Liora menyodorkan beberapa berkas yang sudah dia tanda tangani ke atas meja.
"Dan setelah ini, jangan berikan apapun pada Liora jika ayah ingin Liora baik-baik saja."David menatap putrinya dengan sorot bersalah. Mereka saat ini berada di ruang tengah rumah David, Liora datang ditemani sang suami. Sedangkan David saat ini hanya bersama Erika di rumah, tentu Diandra masih berada di kepolisian.Kejadian kemarin juga berhasil membuat David sangat terkejut. Dan membuatnya semakin merasa bersalah pada putri kandungnya itu."Maaf Liora, ayah selalu membuatmu menderita."Liora tersenyum kosong. "Mungkin itu adalah tanda, jika ayah dan aku memang tidak boleh dekat.""Liora -""Ayah melakukan semua ini untuk membuat Liora senang kan?" tanya Liora memotong ucapan ayahnya. Dia melanjutkan, "ayah tak perlu lakukan apapun mulai hari ini. Liora sudah sangat bahagia hidup bersama Arka. Jadi tolong jangan usik kebahagian Liora, yah.Arka mulai memasuki mobil."Apa yang ayah katakan padamu?"Arka diam tak langsung menjawab. Dia menoleh, perempuan yang duduk di jok sampingnya itu tampak memasang wajah datar. Arka hanya menghela nafas pelan. "Ayah ingin aku menjagamu."Liora mengarahkan pandangannya pada sang suami. Dia tertegun mendengar jawaban Arka. "Sebenarnya ini bukan pertama kalinya ayah berkata seperti itu. Ayah sudah beberapa kali memintaku untuk menjagamu. Aku juga sudah berjanji pada ayahmu, jadi aku harap aku bisa menepatinya."Liora kembali meluruskan pandangannya, tanpa ada niat untuk menjawab ucapan sang suami. Itu bukannya memang tugas Arka sebagai suaminya untuk menjaga Liora?Arka mulai menyalakan mesin mobil, mengemudikannya meninggalkan halaman rumah David. Mereka kini saling diam, entah apa yang ada di pikiran Liora. Perempuan itu sama sekali tak mengajak Arka berbicara. Tentu hal itu membuat Arka penasaran, apakah Lior
Pintu utama terbuka, wanita paruh baya yang baru saja keluar dari rumah seketika kaget dengan kedatangan seorang perempuan yang tak asing baginya. "Seyla?"Perempuan itu tersenyum saat sang pemilik rumah menyebut namanya. "Tante Ana, apa Seyla mengganggu waktunya?"Ana menggeleng tanda tidak. Pandangannya kini mengarah pada laki-laki yang juga ada di sana, berdiri di samping Seyla. "Ervan?"Ervan tersenyum menyapa. "Ervan datang ke sini untuk mengantarkan Seyla, Seyla ingin berbicara hal penting dengan tante."Ana mengangguk mengiyakan. "Kalau begitu ayo masuk."Seyla dan Ervan menurut, mereka mengikuti Ana dan duduk di kursi ruang tamu. "Kalian mau minum apa, biar Tante minta bibi membuatkan minuman ya?"Seyla menggeleng tanda tak mengijinkan. "Tidak perlu, Seyla hanya ingin bicara dengan Tante sebentar saja."Ana tak memaksa. Dia kini duduk di kursi samping Seyla, menatap perempuan itu den
Malam harinya, Ervan dan Liora bertemu di sebuah taman yang tak begitu jauh dari rumah Liora. Tentu Ervan sudah meminta ijin pada sang sahabat untuk membawa Liora ke sana, Arka tidak ikut karena atas permintaan Ervan. Ervan meminta waktu untuk berbicara berdua pada Liora."Apa yang ingin kau katakan? Cepat katakan, cuaca di sini sangat dingin. Jika kenapa-kenapa dengan bayi dalam perutku, kau akan dibunuh Arka," ucap Liora kesal. Dia tak terlalu suka jika Ervan mengajaknya ke suatu tempat hanya untuk berbicara berdua. Kenapa Arka tak boleh ikut bersama mereka?"Ini tentang Seyla, jadi aku tidak bisa mengijinkan Arka ikut bersama kita ke sini."Seyla tertegun. Kini sorotnya menatap Ervan, meminta penjelasan lebih panjang. "Apa maksudmu? Memangnya kenapa dengan Seyla? Bukannya semuanya sudah baik-baik saja?""Mungkin," jawab Ervan membuat Liora semakin tak paham. Dia kemudian kembali menjelaskan, "aku mengajakmu ke sini untuk menagih janjimu. Kemari
Pintu kamar terbuka, Liora yang sejak tadi duduk di sisi kasur kini mengarahkan pandangannya pada sang suami yang baru saja memasuki kamar. "Kamu sudah selesai berbicara dengan Ervan?" tanya Liora memastikan. Setelah berbicara dengannya di taman tadi, Ervan kemudian mengantarkannya pulang dan meminta waktu untuk berbicara berdua dengan Arka. Liora juga meminta Ervan untuk mengatakan pada Arka jika besok Seyla akan pergi ke luar negeri.Arka mengangguk mengiyakan. Dia kemudian berjalan menghampiri Liora, dan duduk di samping perempuan itu. "Besok kita temui Seyla bersama-sama ya?"Arka tak mengiyakan. Dia justru bertanya, "kamu tidak kenapa-kenapa jika aku juga ikut menemui Seyla?"Liora meluruskan pandangannya. Jika ditanya seperti itu, rasanya dia ingin menjawab tidak. Tentu saja hatinya tak akan terima melihat Arka bertemu Seyla lagi, padahal besok adalah perpisahan mereka. "Jika aku melarang kalian bertemu, bukank
"Sey."Seyla berbalik. Seorang laki-laki menghampirinya. "Arka dan Liora sebentar lagi akan datang."Saat ini Seyla masih dalam perjalanan menuju bandara. Ervan yang mengantarkannya, tapi laki-laki itu menghentikan mobil mereka sebelum sampai bandara. Mengajak Seyla singgah di sebuah tempat."Sebenarnya tidak masalah juga bagiku, jika Arka tak akan menemuiku sebelum aku berangkat."Ervan menggeleng tak membenarkan. "Liora yang ingin kau bertemu dengan Arka sebentar, sebelum kau berangkat."Tak lama sebuah mobil hitam yang baru datang, berhenti di dekat mereka. Sepasang suami istri keluar dari mobil tersebut, membuat Seyla tiba-tiba merasa tidak nyaman. Sepasang suami istri itu mulai menghampiri Ervan dan Seyla. Ervan menatap Liora sesaat, memberikan isyarat untuk langsung berbicara.Liora yang langsung paham, kini mengarahkan pandangannya pada Seyla. "Aku mendengar kabar dari Ervan jika hari ini kamu
Liora memejamkan matanya sesaat, kalimat Seyla barusan berhasil membuat hatinya semakin teriris perih."Aku yakin, jika ada orang baru yang datang untuk mengisi hatimu, kamu tidak akan lagi mencintaiku." Arka tersenyum meyakinkan. Dia kemudian menoleh sesaat ke arah sang istri. Di sana Liora tengah menahan sakit, Arka bisa merasakan bagaimana perasaan istrinya saat ini. Dia kemudian kembali menatap Seyla. "Aku juga sulit berhenti mencintaimu, tapi karena kenyamanan yang Liora berikan, itu membuatku perlahan bisa berhenti mencintaimu. Aku harap kamu juga akan mendapatkan orang baru setelah ini."Seyla mengangguk paham. Seharusnya dia tak perlu bertanya seperti itu. Pasti pertanyaan barusan telah membuat Liora sakit hati. "Terimakasih Arka, karena telah datang di kehidupanku. Seperti permintaanmu, aku janji tidak akan melupakan kebaikanmu dan Liora. Jika ada pertemuan selanjutnya di antara kita semua, aku harap kita akan menjadi teman yang baik."A
Mobil yang mereka tumpangi berhenti. Liora dan Arka keluar. "Kenapa kamu mengajakku ke sini?"Arka berjalan menghampiri sang istri, lalu menggandeng tangannya. "Apa kamu ingat kapan terakhir kamu ke sini?"Arka mulai melangkah, Liora mengikutinya. Sambil menatap pemandangan sekelilingnya. Tentu saja Liora tidak lupa dengan tempat itu. "Aku ke sini bersama Erika, saat aku hampir menggugurkan kandunganku setelah kamu mengatakan ingin melaporkanku ke polisi karena telah berencana membunuh Seyla."Arka tersenyum setelah mendengar jawaban Liora. Langkahnya dan Liora kini terhenti saat mereka nyaris sampai di tepi pantai. "Aku tidak tau kenapa saat itu kamu ke sini. Tapi sepertinya, melihat laut bebas itu bisa membuatmu lebih baik kan?"Liora menarik nafas dalam. Karena mereka datang ke sana di siang hari, tentu cuacanya sangat panas. Namun Liora masih bisa menikmati udara segar di pantai tersebut.Mereka
Arka langsung menghampiri, kini tubuh istrinya sudah basah kuyup. "Liora kamu tidak kenapa-kenapa?" tanya Arka khawatir. Dia sudah memperingatkan Liora agar berhati-hati dan jangan sampai terjatuh, tapi justru sebaliknya yang terjadi pada sang istri. "Awh, siapa yang melemparkan bola itu tadi?" Liora menoleh ke sekitarnya, ada segerombolan anak kecil sedang mengejar bola karet yang terseret ombak. Bola itu baru saja mengenai kepalanya. Liora mendengus kesal. "Kenapa harus bermain bola di pantai? Mereka bahkan tidak meminta maaf padaku?"Arka menatap ke arah segerombolan anak kecil itu sesaat. Dia lalu mengulurkan tangannya, membantu Liora untuk berdiri kembali. "Sudah Liora, biarkan saja. Mereka hanya anak kecil. Yang terpenting kamu tidak kenapa-kenapa kan? Perutmu tidak sakit kan?"Liora menggeleng pelan, menandakan bahwa dirinya baik-baik saja. Dia lalu mengerutkan bibirnya, tanda moodnya kini berubah buruk. "Sudahlah aku tidak suka
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal