"Aku tidak menyangka kalau lelaki itu benaran hilang ingatan, Kak," Dafa menarik nafas gusar. Profesinya sebagai dokter membuatnya harus siap jika berada di persimpangan jalan.”Biarkan saja, yang jelas calon kakak ipar-mu itu cerdas dan pasti akan bertindak tegas. Dia tidak mungkin selalu menurutinya walaupun sekarang hilang ingatan. Apalagi di antara mereka sudah tidak ada hubungan apapun. Tapi jika—” Sultan menggantungkan ucapannya.”Tapi apa, Kak?" Dafa terlihat semakin penasaran”Jika dia tidak bisa menolak salah satu keinginan dari mereka, kakakmu ini yang akan turun tangan langsung,” ucapnya Sultan serius. Bahkan Dafa menampilkan ekspresi wajah terkejut mendengar kakaknya berkata demikian.Karena semenjak wanita yang bernama Sinta itu pergi, hidupnya seakan berjalan datar bersama kakaknya yang seperti kehilangan kekuatan jiwa. Tapi sekarang dia tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Karena lelaki yang ada di hadapannya itu sudah kembali menjadi dirinya yang hidup.***Kedatangan
Menyesal Usai TalakKecelakaan yang harusnya menimpa Sinta tapi malah beralih kepada Fahmi membuat Sultan merasa dibakar cemburu setiap waktu. Sebagai bentuk terimakasih, Sinta mengurus semua yang Fahmi butuhkan. Padahal dengan cerdas Sinta telah menjadikan Janah sebagai perawat, tapi lagi-lagi Fahmi menolak untuk diurus orang lain."Dia betulan hilang ingatan, Kan,” ucap Dafa menghembuskan nafas kasar. Pasalnya sang kakak menolak untuk mengakui kalau mantan istri dari wanita yang dicintainya itu benar-benar telah mengalami amnesia."Tunggu saja sampai orang suruhanku menemukan mobil yang menabraknya. Maka pelakunya akan segera terbongkar," gusar Sultan dengan raut wajah yang menyeramkan."Ayolah, Kak. Sejak kapan kakak menjadi begini?" Dafa menggelengkan kepalanya, tidak percaya kalau kakaknya bisa bersikap kekanak-kanakan begini."Jangan anggap aku kekanakan! Kau belum merasakan bagaimana rasanya jika wanita yang kau cintai tinggal bersama mantan kekasih atau suaminya." Sultan semak
PoV Umi JanahAku tersentak kaku. Tubuh ini langsung berkeringat dingin. Baru pertama kalinya mendengar Sinta, mantan istri Fahmi berkata seperti ini. Apalagi dengan nada tajam. Apakah aku berada di jalan yang benar kalau menginginkan wanita yang pernah menjadi menantuku itu kembali rujuk dengan Fahmi? ”Jaga bicaramu! Walau bagaimanapun Umi yang pernah melahirkanku juga adalah Umi kamu Sinta," ucap Fahmi dengan nada Sinis, tapi tetap terdengar lembut. Namun tetap saja tidak bisa dipungkiri kalau Sinta sekarang sangat pintar. "Andai kamu tahu yang apa yang sudah terjadi padaku beberapa bulan ini, seberapa banyak rasa sakit yang aku terima, maka kamu akan malu mengatakan itu, Mas." Sinta membalas Fahmi dengan lebih sinis.Jika kamu tidak punya rasa malu sedikit pun, maka tidak ada yang patut untuk dihormati dari dirimu," lanjutnya sangat lantang dan penuh penekanan. Tidak heran jika dia adalah anak dari seorang Gus, dia pasti tidak ingin sedikit pun bersentuhan dengan yang bukan mahra
Secara sengaja aku mengikuti langkah Sinta. Kemana sebenarnya dia hendak pergi sampai tergesa-gesa seperti itu. Meskipun badan masih terasa lemas, aku terpaksa menyimpan kursi roda dan mengikuti Sinta dengan terseok-seok.Ketika aku sedang mengikuti langkahnya yang hampir sampai ke kamar Umi, dia memutar tubuhnya dan kembali ke dalam kamar yang sudah kosong beberapa bulan lalu.Kini aku sengaja berdiri tidak jauh dari ruangan itu untuk melihat siapa yang akan dia temui dan apa yang akan dibicarakannya.Tidak lama yang datang adalah Umi, lalu menarik Sinta untuk masuk ke kamar yang dulu pernah di tinggalinya itu.Jangan bertanya apa aku sudah mulai mengingat, karena aku memang mengingat semuanya. Hanya saja inilah satu-satunya cara agar aku bisa menahan Sinta tetap berada di sisiku. Aku juga yakin Umi akan mendukung rencanaku sepenuhnya, kecuali Abah. Apalagi ustadz Rahman yang akan selalu menentang apapun rencanaku.***Mulutku seperti tersekat ketika mendengar perkataan matan istriku
Aku mencoba untuk menyembunyikan reaksi keterkejutanku. Bahkan, rasa takut seakan menghantamku sekarang. Bagaimana mungkin dia mengetahui semua ini?!"Apa maksudmu?" Aku berpura-pura tidak mengerti dengan apa yang dikatakannya. Meskipun cerdas, berkuasa, dan bertahta. Tapi Sultan tetap pada dasarnya hanyalah manusia biasa. Dia tidak mungkin dapat mengetahui semua ini, jika aku menguburnya."Sudah kubilang, Aku bukan orang bodoh seperti dirimu!" ucapnya kuat dengan intonasi tajam.Tentu saja aku tahu."Aku bukan kau, yang akan menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan apa yang kau inginkan!" lanjutnya dengan nafas yang memburu. Sepertinya dia memang sudah sangat membenciku. Tapi aku tidak akan menyerah dengan mudah. Apa dia pikir, hanya dirinyalah yang berhak dan pantas berada di samping Sinta dan semuanya tidak?! Aku juga kriteria yang sempurna untuk menjadi pendampingnya."Cukup! Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu bicarakan," ucapku santai. Aku harus bermain cantik dan tar
Abah, Umi, dan aku sungguh kaget, ketika melihat dengan mata kepala sendiri. Seorang ustadz Rahman mampu menampar seorang wanita! Padahal biasanya beliau dikenal dengan yang paling lembut dan sabar dalam menyembunyikan emosionalnya."Atas hak apa kau menamparku, hah?" Janah berteriak kencang dan matanya menatap ustadz Rahman dengan sangat tajam."Dasar ustadz palsu! Semua keluargamu palsu! Kebaikanmu,istri, dan juga anakmu adalah palsu!" teriak Janah histeris. Namun, ustadz Rahman sepertinya tidak peduli hal itu.Beliau kembali melayangkan tamparan kedua."Jangan pernah kau tanyanya siapa aku! Karena orang sepertimu tidak berhak atas itu! Siapa dirimu, sampai berani menghakimi kami?" tanya ustadz Rahman pelan tapi mampu membuatku semakin diam.Berbeda dengan kami yang sedikit terkejut dengan emosi ustadz Rahman, Janah malah semakin menjadi-jadi. Tatapannya berubah menjadi semakin garang."Lantas siapa juga dirimu, sampai berani menyebut istri dan anakku dengan mulut kotormu itu?" Maki
Jakarta"Apa yang akan kita lakukan kepada keluarga Janah, Yah?" tanya Sultan kepada kiyai Abdullah Basir."Biarkan saja, yang terpenting mereka sudah mendapatkan balasan," ucap kiyai Abdullah tenang."Tanpa melakukan apapun?" Sultan menatap tidak percaya."Tentu, saja. Kau harus belajar untuk memaafkan orang lain. Mereka memang bersalah. Tapi bukankah kita juga pernah melakukan kesalahan? Bahkan sering bukan?" Kiyai Abdullah memasukkan tasbih yang di pegangnya ke dalam saku baju gamisnya dan duduk di samping putra sulungnya itu."Sekarang biasakan panggil Abi, agar Dafa juga terbiasa," pintanya."Baik, Bi.""Apa kau tahu, apa alasan dibalik Abi mengijinkan kalian mengenal dunia luar?" tanyanya serius.Sultan tahu betul, kalau setiap kata yang diucapkan abinya adalah ilmu atau sesuatu yang bisa kita ambil isinya.Sultan hanya mengangguk kecil. Namun, itu justru membuat kiyai Abdullah tersenyum."Sepertinya kau tidak tahu. Jika tahu, makan tidak akan bertanya 'apa yang akan kita lakuk
"Aku sudah menalakmu, Janah!" tegasku dengan lantang. Aku sungguh baru sadar, kalau ternyata Janah adalah wanita yang tidak tahu malu. Bisa-bisanya dia masih membandingkan dirinya dengan Sinta."Tidak, Mas!! Jangan lakukan itu!" Dia malah semakin berteriak dan bersujud memegang kakiku yang hendak melangkah."Stop, Janah. Di antara kita sudah tidak ada ikatan!""Tidak, Mas. Dulu, tujuanku masuk ke dalam keluarga ini memang hanya untuk menguasai pondok. Tapi sekarang, aku sudah terlanjur mencintaimu, Mas," Janah semakin meraung.Hati nuraniku sama sekali tidak iba melihatnya seperti ini. Justru hati kecilku tersenyum, mungkin ini adalah yang terbaik dan cara Allah membalaskan rasa sakit Sinta yang dulu pernah aku lukai."Cinta?" Aku mengangkat badannya agar menyingkir dari jalanku. Namun, dia sepertinya mengharapkan yang bukan-bukan."Aku sudah tidak percaya dengan cinta. Bahkan dengan tega kau berani membohongiku!" Bayangan bagaimana dulu aku mudah tertipu dengan kebohongannya kembali
"Siapa orang jahat yang punya kemungkinan untuk melakukan rencananya?" Pak Adam tiba-tiba mendekat ke arah sang menantu yang serang stress karena menunggu proses istrinya yang tengah melahirkan."Loh, katanya Papa gak bisa dateng?" Sultan malah balik bertanya."Tidak mungkin Papa tak datang di saat Papa tahu kamu akan sibuk ke siapa setelah anakmu lagi." Pak Adam berdecak kesal."Tentu saja aku akan sibuk mengurus Sinta. Perihal anak, bisa punya lagi nanti. Kalau istri, tidak akan ada," jawabnya asal tetapi hal itu memang sudah diperkirakan oleh Pak Adam dan istrinya."Baiklah, sekarang jawab pertanyaanku yang tadi. Siapa orang yang punya kesempatan untuk melancarkan aksinya.""Renata," jawab Sultan cepat. "Aku mendapatkan laporan bahwa dia bertukar peran dengan kembaran yang sudah lama tidak diketahui identitasnya. Akan tetapi, orang itu bersedia untuk bekerja sama denganku. Jadi Papa tidak perlu khawatir.""Tetap saja kita harus waspada, karena boleh jadi dokter yang ada di dalam j
"Benarkah hari ini dia melahirkan?" Renata yang sudah terlepas dari orang-orang yang mengurungnya di sebuah rumah tua mulai siap dengan rencana-rencana jahatnya.Bahkan, dia sudah mengganti dirinya dengan saudara kembar yang bahkan tidak tahu apa pun. Saudara yang menyayanginya dengan tulus, dia manfaatkan begitu saja.Setelah mendengar kenyataan bahwa ternyata dirinya bukan berasal dari keluarga kaya yang terhormat, dia langsung kecewa dan marah besar. Rupanya dia hanya anak angkat keluarga konglomerat, itu pun secara tak sengaja.Hal itu membuat dendam Renata semakin menjadi, tidak hanya kepada Sinta, namun juga Sultan. Kali ini dia berniat untuk membuat semua orang yang sudah membuatnya kecewa untuk membayar perbuatannya."Wah, betapa bahagianya aku karena pasangan yang aku anggap musuh akan segera mendapatkan rezeki nomplok. Enaknya aku melakukan apa, ya? Setidaknya sampai kedua orang itu tahu bahwa aku masih hidup," ucapnya girang.Saat ini, dia tengah berbicara di telepon denga
Setelah beberapa hari dari pernikahan pasangan ’double S', hati Fahmi merasa tidak tenang. Dia merasa tidak enak kepada Habibah, adiknya ustadz Rahman sekaligus teman bermainnya sejak kecil.Tapi secara tiba-tiba, ustadz Rahman mengabarkan kalau Habibah sudah meninggal. Mereka semua terdiam dalam jangka waktu yang lama. Antara percaya dan tidak percaya.Alasan dibalik orangtunya dulu menjodohkan dengan Janah, tapi malah menikahkan Fahmi dengan Sinta karena Fahmi masih belum bisa mengambil keputusan.”Jadi bagaimana?" tanya Abah pada Fahmi yang masih saja diam menunduk. Semua keluarganya masih tidak ada yang berani bicara, sebelum Fahmi mengambil keputusan."Apa aku pantas?" Akhirnya dia bicara."Tentu saja. Jodoh adalah cerminan diri. Kau sudah berubah, berarti kau pantas bersanding dengan adikku,” jelas ustadz Rahman."Dulu, kau pernah bekerja sama dengan Renata, tapi sekarang dia dan keluarganya sudah pergi menjauh dari kehidupan kita. Bahkan keluarga Janah sudah mendekam di penjara
Setelah membuat rusuh diwaktu lamaran mantan istriku, Sinta dan Sultan. Aku dibawa secara paksa menuju pondok khusus atas perintah Sultan. Siapa yang tidak tahu pondok khusus ini, aku pun sudah lama tahu.Bahkan selama ini aku selalu mencari-cari orang yang telah mendirikannya dan mengembangkan selama ini.Tapi hal yang membuatku sangat terkejut adalah orang yang kucari selama ini berada dekat denganku. Sungguh malu campur sesal kalau beberapa waktu ini aku sering bertengkar dengannya.Dan sangat membencinya.Tapi aku juga tidak bisa melepaskan rasa tidak sukaku meskipun dia adalah orang yang kucari. Di satu sisi aku bahagia dan bangga, tapi di sisi lain aku kecewa kalau ternyata dialah yang mengambil wanita yang yang dia sendiri tahu jelas kalau aku sangat mencintainya."Apa yang akan terjadi jima rasa bahagia dan kecewa muncul bersamaan?" tanya seorang laki-laki dari arah belakang.Aku sudah tahu siapa orang tersebut meskipun hanya mendengar suaranya."Rasa kecewaku lebih kuat darip
Setelah melangsungkan acara pernikahan, kehidupan Sultan dan Sinta berubah dengan drastis. Awalnya Sinta mengira kalau suaminya itu mungkin mempunyai sifat dingin seperti kulkas bernyawa. Ternyata tidak.Semuanya berada diluar pemikiran Sinta. Ternyata lelaki yang dinikahinya hanya akan dingin pada wanita lain. Jika dihadapkan dengannya, dia akan langsung bersikap seperti anak kecil."Aku tidak menyangka, dua minggu telah kita lewati sebagai pasangan halal," ucap Sultan sambil menatap lekat istrinya. Sementara yang ditatap hanya tersenyum malu.Entah mengapa, wajah Sinta selalu merah jika mendapati Sultan tengah menatapnya. Apalagi posisi kali ini saling berhadap-hadapan. Sangat membuatnya malu dan selalu ingin menghilang saat itu juga.”Kok kamu diam saja?" Sultan merasa heran. Tangan kirinya dia jadikan bantal untuk Sinta dan yang kanan menggenggam kedua tangannya."Aku tidak tahu harus bicara apa," lirih Sinta. Wajahnya terlihat semakin merah."Apa kamu kepanasan? Bukankah AC-nya d
Pak Adam merasa gerah dengan sikap Sultan. Untungnya ia beserta istrinya lekas pulang dan meminta para maid dan bodyguardnya untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya."Siapa namanya?" tanya Bunda Soraya sambil terus menggenggam tangan suaminya, agar bersikap lebih tenang."Sania, Bunda." jawab maid Sandra."Sania?" gumam Pak Adam mengerutkan keningnya. Seperti yang sudah tahu siapa Sania."Ayah tahu?" tanya Bunda Soraya."Sepertinya dia adalah Sania putri Sanjaya yang dia tahun lalu melakukan transaksi dengan keluarga Azki, tapi kedua pihak malah mengalami kegagalan," ucap Pak Adam usai mengingat kejadian dua tahun lalu.Sultan yang sedari tadi sudah berdiri dibelakang sofa tempat duduk kedua calon mertuanya itu akhirnya mengerti alasan Azki berada di rumah ini dan beberapa kali mengelus dadanya."Untung saja," gumamnya lega.Pak ada yang mendengar suara seseorang, langsung menoleh ke arahnya. Matanya menatap tajam Sultan. Sementara orang yang ditatapnya sudah faham maksud dari tatapa
"Lepas!!" teriak Sultan. Suaranya menggema. Para bodyguard dan maid yang mendengar dibuat merinding."Kubilang lepas!!!" Sultan melepas paksa tangan Sania yang masih memeluknya erat dan mendorongnya hingga terhuyung."Kenapa kau bisa begitu tega padaku?" tanya Sania. Dia sebenarnya sudah tahu dengan sikap Sultan yang seperti ini. Tapi keinginannya untuk mempunyai suami seperti Sultan membuatnya tidak akan pernah menyerah begitu saja.”Aku memang tega terhadap semua wanita!" Sultan menyunggingkan senyum yang menakutkan. Tapi Sania malah tersenyum."Kecuali untuk wanita yang tadi kan?" Sania menatap Sultan dengan tatapan mengancam. "Tapi sayang, aku rasa dia lemah dan tidak pantas untuk menjadi istrimu," lanjut Sania.Rahang Sultan mengeras. Tangannya mengepal. Kali ini Sania benar-benar sudah kelewatan. Dia sengaja memancing emosi Sultan."Kau wanita yang tidak tahu malu," ucap Sultan menyeringai."Tangkap wanita ini dan lakban mulutnya!" titah Sultan pada beberapa bodyguard yang sedar
"Apa sebaiknya kita segera mengatur perjodohan untuk Fahmi dan Zahra?" tanya Abah kepada ustadz Rahman. Mereka baru saja keluar dari kelas usai mengajar."Sepertinya itu tidak perlu, Bah. Biarkan Fahmi menjalani kehidupan di pondok khusus untuk sementara. Agar dia bisa belajar dan dewasa dalam menilai hal yang benar dan salah,” tolak ustadz Rahman halus.Baru dia hari Fahmi berada di pondok yang di kelola oleh Sultan. Pondok khusus memang sengaja dibuat untuk mereka yang susah dan keliru dalam menjalani hidup. Seperti tidak bisa membedakan yang benar dan yang salah."Tapi Zahra akan segera dinikahkan dengan orang pilihan saudaranya," sambung Umi yang datang dari arah dapur pondok dengan membawa nampan berisi makanan ringan."Jika kita telat, maka kita harus bisa mengikhlaskannya," lanjutnya dengan raut wajah yang tampak kecewa.Setibanya pulang dari rumah Pak Adam, keluarga Abah dikejutkan dengan datangnya saudara jauh Zahra yang selama beberapa tahun ini tidak pernah datang. Janganka
Ketika Sultan memberikan perintah untuk membawa Fahmi menuju ruangan khusus, tiba-tiba harus terhenti ketika terdengar suara teriakan yang menyuruh untuk menunggu. Padahal Sultan sudah sangat geram dan rasanya tidak baik jika harus terus menunggu.Suara itu juga berhasil membuat semua orang terheran-heran. Tapi tidak lagi ketika mengetahui siapa yang datang.Ustadz Rahman dan keluarga Abah. Termasuk Ratih yang menatap Sultan dengan penuh kebencian."Apa begini sikap dari orang-orang yang mengaku faham agama?" desisnya seolah merendahkan. Padahal dia belum tahu apa yang akan dilakukan Sultan. Tapi sudah berani untuk menilai kalau yang akan dilakukan Sultan adalah hal tidak baik."Kamu yang harusnya jaga sikap, Mbak!" bisik ustadz Rahman. Dia ingin keluar Abah bisa menjaga sikapnya. Karena ada tiga keluarga yang sedang berada di dalam rumah ini dan semuanya bukan orang yang sembarangan. Baik dalam segi agama bahkan dunia. Mereka ad6alah orang yang patuh terhadap sunah dan selalu menebar