Pukul sembilan malam, Arka baru pulang. Kebetulan hari ini rumah sakit kedatangan banyak pasien, membuatnya tidak bisa pulang sore seperti biasanya.
Kini dia ingin segera istirahat. Namun saat memasuki rumah, Arka mendadak bingung saat merasa suasana begitu sunyi. Membuatnya teringat pada sang istri. Dimana Liora saat ini?Namun sebuah denting berasal dari ruang makan berhasil menyita perhatian Arka. Dia penasaran, lalu memutuskan untuk menghampiri.Sesampainya, dia melihat sang istri telah menyiapkan hidangan di atas meja makan. Perempuan itu belum menyadari kedatangannya. Arka lalu memanggil, "Liora."Liora menoleh, dan seketika mengukir senyum lebar saat melihat suaminya sudah berada di sana. "Sayang, kamu sudah pulang?"Arka mengangguk, lalu menghampiri perempuan tersebut. Dia melihat di atas meja makan depannya itu sudah terhidang semangkuk sup dan nasi. Ini membuat Arka teringat kembali dengan kejadian malam itu, saat Liora membohSetelah berhasil menghabiskan satu mangkuk sup dan sepiring nasi, Arka lalu meneguk minumannya sampai tandas. Dia lalu menatap mangkuk dan piring kosong di hadapannya dengan sorot tak percaya. "Supnya sangat enak, sepertinya Liora benar-benar belajar dengan baik. Aku harap perlahan dia akan berubah menjadi lebih baik seperti apa yang aku harapkan."Arka menghela nafas pelan. Entah kenapa dia sangat berharap Liora berubah menjadi perempuan yang peduli dengan pekerjaan rumah, seperti perempuan pada umumnya. Padahal pada akhirnya dia juga akan menceraikan Liora, tapi kenapa Arka ingin merubah Liora seakan perempuan itu akan menjadi istrinya untuk selamanya?Merasa suasana di sekitar sana mendadak panas, Arka melepas dua kancing kemejanya paling atas lalu mengibaskan kerah kemejanya beberapa kali. Mendadak tubuhnya jadi berkeringat."Kenapa panas sekali?" Arka menyentuh sejenak dada kirinya, saat merasa detak jantungnya mendadak berdebar tidak sepert
Perlahan kelopak matanya terbuka. Arka berkedip beberapa kali sebelum akhirnya pandangannya terarah pada seorang perempuan yang masih terlelap memunggunginya. Dia menghela nafas berat saat kepingan ingatan tentang tadi malam mulai muncul di kepalanya. Dia sudah sadar apa yang telah terjadi tadi malam. Lagi-lagi merasa bersalah dan kecewa. Kenapa kembali terulang?Liora menggeliat, lalu membalik tubuhnya hingga kini berhadapan dengan sang suami. Matanya mulai terbuka, dia mengukir senyum manis saat menyadari ternyata Arka sudah bangun lebih dulu darinya. "Pagi sayang," sapa Liora dengan suara serak khas bangun tidur. Arka tak membalas. Dia hanya menatapnya dengan sorot datar. Tangannya menarik selimut tebal yang hampir melorot, menutupi tubuh polos mereka berdua. "Sayang, tadi malam nikmat sekali."Arka mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tidak ada perasaan senang, dia justru benci dan marah pada keadaan. Dia sadar, tubuhny
Pukul dua belas siang, Arka menemui sahabatnya di salah satu kafe yang terletak di samping perusahaan tempat sang sahabat bekerja. Kebetulan masih jam istirahat, Arka menyempatkan diri untuk datang ke sana karena ada hal penting yang ingin dia bicarakan."Kau lama menunggu?"Arka menoleh, seorang laki-laki yang baru saja memasuki kafe langsung menghampirinya. Dia lalu duduk di kursi seberang meja Arka. "Liora tidak akan tau jika kau ke sini kan?" tanya Arka memastikan. Karena kafe ini berada tepat di samping perusahaan milik sang istri, tentu membuat Arka sedikit was-was."Aku tidak memberitahunya jika aku ingin ke sini, jadi aku yakin dia tidak akan melihat kita berada di sini. Dia tadi juga masih sibuk dengan beberapa berkas di ruang pribadinya," jelas Ervan membuat Arka sedikit lebih tenang. Ervan lalu kembali bertanya, "kenapa tiba-tiba kau ingin menemuiku?""Ini tentang Liora. Sebelumnya aku pernah menceritakan padamu alasan kami me
"Dimana Ervan?" tanya Liora pada salah satu karyawan yang ada di sana. Kini dia baru saja keluar dari ruang pribadi, berniat untuk meminta Ervan membelikan makan siang karena dia tak punya waktu banyak untuk mencari makan. Karyawan yang baru saja ditanyai oleh Liora hanya menggeleng pelan. "Saya tidak tau Bu, tapi saya tadi lihat dia menuju pintu keluar."Liora mengarahkan pandangannya ke arah pintu keluar, lalu menghela nafas kesal. "Ervan sama sekali tak menganggap aku atasannya. Bahkan dia tidak ijin padaku saat ingin keluar. Sekarang aku lapar sekali, apa aku harus mencari makan sendiri?"Padahal berkas yang harus dia periksa masih banyak. Namun Liora juga tak bisa konsentrasi saat perutnya keroncongan lapar. Terpaksa dia harus keluar untuk mencari makan siang.Hingga saat dirinya kini berada di luar, mata Liora justru tak sengaja mengarah pada sebuah mobil putih yang begitu familiar baginya. Mobil itu terparkir di depan kafe samping perusaha
Beberapa hari berlalu. Setelah semua tentang Ervan yang ternyata adalah suruhan Arka untuk menjaga Liora sudah terbongkar, kini membuat Arka tak perlu bersembunyi jika dia ingin menghubungi sang sahabat di depan Liora. Namun tetap saja dia harus menjaga pembicaraan, jangan sampai dia menyebut nama Seyla di depan sang istri."Aku berangkat bersamamu atau menunggu Ervan menjemput?" tanya Liora menghentikan sang suami yang mulai membuka pintu mobil. Arka menghela nafas pelan. "Masuklah, aku masih ada di sini kenapa kamu harus meminta Ervan menjemput?"Liora tersenyum gemas. Dia kemudian langsung masuk ke mobil, dan duduk bersampingan dengan sang suami. Beberapa menit kemudian, mobil itu mulai melaju meninggalkan halaman rumah.Selama di perjalanan, Liora melirik suaminya. Lalu berkata, "kamu yang meminta Ervan menjagaku. Apa kamu pernah berpikir akan menyesali hal itu?"Arka mengernyit tak paham. "Kenapa aku harus menyesal?""Meny
Liora tertegun. Ini pertama kali baginya Arka mau menciumnya lebih dulu. Walau hanya kecupan singkat, namun itu berhasil membuat hati Liora berdesir tak karuan. Setelah mencium perempuan itu, Arka kembali mengendalikan detak jantungnya. "Aku ... kalau begitu aku keluar dulu," ucap Liora yang mendadak gugup. Suasana di dalam mobil itu kini berubah. Liora nyaris salah tingkah. Arka mengangguk, mengiyakan. Dia sendiri juga malu telah melakukan hal barusan, namun dia tahan. Melihat sang istri nyaris membuka pintu mobil, Arka menghentikan. "Liora."Liora menoleh, tangannya menahan pintu mobil yang nyaris dia buka. Dia menatap Arka dengan sorot bertanya. "Jangan terlalu dekat dengan laki-laki lain, selain aku."Liora berkedip tak paham. Kenapa Arka mendadak bicara serius padanya? Apa suaminya sebentar lagi akan menyatakan perasaan yang sebenarnya pada Liora? Benarkah, Arka akan jujur jika telah mencintai Liora?"
Hampir tiga jam, Liora masih belum juga menyelesaikan berkas-berkas yang ada di atas meja kerjanya. Entah kenapa pikirannya sejak tadi tidak bisa fokus.Dia masih duduk di kursi kerja sambil bertopang dagu, sorot kosongnya menatap lurus ke depan. Dia tak sadar jika Ervan saat ini mulai memasuki ruangannya.Melihat Liora melamun membuat laki-laki itu mengernyit bingung. Ini tidak seperti biasanya. Ervan duduk di kursi seberang Liora, menyadarkan perempuan itu dari lamunannya. Dia lalu bertanya, "apa yang sedang kau pikirkan?"Kebetulan Ervan ada di sana. Liora ingin memanfaatkan waktu. Dia menatap Ervan dengan sorot serius."Kau sudah sangat lama berteman dengan Arka?"Ervan mengangguk tanpa ragu. Liora menambahkan pertanyaan. "Kau bilang waktu itu Arka sudah mencintaiku, tapi jikapun benar Arka mencintaiku kenapa dia tak mau mengatakannya padaku? Kenapa dia seakan membantah?"Ervan diam sejenak. Ternyata sejak
Pukul sebelas malam, Liora sudah berada di kamarnya. Dia berbaring di atas kasur, sambil berusaha memejamkan matanya beberapa kali. Namun tetap saja kantuk tak juga datang, dia mendadak insomnia.Liora berdecak kesal, lalu beringsut duduk. Tidak seperti biasanya dia sulit tidur, di jam seperti ini biasanya dia sudah terlelap."Kenapa aku tiba-tiba ingin makan ayam goreng sambal matah?" Liora menjilat bibirnya sendiri saat dalam pikirannya muncul gambaran makanan yang baru saja dia sebut. "Ah, ini sudah hampir tengah malam tidak mungkin ada warung makanan yang masih buka di luar sana."Liora kembali berdecak kesal. Aneh sekali, di saat jam tidur dia justru ingin makan makanan yang sulit dicari. "Jika hanya memasak ayam gorengnya saja mungkin aku bisa, tapi aku tidak tau cara membuat sambal matah."Dia lalu menoleh, dan mengambil ponselnya yang berada di atas nakas samping tempat tidurnya. Liora mencari cara membuat sambal matah pada inter
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal