Melihat tindakan Eleanor yang nekat, Jeremy mendecakkan lidahnya dengan kesal dan mengerutkan kening. "Dia gila atau apa?"Air laut sedingin ini, kenapa dia berani melompat begitu saja tanpa ragu? Apakah wanita cerewet itu benar-benar sepenting itu baginya?Andy yang berdiri di samping kehabisan kata-kata. 'Bukankah Anda sendiri yang memancingnya berbuat seperti ini?' batinnya.Setelah beberapa saat berlalu, Eleanor tidak kunjung muncul ke permukaan. Ekspresi Jeremy semakin muram. Andy berpikir sejenak sebelum bertanya, "Bos, perlu kupanggil orang untuk menarik Nyonya ke atas?"Jeremy menatap tajam ke arah laut dan tidak melihat tanda-tanda keberadaan Eleanor sedikit pun. Dia tertawa sinis, "Dia sendiri yang nggak takut mati dan melompat ke sana. Kalau dia tenggelam, itu salahnya sendiri."Setelah mematikan puntung rokoknya, Jeremy menambahkan dengan dingin, "Nggak usah khawatir."Andy terdiam mendengarnya. Siapa yang sebenarnya khawatir di sini? Dia hanya bertanya karena melihat Jerem
Begitu Eleanor mengangkat kepalanya, dia melihat Jeremy naik ke kapal dengan tubuh yang basah kuyup dan membawa hawa dingin yang menusuk. Wajah Jeremy tampak kelam, pandangan matanya tajam dan penuh kebencian saat dia menatap Eleanor.Eleanor segera berjaga-jaga dan mengarahkan pistol ke arahnya.Malam itu, langit tampak kelabu dan mendung, menambah suasana yang mencekam.Jeremy menatap Eleanor dengan dingin dan mengejek, "Kamu memang punya nyali." Dia sempat mengira Eleanor sudah mati di laut. Namun, ternyata wanita itu bukan hanya berhasil menyelamatkan dirinya sendiri, tetapi juga berhasil membawa Vivi kembali. Kalau saja jaraknya ke daratan tidak terlalu jauh, mungkin dia juga bisa berenang sampai ke sana?"Kamu mau tembak aku?" Jeremy mengejek."Biarkan aku dan temanku pergi," Eleanor berkata tegas.Jeremy maju beberapa langkah dengan tatapan menghina. "Kamu pikir pistol kecil itu bisa mengancamku?"Dor!Peluru menembus papan kayu di depannya, hanya selangkah dari tubuh Jeremy.Je
Jeremy menatap dingin ke arah Vivi, lalu memberi isyarat kepada Andy untuk membawa wanita itu pergi. Andy langsung mengangguk dan menarik Vivi menjauh. "Bu Vivi, silakan ikut saya. Saya akan mengantar Anda pergi.""Aku ngaak mau! Kalau pergi, aku harus pergi sama Eleanor! Apa yang ingin kalian lakukan padanya?" Vivi berusaha mati-matian memegang lengan Eleanor.Melihat ekspresi tidak sabar di wajah Jeremy, Andy buru-buru menambahkan, "Bu Vivi, tenang saja. Bos kami tentu nggak akan melakukan apa-apa pada Nyonya. Tapi kalau Anda nggak pergi sekarang, saya khawatir Anda harus berenang pulang."Vivi terdiam. Tatapannya beralih ke laut yang gelap gulita dan tampak menyeramkan, seolah-olah siap menelannya. Tubuhnya mulai gemetar saat mengingat dinginnya air laut tadi.Eleanor menatap Vivi dengan lembut. "Kamu pergi dulu. Aku baik-baik saja, jangan khawatirkan aku.""Kamu yakin bisa sendirian?" Vivi melirik Jeremy dengan wajah ketakutan."Ya, percayalah padaku."Jeremy membiarkan angin laut
Eleanor mengerutkan kening, wajahnya yang cantik tampak frustrasi. Berhadapan dengan pria yang sudah terbiasa memaksakan kehendaknya seperti Jeremy, percuma saja berdebat atau bicara logika.Eleanor menatap Jeremy dengan dingin selama beberapa detik. Akhirnya, dia mengatupkan bibirnya dan berbalik menuju kamar mandi.Brak!Pintu kamar mandi tertutup dengan keras, dan tak lama kemudian terdengar suara pintu yang dikunci dari dalam. Jeremy duduk santai di sofa dengan alis yang sedikit terangkat. Apakah wanita itu sedang waspada terhadapnya? Dia mendengus kecil.Apa dia kira Jeremy akan mengintipnya? Lucu sekali. Setelah tiga tahun menikah, apa yang belum pernah dia lihat?Jeremy mengisap rokoknya dengan tenang. Baru saja dia ingin bangkit, pandangannya tidak sengaja tertuju ke arah kamar mandi. Alisnya sedikit berkerut.Di balik cahaya terang, siluet Eleanor yang samar terlihat melalui kaca buram. Tubuhnya tampak ramping dan tinggi, tetapi lekuk tubuhnya tetap terlihat jelas. Meskipun El
Jeremy mengangkat alisnya sedikit dan menoleh ke belakang menatap Eleanor. Eleanor jelas mendengar ucapan Andy barusan dan perasaan gelisah menyergapnya.Jeremy menatap Eleanor dengan dalam, suasana seketika hening. Setelah beberapa detik, Jeremy mendengus dingin. "Ayo temui dia," ucapnya singkat sebelum berbalik dan keluar.Eleanor tahu orang itu pasti Charlie. Dia panik dan buru-buru hendak keluar, tetapi langkahnya langsung terhenti ketika Jeremy tiba-tiba berbalik dan menghalangi jalannya. "Kamu mau ke mana?""Kalau aku nggak keluar, kamu mau berkelahi sama dia?" tanya Eleanor.Jeremy mengangkat alisnya dengan santai. "Kenapa nggak? Dia datang sendiri ke sini cari mati."Eleanor mencibir dingin. "Kalau kalian berkelahi, belum tentu hasilnya dia yang mati."Mata Jeremy menyipit dan menatapnya tajam. "Terus, coba kamu bilang. Kamu berharap siapa yang mati?""Kamu!" jawab Eleanor tanpa ragu sedikit pun.Wajah Jeremy yang awalnya tampak santai langsung berubah dingin dan penuh amarah.
Semua orang serentak menoleh ke arah suara itu. Charlie menyipitkan matanya dengan tajam. Dia melihat Eleanor muncul dengan rambut basah kuyup, air masih menetes dari ujung helainya. Pipi wanita itu memerah entah karena dingin atau malu.Eleanor mengenakan kemeja putih pria yang kebesaran, lengannya digulung hingga sebatas lengan bawah, memperlihatkan kulit lengannya yang putih bersih. Di bawah kemeja itu, dia mengenakan celana panjang yang jelas bukan miliknya. Pemandangan ini membuat siapa pun yang melihatnya berimajinasi liar.Jeremy melangkah cepat mendekati Eleanor. Tatapannya dingin saat menyapu penampilan wanita itu. Dengan satu gerakan, dia meraih lengannya dengan keras. "Siapa yang nyuruh kamu keluar?"Eleanor segera melepaskan cengkeramannya. "Urusan kita berdua nggak seharusnya melibatkan orang lain."Jika dia tidak muncul, kedua pria ini pasti akan bentrok. Jika sampai itu terjadi, pasti akan muncul korban. Tanpa memedulikan ekspresi Jeremy, Eleanor melangkah maju mendekat
Jeremy sedikit mengerutkan keningnya, pandangannya menyapu Eleanor dengan dingin. Dia mengejek, "Kamu pikir aku benar-benar mau menikahinya? Kamu pikir kamu bisa mengancamku dengan itu?""Kalau kamu mau menikah sama dia, lalu kenapa kamu menahanku di sini? Bukankah aku cuma jadi penghalang?" Nada suara Eleanor meninggi.Dia tidak pernah lupa betapa tegasnya Jeremy dulu saat memaksanya menandatangani surat cerai. Jika dia benar-benar ingin bersama Yoana, mengapa dia tidak membiarkan Eleanor pergi sekarang? Eleanor benar-benar tidak mengerti.Sebenarnya, bukan hanya Eleanor yang tidak mengerti, Jeremy sendiri pun tidak tahu kenapa dia tidak mau membiarkan Eleanor pergi. Hanya dengan memikirkan dia bersama pria lain, hatinya langsung terasa sangat tidak nyaman. Rasa gelisah itu hanya akan reda jika Eleanor berada di sisinya.Melihat ekspresi bingung Eleanor, Jeremy tidak ingin memberikan penjelasan. Dia tertawa dingin. "Aku nggak perlu menjelaskan apa pun padamu. Kamu cuma perlu tahu bahw
Eleanor mengerutkan alisnya. Bukan dia yang berpikir kotor, tetapi tatapan Jeremy barusan memang tidak beres. Jeremy mendorong tangan Eleanor menjauh. "Turun. Jangan sampai aku harus memintamu dengan paksa."Setelah berkata demikian, Jeremy langsung turun dari mobil. Eleanor melirik ke luar sejenak, lalu mengikutinya dan turun dari mobil sambil menghela napas dalam hati.Di dalam vila, Yoana yang sudah menunggu sejak lama mendengar suara mobil datang. Dia langsung berlari keluar, tetapi langkahnya melambat begitu melihat Jeremy bersama Eleanor. Senyum di wajah Yoana perlahan memudar, lalu membeku.Eleanor berjalan di belakang Jeremy dan masuk ke dalam vila. Ketika melewati Yoana, tatapan penuh kebencian Yoana seperti ingin menembus tubuhnya.'Sudah kuduga ini akan terjadi,' pikir Eleanor. Yoana pasti berpikir dia membohonginya saat itu, bahwa Eleanor sengaja membuatnya menyinggung Jeremy agar bisa kembali ke sisi pria itu.Yoana berteriak dalam hati, 'Perempuan licik!'Eleanor merasaka
Justin segera menopang tubuh Simon dengan kedua tangannya dan menepuk dada Simon untuk menenangkan dirinya. "Tuan Simon? Tuan Simon? Tuan, bertahanlah. Cepat panggil dokter. Cepat!"Namun, dua menit kemudian, sebuah kabar datang lagi lebih cepat daripada datangnya dokter. "Tuan Simon, ada kabar dari sana bilang Tuan Jeremy baik-baik saja. Dia tidak jatuh ke laut."Simon pun menarik napas dalam-dalam dengan bantuan Justin, tatapannya akhirnya terlihat kembali bersinar. Dia langsung memerintah dengan lantang dan suara yang serak, "Jadi, dia sudah kembali? Uhuk uhuk. Dia sudah kembali? Cepat suruh dia pulang!"Pada saat itu, seorang pengawal lainnya yang baru saja menutup telepon bergegas masuk ke ruangan itu. "Tuan Simon, Tuan Jeremy ...."Simon segera maju dan bertanya, "Ada apa dengan dia?""Nona Eleanor jatuh ke laut, jadi Tuan Jeremy ikut melompat untuk mengejarnya," jawab pengawal itu.Wajah Simon yang baru saja pulih pun kembali pucat, Justin juga segera menopang tubuhnya dengan si
Eleanor menahan napasnya saat melihat tangan besar yang sedang mencengkeram belati yang tajam itu. Darah pun terus menetes ke wajahnya dari ujung belati itu.Jeremy berdiri di sana dengan wajah yang pucat dan kening serta pipi kanannya terluka akibat benturan. Bahkan pakaiannya pun sudah robek karena tergores benda tajam. Penampilannya terlihat sangat berantakan.Melihat Jeremy yang menggigit bibirnya dan menatapnya dengan tatapan yang dingin, pria yang tadi mencoba menusuk Eleanor langsung ketakutan dan melepaskan belatinya. Dia secara refleks mundur. Namun, di detik berikutnya, belati itu langsung memelesat ke lehernya.Melihat kejadian itu, pemimpin kelompok itu langsung tercengang saat melihat Jeremy tidak mati. "Tuan ... Jeremy?"Eleanor juga menatap Jeremy dengan tidak percaya. Setelah terdiam cukup lama, dia akhirnya memanggil nama Jeremy.Jeremy segera membungkuk dan memeriksa kondisi Eleanor. Melihat tubuh Eleanor yang penuh dengan luka, dia langsung menyipitkan matanya. Dia m
Para pria itu mulai merasa waspada. Mereka mengangkat belati mereka dan perlahan-lahan mendekati Eleanor.Meskipun tubuhnya penuh dengan luka, amarah di hati Eleanor membuatnya tetap bertahan. Dia juga tidak tahu dari mana datangnya kekuatan ini. Saat para pria itu mengarahkan belati mereka ke arahnya, dia kembali mengayunkan tongkat kayu di tangannya.Namun kali ini, para pria itu sudah mempersiapkan diri mereka. Mereka mengarahkan belati mereka untuk menyerang Eleanor dari arah yang berbeda. Mereka menyerang bagian yang tidak mematikan, tetapi cukup membuat Eleanor kesakitan.Gerakan Eleanor yang terluka parah sudah tidak secepat dan sekuat sebelumnya lagi, sehingga tongkat kayunya berhasil ditendang terlepas dari tangannya dan lengannya terluka karena ditebas. Dia hanya bisa merintih kesakitan, membuat pria yang memimpin kelompok itu tertawa terbahak-bahak."Jangan biarkan dia mati terlalu cepat," kata pemimpin kelompok itu."Heh." Eleanor yang terhuyung-huyung pun menundukkan kepal
Tepat pada saat itu, lampu dari mobil-mobil di belakang menerangi punggung Eleanor. Saat dia menoleh, dia melihat mobil-mobil itu sudah berhenti dan sekelompok orang keluar dari mobil. Mereka adalah orang-orang yang tadi mengejarnya dan kini kembali lagi. Dia mengepalkan tangannya dengan erat saat melihat mereka perlahan-lahan mengepungnya, tetapi dia tidak merasakan sakit sedikit pun.Pemimpin kelompok itu melihat ke sekeliling, tetapi tidak melihat mobil yang dinaiki Eleanor dan juga Jeremy. Namun, saat melihat jejak ban yang mengarah ke tebing dan juga jejak darah dari Eleanor, dia langsung memiliki firasat buruk. Dia langsung memberikan isyarat pada bawahannya untuk segera melaporkan hal ini pada Yoana.Mendengar kabar Jeremy mungkin jatuh ke laut dan tewas, ekspresi Yoana langsung membeku dan kakinya lemas sampai langsung terjatuh ke lantai. Dia segera maju dan meraih kerah bawahannya. "Apa ... yang kamu katakan? Katakan sekali lagi! Katakan sekali lagi! Katakan sekali lagi!"Bawa
Eleanor tiba-tiba merasa cemas saat melihat mobil masih tidak melambat sedikit pun. Matanya membelalak dan berteriak dengan keras, "Jeremy, injak rem!"Jika mobilnya masih tidak berhenti, Eleanor merasa mereka akan jatuh ke dalam jurang bersama mobilnya. Mereka juga masih tidak tahu seberapa tinggi jurang itu, peluang untuk bertahan hidup sangat kecil jika mereka jatuh.Ekspresi Jeremy terlihat sangat muram saat melihat jarak mereka dengan tebing sudah tidak sampai 20 meter. Dengan laju yang secepat ini, bahkan membelok arah pun sudah tidak sempat lagi.Melihat jarak mobil dengan tebing makin dekat dan Jeremy masih tidak melambat sedikit pun, dia merinding dan ekspresinya terlihat sangat ketakutan. Namun, di detik berikutnya, Jeremy malah segera membuka sabuk pengamannya."Kamu?" kata Eleanor sambil menatap Jeremy yang membuka pintu mobil dengan tatapan tidak percaya.Jeremy berteriak, "Lompat!""Apa?" tanya Eleanor dengan bingung.Jeremy menatap Eleanor. Saat ini, dia akhirnya menyada
Eleanor baru saja hendak mengoperasikan ponselnya, tetapi benturan keras dari mobil belakang membuat tubuhnya terdorong ke depan dan ponselnya pun terlempar. Sebelum sempat mengambil ponselnya, dia mendengar suara tembakan lagi.Ekspresi Jeremy terlihat sangat marah. Dia segera menekan kepala Eleanor dan berkata, "Tunduk, jangan bergerak."Kaca jendela mobil sudah pecah dan angin dingin terus bertiup masuk.Eleanor mencoba untuk meraih ponselnya, tetapi dia akhirnya hanya bisa menstabilkan tubuhnya karena mobil berguncang. Para pengejar masih enggan menyerah dan jumlah mereka malah makin banyak. Mereka benar-benar bertekad untuk menghabisinya malam ini. Tidak perlu berpikir panjang pun, dia sudah tahu orang yang mengirim mereka adalah Yoana.Sementara itu, orang-orang dari Keluarga Adrian sudah melaporkan kejadian ini pada Simon.Mendengar Jeremy sedang bersama dengan Eleanor, Simon langsung bangkit. "Apa yang kamu katakan? Apa dia terluka?""Saat ini dia masih baik-baik saja," jawab o
Tatapan Jeremy menjadi dingin dan muram saat melihat ada empat mobil yang sudah mengepung mereka. Dia mengumpat dengan pelan, orang-orang ini jelas menargetkan Eleanor. Sialan. Dia segera mengeluarkan ponselnya dan memanggil para pengawalnya.Di belakang, Avery yang sedang mengemudi mobil juga menyadari situasi berbahaya itu. Dia langsung mendiskusikan strategi dengan bawahannya menggunakan perangkat audio nirkabel. Tak lama kemudian, mobil mereka segera melaju ke depan dan menghentikan beberapa mobil itu. Dia juga segera menghubungi Charlie.Tepat pada saat itu, Andy melihat mobil di samping tiba-tiba membanting setir dan menabrak ke arah mereka dengan nekat. Semuanya terjadi hanya dalam dua detik. Dia pun berteriak dengan mata yang membelalak, "Bos, pegang Nona Eleanor baik-baik."Bang!Terdengar suara benturan yang keras dan tubuh mereka berguncang sampai kepala Eleanor langsung terasa pusing. Kelihatan jelas, mobil Jeremy dan Eleanor ditabrak ke samping dengan keras. Untungnya, sab
"Apa yang ingin kamu katakan? Minta maaf? Aku nggak ingin mendengarnya." Eleanor menepis tangan Jeremy."Cuma beberapa menit," kata Jeremy dengan keras kepala, lalu menarik Eleanor masuk ke mobil dengan paksa.Di depan, Andy segera menyalakan mesin mobil. Para pengawal Keluarga Adrian pun mundur.Melihat Eleanor dibawa pergi, Avery langsung masuk ke mobil. "Kejar!"Angin malam musim gugur terasa lebih dingin dari biasanya. Di dalam mobil, tatapan Eleanor membeku seperti es. Sebuah sekat perlahan naik, memisahkan kursi depan dan belakang."Kamu benar-benar harus pergi?" Suara rendah terdengar di dalam kabin yang sunyi.Tanpa menoleh, Eleanor menjawab dengan suara dingin, "Ya. Kamu juga sudah janji akan membiarkan aku dan anak-anak pergi, tanpa mengganggu kami lagi."Jari-jari Jeremy memutih karena cengkeramannya terlalu kuat. Dia tak kuasa tertawa. Dia telah melukai wanita ini begitu dalam.Wajar jika Eleanor ingin pergi. Dia seharusnya bisa menerima jika Eleanor ingin membawa anak-anak
Untungnya, video ini selalu tersimpan di album rahasia di ponselnya. Tak disangka, lima tahun kemudian akhirnya berguna.Sergio mengepalkan tangannya erat-erat. Sebelum melihat video ini, dia sama sekali tidak percaya pada Yoana.Begitu banyak hal telah terjadi, wajar jika kebencian Yoana pada Eleanor sudah mencapai puncaknya. Dia mengira Yoana hanya ingin memanfaatkannya untuk menyingkirkan Eleanor, jadi dia berasumsi bahwa semua ini hanyalah kebohongan yang dibuat-buat.Sampai akhirnya dia melihat video itu. Wanita dalam video itu adalah Eleanor, ini bukan sesuatu yang bisa dipalsukan.Semua ini sudah berlalu bertahun-tahun, Yoana tidak mungkin bersusah payah membuat video palsu dan menyimpannya selama lima tahun.Saat ini, amarah di dadanya membuncah. Yoana melihat kebencian yang melintas di mata Sergio. Dia cukup memahami pria ini.Dulu, Sergio benar-benar menginginkan anak itu. Dia maju selangkah, mencengkeram kerah Sergio erat-erat. "Sergio, Jeremy nggak akan melepaskanku. Begitu