Jeremy mengepalkan tangannya saat melihat penampilan tragis Yoana. Amarah berkecamuk di dalam hatinya.Apa Eleanor sudah gila? Bagaimana bisa wanita itu berani melakukan hal seperti ini? Tindakannya ini sama saja dengan menggusarkan seluruh Keluarga Pratama. Apa dia tahu konsekuensinya?"Bos, darah terus mengalir. Kondisi Bu Yoana sangat buruk sekarang."Yoana yang duduk di kursi tampak sekarat. Jeremy memejamkan matanya. Untuk sekarang, dia hanya tahu bahwa Yoana tidak boleh mati!Jeremy bergegas menghampiri Yoana, lalu membungkuk untuk mencabut belati itu. Belati yang tidak berani dicabut oleh pengawal itu akhirnya tercabut!Yoana hampir kehilangan kesadarannya. Sekujur tubuhnya mengejang karena kesakitan. Dia menyipitkan matanya menatap Jeremy menggendongnya dan membawanya keluar.Bibir Yoana pucat, tetapi matanya merah. Air mata penuh amarah terus berlinang di wajahnya. Dia menggigit bibirnya dengan kuat, membuatnya terlihat semakin menyedihkan."Remy, apa aku akan mati? Sakit seka
Jeremy menatap wanita di depannya yang ekspresinya terlihat teguh. Terpancar amarah yang tak tertahankan dari tatapannya.Eleanor mengangkat tangannya, lalu melepaskan satu per satu jari Jeremy yang menahannya. Setelah itu, dia mendorongnya dan meneruskan, "Dia punya dendam denganku. Bukannya wajar kalau dia memfitnahku?"Jeremy sangat familier dengan kalimat ini. Ini adalah kalimat yang sering diucapkan oleh Yoana. Setiap kali ada masalah terjadi, Yoana akan melontarkan kalimat ini."Daripada buang-buang waktu di sini, lebih baik kamu cari bukti supaya bisa menangkapku.""Heh." Jeremy terkekeh-kekeh. Bukti? Bukti apa yang diperlukan? Kepercayaan adalah bukti!Amarah Jeremy semakin berkecamuk. Dia menatap wanita yang tidak kenal takut di depannya, lalu menyahut, "Nggak semua hal butuh bukti. Sesuatu yang dipercayai oleh orang adalah bukti yang nggak bisa disangkal."Yoana memiliki Keluarga Pratama sebagai sokongannya. Mereka pasti memercayai perkataan Yoana dan tidak akan mengampuninya
Yoana hanya kehilangan banyak darah dan nyawanya tidak berada dalam bahaya.Patrick dan Alicia datang dengan terburu-buru. Ketika melihat sang putri yang dipenuhi luka, Alicia sontak berteriak histeris dan memeluk Yoana sambil menangis. Dia meraih tangan Yoana dengan gemetaran sambil bertanya, "Yoana, siapa yang melakukan ini padamu?"Tubuh Patrick gemetaran saking kesalnya. Putri kesayangan yang dimanjakannya selama ini malah dicelakai orang lain sampai seperti ini. Dia ingin sekali membunuh pelakunya!"Cepat selidiki apa yang terjadi! Aku mau pelakunya ditangkap! Aku nggak akan mengampuni orang itu begitu saja!" pekik Patrick kepada bawahannya. Dia pasti akan membuat pelakunya mendapatkan balasan berkali-kali lipat.Jeremy yang tiba di depan bangsal tentu mendengar suara Patrick. Langkah kakinya sontak terhenti. Tatapannya seketika menjadi semakin dingin.Putri mereka baik-baik saja, tetapi mereka sudah ingin membunuh pelakunya. Lantas, bagaimana dengan Eleanor yang anaknya sedang kr
Tiba-tiba, Patrick tercengang. Matanya berputar, lalu segera bereaksi dan membantah, "Benar-benar omong kosong! Hanya karena dia berkata begitu, langsung dianggap benar?""Kamu tahu kan, dia nggak akur sama Yoana. Ini fitnah! Suruh dia tunjukkan bukti. Kalau nggak, jangan sembarang menuduh tanpa dasar."Jeremy tersenyum dingin, lalu mengucapkan beberapa kata dengan nada sinis, "Kata-kata yang sama, kukembalikan padamu."Ketiga anggota Keluarga Pratama tertegun serentak. Dengan suara lemah dan tatapan penuh iba, Yoana menatap Jeremy. "Remy, memang dia. Kamu nggak percaya sama aku?"Tatapan dingin Jeremy menyapu Yoana, lalu berhenti pada wajahnya yang pucat dan lemah. "Kamu bilang itu perbuatan Eleanor. Aku tanya, kenapa dia harus melakukan itu?""Karena ...." Yoana menggigit bibirnya, air mata mengalir deras. "Karena Eleanor bilang aku telah menyakiti anaknya. Tapi aku benar-benar nggak melakukannya .... Remy, aku bahkan nggak tahu dia punya anak laki-laki. Mana mungkin aku punya kesemp
Jeremy mengatupkan bibirnya dengan rapat dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Sepasang matanya yang dalam, dipenuhi dengan amarah yang semakin membara. Andy ketakutan hingga menundukkan kepalanya lebih rendah.Andy merasa bingung. Dulu, ketika bosnya mengalami kecelakaan mobil dan terluka parah, Eleanor merawat Jeremy selama dua bulan penuh. Selama dua bulan itu, Simon bahkan sangat menyukai Eleanor dan terang-terangan mengumumkan bahwa Eleanor akan menjadi istri Jeremy, serta memberikan dukungan penuh padanya di Keluarga Adrian.Namun, entah bagaimana, sikap Simon terhadap Eleanor tiba-tiba berubah total. Eleanor tidak melakukan apa pun, tetapi Simon berubah.Setelah kecelakaan itu, Jeremy baru sadar dua bulan kemudian. Di satu sisi, Simon dengan tegas meminta Jeremy menikahi Eleanor. Namun di sisi lain, dia membiarkan Jeremy memperlakukan Eleanor dengan buruk. Bahkan, Simon sendiri tidak lagi bersikap ramah pada Eleanor.Seolah-olah ... itu adalah bentuk penyiksaan terselubung. Pe
Maksud Simon dengan "menyelesaikan masalah ini" adalah menyerahkan Eleanor kepada Keluarga Pratama agar mereka bisa melampiaskan amarah mereka. Namun, jika Jeremy tetap melindungi Eleanor, Keluarga Pratama tidak akan bisa menyentuhnya.Jeremy tidak berkomentar lebih jauh. Dia langsung memutuskan panggilan.Ucapan Mona semalam telah meninggalkan duri dalam hatinya. Namun, dia tidak cukup bodoh untuk langsung mempertanyakan Simon. Hal-hal seperti ini masih harus dia selidiki perlahan dan diuraikan sedikit demi sedikit.Mengenai soal tes DNA ... Jeremy memicingkan matanya. Setelah berpikir beberapa detik, dia mengangkat tangannya.Dari kejauhan, Andy segera mendekat. "Bos.""Atur ulang, lakukan tes DNA sekali lagi."Berhubung hal ini sudah pernah dibahas sebelumnya, Andy tidak terlalu terkejut dengan keputusan Jeremy untuk melakukan tes DNA ulang. "Baik, Bos.""Bos!" Salah satu pengawal yang bertugas di depan kamar Daniel tiba-tiba berlari dengan panik. "Bos, Tuan Daniel dalam masalah. An
Jeremy berdiri tertegun di luar untuk waktu yang lama. Akhirnya, dia berkata pelan, "Bawa Harry ke sini.""Baik," jawab Andy dengan mata yang juga penuh kesedihan.Ah .... Anak sekecil itu, bagaimana mungkin pelaku bisa tega melakukan hal sekejam itu? Betapa kejamnya pelaku ini! Jika benar ini perbuatan Yoana, Andy merasa Yoana benar-benar tidak pantas hidup.....Harry segera dibawa ke sisi Jeremy. Melihat suasana yang begitu muram, Harry bisa merasakan bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi.Tanpa disadari, matanya memerah dan air matanya jatuh.Jeremy menoleh menatap Harry. Dia terdiam sejenak sebelum berbicara perlahan, "Pergilah temani Mama dan kakakmu, ya."Harry mengatupkan bibirnya erat-erat. Air mata dan ingusnya bercampur, dan setelah beberapa lama, dia bertanya dengan suara bergetar, "Kakak ... dia akan baik-baik saja, 'kan?"Mendengar pertanyaan itu, tubuh Jeremy bergetar hebat dan punggungnya semakin kaku. Dengan suara yang nyaris tak terdengar, dia menjawab, "Dia akan bai
Yoana menarik napas dalam-dalam karena rasa sakit yang menusuk. Alicia segera mendekat untuk membantunya, "Aduh, sayangku, pelan-pelan, sakit sekali, ya?""Mm ...." Suara Yoana terdengar seperti hampir menangis. Merasakan rasa sakit di tubuhnya, kebenciannya terhadap Eleanor semakin membara. Dia ingin sekali menghancurkan Eleanor hingga tak bersisa.Alicia menepuk punggung Yoana untuk menenangkannya. "Bersabarlah sedikit lagi. Nanti aku dan ayahmu pasti akan menangkap perempuan itu untuk melampiaskan amarahmu."Yoana menahan amarah di dalam hatinya dan mengangguk dengan ekspresi penuh dendam. "Ibu, kita nggak boleh melepaskannya.""Ibu tahu, Sayang. Ibu tahu.""Soal Remy yang akan melakukan tes DNA sama anak itu, kalian harus mengawasi dengan sangat ketat. Nggak boleh ada kesalahan sekecil apa pun dalam hal ini." Yoana menggenggam tangan Alicia dan terus-menerus mengingatkannya."Baik, Ibu tentu tahu. Aku dan ayahmu sudah sangat berhati-hati. Kamu nggak perlu khawatir."Alicia memahami
Kehangatan tubuh dan aroma yang familier ....Ekspresi Eleanor pun berubah. Saat bersandar di dada Jeremy dan mendengar detak jantung Jeremy yang kuat, jantungnya juga tanpa sadar makin berdebar."Eleanor, aku akhirnya menemukanmu," kata Jeremy sambil menghela napas. Lengannya yang kuat juga memeluk Eleanor dengan makin erat dan lembut. Berbagai emosi yang sudah lama dipendamnya pun meledak dan membuatnya memeluk Eleanor dengan makin erat lagi, seolah-olah tidak ingin melepaskan Eleanor lagi.Eleanor mengepal tangannya yang disembunyikan di saku mantelnya karena merasa bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.Melihat keduanya berpelukan dengan erat, suasana hati Vivi menjadi rumit. Jeremy memang sudah banyak berubah dibandingkan dahulu, tetapi apakah luka yang pernah diberikan Jeremy pada Eleanor bisa dimaafkan begitu saja? Dia hanya bisa menghela napas karena dia tidak tahu dan tidak berhak memutuskan hal ini. Dia mengajak Daniel dan Harry untuk keluar dari ruangan dan menutup pintun
"Remy, kamu mau pergi ke mana lagi?" tanya Bella dengan segera."Menjemput anak-anak," kata Jeremy, lalu langsung pergi.Melihat Jeremy yang pergi dengan terburu-buru, Bella hanya menggelengkan kepala dengan tak berdaya. Ekspresi Jeremy sama sekali bukan seperti orang yang pergi menjemput anak-anak.Pada saat itu, Simon juga perlahan-lahan turun dari lantai atas. Melihat Jeremy yang baru saja kembali kini sudah pergi lagi, dia hanya bisa mendengus. "Nggak ada aturan. Dia mau pergi ke mana lagi?"Bella hanya berkata, "Dia pergi menjemput anak-anak. Ayah, kita makan saja dulu, nggak perlu menunggu mereka."Simon pun tidak mengatakan apa-apa lagi.Jeremy menyuruh sopir untuk segera mengemudikan mobilnya menuju restoran sambil menggenggam ponselnya dengan erat karena dia tiba-tiba merasa ada yang aneh. Dia berpikir apakah mungkin Eleanor sudah kembali? Begitu pemikiran itu muncul, harapannya makin membesar dan jantungnya makin berdebar. Dia sangat penasaran apakah semua yang dipikirkannya
Sasha terkejut melihat ekspresi Jeremy, tetapi tubuhnya secara refleks mendekat saat melihat wajah Jeremy yang tampan dan menawan. "Pak Jeremy, ada apa denganmu? Apa kamu nggak enak badan? Apa kamu perlu bantuanku ....""Menjauh dariku," kata Jeremy dengan nada yang muram serta dingin dan tatapannya tajam seolah-olah hendak membunuh seseorang.Tatapan Jeremy membuat Sasha menghentikan langkahnya dan berdiri di tempat dengan ekspresi bingung. Saat Jeremy mengambil pakaian dan langsung pergi, dia sempat mengejar Jeremy beberapa langkah. Namun, melihat Jeremy yang begitu marah, dia kembali berhenti dan tidak berani mendekat lagi. Hanya saja, dia tidak mengerti apa yang telah dilakukannya sampai Jeremy begitu marah.Jeremy segera pergi dari sana.Melihat Jeremy yang keluar dengan begitu cepat, pemilik klub melihat jam tangannya. Menyadari Sasha masuk hanya puluhan menit saja, dia berpikir Jeremy tidak begitu hebat dan agak lemah. Namun, dia tentu saja hanya berani berpikir begitu dalam hat
Setelah Eleanor keluar, pemilik kelab yang mengetahui kedatangan Jeremy pun datang dan menyiapkan beberapa botol anggur terbaik. Bahkan, dia memilihkan wanita tercantik untuk menemani Jeremy.Wanita itu bernama Sasha. Di depan pintu, pemilik kelab berpesan kepada Sasha untuk melayani Jeremy sebaik mungkin. Kemudian, dia membawanya masuk.Begitu masuk, Sasha langsung terpana melihat pria yang duduk di sofa. Pandangannya tidak bisa dialihkan lagi.Pria ini sangat tampan. Apalagi, dia adalah Jeremy, pewaris Keluarga Adrian, keluarga paling berpengaruh di ibu kota. Dia adalah sosok yang luar biasa.Dengan penuh percaya diri, Sasha melangkah mendekat, menonjolkan tubuhnya yang selama ini selalu dibanggakan. Tanpa ragu, dia bersandar pada Jeremy dan mengeluarkan suara manja, "Pak Jeremy ...."Kepala Jeremy berdenyut sakit. Saat aroma parfum yang menyengat mendekat, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengernyit.Sasha hanya menatap wajah mabuk itu, sama sekali tidak menyadari betapa terg
Eleanor menemukan ruang VIP tempat Jeremy berada. Dia sempat ragu sejenak di luar sebelum akhirnya mendorong pintu dan masuk.Ruangan itu sunyi dan rapi, tidak seperti yang dia bayangkan. Tidak ada kebisingan atau kekacauan. Matanya menyapu seluruh ruangan sebelum akhirnya tertuju pada sosok pria yang terbaring di sofa.Jeremy bersandar di sofa dengan mata terpejam rapat. Di meja depan, tampak botol-botol kosong berserakan. Bisa dilihat pria ini minum sangat banyak.Jantung Eleanor berdetak semakin cepat saat dia melangkah mendekat. Kakinya tanpa sengaja menendang salah satu botol kosong di lantai, menimbulkan suara kecil yang membuat hatinya menegang. Namun, pria itu tetap tidak bereaksi.Eleanor memperlambat langkahnya, lalu berdiri di samping Jeremy. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh lengannya dengan lembut, lalu memanggil dengan pelan, "Jeremy?"Tiba-tiba, pria yang memejamkan mata itu langsung mengangkat tangannya dan mencengkeram pergelangan tangan Eleanor.Matanya yang dingin
"Masuklah." Vivi membuka pintu kursi belakang, memberi isyarat kepada kedua anak kecil untuk masuk.Tiba-tiba, kedua anak itu langsung membeku. Mata besar mereka menatap orang di dalam mobil dengan tidak percaya. Mereka terpaku di tempat, tidak bisa bergerak sedikit pun.Ketika melihat kedua anak itu menatapnya dengan penuh keterkejutan, mata Eleanor langsung memerah. Tanpa ragu, dia turun dari mobil dan langsung memeluk mereka berdua."Anak-anakku, Mama sudah kembali."Kedua anak itu tetap tidak bergerak. Sampai suara lembut Eleanor terdengar di telinga mereka, hingga kehangatan pelukannya menyelimuti mereka, barulah mereka sadar ....Dalam sekejap, mata mereka yang basah. Air mata mulai berlinang di wajah mereka."Mama?" panggil Harry dengan ragu."Mama di sini. Maafkan Mama, Daniel, Harry. Kalian sampai menunggu begitu lama. Mama sudah kembali." Suara Eleanor bergetar saat dia memeluk mereka erat-erat.Akhirnya, kedua anak itu menyadari bahwa ini bukan mimpi. Ibu mereka benar-benar
Keesokan harinya, di bandara.Eleanor tetap memutuskan untuk kembali. Dia tidak bisa begitu saja meninggalkan kedua anaknya begitu saja.Begitu turun dari pesawat, Eleanor sekali lagi menginjakkan kaki di tempat ini. Perasaannya agak sedih.Pada akhirnya, dia tetap kembali.Sebuah Audi putih berhenti di depan Eleanor. Seorang wanita bergegas turun, menatapnya dengan mata membelalak. Seketika, matanya dipenuhi air mata."Eleanor ...." Vivi menatap Eleanor yang berdiri hidup-hidup di depannya, tidak tahu dirinya harus menangis atau tertawa. "Eleanor, ini ... benaran kamu?"Eleanor tersenyum lembut. "Ini aku."Air mata Vivi langsung mengalir deras. Dia berlari dan langsung memeluk Eleanor erat-erat."Eleanor! Kamu ... kamu benaran masih hidup .... Huhu ... kemarin saat kamu meneleponku, kupikir aku sedang mimpi .... Kamu menghilang begitu lama, aku ketakutan setengah mati ...."Vivi menangis dengan emosinal, tubuhnya bahkan gemetar saat memeluk Eleanor. Eleanor membiarkan dirinya dipeluk.
Jeremy pasti akan menemukan Eleanor dan membawanya kembali, sementara Simon juga tidak akan membiarkan keturunan Keluarga Adrian dibawa pergi. Kecuali meninggal, Simon tidak akan berhenti memburu Eleanor.Jelas, ini bukan kehidupan yang Eleanor inginkan. Namun, dia juga tidak mungkin meninggalkan anak-anaknya dan tetap tinggal di sini. Satu-satunya pilihan adalah kembali dengan identitasnya sebagai Eleanor, agar bisa tetap melihat anak-anaknya.Charlie memahami ini dan Eleanor tentu lebih memahaminya.Eleanor mengatupkan bibir, tenggelam dalam pikirannya. Setelah berpikir lama, dia menunduk dan tersenyum pahit. Keluarga Adrian tidak mau melepaskannya, dia juga tidak bisa melepaskan anak-anaknya. Jadi, dia tidak akan bisa memutus hubungan dengan Keluarga Adrian untuk selamanya.Charlie mendongak, tatapan yang dalam menyapu Eleanor. Anak-anak selalu menjadi kecemasan Eleanor, juga menjadi ikatan yang tidak bisa dihapuskan di antara dia dan Jeremy. Sejujurnya, jika Charlie cukup kejam, di
Eleanor berpikir sejenak, lalu mengangguk. Jika dia sudah koma selama lebih dari dua bulan, itu artinya kondisinya pasti sangat buruk di awal. Masuk akal jika Charlie mengirim kedua anaknya ke Keluarga Adrian."Minum obat ini." Arnav datang dengan membawa semangkuk obat.Eleanor mencoba duduk dan Charlie segera membantunya. Dia menerima mangkuk itu. Aroma khas obat herbal langsung menyeruak. Eleanor mengendus perlahan dan segera mengenali komposisinya. Dia agak terkejut. "Ini ramuan penawar racun?""Ya, dua bulan yang lalu kamu diracuni. Obat ini bisa membantu membersihkan sisa racunnya," jelas Arnav."Kamu bilang aku diracuni?""Racunnya sangat bahaya. Tapi, untungnya Charlie ...." Arnav tiba-tiba berhenti bicara karena dia bisa merasakan tatapan Charlie yang langsung mengarah padanya. Dia segera berdeham dan mengganti ucapannya, "Untung saja ilmu medisku luar biasa, jadi aku berhasil menyelamatkanmu."Dengan cerdik, Arnav membanggakan dirinya sendiri dan menelan kata-kata yang hampir