Bab 60Aku menemukan pria itu tengah duduk di sebuah bangku panjang di sudut taman ini. Taman ini hanya dilengkapi dengan lampu yang tidak terlalu terang sehingga suasananya temaram."Duduklah, Alifa." Dia menepuk tempat duduk yang berada di sampingnya.Aku melangkah dengan sedikit ragu, karena terus terang saja tadi aku sedikit takut dengannya. Wajahnya yang menyeramkan, sorot matanya yang berkilat-kilat seolah ingin menelanku dan Atta hidup-hidup. Apalagi ketika menyatakan ketidaksukaannya terhadap keberadaan Anindita.Wajahnya kini sudah berubah. Ekspresi yang tampak menunjukkan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya di antara kami. Ah, bukankah pria yang satu ini memang pandai berakting? Dia sangat mudah merubah ekspresi wajahnya. Semenit yang lalu bisa dalam mode menyeramkan layaknya mafia, kemudian semenit kemudian kembali ke mode malaikatnya di saat bertemu dengan para pasien.Mudah-mudahan suatu saat pria ini bertemu dengan seorang sutradara yang bisa melibatkan
Bab 61 (Menunggumu tanpa batas waktu)Kami bersandar di body mobil. Pandangan lurus ke depan menatap gulungan ombak yang terus saja menderu. Menyelami keindahan alam membuatku memejamkan mata sejenak. Sejak tadi dokter Aariz tidak melepaskan genggaman tanganku. Aku memilih membiarkan saja, memberi waktu kepada pria itu untuk menenangkan diri tanpa menjawab pertanyaannya.Ini permintaan atau lamaran sih? Aku berani menebak, jika dokter Aariz hanya ingin meredakan sakitnya sendiri. Setelah ia merasa tak ada harapan lagi untuk kembali dengan Winda, barulah ia memikirkan soal perjodohan ini."Apa jawabanmu, Alifa?" Akhirnya ia bertanya lagi setelah kami terdiam cukup lama dan merasakan udara dingin yang terus menyergap."Aku tidak akan menjawab ya atau tidak, karena aku pikir ini bukan saatnya.....""Inilah saatnya, Alifa. Ini saat yang tepat itu. Aku sudah menyadari dan memikirkan hal ini selama berminggu-minggu. Jadi jangan kamu pikir aku menghindar dari masalah. Sekali-sekali tidak..
Bab 62"Apa Mas pikir hanya aku yang perlu berdamai dengan masa lalu? Apa barusan kamu lupa jika kamu pun tak tahu apa yang harus kamu lakukan, bahkan kamu sampai berpikir untuk membuang Gibran?! Kamu itu kekanak-kanakan, tahu!" Diam-diam aku mengepalkan tangan. Risih juga, karena seolah-olah hanya aku yang terluka dengan pasangan terdahulu.Seolah dia menggampangkan perasaanku.Obat luka hati akibat dikhianati itu bukan dengan jalan membuka lembaran baru dengan pasangan yang baru.Ini salah besar."Iya, aku tahu. Dan kita akan belajar bersama. Aku harap kamu juga bisa menungguku. Kita tidak perlu terburu-buru, oke?!" Pria itu mengusap kepalaku, kemudian memasangkan sabuk pengaman.Mobil perlahan meninggalkan lokasi pantai dan kembali melaju membelah kegelapan malam."Mau ke mana lagi setelah ini? Aku sudah berjanji untuk membawamu jalan-jalan semalaman untuk menghapus jejak Atta yang sudah beberapa kali membawamu jalan-jalan. Apa kamu mau dinner?" tawarnya.Namun tawaku justru meleda
Bab 63Rasanya letupan kerinduan ini sudah tak terbendung. Meski Alifa selalu bersikap ketus dan seolah tak peduli, tapi bagi Keenan, melihat wajah Alifa saja sudah membuat dia senang sekali. Apalagi jika sampai bisa membuat Alifa kembali ke dalam pelukannya."Apakah masih ada sisa cinta untukku, Alifa?" desah Keenan. Pikirannya seketika melayang pada sosok dokter pemilik RSIA Hermina yang tentu lebih segalanya daripadanya."Apa kamu lebih memilih dokter itu, dibandingkan aku? Apalagi sejak nggak ada kamu, perusahaan oleng dan nyaris tidak bisa diselamatkan, andai aku tidak memiliki orang-orang yang loyal pada perusahaan."Pria itu berjalan menuju kamar utama rumah ini. Kamar yang selama ini ditempati oleh Eliana. Sudah dua hari Eliana tidak pulang, dan kabar terakhir yang didapatnya jika Eliana tengah berada di rumah orang tuanya.Ada atau tidaknya Eliana sama sekali tidak berpengaruh. Tetap saja dia tidak menjalankan peran yang semestinya. Bahkan rumah ini malah semakin tenang jika
Bab 64Dia sudah tak sabar menunggu momen itu. Meski Keenan yakin, jalannya akan sulit karena sudah pasti dokter Aariz tidak akan tinggal diam, tapi ia berharap akan ada sebuah keajaiban. Bukankah Alifa pernah hidup bersamanya dengan segala kenyamanan yang ia miliki?Bukankah dia pernah memanjakan Alifa sedemikian rupa, meratukannya tanpa peduli jika apa yang ia lakukan membuat iri ibu dan kedua kakak perempuannya?Koleksi tas dan perhiasan itu menjadi bukti jika dia pernah memperlakukan Alifa laksana seorang ratu. Alifa pula yang mengelola keuangannya, mengendalikan setiap keputusan di perusahaan. Dia sangat mempercayai Alifa, karena perempuan itu punya track record sebagai seorang akuntan.Seharusnya ia tak mempercayai ibu, Eliana, dan kakak perempuannya begitu saja. Namun mereka benar-benar menekan, bahkan ibunya mengancam akan bunuh diri jika ia tak mau menceraikan Alifa.Posisinya terjepit. Dia kalah, dan Alifa menjadi korban keegoisannya. Seharusnya sebelum ia menjatuhkan talak
Bab 65"Memang udah jalannya, Mak. Tapi saya bersyukur, kehidupan saya sekarang sudah jauh lebih baik. Emak bisa lihat keadaan saya, kan?" "Iya, Emak juga bersyukur, Bu Alifa terlihat baik-baik saja. Padahal kemarin Emak sempat khawatir, karena Ibu pergi hanya dengan mengenakan pakaian di badan, nggak bawa apa-apa. Padahal semua orang tahu jika Ibu sangat berjasa bagi perusahaan Bapak. Seharusnya Ibu dapat harta gono gini....""Saya udah nggak peduli soal itu. Udah lama berlalu, Mak. Sekarang saya udah menemukan keluarga yang baru....""Bu Alifa sudah menikah lagi?" Perempuan tua itu membulatkan matanya, tampak terkejut."Enggak, Mak." Spontan menggigit bibirku sendiri lantaran menyadari jika Mak Darmi pasti sudah salah paham. "Enggak semudah itu bagi saya untuk memutuskan membuka lembaran baru, tapi sekarang saya tinggal bersama keluarga angkat saya. Ceritanya panjang, Mak.""Bu Alifa orang baik dan pasti akan selalu mendapatkan kebaikan," tukas perempuan tua itu. Dia memberi isyara
Bab 66"Kamu mengurus perceraian kita tanpa sepengetahuanku?!" Rahang pria itu seketika mengeras. Dengan cepat dia membuka amplop itu, lalu membentangkan isinya. "Aku tidak akan tanda tangan!""Mau tanda tangan atau enggak, yang jelas putusan hakim telah jatuh. Kita sudah bercerai secara resmi," ujarku."Sebegitunya kamu ingin menikah dengan dokter Aariz?!" Bibirnya bergetar. Aku tahu ia marah besar. Namun hanya tangan yang terkepal. Dia tidak mengangkatnya ke atas dan mendaratkan di bagian tubuhku."Jangan bawa-bawa orang lain, Mas!""Kenyataannya kamu memilih pria yang lebih kaya dariku!"Tuduhan ini sangat menyakitkan dan membuatku harus meraup udara sebanyak-banyaknya, menghempaskannya dalam-dalam untuk meredakan sesak di dadaku. "Kamu selalu berpikir bahwa semua hal bisa diselesaikan dengan materi. Kenyataannya kamu tidak bisa membeli cintaku, Mas. Begitu juga dengan orang lain.""Nggak usah berbelit-belit, Alifa!" Pria itu melemparkan amplop itu ke sembarang arah, lalu berdiri
Bab 67 ( Mengapa tak ada jalan untuk kembali, Nak?)Pria itu menangis seperti anak kecil. Meratapi waktu yang baginya tak adil. Andai waktu bisa kembali, maka ia pasti akan menjadi pria yang paling bahagia karena mendapatkan seorang anak laki-laki. Tanpa harus tes DNA pun ia percaya jika bayi yang dilahirkan oleh Alifa memang darah dagingnya, mengingat bagaimana baiknya keluarga El Fata memperlakukan Alifa. Tidak mungkin keluarga terhormat itu tidak menyelidiki latar belakang Alifa, kan? Kalau memang Alifa terbukti menjadi seorang pelacur, apa mungkin keluarga El Fata masih mau menampungnya?Kecuali ya, jika dokter Aariz begitu tergila-gila dengan Alifa dan tak peduli dengan apapun.Akhirnya ia menyadari jika semua yang dituduhkan oleh ibu dan kakak perempuannya, termasuk Eliana hanyalah sekedar fitnah. Mereka memang sengaja menjebak Alifa dan ibunya berpura-pura akan bunuh diri jika ia tidak menceraikan perempuan itu.Kenapa keluarganya begitu kejam? Dan kenapa ia harus dilahirkan
Bab 169Atta memang sungguh tidak terduga. Dia cerdik melebihi ekspektasi, walaupun terkadang sikapnya rada menyebalkan. Tapi Aariz tidak menampik, Atta memang memiliki kepekaan tinggi jika ada bahaya disekitar mereka.Dia dan Atta memang jarang akur, jarang satu pemikiran dan pendapat, tapi mereka tetaplah saudara. Di dalam diri mereka mengalir darah yang sama, darah El Fata.Di sela-sela kesibukannya yang berkali-kali lipat meningkat sejak Hotel Permata bekerjasama dengan perusahaan milik Keenan, Atta tetap meluangkan waktunya untuk mengamati perkembangan yang terjadi di rumah utama, terutama Alifa dan orang-orang yang berada di sekitar perempuan itu. Bahkan Naira dan Maya pun tidak luput dari perhatian Atta, walaupun sebenarnya kedua gadis itu bisa dipercaya.Aariz dan Alifa bahkan tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Meski Alifa selalu berusaha menutupi kehamilan dengan pakaian longgar, tetapi memakai pakaian yang sangat longgar bukan merupakan style Alifa. Alifa memang menyuk
Bab 168"Sudah berapa bulan, Mbak?" tunjuk Atta pada perut Alifa."Berapa bulan?!" Perempuan itu sangat terkejut. Selama ini tidak ada yang tahu tentang kehamilannya selain mereka berdua."Mbak bisa menyembunyikan kehamilan pada semua orang, tetapi tidak padaku." Pria itu tersenyum, tapi senyumnya terasa amat misterius."Berapa bulan apanya? Kamu jangan macam-macam deh!" sergah Aariz. Tentu saja ia panik. Dia tidak menyangka ternyata ada orang yang mengetahui kehamilan Alifa, padahal mereka sudah berusaha maksimal untuk menutupi fakta itu."Aku hanya menginginkan kejujuran kalian. Mbak Alifa sudah hamil berapa bulan?" tegas pria itu. "Jangan coba-coba mengelak. Aku sudah tahu semuanya. Aku hanya ingin menguji kejujuran kalian."Alifa terlihat menghela nafas, sebelum akhirnya mendesah. "Sudah hampir 5 bulan, Ta. Dari mana kamu tahu jika aku hamil?""Akhir-akhir ini Mbak Alifa terlalu tertutup sama aku. Di awal aku malah berpikir jika Mbak ingin menghindariku setelah menikah dengan Mas
Bab 167"Masa Mas bohong sih?"Setelah memberikan penjelasan panjang lebar kepada keluarga pasien, termasuk menahan kekesalannya terhadap keluarga pasien yang terlihat sama sekali tidak khawatir dengan keadaan anggota keluarganya, bahkan malah lebih khawatir kehilangan sawah ketimbang nyawa istri sendiri, Aariz langsung kembali ke ruangan pribadinya di rumah sakit umum ini. Tentu dia mencemaskan Alifa yang harus ia tinggalkan sendirian di ruangan ini, apalagi proses operasi pengangkatan rahim itu memakan waktu berjam-jam karena penuh dengan pendarahan dan prosedurnya jauh dari kata mudah.Sebagai seorang dokter kandungan, satu hal yang paling ia hindari adalah operasi pengangkatan rahim, karena ini yang paling krusial. Bukan cuma tingkat kesulitannya yang tinggi, tapi juga tingkat emosional, karena diangkatnya rahim dari tubuh seorang perempuan, berarti mematikan harapan perempuan itu beserta keluarganya untuk mendapatkan keturunan.Terbukti, dia harus berjuang mati-matian untuk meya
Bab 166 "Mana suaminya? Panggil kemari ya." perintah Aariz kepada Nia, yang dengan segera dituruti gadis itu. Dia beranjak meninggalkan ruangan. Hanya berselang 5 menit, Nia sudah datang diiringi dengan dua orang laki-laki. Seorang laki-laki separuh baya, dan satu lagi merupakan laki-laki yang sudah tua renta. "Silahkan duduk." Pria itu mendengus kasar sebelum akhirnya ia berhasil menguasai dirinya. Sebenarnya dia ingin sekali marah, tapi dia tetap harus menjaga sikap. Ini adalah kedua kalinya dia bertemu dengan suami dari pasien yang mengalami pendarahan pasca operasi caesar ini. Dua tahun yang lalu dia juga menangani kasus yang sama. Jejak rekam medik pasien bernama Rusmina ini membuat Aariz rasanya ingin angkat tangan saja. "Mohon maaf, dua tahun yang lalu saya lah yang menangani persalinan ibu Rusmina, persalinan anak ketiga yang waktu itu pun juga mengalami kasus yang sama. Persalinan lewat operasi caesar dengan kasus plasenta akreta dan obesitas. Saat itu saya sudah m
Bab 165"Aku ikut, Mas!" Perempuan itu mengambil tasnya, lalu memegang tangan sang suami, membuat Aariz menghela nafas berat. Dia tentu paham maksud sang istri."Kamu yakin? Mas tidak tahu kapan kita bisa pulang. Mungkin malam....""Tidak apa-apa. Aku bisa menunggu di ruang pribadi Mas seperti biasa.""Baiklah." Pria itu berjongkok, lalu mencium pipi anak sambungnya sekilas. "Papa dan Mama berangkat dulu ya. Gibran baik-baik sama tante Naira."Beruntungnya tidak ada drama yang menghambat kepergian mereka. Gibran anak yang anteng dan jarang rewel. Dia sudah biasa hanya bersama pengasuhnya. Aariz mengendarai mobilnya dengan terburu-buru, meski tidak ugal-ugalan. Dia tetap memperhatikan keselamatan berlalu lintas, apalagi ada istri di sampingnya.Alifa hanya terdiam. Dia tidak berminat untuk berbicara dengan sang suami, dan justru tenggelam dalam pikirannya sendiri. Frasatnya sudah tidak enak saat dokter Halimah menelpon. Alifa tahu dokter Halimah adalah orang yang loyal kepada suaminy
Bab 164 "Program masih berjalan, walaupun tidak terlalu efektif. Ada orang yang dikhususkan untuk mengurusi itu," jelas Aariz. "Kok bisa? Bukannya kemarin banyak yang menyambut antusias program itu? Terutama para ibu hamil atau pasangan suami istri yang merencanakan kehamilan dan punya anak." Alifa menyerngitkan kening. Dia baru ingat, karena terlibat secara langsung saat launching program itu. Dan dia melihat sendiri bagaimana antusiasme para undangan yang memenuhi tempat acara itu, terutama ibu-ibu hamil yang memang pernah memeriksakan kandungan ke RSIA Hermina, atau yang sedang menjalani promil. "Mas juga kurang tahu apa sebabnya, tetapi Mas bersyukur masih banyak juga orang yang percaya dengan RSIA Hermina, dan masih banyak orang yang mau menitipkan uangnya agar nantinya mereka bisa merencanakan persalinan yang aman dan selamat." "Itu tujuan kita, bukan?" tukas Alifa. "Itu tujuan utama, di samping pihak rumah sakit pastinya akan mendapatkan dana segar yang bisa digunakan
Bab 163Membayangkannya saja sudah membuat Alifa merasa ngilu, apalagi jika ia sendiri yang mengalaminya. Jangankan riwayat SC 3 kali, riwayat SC 1 kali pun pasien tidak boleh melahirkan di rumah, apalagi tanpa ada bantuan dari tenaga medis. Seharusnya ketika pasien akan melahirkan, harus dirujuk ke rumah sakit yang lengkap peralatan dan tenaga medisnya, karena melahirkan normal dengan riwayat SC sebelumnya rentan terjadi robekan rahim yang bisa mengancam jiwa, baik ibu maupun bayi.VBAC ( Vaginal Birth After Cesarean) atau persalinan normal setelah operasi caesar tidak bisa dilakukan sembarangan, harus di awasi ketat oleh dokter kandungan. Bukan cuma itu. Fasilitas operasi harus disiapkan untuk berjaga-jaga bila terjadi komplikasi di dalam persalinan, semisal robekan di rahim.Aariz benar-benar mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan sangat tinggi. Dia bahkan memijat pelipisnya berkali-kali dengan keringat dingin yang membasahi dahi. Bukan sekedar nyawa pasien yang menjadi taruhan
Bab 162Keenan benar-benar membawa Naira keluar dari apartemen pagi ini setelah mereka selesai sarapan. Namun ternyata dia tidak membawanya langsung pulang ke rumah utama keluarga El Fata, tetapi justru jalan-jalan keliling kota dan berakhir dengan mampir di sebuah mall yang memiliki wahana permainan anak."Santai saja, Nai. Aariz dan Alifa tidak akan pulang pagi-pagi. Mereka itu pergi ke villa dan kamu tahu tempatnya di mana, bukan?" bujuk Keenan sembari mengingatkan. Dia menyadari ekspresi Naira yang muram. Dia berusaha menjelaskan bahwa tidak mungkin Aariz dan Alifa akan pulang cepat, mengingat lokasi villa keluarga yang terletak di desa, suatu daerah di luar kota."Aku cuma ingin cepat sampai di rumah, Mas. Aku capek.""Capek dengan tingkah Mas?" Pria itu tersenyum kecut. "Maaf ya." Namun lagi-lagi tangannya lancang mengacak rambut gadis itu. "Percayalah, Mas tidak pernah bermaksud macam-macam, melainkan hanya menuruti keinginan hati saja.""Bermain drama, ngaku-ngaku aku adalah
Bab 161"Mas akui, Mas bukan pria yang baik, tetapi tidak seberengsek seperti yang kamu duga. Hubungan Mas dengan Donita tidak seperti yang kamu pikirkan. Mas sekamar dengan Donita, karena ingin menjaga perempuan itu. Dia adalah karyawan terbaik Mas. Dia itu aset perusahaan yang harus Mas jaga. Dia adalah pahlawan bagi Mas. Disaat perusahaan mengalami krisis, Donita berdiri dengan tegar bersama dengan tim kami menyelamatkan perusahaan. Menurutmu apa yang harus Mas lakukan untuk membalas jasanya?" Keenan berkata dengan suara perlahan memberi pengertian pada gadis itu. Cara bicaranya sudah seperti seorang lelaki yang memberi pengertian pada pacar yang tengah cemburu karena dia dekat dengan wanita lain."Aku nggak ada kaitannya sama hubungan Mas dengan Mbak Donita. Apa urusannya denganku?" rajuk gadis itu seraya melengos ke samping."Jelas ada urusannya dengan kamu, karena kamu mengira Mas itu kumpul kebo dengan Donita. Kamu pasti mengira Mas sedang menjalin hubungan tanpa status! Kamu s