"Kenapa kamu membiarkan Arka berbicara berdua dengan Seyla?" tanya Ervan penasaran.
Saat ini Liora dan Ervan hanya bisa menyaksikan Arka dan Seyla berbicara dari dalam mobil. Entah apa yang telah dibincangkan, mereka tidak bisa mendengar. Liora hanya bisa berharap, semoga saja Arka benar-benar sudah mencintainya dan tidak akan bisa kembali jatuh cinta pada Seyla."Kau tidak perlu khawatir, saat ini hanya ada aku di hati Arka."Ervan mengernyit. Tak habis pikir dengan Liora yang bisa sangat percaya diri mengatakan hal itu.Cukup lama mereka menunggu, akhirnya Arka menyusul memasuki mobil."Sudah selesai?" tanya Liora memastikan. Dia menatap wajah Arka sesaat. Mata laki-laki itu sedikit memerah, mungkin karena baru saja menahan air mata. Liora bisa menduga, berbicara dengan mantan tunangan pasti masih terasa menyakitkan. Apalagi mereka berpisah karena terpaksa.Arka mengangguk mengiyakan. "Kita bisa pulang sekarang."ErArka terdiam setelah Liora membentaknya. Ervan yang mendengarkan sepasang suami istri itu mulai berdebat, hanya bisa menghela nafas pelan. Ervan menggeleng tak habis pikir pada sahabatnya, bisa-bisanya lebih mementingkan orang lain padahal istrinya juga dalam bahaya. "Maaf Liora," ucap Arka lirih.Liora kembali meluruskan pandangannya dengan sorot terluka. Hatinya kembali sakit, padahal baru beberapa menit lalu dia sangat percaya diri jika Arka sudah mencintai dirinya. Tapi kenapa sekarang Arka begitu sangat mengkhawatirkan Seyla dibandingkan nyawa janin dalam kandungannya?"Liora, Ervan, apa aku boleh menambah laju mobilnya agar mobil yang mengikuti kita tertinggal?" tanya Ervan meminta ijin.Liora mengangguk pelan. Mungkin sekarang hanya Ervan yang bisa dia percaya untuk menjaganya. Karena suaminya saat ini tengah sibuk memikirkan keadaan perempuan lain. "Aku serahkan semuanya padamu Ervan," ucap Liora memberi ijin."Jangan E
Pintu utama terbuka, seorang perempuan dari dalam rumah keluar. Kini dia melihat wanita paruh baya berdiri di hadapannya, sambil mengukir senyum menyapa. Seyla mengernyit bingung, ini pertama kalinya dia melihat wanita itu."Ada yang bisa saya bantu?" tanya Seyla ramah pada wanita di hadapannya."Aku ingin bertanya sesuatu padamu," jawab wanita itu jujur. "Aku tadi melihat kau berbicara dengan Arka, Liora, dan bodyguard mereka. Sepertinya kalian sangat akrab."Seyla semakin tak paham. Wanita di hadapannya tersebut mengenal Arka dan Liora?"Ah, sepertinya aku harus memperkenalkan diri padamu lebih dulu," imbuh wanita itu saat menyadari jika Seyla terlihat kebingungan dengan keberadaannya. "Aku adalah Diandra, istri ayah Liora.""Itu artinya kamu ibunya Liora?"Diandra tak mengiyakan. Dia hanya kembali tersenyum lalu berucap, "sebenarnya aku ingin mengatakan Liora adalah anakku, tapi itu terdengar sangat menyakitkan untukku."
Arka mengetuk pintu mobil di hadapannya dengan cukup kasar. Tak lama, pintu itu terbuka. Tanpa memberi aba-aba, Arka langsung menarik kerah baju salah satu pria dalam mobil tersebut untuk dibawa keluar. "Kau ingin membunuh istriku?" Pria itu hanya tersenyum bengis mendengar pertanyaan Arka. Tanpa menunggu jawaban, Arka langsung melayangkan pukulannya ke arah pria itu. Dan membuat pria itu seketika lemas, tersungkur ke tanah. Melihat temannya dihakimi oleh Arka, tiga pria lainnya ikut keluar dari dalam mobil.Pandangan Arka kini mengarah ke dalam mobil, dia tak mendapati keberadaan Diandra di sana. "Dimana orang yang menyuruh kalian?""Siapa yang kau maksud?" tanya salah satu pria itu terlihat marah. "Siapa lagi. Kalian pasti disuruh Diandra untuk mengikuti Liora bukan?"Pria itu hanya terkekeh pelan. Salah satu dari mereka berbicara, "sepertinya kita telah ketahuan."Benar dugaan Arka. Dia ingin be
Pintu mobil terbuka. Arka yang sudah tampak sangat lemas langsung menjatuhkan tubuhnya ke jok samping Liora. Sedangkan Ervan langsung duduk kembali ke jok kemudi."Mereka tidak mati, jadi ayo jalankan mobilnya sebelum mereka mengikuti kita lagi!" titah Arka yang langsung disetujui Ervan. Sesekali dia menatap ke arah belakang saat mobil mereka mulai kembali berjalan, di sana empat pria yang menyerangnya tadi kini pingsan di sisi jalan. Arka dan Ervan berhasil mengalahkan anak buah Diandra. Walau dua laki-laki itu kembali dengan luka yang cukup parah juga. Bahkan sebagian wajah Arka kini tampak memar, begitu pun juga dengan Ervan. "Sayang, lukamu banyak sekali." Tangan Liora terulur, sorotnya menatap beberapa lebam di sebagian wajah sang suami dengan khawatir. "Luka kemarin di tubuhmu saja belum sembuh, sekarang mereka memberikan luka baru lagi padamu.""Sudahlah Liora, ini bisa diobati."Liora tetap tak terima. Tentu saja dia sangat mara
Ke esok harinya, Arka bangun jam tujuh pagi. Tidak seperti biasanya, hari ini dia bangun siang. Laki-laki itu mulai menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku. "Akh, tubuhku rasanya sakit sekali. Padahal tadi malam aku sudah meminum obat pereda nyeri."Suara pintu kamar mandi yang terhubung langsung dengan kamar itu terbuka. Seorang perempuan masih menggunakan bathrobe berwarna putih dan lilitan handuk di kepalanya, keluar dari kamar mandi tersebut. Liora baru menyadari ternyata sang suami sudah bangun dari tidurnya."Sayang, sudah bangun?"Arka mengangguk pelan. Dia mulai beringsut duduk, sambil menahan rasa nyeri di sekujur tubuhnya. Melihat raut sang suami yang tampak sedang menahan sakit, Liora jadi khawatir. Dia memutuskan untuk menghampiri. "Kenapa sayang?""Tubuhku rasanya sakit sekali. Ini mungkin bekas pukulan anak buah Diandra kemarin.""Sayang, boleh buka bajumu sebentar?"Arka menurut. Dia me
Hampir setengah jam, Arka masih duduk di atas kasur. Sebenarnya dia ingin keluar kamar tapi Liora mencegahnya, dan memintanya untuk tetap istirahat di kamar sampai makanan yang Liora pesan datang.Sedangkan saat ini Liora tengah mengeringkan rambutnya dengan hairdryer di depan cermin riasnya. Arka sejak tadi hanya diam memperhatikan sang istri dari belakang. Jujur perut Arka sudah keroncongan karena lapar. Dia tidak terbiasa menunda jam sarapannya seperti saat ini, tidak seperti Liora. "Apa makanannya masih lama datang?"Liora mematikan hairdryer miliknya. Membiarkan rambut panjangnya tergerai begitu saja. Dia lalu menoleh. "Tunggu sebentar sayang, mungkin masih dalam perjalanan. Memang jam-jam seperti ini jalanan sangat macet, jadi maklumi saja."Arka menghela nafas pelan. "Sebenarnya aku masih bisa memasak dengan kondisi yang seperti ini.""Jangan!" Liora berjalan menghampiri, menatap suaminya dengan sorot marah. "Kenapa kamu
Malam harinya, Arka kini berada di atas balkon kamar tidurnya. Memperhatikan suasana sekitar rumahnya dari atas sana. Tak lama, ponsel yang sejak tadi dia genggam mendadak berdering. Sebuah panggilan dari Ervan memenuhi monitor kecil tersebut. Tanpa pikir panjang Arka langsung menjawabnya. "Halo, Van." 'Ar, Seyla baru saja meneleponku.' "Seyla?" Arka membeo. Kemarin dia sempat memikirkan keadaan perempuan itu, tapi karena terlalu khawatir pada Liora, Arka lupa menanyakan hal itu pada Ervan. Untungnya Ervan lebih dulu mengingatkan. "Kenapa dia menelponmu? Apa ada terjadi sesuatu padanya? Apa benar dugaanku, Diandra juga menganggu Seyla?" 'Tidak Ar, Seyla tidak mengatakan apapun tentang Diandra. Sepertinya Diandra memang tak menemui Seyla kemarin. Dia meneleponku karena ingin bertanya, apakah dia boleh bertemu denganmu?' Arka diam sesaat. Kemarin mereka sudah bertemu, kenapa Seyla mengajaknya ber
Pagi harinya, Arka keluar dari rumah di temani sang istri. Laki-laki itu sudah berpakaian rapi, bersiap untuk berangkat ke rumah sakit. "Ar," panggil seorang laki-laki yang sejak tadi sudah datang, menunggu sang pemilik rumah keluar. "Kau ingin berangkat kerja sekarang?" Arka mengangguk mengiyakan. Dia menatap sekitar rumahnya sesaat, masih seperti biasanya tak ada orang yang mencurigakan berlalu lalang di sekitar sana. "Kau temani Liora selama aku tidak ada di rumah ya. Jika ada apa-apa, segera kabari aku." Ervan mengangguk meyakinkan. "Kau tenang saja Ar, aku akan menjaga Liora selama kau bekerja. Lagi pula sepertinya anak buah Diandra tak akan berani masuk sampai halaman rumahmu." "Tapi walau seperti itu, tetap saja kita harus berjaga-jaga." Ervan menyetujui perkataan sang sahabat. Pandangan Arka kini mengarah pada sang istri. "Liora, selama aku tidak ada di rumah tolong jan
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal