Jari jemari Mentari bergerak perlahan bersamaan dengan kelompok matanya yang perlahan terbuka. Dahi Mentari mengernyit dalam saat cahaya matahari memaksa menusuk ke dalam indra penglihatannya.
"Gal, Mentari bangun, Gal!" pekik Arumi sambil mengguncang lengan kekar Gala dengan antusias.Gala yang tadinya melamun terlonjak kaget karena aksi tiba-tiba Arumi."Apaan?" tanya Gala dengan wajah bad mood nya.Agaknya, Gala tidak terlalu mendengar ucapan Arumi saking menghayati lamunannya.Arumi menendang tulang kering Gala dengan rasa gemas, iya Arumi gemas serasa ingin menendang Gala ke planet Pluto sekarang juga kalau saja ia mampu.Gala ini lemot sekali kalau sudah galau seperti sekarang ini."Akh ... Bangsat! Kenapa lo malah nendang kaki gue sih? Sakit tau nggak?" Gala mengaduh kesakitan karena tulang keringnya terasa nyut-nyutan akibat tendangan Arumi yang tidak main-main.Gadis itu mengeluarkan seluruh tenaganya uMentari masih belum merespon membuat perasaan Gala semakin was-was tak menentu. Bahkan saat Dokter melambaikan tangan dihadapan wajahnya Mentari sama sekali tidak mengerjapkan matanya."Mentari.. kamu dengar saya?" Sekali lagi Dokter Lia memanggil Mentari masih dengan cara yang sama seperti sebelumnya."JANGAN ... JANGAN! JANGAN KURUNG AKU FANIA!"Deg"Fa-fania?" Gumam Arumi terbata.Untuk beberapa saat Gala terdiam mencoba mencerna maksud Mentari.Beberapa detik setelahnya.Gala tertawa bak iblis berbarengan dengan airmata yang mengalir dari pelupuk matanya."Ternyata perempuan rubah itu yang sudah melakukan hal biadab ini sama kamu, Sayang. Tunggu pembalasan dari saya Fania!"Gala berucap dengan suara bergetar dan aura yang menakutkan. Galaksi yang sekarang terlihat berbeda dari Galaksi yang lemah lembut sebelumnya. Rupa Gala saat ini tak ubahnya ketua gangster yang siapa mengeksekusi musuhnya.
"ARGHH ANJING! INI GARA-GARA LO FANIA SIALAN!"Bugh ... bugh ... bugh.Gala berteriak sekeras yang ia bisa sambil memukul-mukul tembok di belakang rumah sakit. Darah segar yang menetes dari punggung tangannya karena memukul dinding terlalu keras Gala abaikan begitu saja.Ia benar-benar tidak terima istrinya harus mengalami trauma berat gara-gara perbuatan biadab Fania.Penjelasan Dokter Lia mengenai kondisi mental Mentari membuat darah Gala mendidih seketika. Alhasil Gala pergi ke belakang rumah sakit dengan rahang mengeras dan melampiaskan amarahnya dengan cara meninju dinding dengan brutal.Gala seolah tidak merasakan sakit padahal tangannya sudah memar dan berdarah. Gala seperti orang kesetanan yang ingin menelan seseorang hidup-hidup."Gue nggak bisa lagi toleransi yang ini." Gala menggeleng tak terima. "Gue bakalan cari elo sekarang juga Bich. Hancurnya mental istri gue bakalan gue bales dengan hal yang jauh lebih parah dar
"Dasar orang miskin nggak tau diuntung! Kamu pikun apa bagaimana? Suami saya sudah pernah bilang buat jangan injakan kaki kamu lagi di rumah ini!" Hardik Rosa begitu congkak, “tapi kamu malah masih berani datang kesini dengan merusak barang-barang saya, orang miskin seperti kamu mana mungkin sanggup mengganti semua kerugian saya?” lanjutnya memaki Gala.Tatapan remeh dan merendahkan adalah sambutan dari Rosa untuk Galaksi saat ini."Saya belum pikun sama sekali, Nyonya Rosa. Kalau bukan karena anak lo yang kurang ajar itu ngurung istri gue di dalam toilet kampus sampai tengah malam hingga dia trauma berat mungkin gue nggak akan pernah datang lagi ke tempat ini selamanya,” desis Gala dengan mata tajam menatap Rosa seakan ia ingin menguliti Rosa hidup-hidup.Persetan dengan hormat kepada orang tua, Gala sama sekali tidak peduli. Gala hanya memanggil ibu rubah di hadapannya dengan panggilan elo saja. Menurut Gala yang memiliki hati sekeras baja, wanita picik
Mentari tak hentinya melirik pintu bercat putih tempat ia berada saat ini. Sudah hampir tiga jam lamanya sang suami pergi tidak tau kemana setelah berbicara dengan Dokter Lia tadi tapi sampai sekarang tak kunjung kembali.Hanya sebuah pesan singkat yang Gala kirimkan kepada Alzi yang isinya Gala akan pergi untuk beberapa saat dan menitipkan dirinya terlebih dulu bersama Alzi dan Arumi."Kak Gala ada bilang dia mau pergi kemana nggak, Zi?" Mentari menatap Alzi yang tengah bermain game di atas sofa.Alzi menghentikan kegiatannya lalu menatap Mentari dengan jengah. Entah sudah berapa kali Mentari menanyakan hal yang sama, sebanyak itu juga Alzi menjawab dengan jawaban yang sama pula yakni---"Gue nggak tau, Tarii. Kak Gala lo itu cuma minta gue buat jagain lo aja, soal dia mau pergi kemana dia nggak ada kasih tau gue. So gue nggak tau suami lo itu pergi kemana."Mentari termenung setelah mendengar jawaban dari Alzi."Kak Gala dimana
"Bagi aku ayah aku sudah mati dan dikubur bersama jasad ibu hari itu. Jadi Bapak Marwan yang sekarang bukan lagi ayah aku, suatu saat nanti dia dan keluarga barunya itu akan mendapatkan pembalasan yang lebih pedih dari yang aku rasakan sekarang."DegArumi dan Alzi melongo dan terkejut luar biasa mendengar setiap kata yang Mentari ucapkan. Mentari yang mereka lihat hari ini sangat berbeda dengan Mentari yang mereka kenal sebelumnya jika membahas perihal keluarganya.Setelah histeris dan kehilangan kendali tadi, Mentari banyak berubah. Tidak sering tersenyum seperti kebiasaannya biasanya, Lebih banyak melamun dan jadi pendiam, Mentari hanya akan bicara seperlunya saja dan hal itu sukses membuat batin Arumi sebagai sahabat serasa tercabik-cabik.Sedalam itukah luka yang Mentari dapatkan dari keluarganya sendiri? Hingga luka itu berubah menjadi rasa dendam dan Mentari menganggap ayahnya sendiri sebagai orang asing? 'Lo boleh berubah dan me
Tidak terlalu lama setelah kedatangannya, Alzi melihat Gala keluar dari kerumunan ibu-ibu yang menyoraki Gala dengan kalimat-kalimat penghinaan."Nah 'kan apa gue bilang? Kena batunya 'kan lo?" Alzi menahan hatinya untuk tidak muncul di hadapan Gala sekarang.Selagi ibu-ibu itu tidak bermain fisik maka Alzi akan tetap bersembunyi. Aura Gala saat ini terlalu menakutkan hingga mampu membuat keberanian Alzi menciut.Alzi tidak ingin menjadi samsak pelampiasan amarah Gala kalau ia ketahuan mengikuti pria itu."Dia mau kemana lagi tuh?" tanya Alzi pada dirinya sendiri.Alzi bergegas menyalakan mobilnya dan membuntuti motor Gala dari jarak yang tidak terlalu dekat agar Gala tidak curiga kalau Alzi buntuti."Ya Tuhan, Galaksi! Lo punya stok nyawa berapa sih? Dia udah bosan hidup apa ya?" geram Alzi.Alzi terus komat kamit saat dirinya kesulitan mengikuti motor Gala yang melaju tak waras membela jalan raya.Alzi jadi ke
Gala jelas terkejut dengan apa yang ia dengar. Padahal dari informasi yang ia dapatkan Tuan Aldez di lintah darat ini sangat kejam, tapi kenapa dia begitu baik kepadanya? Pikir Gala.Bunga yang diturunkan oleh Tuan Aldez tidaklah sedikit.Menepis semua rasa penasarannya karena itu bukanlah urusannya, Gala berniat mengambil uang sepuluh juta yang masih disodorkan oleh rentenir itu padanya."Terima kasih Tuan Al---"PlakBugh!"APA YANG LO LAKUIN SIALAN?",Belum sempat tangan Gala memegang uang tersebut tapi uang sepuluh juta itu jatuh ke atas lantai begitu saja bersamaan dengan pipi Gala yang tertoleh ke samping. Satu pukulan keras mendarat di rahangnya membuat sudut bibir Gala sedikit robek dan mengeluarkan getah merah atau yang sering kita kenal dengan sebutan darah."Sialan, kenapa lo malah mukul gue bego?" Gala mengumpat tak kalah kasar karena terbukti Alzi adalah orang yang sudah memukulnya dengan begitu ker
Gala jelas terkejut dengan apa yang ia dengar. Padahal dari informasi yang ia dapatkan Tuan Aldez di lintah darat ini sangat kejam, tapi kenapa dia begitu baik kepadanya? Pikir Gala.Bunga yang diturunkan oleh Tuan Aldez tidaklah sedikit.Menepis semua rasa penasarannya karena itu bukanlah urusannya, Gala berniat mengambil uang sepuluh juta yang masih disodorkan oleh rentenir itu padanya."Terima kasih Tuan Al---"PlakBugh!"APA YANG LO LAKUIN SIALAN?",Belum sempat tangan Gala memegang uang tersebut tapi uang sepuluh juta itu jatuh ke atas lantai begitu saja bersamaan dengan pipi Gala yang tertoleh ke samping. Satu pukulan keras mendarat di rahangnya membuat sudut bibir Gala sedikit robek dan mengeluarkan getah merah atau yang sering kita kenal dengan sebutan darah."Sialan, kenapa lo malah mukul gue bego?" Gala mengumpat tak kalah kasar karena terbukti Alzi adalah orang yang sudah memukulnya dengan begitu ker
Tahun demi tahun telah berganti, kini kehidupan Galaksi dan Mentari telah banyak berubah.Kontrakan kecil mereka dulu kini sudah berubah menjadi rumah mewah yang di bangun dari hasil kerja keras Gala dan Mentari, Alzi juga sudah mekahi Arumi dan berhasil merebut kembali haknya dari Om Nino setelah ia lulus kuliah.Gala dan Alzi juga telah membangun sebuah rumah sakit mewah untuk istri mereka sesuai dengan cita-cita kedua perempuan itu yang ingin memiliki rumah sakit sendiri.Fakta mengejutkan juga terjadi, Bu Santi ternyata adalah ibu kandung Gala dan Tuan Surya si lintah darat ternyata ayah kandungnya. Saudara kembar Gala ternyata telah meninggal dunia setelah kejadian naas yang menimpa keluarganya kala itu, dan Tuan Surya kini sudah tobat dan berhenti menjadi rentenir.Gala sudah menerima orang tuanya, mereka terpisah bukan karena keinginan orang tuanya. Gala tidak membenci mereka karena ia tau mereka juga tersiksa karena mencari dirinya selama
Gala memandang nanar kaki kirinya yang terpasang gips, mendengar dari istrinya bahwa kaki kirinya retak membuat Gala syok berat. Mentari masih setia memeluk sang suami sambil menangis, Mentari tak kuasa melihat wajah sedih Gala saat pertama kali ia katakan bahwa kaki Gala retak dan butuh waktu selama empat bulan untuk menyembuhkannya. “Kak Gala nggak perlu mikirin apapun, cuma empat bulan, Kak. Abis itu kaki Kakak bakalan sembuh lagi.” Gala menatap istrinya begitu sendu. “Iya cuma empat bulan, tapi menjalang itu kita gimana? Gimana caranya Kakak bisa kerja dalam keadaan kaki di gips kayak gini?” Gala pusing membayangkan mereka akan makan apa kedepannya, dengan apa ia harus membayar uang kontrakan kalau dirinya tidak bekerja. Untungnya skripsi Gala telah selesai dan tinggal menunggu hari wisuda, harusnya Gala sudah langsung bekerja di salah satu perusahaan besar setelah mendapatkan ijazah. Tapi
“Keadaan pasien sudah baik-baik saja, operasinya berjalan lancar.” “Hufff ….” Mentari menghela nafas lega, pasokan udara yang mulanya seolah menghilang dari paru-parunya kini kembali terisi penuh dan Mentari sudah bisa bernafas dengan leluasa. Begitu pula dengan Alzi dan Arumi, keduanya juga nampak lega mendengar kabar baik dari Dokter yang baru saja selesai menangani operasi Gala. “Tapi saya juga membawa kabar buruk, kaki kiri pasien mengalami retak sehingga harus dipasangkan gips.” Deg Ucapan Dokter itu membuat Mentari kembali menegang, sebenarnya tak apa apapun yang terjadi pada Gala Mentari akan tetap menerima asalkan nyawa suaminya itu terselamatkan. Tapi Mentari memikirkan bagaimana nanti reaksi Gala saat mengetahui bahwa kakinya retak, Mentari sangat paham kalau tulang retak tidak akan bisa sembuh dalam waktu singkat. Paling cepat mungkin bisa mencapai waktu empat bulan, b
Duduk sendirian di atas lantai dingin rumah sakit dengan perasaan kalut luar biasa, itu yang Mentari rasakan saat ini. Di depan ruangan operasi yang lampunya sedang menyala pertanda bahwa operasi sedang berlangsung Mentari duduk seorang diri.Tangis perempuan berusia dua puluh satu tahun itu tidak reda sejak melihat langsung betapa menyedihkannya keadaan sang suami yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati.Orang-orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit hanya bisa menatap iba Mentari, mata gadis itu sudah bengkak dan memerah tapi tangisnya belum berhenti.“Apa engkau juga akan mengambil suamiku setelah engkau renggut ibu ku, Tuhan? Aku harus dengan siapa kalau Kak Gala benar-benar pergi?”Mentari menjerit pilu, ia tak peduli akan semua orang yang tengah menatapnya. Yang Mentari inginkan sekarang hanyalah keselamatan Galaksi, suaminya.Dunia Mentari sekarang berpusat pada Gala, hanya demi Gala ia memilih tetap hidup di dunia
Dunia seakan runtuh tepat menimpa kepala Mentari saat ini, tubuhnya bergetar hebat dengan nafas terasa berat melihat pemandangan menyakitkan mata di depan sana.“K-kak Gala.” Bahkan untuk bicara sepatah kata saja suara Mentari langsung bergetar, bahkan hampir tak terdengar.“Maaf, Nak. Kamu kenal korban itu?”Kesadaran kembali mengambil alih tubuh Mentari.“Di ma-na korban motor Scoopy merah itu, Pak?” tanya Mentari terbata, jari telunjuknya terulur menunjuk motor Scoopy yang mentari yakini seratus persen adalah motor suaminya.“Ada seberang sana, Neng.” Bapak-bapak itu menunjuk halte bus di seberang jalan. “Keadaannya cukup parah, tapi masih beruntung dari pada korban lain yang langsung meninggal di tempat.”Mata Mentari tertuju ke halte bis yang ditunjukkan oleh warga itu, di sana Mentari dapat melihat ada beberapa orang yang tengah menjaga korban kecelakaan.“Bilang sama Tari, kalau itu bukan Kak Gala.” Mentari terus berceloteh di sepanjang larinya menuju seberang jalan.Karena kec
“Kak Gala kok nggak bisa dihubungi ya, Alzi juga nggak angkat telpon dari aku. Harusnya Kak Gala udah sampai di cafe.”Mentari meremas erat ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi Gala dan Alzi, tapi ponsel keduanya yang sama-sama tidak bisa dihubungi membuat perasaan Mentari semakin cemas.Jika ponsel Gala tidak aktif, Alzi malah tidak menjawab panggilan darinya.“Kemana aja sih mereka?”Dalam rasa gelisah yang melanda, Mentari juga merasa kesal dalam waktu bersamaan.Sudah tiga puluh menit sejak Gala pergi, harusnya suaminya itu sudah sampai di cafe.“Kalau Kak Gala udah sampe kenapa dia nggak ngabarin aku?” Pertanyaan itu lolos dari bibir Mentari.Hati Mentari semakin tak tenang memikirkan keberadaan suaminya, kenapa disaat ia benar-benar butuh kabar seperti ini Gala malah tidak memberinya kabar.“Aku makin nggak tenang kalau gini caranya, aku harus susul Kak Gala sekarang juga.”Tanpa pikir panjang, Mentari langsung menyambar tas selempang kecil yang hanya muat satu han
Mentari mengayunkan langkah gontai nya keluar dari rumah, ia melirik Fania yang diantar ke sekolah dengan mobil oleh ayahnya.Menatap uang lima ribu dalam genggamannya, bibir pucat Mentari yang menahan lapar mengeluarkan napas kasar.“Apa ayah mengizinkan hari ini aku ikut nebeng ke sekolah?” Mentari Memandang nanar ayahnya yang tengah memberikan selembar uang lima puluh ribu kepada Fania.Senyum getir lagi-lagi terpatri di bibir Mentari, uang lima puluh ribu jelas sangat berbeda jauh dengan jatah jajannya hari ini yang hanya lima ribu.Di sini yang merupakan anak kandung ayahnya sebenarnya dirinya atau Fania, kenapa ayahnya seolah memperlakukannya bak anak tiri.Hanya terkadang saja Mentari mendapat jatah jajan lima belas ribu, itu pun kalau ibu tirinya tengah berbalik hati.Menatap ayahnya ragu-ragu, Mentari mengayunkan langkah secara perlahan hingga sekarang ia sudah berdiri di samping mobil sang ayah.“Ayah, Tari boleh ikut berangkat sekolah bareng, Ayah?” Mentari meremas tali tas
“HEY, TUNGGU! JANGAN LARI KALIAN!” Para emak-emak yang dipanggil Bu Santi terus mengejar Fania dan dan ibunya sambil membawa sapu, ember, bahkan panci untuk menimpuk kepala ibu dan anak yang sudah membuat gaduh di lingkungan mereka. “Gimana dong, Bu? Kita bisa bonyok di tangan emak-emak sekampung.” Fania terus berlari sesekali menoleh ke belakang di mana ada banyak kaum manusia terkuat di dunia yang diberi julukan emak-emak. “Diam dulu kamu, Fan. Kita salah langkah, ternyata anak nggak tau diri itu banyak pelindungnya di sini.” Rosa membuka kasar pintu mobilnya berbarengan dengan Fania masuk. Tidak ada tempat yang lebih aman bagi mereka untuk berlindung selain di dalam mobil. Rosa melirik ke belakang, wanita itu melotot melihat betapa bar-bar nya para tetangga Mentari. “Sialan, merk lempar mobil kita pakai tanah lumpur, Fan.” Rosa mengepalkan tangannya kuat-kuat. Kini mobilnya telah kotor oleh tanah basah akibat perbuatan emak-emak itu. tidak ingin mobilnya semakin kotor, R
“Mau apa kalian kesini?” Gala melempar pertanyaan sarkas kepada dua tamu tak diundang yang datang ke kontrakan Bu Santi, Gala juga langsung pasang badan di depan Mentari untuk melindungi sang istri dari dua ular beracun yang tidak Gala harapkan kehadirannya. Dari raut wajah Gala yang berubah dingin orang akan langsung bisa menebak bahwa pria itu sangat membenci dua orang yang datang itu. “Saya ke sini untuk mencari anak tidak tau diri itu, sudah dibesarkan bukannya balas budi tapi malah menjelek-jelekkan saya di depan umum.” Mendengar jawaban Rosa, kekehan sinis keluar begitu saja dari bibir Gala. “Makasih yang seperti apa yang Anda minta? Makasih atas ketidak adilan yang selama ini kalian semua perbuat kepada istri saya, iya?” Rosa mengepalkan tangannya, keberadaan Gala sungguh membuat rencananya untuk memberi Mentari pelajaran harus terganggu. “Kamu, laki-laki miskin nggak usah ikut campur, ini bukan urusan kamu.” Rosa menatap nyalang Gala yang kini menyeringai kepadanya.