Gala jelas terkejut dengan apa yang ia dengar. Padahal dari informasi yang ia dapatkan Tuan Aldez di lintah darat ini sangat kejam, tapi kenapa dia begitu baik kepadanya? Pikir Gala.
Bunga yang diturunkan oleh Tuan Aldez tidaklah sedikit.Menepis semua rasa penasarannya karena itu bukanlah urusannya, Gala berniat mengambil uang sepuluh juta yang masih disodorkan oleh rentenir itu padanya."Terima kasih Tuan Al---"PlakBugh!"APA YANG LO LAKUIN SIALAN?",Belum sempat tangan Gala memegang uang tersebut tapi uang sepuluh juta itu jatuh ke atas lantai begitu saja bersamaan dengan pipi Gala yang tertoleh ke samping. Satu pukulan keras mendarat di rahangnya membuat sudut bibir Gala sedikit robek dan mengeluarkan getah merah atau yang sering kita kenal dengan sebutan darah."Sialan, kenapa lo malah mukul gue bego?" Gala mengumpat tak kalah kasar karena terbukti Alzi adalah orang yang sudah memukulnya dengan begitu kerGala jelas terkejut dengan apa yang ia dengar. Padahal dari informasi yang ia dapatkan Tuan Aldez di lintah darat ini sangat kejam, tapi kenapa dia begitu baik kepadanya? Pikir Gala.Bunga yang diturunkan oleh Tuan Aldez tidaklah sedikit.Menepis semua rasa penasarannya karena itu bukanlah urusannya, Gala berniat mengambil uang sepuluh juta yang masih disodorkan oleh rentenir itu padanya."Terima kasih Tuan Al---"PlakBugh!"APA YANG LO LAKUIN SIALAN?",Belum sempat tangan Gala memegang uang tersebut tapi uang sepuluh juta itu jatuh ke atas lantai begitu saja bersamaan dengan pipi Gala yang tertoleh ke samping. Satu pukulan keras mendarat di rahangnya membuat sudut bibir Gala sedikit robek dan mengeluarkan getah merah atau yang sering kita kenal dengan sebutan darah."Sialan, kenapa lo malah mukul gue bego?" Gala mengumpat tak kalah kasar karena terbukti Alzi adalah orang yang sudah memukulnya dengan begitu ker
Gala jelas terkejut dengan apa yang ia dengar. Padahal dari informasi yang ia dapatkan Tuan Aldez di lintah darat ini sangat kejam, tapi kenapa dia begitu baik kepadanya? Pikir Gala.Bunga yang diturunkan oleh Tuan Aldez tidaklah sedikit.Menepis semua rasa penasarannya karena itu bukanlah urusannya, Gala berniat mengambil uang sepuluh juta yang masih disodorkan oleh rentenir itu padanya."Terima kasih Tuan Al---"PlakBugh!"APA YANG LO LAKUIN SIALAN?",Belum sempat tangan Gala memegang uang tersebut tapi uang sepuluh juta itu jatuh ke atas lantai begitu saja bersamaan dengan pipi Gala yang tertoleh ke samping. Satu pukulan keras mendarat di rahangnya membuat sudut bibir Gala sedikit robek dan mengeluarkan getah merah atau yang sering kita kenal dengan sebutan darah."Sialan, kenapa lo malah mukul gue bego?" Gala mengumpat tak kalah kasar karena terbukti Alzi adalah orang yang sudah memukulnya dengan begitu ker
Hari demi hari telah berlalu, sudah satu bulan saja semenjak Mentari pulang dari rumah sakit. Gadis itu menjalani hari-hari seperti biasa, melawan traumanya dan seperti tidak pernah ada kejadian apa-apa antara dirinya dan juga Fania.Mentari belum melupakan kejahatan Fania kepadanya hari itu. Hanya saja Mentari sedang menunggu waktu yang tepat dan membalas adik tirinya itu dengan yang lebih sadis dari yang ia terima.Ada yang berbeda dari Menteri setelah keluar dari rumah sakit, dia menjadi lebih tegas dan menjaga jarak dengan orang luar. Kebiasaan tersenyum ramah dan bertutur kata lembut hanya kepada Gala, Alzi dan Arumi saja selebihnya jangan harap.Mentari berubah Menjadi gadis dingin kepada orang lain. Mentari yang awalnya begitu gemar menyapa setiap saja yang berpapasan dengannya di kampus maka sekarang tidak lagi, Mentari hanya akan lewat begitu saja dengan kepala yang ia angkat tinggi-tinggi bergaya angkuh sangat bertolak belakang dengan jati diriny
Mentari berlari sekuat tenaga memasuki kelas menyusul Arumi. Sepertinya sahabatnya itu telah merajuk akibat mulut beracun suaminya.Ishh Kak Gala bikin ribet aja, Mentari merutuki mulut lemas sang suami yang membuat Arumi merajuk sampai meninggalkannya di depan pintu kelas."Huff.. Rum maafin Kak Gala ya? Aku udah marahin dia kok, kamu nggak ikutan marah juga 'kan sama aku ya?" Mentari mengatur nafasnya sejenak kemudian berceloteh mengucapkan maaf sebagai perwakilan suaminya kepada Arumi.Arumi menatap Mentari jengah. "Ngapain juga gue harus marah sama elo, ege? Yang salah itu mulutnya Gala bukan elo," sembur Arumi.Mood Arumi semakin anjlok saja karena sahabatnya yang cantik jelita ini begitu baik hingga mau meminta maaf mewakili Galaksi.Mentari mengambil posisi duduk disamping Arumi. Ditatapnya rupa Arumi yang terlihat sangat menyeramkan dari biasanya.Sahabatnya itu seperti tengah memikul beban berat seorang diri."Kamu kayaknya banyak beban pikiran banget, Rum? Ada masalah? Kalau
Dua gadis berjalan santai melewati koridor demi koridor menuju parkiran kampus. Kelas mereka hari ini sudah usai dan waktu pulang pun sudah tiba."Lo udah hubungi Gala?" tanya Arumi disela langkah pelan mereka.Mentari mangangguk sebagai jawaban. "Kak Gala udah diparkiran," jawabnya apa adanya.Lama berjalan karena jarak kelas mereka dari parkiran lumayan jauh hati Arumi yang jenuh kembali merasuki dirinya.Helaan nafas kasar Arumi terdengar berkali kali menarik perhatian Mentari.Lama saling diam hingga Mentari memutuskan untuk bertanya. Dilihat dari raut Arumi yang tak ubahnya pakaian belum diseterika membuat Mentari merasa iba."Ada apa lagi, Rum? Kenapa Bestie aku ini kayak berat banget nafasnya dari tadi?" Mentari dengan penuh kelembutan merangkul bahu sahabat baiknya itu."Gue males pulang kerumah, Tar. Gue malu ketemu sama bokap nyokap gue, gue merasa bersalah banget mereka dipermalukan sama Nino Brengsek itu. Mes
Brak ... Brak .... bruk"ARGH! SIALAN GUE BUKAN HEWAN PELIHARAAN YANG HARUS DIKURUNG LEPASIN GUE BANGSAT!"Bugh ... Bugh ... Bugh"KELUARIN GUE DARI SINI HANJING!"Para pengawal yang berdiri didepan pintu kamar bercat putih itu hanya bisa diam menunduk mendengar tuan muda mereka mengamuk di dalam kamarnya meminta dilepaskan."Kasian sekali tuan muda, dari kemarin dia dikurung terus bahkan makanan yang kita antar nggak dia sentuh sama sekali. Saya takut kalau tuan muda sakit karena dari kemarin nggak makan tau sendiri 'kan tuan muda punya penyakit asam lambung."Seorang pengawal yang sudah puluhan tahun bekerja sebagai pengawal di rumah mewah ini merasa sangat kasihan kepada tuan mudanya yang tumbuh besar atas pantauannya dari masih bayi."Saya tau itu tapi kita disini cuma pengawal yang harus melaksanakan perintah Tuan Nino," balas salah satu temannya dari enam orang yang berjaga di depan pintu kamar Alzi.Berad
"Ooohh ... jadi kamu benar-benar ingin pergi dari rumah ini?" tanya Nino untuk memastikan.Tanpa ragu Alzi mengangguk. "Itu akan jauh lebih baik dari pada harus tinggal dengan monster seperti Anda.""Silahkan pergi bawa barang-barang yang ingin kamu bawa jangan injakan kamu kaki lagi dirumah ini!""Kembalikan dulu handphone saya!" Alzi mengulurkan tangannya meminta benda pintar miliknya yang Nino sita.Setelah ponselnya kembali ia dapatkan segera Alzi membereskan barang-barangnya seperlunya saja. Beruntung ia memiliki saham terbesar di perusahaan sehingga ia tidak akan kekurangan uang meskipun harus pergi dari rumah ini.Alzi hanya akan kehilangan rumah ini saja selama beberapa waktu selebihnya tidak. Mobil, apartemen dan barang-barang berharga lainnya masih ia milik, so meskipun terusir dari rumahnya sendiri Alzi tidak akan menjadi gelandangan di luar sana.Saat ini Alzi sudah berada di dalam mobilnya memandangi rumah mewah bak
"Kalau khawatir ya khawatir aja, Rum. Jangan pura-pura nggak peduli apa lagi mau marahin Alzi! Aku yakin banget pasti ada alasan dibalik menghilangnya Alzi dari kemarin." ucapan Mentari langsung menohok hati Arumi.Semarah apapun dia karena Alzi menghilang tanpa kabar ditambah lagi setelah Nino mendatangi rumahnya dengan uang seratus juta itu nyatanya tidak mampu mengalahkan rasa cemas serta rasa takut Arumi jika ternyata terjadi sesuatu kepada Alzi."Nyahok 'kan?" guma Gala teramat pelan yang hanya bisa ia dengar sendiri.Gala terkikik geli melihat tampang pias Arumi yang merasa bersalah. Memang begitulah perempuan, marah diluar tapi khawatir didalam hati saat pujaan hati tak ada kabar.Bahkan tak jarang perempuan akan uring-uringan juga karena curiga pacarnya selingkuh padahal kenyataannya sang pacar sedang bekerja atau ada urusan lain. Tapi yang namanya perempuan overthinking adalah sifatnya yang tidak bisa diubah.Mentari merapatkan b
Tahun demi tahun telah berganti, kini kehidupan Galaksi dan Mentari telah banyak berubah.Kontrakan kecil mereka dulu kini sudah berubah menjadi rumah mewah yang di bangun dari hasil kerja keras Gala dan Mentari, Alzi juga sudah mekahi Arumi dan berhasil merebut kembali haknya dari Om Nino setelah ia lulus kuliah.Gala dan Alzi juga telah membangun sebuah rumah sakit mewah untuk istri mereka sesuai dengan cita-cita kedua perempuan itu yang ingin memiliki rumah sakit sendiri.Fakta mengejutkan juga terjadi, Bu Santi ternyata adalah ibu kandung Gala dan Tuan Surya si lintah darat ternyata ayah kandungnya. Saudara kembar Gala ternyata telah meninggal dunia setelah kejadian naas yang menimpa keluarganya kala itu, dan Tuan Surya kini sudah tobat dan berhenti menjadi rentenir.Gala sudah menerima orang tuanya, mereka terpisah bukan karena keinginan orang tuanya. Gala tidak membenci mereka karena ia tau mereka juga tersiksa karena mencari dirinya selama
Gala memandang nanar kaki kirinya yang terpasang gips, mendengar dari istrinya bahwa kaki kirinya retak membuat Gala syok berat. Mentari masih setia memeluk sang suami sambil menangis, Mentari tak kuasa melihat wajah sedih Gala saat pertama kali ia katakan bahwa kaki Gala retak dan butuh waktu selama empat bulan untuk menyembuhkannya. “Kak Gala nggak perlu mikirin apapun, cuma empat bulan, Kak. Abis itu kaki Kakak bakalan sembuh lagi.” Gala menatap istrinya begitu sendu. “Iya cuma empat bulan, tapi menjalang itu kita gimana? Gimana caranya Kakak bisa kerja dalam keadaan kaki di gips kayak gini?” Gala pusing membayangkan mereka akan makan apa kedepannya, dengan apa ia harus membayar uang kontrakan kalau dirinya tidak bekerja. Untungnya skripsi Gala telah selesai dan tinggal menunggu hari wisuda, harusnya Gala sudah langsung bekerja di salah satu perusahaan besar setelah mendapatkan ijazah. Tapi
“Keadaan pasien sudah baik-baik saja, operasinya berjalan lancar.” “Hufff ….” Mentari menghela nafas lega, pasokan udara yang mulanya seolah menghilang dari paru-parunya kini kembali terisi penuh dan Mentari sudah bisa bernafas dengan leluasa. Begitu pula dengan Alzi dan Arumi, keduanya juga nampak lega mendengar kabar baik dari Dokter yang baru saja selesai menangani operasi Gala. “Tapi saya juga membawa kabar buruk, kaki kiri pasien mengalami retak sehingga harus dipasangkan gips.” Deg Ucapan Dokter itu membuat Mentari kembali menegang, sebenarnya tak apa apapun yang terjadi pada Gala Mentari akan tetap menerima asalkan nyawa suaminya itu terselamatkan. Tapi Mentari memikirkan bagaimana nanti reaksi Gala saat mengetahui bahwa kakinya retak, Mentari sangat paham kalau tulang retak tidak akan bisa sembuh dalam waktu singkat. Paling cepat mungkin bisa mencapai waktu empat bulan, b
Duduk sendirian di atas lantai dingin rumah sakit dengan perasaan kalut luar biasa, itu yang Mentari rasakan saat ini. Di depan ruangan operasi yang lampunya sedang menyala pertanda bahwa operasi sedang berlangsung Mentari duduk seorang diri.Tangis perempuan berusia dua puluh satu tahun itu tidak reda sejak melihat langsung betapa menyedihkannya keadaan sang suami yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati.Orang-orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit hanya bisa menatap iba Mentari, mata gadis itu sudah bengkak dan memerah tapi tangisnya belum berhenti.“Apa engkau juga akan mengambil suamiku setelah engkau renggut ibu ku, Tuhan? Aku harus dengan siapa kalau Kak Gala benar-benar pergi?”Mentari menjerit pilu, ia tak peduli akan semua orang yang tengah menatapnya. Yang Mentari inginkan sekarang hanyalah keselamatan Galaksi, suaminya.Dunia Mentari sekarang berpusat pada Gala, hanya demi Gala ia memilih tetap hidup di dunia
Dunia seakan runtuh tepat menimpa kepala Mentari saat ini, tubuhnya bergetar hebat dengan nafas terasa berat melihat pemandangan menyakitkan mata di depan sana.“K-kak Gala.” Bahkan untuk bicara sepatah kata saja suara Mentari langsung bergetar, bahkan hampir tak terdengar.“Maaf, Nak. Kamu kenal korban itu?”Kesadaran kembali mengambil alih tubuh Mentari.“Di ma-na korban motor Scoopy merah itu, Pak?” tanya Mentari terbata, jari telunjuknya terulur menunjuk motor Scoopy yang mentari yakini seratus persen adalah motor suaminya.“Ada seberang sana, Neng.” Bapak-bapak itu menunjuk halte bus di seberang jalan. “Keadaannya cukup parah, tapi masih beruntung dari pada korban lain yang langsung meninggal di tempat.”Mata Mentari tertuju ke halte bis yang ditunjukkan oleh warga itu, di sana Mentari dapat melihat ada beberapa orang yang tengah menjaga korban kecelakaan.“Bilang sama Tari, kalau itu bukan Kak Gala.” Mentari terus berceloteh di sepanjang larinya menuju seberang jalan.Karena kec
“Kak Gala kok nggak bisa dihubungi ya, Alzi juga nggak angkat telpon dari aku. Harusnya Kak Gala udah sampai di cafe.”Mentari meremas erat ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi Gala dan Alzi, tapi ponsel keduanya yang sama-sama tidak bisa dihubungi membuat perasaan Mentari semakin cemas.Jika ponsel Gala tidak aktif, Alzi malah tidak menjawab panggilan darinya.“Kemana aja sih mereka?”Dalam rasa gelisah yang melanda, Mentari juga merasa kesal dalam waktu bersamaan.Sudah tiga puluh menit sejak Gala pergi, harusnya suaminya itu sudah sampai di cafe.“Kalau Kak Gala udah sampe kenapa dia nggak ngabarin aku?” Pertanyaan itu lolos dari bibir Mentari.Hati Mentari semakin tak tenang memikirkan keberadaan suaminya, kenapa disaat ia benar-benar butuh kabar seperti ini Gala malah tidak memberinya kabar.“Aku makin nggak tenang kalau gini caranya, aku harus susul Kak Gala sekarang juga.”Tanpa pikir panjang, Mentari langsung menyambar tas selempang kecil yang hanya muat satu han
Mentari mengayunkan langkah gontai nya keluar dari rumah, ia melirik Fania yang diantar ke sekolah dengan mobil oleh ayahnya.Menatap uang lima ribu dalam genggamannya, bibir pucat Mentari yang menahan lapar mengeluarkan napas kasar.“Apa ayah mengizinkan hari ini aku ikut nebeng ke sekolah?” Mentari Memandang nanar ayahnya yang tengah memberikan selembar uang lima puluh ribu kepada Fania.Senyum getir lagi-lagi terpatri di bibir Mentari, uang lima puluh ribu jelas sangat berbeda jauh dengan jatah jajannya hari ini yang hanya lima ribu.Di sini yang merupakan anak kandung ayahnya sebenarnya dirinya atau Fania, kenapa ayahnya seolah memperlakukannya bak anak tiri.Hanya terkadang saja Mentari mendapat jatah jajan lima belas ribu, itu pun kalau ibu tirinya tengah berbalik hati.Menatap ayahnya ragu-ragu, Mentari mengayunkan langkah secara perlahan hingga sekarang ia sudah berdiri di samping mobil sang ayah.“Ayah, Tari boleh ikut berangkat sekolah bareng, Ayah?” Mentari meremas tali tas
“HEY, TUNGGU! JANGAN LARI KALIAN!” Para emak-emak yang dipanggil Bu Santi terus mengejar Fania dan dan ibunya sambil membawa sapu, ember, bahkan panci untuk menimpuk kepala ibu dan anak yang sudah membuat gaduh di lingkungan mereka. “Gimana dong, Bu? Kita bisa bonyok di tangan emak-emak sekampung.” Fania terus berlari sesekali menoleh ke belakang di mana ada banyak kaum manusia terkuat di dunia yang diberi julukan emak-emak. “Diam dulu kamu, Fan. Kita salah langkah, ternyata anak nggak tau diri itu banyak pelindungnya di sini.” Rosa membuka kasar pintu mobilnya berbarengan dengan Fania masuk. Tidak ada tempat yang lebih aman bagi mereka untuk berlindung selain di dalam mobil. Rosa melirik ke belakang, wanita itu melotot melihat betapa bar-bar nya para tetangga Mentari. “Sialan, merk lempar mobil kita pakai tanah lumpur, Fan.” Rosa mengepalkan tangannya kuat-kuat. Kini mobilnya telah kotor oleh tanah basah akibat perbuatan emak-emak itu. tidak ingin mobilnya semakin kotor, R
“Mau apa kalian kesini?” Gala melempar pertanyaan sarkas kepada dua tamu tak diundang yang datang ke kontrakan Bu Santi, Gala juga langsung pasang badan di depan Mentari untuk melindungi sang istri dari dua ular beracun yang tidak Gala harapkan kehadirannya. Dari raut wajah Gala yang berubah dingin orang akan langsung bisa menebak bahwa pria itu sangat membenci dua orang yang datang itu. “Saya ke sini untuk mencari anak tidak tau diri itu, sudah dibesarkan bukannya balas budi tapi malah menjelek-jelekkan saya di depan umum.” Mendengar jawaban Rosa, kekehan sinis keluar begitu saja dari bibir Gala. “Makasih yang seperti apa yang Anda minta? Makasih atas ketidak adilan yang selama ini kalian semua perbuat kepada istri saya, iya?” Rosa mengepalkan tangannya, keberadaan Gala sungguh membuat rencananya untuk memberi Mentari pelajaran harus terganggu. “Kamu, laki-laki miskin nggak usah ikut campur, ini bukan urusan kamu.” Rosa menatap nyalang Gala yang kini menyeringai kepadanya.