Tiga hari setelahnya, Arka tak pernah lagi datang untuk melihat atau sekedar menanyakan bagaimana keadaan Seyla. Hal itu membuat kondisi Seyla semakin buruk.
Perempuan itu tidak mau makan, tidak mau minum obat, dan tidak mau berbicara saat dokter mengajaknya berbicara. Tak ada yang tau yang menyebabkannya seperti itu adalah Arka.Hanya satu orang yang mengetahui apa yang terjadi pada Seyla, yaitu Ervan.Walau tak pernah melihat kondisi Seyla, Arka selalu meminta Ervan untuk menjaga perempuan itu. Arka juga sempat beberapa kali menanyakan keadaannya, tapi Ervan kali ini berbohong pada sang sahabat. Dan mengatakan Seyla baik-baik saja, padahal kenyataannya justru sebaliknya.Ervan melakukan semua itu juga demi Arka sendiri. Dia tau, Arka mempunyai keinginan untuk menjauhi Seyla agar bisa menerima Liora. Tapi selalu kalah dengan rasa kekhawatiran. Karena itulah, mulai saat itu Ervan memiliki ide untuk membantu sahabatnya bisa melupakan Seyla.Malam itu, setelah selesai makan malam dengan istrinya. Arka memutuskan untuk pergi ke kamar lebih dulu. Dia kini berdiri di balkon kamar, sambil menatap layar ponsel yang sejak tadi dia genggam. "Apa aku harus menelpon Ervan?" Arka ragu. Setiap hari dia selalu mendapatkan kabar dari Ervan bahwa Seyla baik-baik saja. Tapi, entah kenapa Arka masih merasa tidak tenang jika tidak melihat langsung keadaan Seyla. Tapi, jika dia menemui Seyla pasti perempuan itu akan semakin berharap padanya. "Seharusnya aku tidak perlu mengkhawatirkannya. Ada Ervan yang pasti bisa menjaga Seyla dengan baik. Dan ... aku harus fokus untuk menjaga Liora. Tapi, kenapa ini terasa sangat sulit."Arka berdecak kesal. Dia kemudian mengarahkan pandangannya ke bawah, menatap pemandangan malam di sekitar rumahnya. Angin malam yang begitu dingin kini menerpa wajah, dan sedikit membuat rambutnya jadi berantakan. Arka berusaha menenangkan dirinya, me
Tak langsung menjawab. Arka diam sambil mengingat kejadian waktu itu. Dia benar-benar khawatir setelah Ervan mengatakan Liora menangis, dan tak mengatakan apapun pada Ervan sebelum pergi. Dia takut, Liora akan melakukan sesuatu yang membahayakan saat tak bisa mengontrol emosinya. Pandangan Arka kembali menatap Liora, perempuan itu masih menunggu jawabannya. "Aku khawatir saat Ervan mengatakan kamu pergi begitu saja meninggalkannya setelah bertemu Seyla. Itu membuat aku teringat dimana kamu pergi dari rumah dan berencana menggugurkan kandunganmu." Arka menatap wajah perempuan itu cukup dalam. Lalu menghela nafas pelan. "Aku tidak mau kamu kenapa-kenapa Liora." Kedua sudut bibir Liora terangkat, mengukur senyum tipis. Entah dia harus senang atau tidak saat Arka mengaku mengkhawatirkannya. "Kamu hanya takut janinnya kenapa-kenapa. Tapi bukankah, jika janin ini tidak ada ... kamu bisa meninggalkanku dan kembal
Beberapa helai rambut Liora, mulai Arka sisipkan ke belakang telinga perempuan itu. Membuat laki-laki itu kini bisa menatap dengan seksama wajah tenang istrinya yang masih terlelap.Sesekali Arka mengulum senyum gemas, saat apa yang mereka lakukan tadi malam mendadak teringat kembali di kepalanya. Pukul sudah menunjukan jam enam pagi. Tapi, sedikitpun Arka tak berniat untuk bergegas meninggalkan kasurnya. Dia masih ingin lebih lama menatap wajah sang istri, mungkin dia akan menunggu sampai Liora bangun juga. Tak lama, kelopak mata perempuan itu perlahan terbuka. Liora berkedip beberapa kali saat cahaya mulai masuk ke pandangannya, hingga akhirnya perhatiannya terarah pada laki-laki tampan yang masih menatapnya dengan jarak dekat. Posisinya saat ini tidur terlentang, sedangkan Arka tidur menghadap ke arahnya. Namun mata laki-laki itu sudah terbuka sejak tadi, dan kini terus memperhatikan Liora membuat perempuan itu mengernyit curiga saat menyada
"Aku berangkat dulu ya?"Liora tersenyum, lalu mengangguk mengiyakan saat sang suami meminta ijin padanya untuk berangkat kerja. Baru saja mereka berdua telah menghabiskan waktu untuk sarapan bersama. Liora saat ini juga sudah berpakaian rapi, namun karena mereka bangun terlalu siang Arka jadi terburu-buru untuk segera ke rumah sakit dan tidak bisa mengantarkannya ke kantor."Andai saja aku tidak memiliki jadwal untuk mengecek pasien pagi ini, aku pasti akan mengantarkanmu." Tentu Arka sangat merasa bersalah. Di saat dia harus meyakinkan Liora bahwa dirinya mulai membuka hati, dia justru harus tetap mengutamakan pasien daripada istrinya sendiri."Tidak apa-apa sayang. Aku baru saja mengirimkan pesan untuk Ervan, mungkin sekarang dia sudah dalam perjalanan menuju ke sini."Arka mengangguk percaya. Dia kemudian mulai berdiri dari duduknya, lalu mengusap pucuk kepala sang istri sesaat. "Kamu hati-hati ya. Aku hanya bisa mempercayakan Ervan
Pukul sebelas siang. Liora baru saja selesai menemui kliennya di sebuah kafe. Kini dia masuk kembali ke mobil hitam yang sejak tadi menunggunya. Di kursi pengemudi mobil itu, seorang laki-laki menatap Liora yang baru memasuki mobil dengan sorot datar."Lama sekali, aku sangat mengantuk menunggumu di sini," protesnya kesal.Liora mengernyit tidak suka. "Bisakah sehari saja kau menjalankan pekerjaanmu tanpa mengeluh?"Ervan berdecak kesal saat perempuan di belakang kursinya justru membentaknya. Dia memutuskan untuk mulai menyalakan mesin mobilnya, lalu kembali menatap Liora melalui spion mobil."Setelah ini kemana lagi?""Ke perusahaan, aku sudah tidak memiliki urusan lain di luar."Ervan hanya mengangguk, tapi tak mengiyakan perintah Liora kali ini. Mobil yang dia bawa kini tidak mengarah ke perusahaan Liora, justru berbalik arah dari tempat tujuan mereka. Liora yang sadar jika Ervan mengemudikan mobilnya tidak
Ervan mematikan mesin mobilnya, lalu menoleh ke belakang menatap Liora yang kini tampak bingung karena dia telah membawanya ke rumah sakit."Sebelum aku menjelaskan padamu apa tujuanku membawamu ke sini. Aku akan bertanya lebih dulu padamu, apa yang telah Seyla katakan padamu hingga membuatmu menangis?"Liora diam. Pikirannya kembali teringat dengan ucapan Seyla waktu itu yang begitu menyakitkan baginya. "Dia ... memintaku untuk meninggalkan Arka agar Arka bisa kembali padanya."Ervan mengangguk percaya. Dia tak terkejut, sudah dia duga sejak awal Seyla tetap menginginkan Arka sekalipun laki-laki itu telah mengkhianatinya."Tapi, sepertinya aku juga tidak harus menuruti permintaannya. Karena aku memiliki alasan kuat untuk tak meninggalkan Arka." Liora mengusap pelan perutnya yang dia rasanya mulai sedikit terlihat membesar beberapa hari ini. "Liora, aku sudah mengatakan jika aku akan berada di pihakmu kan? Maka mulai hari ini aku akan me
Sudah hampir setelah jam, Arka menyibukkan dirinya dengan beberapa berkas pasien di atas mejanya. Kini dia berniat untuk menyudahinya dan mengistirahatkan pikirannya sejenak. Pandangannya mendadak terarah pada ponsel miliknya yang masih berada di atas meja samping tumpukkan berkas di depannya. Padahal beberapa jam lalu sahabatnya mengirimkan pesan padanya jika Liora akan segera ke sana untuk menemuinya, tapi sampai sekarang Arka masih tak melihat tanda-tanda istrinya akan datang ke sana. Dia juga sempat membalas pesan Ervan dan menanyakan kenapa Liora ingin menemuinya, tapi sahabatnya itu tak kunjung membalasnya lagi."Apa aku harus menelpon Liora?" tanya Arka yang mulai penasaran dengan keberadaan sang istri saat ini. Dia menyetujui niatnya untuk menelpon perempuan itu, namun saat dirinya nyaris mengambil ponsel mendadak pintu ruangannya justru terbuka. Seorang perempuan memakai mini dress berwarna navy memasuki ruang itu tanpa ijin dari Arka
Dengan langkah pelan, Ervan mendorong kursi roda Seyla menyusuri setiap lorong rumah sakit. Sesekali dia melirik arloji di pergelangan tangannya. Senyum tipis mulai terukir di bibirnya, Ervan tak sabar melihat hal apa yang akan Liora lakukan untuk menyakiti perasaan Seyla. Ervan tau, Liora adalah perempuan licik. Jadi, tanpa harus Ervan katakan mungkin Liora sudah bisa membuat rencana yang menyakitkan untuk Seyla. "Seyla, kau masih ingat. Setelah aku membawamu menemui Arka, tolong tepati janjimu untuk menuruti satu permintaan dariku."Tanpa berpikir panjang, Seyla langsung mengangguk mengiyakan ucapan Ervan.Kini langkah Ervan terhenti, mereka sudah sampai di depan pintu ruangan pribadi Arka. Ervan kemudian meraih knop pintu di depannya, dia kembali melihat arloji di pergelangan tangannya sesaat. Dia yakin, pasti Liora sudah menyiapkan semuanya. Pintu pun akhirnya terbuka.Seketika, Seyla dan Ervan serempak membulatkan mata. N
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal