal untuk menutupi fakta itu."Aku hanya menginginkan kejujuran kalian. Mbak Alifa sudah hamil berapa bulan?" tegas pria itu. "Jangan coba-coba mengelak. Aku sudah tahu semuanya. Aku hanya ingin menguji kejujuran kalian."Alifa terlihat menghela nafas, sebelum akhirnya mendesah. "Sudah hampir 5 bulan, Ta. Dari mana kamu tahu jika aku hamil?""Akhir-akhir ini Mbak Alifa terlalu tertutup sama aku. Di awal aku malah berpikir jika Mbak ingin menghindariku setelah menikah dengan Mas
Bab 167"Masa Mas bohong sih?"Setelah memberikan penjelasan panjang lebar kepada keluarga pasien, termasuk menahan kekesalannya terhadap keluarga pasien yang terlihat sama sekali tidak khawatir dengan keadaan anggota keluarganya, bahkan malah lebih khawatir kehilangan sawah ketimbang nyawa istri sendiri, Aariz langsung kembali ke ruangan pribadinya di rumah sakit umum ini. Tentu dia mencemaskan Alifa yang harus ia tinggalkan sendirian di ruangan ini, apalagi proses operasi pengangkatan rahim itu memakan waktu berjam-jam karena penuh dengan pendarahan dan prosedurnya jauh dari kata mudah.Sebagai seorang dokter kandungan, satu hal yang paling ia hindari adalah operasi pengangkatan rahim, karena ini yang paling krusial. Bukan cuma tingkat kesulitannya yang tinggi, tapi juga tingkat emosional, karena diangkatnya rahim dari tubuh seorang perempuan, berarti mematikan harapan perempuan itu beserta keluarganya untuk mendapatkan keturunan.Terbukti, dia harus berjuang mati-matian untuk meya
Bab 166 "Mana suaminya? Panggil kemari ya." perintah Aariz kepada Nia, yang dengan segera dituruti gadis itu. Dia beranjak meninggalkan ruangan. Hanya berselang 5 menit, Nia sudah datang diiringi dengan dua orang laki-laki. Seorang laki-laki separuh baya, dan satu lagi merupakan laki-laki yang sudah tua renta. "Silahkan duduk." Pria itu mendengus kasar sebelum akhirnya ia berhasil menguasai dirinya. Sebenarnya dia ingin sekali marah, tapi dia tetap harus menjaga sikap. Ini adalah kedua kalinya dia bertemu dengan suami dari pasien yang mengalami pendarahan pasca operasi caesar ini. Dua tahun yang lalu dia juga menangani kasus yang sama. Jejak rekam medik pasien bernama Rusmina ini membuat Aariz rasanya ingin angkat tangan saja. "Mohon maaf, dua tahun yang lalu saya lah yang menangani persalinan ibu Rusmina, persalinan anak ketiga yang waktu itu pun juga mengalami kasus yang sama. Persalinan lewat operasi caesar dengan kasus plasenta akreta dan obesitas. Saat itu saya sudah m
Bab 165"Aku ikut, Mas!" Perempuan itu mengambil tasnya, lalu memegang tangan sang suami, membuat Aariz menghela nafas berat. Dia tentu paham maksud sang istri."Kamu yakin? Mas tidak tahu kapan kita bisa pulang. Mungkin malam....""Tidak apa-apa. Aku bisa menunggu di ruang pribadi Mas seperti biasa.""Baiklah." Pria itu berjongkok, lalu mencium pipi anak sambungnya sekilas. "Papa dan Mama berangkat dulu ya. Gibran baik-baik sama tante Naira."Beruntungnya tidak ada drama yang menghambat kepergian mereka. Gibran anak yang anteng dan jarang rewel. Dia sudah biasa hanya bersama pengasuhnya. Aariz mengendarai mobilnya dengan terburu-buru, meski tidak ugal-ugalan. Dia tetap memperhatikan keselamatan berlalu lintas, apalagi ada istri di sampingnya.Alifa hanya terdiam. Dia tidak berminat untuk berbicara dengan sang suami, dan justru tenggelam dalam pikirannya sendiri. Frasatnya sudah tidak enak saat dokter Halimah menelpon. Alifa tahu dokter Halimah adalah orang yang loyal kepada suaminy
Bab 164 "Program masih berjalan, walaupun tidak terlalu efektif. Ada orang yang dikhususkan untuk mengurusi itu," jelas Aariz. "Kok bisa? Bukannya kemarin banyak yang menyambut antusias program itu? Terutama para ibu hamil atau pasangan suami istri yang merencanakan kehamilan dan punya anak." Alifa menyerngitkan kening. Dia baru ingat, karena terlibat secara langsung saat launching program itu. Dan dia melihat sendiri bagaimana antusiasme para undangan yang memenuhi tempat acara itu, terutama ibu-ibu hamil yang memang pernah memeriksakan kandungan ke RSIA Hermina, atau yang sedang menjalani promil. "Mas juga kurang tahu apa sebabnya, tetapi Mas bersyukur masih banyak juga orang yang percaya dengan RSIA Hermina, dan masih banyak orang yang mau menitipkan uangnya agar nantinya mereka bisa merencanakan persalinan yang aman dan selamat." "Itu tujuan kita, bukan?" tukas Alifa. "Itu tujuan utama, di samping pihak rumah sakit pastinya akan mendapatkan dana segar yang bisa digunakan
Bab 163Membayangkannya saja sudah membuat Alifa merasa ngilu, apalagi jika ia sendiri yang mengalaminya. Jangankan riwayat SC 3 kali, riwayat SC 1 kali pun pasien tidak boleh melahirkan di rumah, apalagi tanpa ada bantuan dari tenaga medis. Seharusnya ketika pasien akan melahirkan, harus dirujuk ke rumah sakit yang lengkap peralatan dan tenaga medisnya, karena melahirkan normal dengan riwayat SC sebelumnya rentan terjadi robekan rahim yang bisa mengancam jiwa, baik ibu maupun bayi.VBAC ( Vaginal Birth After Cesarean) atau persalinan normal setelah operasi caesar tidak bisa dilakukan sembarangan, harus di awasi ketat oleh dokter kandungan. Bukan cuma itu. Fasilitas operasi harus disiapkan untuk berjaga-jaga bila terjadi komplikasi di dalam persalinan, semisal robekan di rahim.Aariz benar-benar mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan sangat tinggi. Dia bahkan memijat pelipisnya berkali-kali dengan keringat dingin yang membasahi dahi. Bukan sekedar nyawa pasien yang menjadi taruhan