Hampir setengah jam, Arka masih duduk di atas kasur. Sebenarnya dia ingin keluar kamar tapi Liora mencegahnya, dan memintanya untuk tetap istirahat di kamar sampai makanan yang Liora pesan datang.
Sedangkan saat ini Liora tengah mengeringkan rambutnya dengan hairdryer di depan cermin riasnya. Arka sejak tadi hanya diam memperhatikan sang istri dari belakang.Jujur perut Arka sudah keroncongan karena lapar. Dia tidak terbiasa menunda jam sarapannya seperti saat ini, tidak seperti Liora."Apa makanannya masih lama datang?"Liora mematikan hairdryer miliknya. Membiarkan rambut panjangnya tergerai begitu saja. Dia lalu menoleh. "Tunggu sebentar sayang, mungkin masih dalam perjalanan. Memang jam-jam seperti ini jalanan sangat macet, jadi maklumi saja."Arka menghela nafas pelan. "Sebenarnya aku masih bisa memasak dengan kondisi yang seperti ini.""Jangan!" Liora berjalan menghampiri, menatap suaminya dengan sorot marah. "Kenapa kamuMalam harinya, Arka kini berada di atas balkon kamar tidurnya. Memperhatikan suasana sekitar rumahnya dari atas sana. Tak lama, ponsel yang sejak tadi dia genggam mendadak berdering. Sebuah panggilan dari Ervan memenuhi monitor kecil tersebut. Tanpa pikir panjang Arka langsung menjawabnya. "Halo, Van." 'Ar, Seyla baru saja meneleponku.' "Seyla?" Arka membeo. Kemarin dia sempat memikirkan keadaan perempuan itu, tapi karena terlalu khawatir pada Liora, Arka lupa menanyakan hal itu pada Ervan. Untungnya Ervan lebih dulu mengingatkan. "Kenapa dia menelponmu? Apa ada terjadi sesuatu padanya? Apa benar dugaanku, Diandra juga menganggu Seyla?" 'Tidak Ar, Seyla tidak mengatakan apapun tentang Diandra. Sepertinya Diandra memang tak menemui Seyla kemarin. Dia meneleponku karena ingin bertanya, apakah dia boleh bertemu denganmu?' Arka diam sesaat. Kemarin mereka sudah bertemu, kenapa Seyla mengajaknya ber
Pagi harinya, Arka keluar dari rumah di temani sang istri. Laki-laki itu sudah berpakaian rapi, bersiap untuk berangkat ke rumah sakit. "Ar," panggil seorang laki-laki yang sejak tadi sudah datang, menunggu sang pemilik rumah keluar. "Kau ingin berangkat kerja sekarang?" Arka mengangguk mengiyakan. Dia menatap sekitar rumahnya sesaat, masih seperti biasanya tak ada orang yang mencurigakan berlalu lalang di sekitar sana. "Kau temani Liora selama aku tidak ada di rumah ya. Jika ada apa-apa, segera kabari aku." Ervan mengangguk meyakinkan. "Kau tenang saja Ar, aku akan menjaga Liora selama kau bekerja. Lagi pula sepertinya anak buah Diandra tak akan berani masuk sampai halaman rumahmu." "Tapi walau seperti itu, tetap saja kita harus berjaga-jaga." Ervan menyetujui perkataan sang sahabat. Pandangan Arka kini mengarah pada sang istri. "Liora, selama aku tidak ada di rumah tolong jan
Melihat mobil sang suami sudah meninggalkan halaman rumah, Liora bergegas masuk ke dalam rumah tanpa mempedulikan Ervan. Ervan hanya menghela nafas kesal. Kegiatan yang sangat melelahkan akan kembali di mulai hari ini. Dia kemudian memutuskan ikut masuk ke dalam menyusul Liora tanpa meminta ijin lebih dulu pada perempuan itu. Sesampainya di dalam rumah. Ervan melihat Liora baru keluar dari kamar, memakai cardigan dan membawa tas kecil. Di tangan perempuan itu juga ada beberapa riasan wajah yang belum sempat dimasukkan ke dalam tas. Ervan mengernyit penasaran melihat hal tersebut. "Kau mau kemana?" "Antarkan aku ke perusahaan!" Ervan diam sesaat. Dia tak langsung bergegas keluar dan menyiapkan mobil untuk Liora. "Arka mengatakan kau sedang istirahat total. Artinya kau tidak lagi mengurus pekerjaanmu." Liora mengangguk membenarkan. "Aku sudah menyerahkannya pada sekretarisku. Ta
"Kenapa tidak menunggu di dalam?" Arka baru saja sampai di depan sebuah kafe. Dia melihat perempuan berkulit pucat memakai dress putih berdiri di depan kafe tersebut, mengukur senyum tipis saat melihat kedatangannya. "Aku ingin menunggumu dan masuk bersama-sama."Arka mengangguk, berusaha tak mempermasalahkan hal itu. "Kalau begitu ayo masuk."Laki-laki itu berjalan lebih dulu memasuki kafe. Tidak seperti dulu, Seyla rasa kini Arka mulai cuek padanya. Apa benar karena sudah mencintai Liora?Tak mau menunggu lama, Seyla akhirnya mengikuti Arka memasuki kafe tersebut. Sebelum melangkah masuk dia sempat menoleh ke belakang sesaat, dua pria masih mengawasinya dari kejauhan. Seyla berusaha menenangkan dirinya, setidaknya mereka juga tidak akan ikut masuk ke dalam jadi tak bisa mendengar pembicaraannya dengan Arka. Arka dan Seyla kini duduk bersampingan di sebuah kursi pelanggan. "Kau ingin minum apa? Biar aku yang memesan
Ponselnya mendadak berdering. Ervan kembali meraih benda pipih itu dari dalam saku jaketnya. Dia mengernyit penasaran saat sang sahabat tiba-tiba mengirimkannya pesan. Ervan kemudian membacanya sambil mengemudi mobil.Tak lama setelah mendapat info penting dari Arka, dia mengukir senyum jenaka. Lalu berucap, "ini lucu sekali."Liora yang sejak tadi masih duduk di jok belakang, kini mengarahkan pandangannya pada Ervan dengan sorot aneh. "Apa maksudmu? Kenapa tiba-tiba berbicara seperti itu?""Mungkin sebentar lagi kau juga akan mendapat pesan yang sama denganku, dari suamimu."Liora mengernyit tak paham. Dia segera mengambil ponselnya di dalam tas, lalu menyalakan monitor kecil tersebut. "Tak ada -"Notifikasi pesan masuk. Mata Liora membulat, apa yang dikatakan Ervan benar. Tak menunggu lama, Liora bergegas membuka pesan yang suaminya kirim kepadanya. Dia mulai membacanya sesaat."Ternyata benar dugaan Arka kemarin, ibumu menemui
"Jadi, kamu akan tetap di sini berpura-pura sudah tertidur karena obat tadi?"Arka mengangguk mengiyakan pertanyaan Seyla di sampingnya. Saat ini mereka sudah berada di dalam mobil Arka, namun mobil itu masih tetap berada di parkiran kafe tadi."Kamu yang mengatakan, Diandra memintamu untuk membuatku tidur dan kamu akan menelpon Ervan lalu mengatakan aku ditangkap anak buah Diandra. Jadi, kita akan mengikuti apa yang telah direncakan Diandra."Seyla mengangguk paham."Ervan akan kemari, tunggulah di tepi jalan. Kita harus membuat Ervan seolah-olah tidak melihat keberadaan mobilku." "Baiklah kalau begitu, aku akan keluar."Seyla nyaris saja keluar mobil, namun Arka segera menahannya. Membuat Seyla terhenti, dan kembali menatap Arka dengan sorot tanya. "Kenapa Ar?""Jika kamu mengatakan pada mereka aku telah meminum obat itu, dan kamu akan pergi dengan Ervan. Apakah dua pria di luar itu akan pergi juga?"
Sorot laki-laki itu menatap tajam. Diandra meneguk ludahnya sesaat, jantungnya mulai berdebar takut. "Kau? Bukannya Seyla -""Memberikan obat tidur untukku?" Arka tersenyum puas setelah berhasil membuat Diandra kebingungan. "Sayang sekali sepertinya obat itu tidak bereaksi padaku."Diandra menggeleng tak percaya. Tidak mungkin obat itu tidak mempan pada Arka. "Sekarang kau mencari Liora kan?"Diandra hanya diam. Menahan rasa takut dan kebingungannya tentang apa yang telah terjadi saat ini. "Jujur, sejak awal walau Liora membencimu aku tetap berusaha bersikap sopan padamu. Karena bagaimanapun kau adalah ibu mertuaku. Tapi, melihatmu semakin bersikap seperti ini pada istriku, itu membuatku semakin tidak menyukaimu."Diandra mengukir senyum bengis. Dia suka laki-laki tampan itu mulai mengeluarkan sifat aslinya."Sebenarnya aku tidak akan melakukan semua ini pada Liora, jika dia mau mengikuti keinginanku."
"Jangan khawatir ya Liora."Liora mengangguk pelan. Bagaimana dia tak khawatir, sedangkan saat ini nyawa janinnya sedang diincar oleh Diandra.Tapi setidaknya, sekarang dia bisa sedikit merasa lebih aman setelah Ervan mengantarkannya ke rumah Raditiya. Saat ini Liora dan Ana duduk di ruang tengah. Sedikitpun Ana tak ingin melepas pelukannya pada sang menantu. Dia terus mengusap lembut punggung Liora, dan membiarkan perempuan itu bersandar di bahunya. Ana terus berusaha memberikan rasa nyaman pada Liora, agar menantunya itu bisa lebih tenang.Tak lama, Raditiya datang dari arah pintu utama mulai menghampiri mereka. "Bagaimana pa, tidak ada tanda-tanda jika mereka akan ke sini kan?" tanya Ana yang juga ikut merasa waspada. "Tenang ma, papa sudah memperketat keamanan di sekitar rumah kita. Jangan khawatir, anak buah David atau Diandra pasti akan kalah dengan anak buah kita."Ana sedikit merasa lebih lega. "Syukurlah. Juj
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal