Share

48. Menginap

Author: Evie Edha
last update Last Updated: 2021-12-01 08:00:00

48. Menginap

***

"Kok dadakan, sih?" tanya Ava dengan suara tinggi  ia terkejut dengan rencana yang baru saja dikatakan sang suami. Ia memanyunkan bibir beberapa Senti, menandakan bahwa perempuan itu tengah merajuk.

Raut wajah cemberut yang tercetak di wajah Ava malah terlihat lucu bagi Rasya. Membuat or situ merasa gemas dan akhirnya mencium pipi Ava berulang kali.

"Mau bagaimana lagi. Ada masalah sama cabang di luar kota, Sayang," ucap Rasya penuh sesal.

"Jangan ngambek dong." Pria itu memeluk pinggang sang istri, menempatkannya untuk saling berhadapan. "Ini sudah tugas aku, Sayang."

Ava pun mengangguk lemah. "Ya sudah deh." Jari-jari Ava bermain di kancing kemeja sang suami.

Sesaat kemudian ia mengingat suatu hal. Ava menoleh, melihat seseorang yang masih berada duduk nyaman di sofa rumahnya. Perempuan bermata hazzle itu menepuk keningnya pelan. "

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Menjadikanmu Milikku   49. Selingkuhan

    49. Selingkuhan *** Rasya memandang keadaan rumahnya dengan wajah datar. Meretas ingatan akan seorang wanita yang telah dengan berani memasuki kediamannya dan sang istri. Rasya tahu, saat ini Ava tidak berada di rumah. Melainkan tengah berada di apartemen sang adik untuk merawat Kafka yang katanya baru saja dipukuli antek-antek klub malam. Dari mana ia tahu? Tentu saja. Sosok Ava yang merupakan istri patuh memberitahukan keberadaan pada dirinya. Ah, kalau mengingat adiknya itu Rasya berdecak menanggapi kelakuan Kafka yang selalu bertingkah sok jagoan. Lagi-lagi ia harus menggelengkan kepala. Tunggu! Untuk apa ia memikirkan sang adik? Saat ini, ada yang harus ia selesaikan. Rasya segera turun dari mobil dan memasuki rumah. Menampilkan wajah datar ia berjalan tergesa ke arah sebuah pintu. Sebuah ruangan di mana menyembunyikan seorang

    Last Updated : 2021-12-02
  • Menjadikanmu Milikku   50. Sentuhan

    50. Sentuhan *** "Saya ingin mandi." Panggilan 'saya' yang diucapkan Kafka benar-benar membuat Ava merasa sakit. Sudah sangat sejauh ini kah, jarak di antara mereka saat ini? "Biar aku bantu." Ava baru saja berniat membantu, ingin memegang lengan dan merangkul pundak Kafka, tetapi sayang, ucapan Kafka kemudian membuatnya terpaku. "Saya bisa sendiri. Anda tidak perlu repot-repot membantu saya. Nanti Anda susah." Satu titik air mata berhasil meluncur di pipi Ava. Menatap nanar tubuh Kafka yang terlihat tertatih agar sampai ke kamar mandinya. Setelah tubuh pria itu hilang dari balik pintu, aliran air mata Ava semakin deras. Merasakan sesak akan sikap Kafka terhadapnya. Namun, Ava segera menghapusnya. Tidak. Kafka saat ini sedang sendiri. Bagaimanapun pasti membutuhkan bantuannya. Itulah yang jadi pedomannya saat ini. Menghiraukan hal itu, Ava segera pergi ke dapur untuk membuatkan Kafka

    Last Updated : 2021-12-04
  • Menjadikanmu Milikku   51. Kepulangan Ava

    51. Kepulangan Ava *** Rasya memeluk tubuh wanita cantik yang kini tengah berdiri memandangi kolam ikan di belakang rumahnya. Melingkarkan lengan kekar pada perut yang pusarnya terekspose itu, juga menumpukan dagu pada pundak wanita itu secara mesra. "Aku suka aromamu, Sayang," ucapnya di sela-sela menghirup aroma pada leher putih wanita itu. Sebuah usapan halus pada punggung tangan membuat pria itu tahu kalau wanita dalam dekapannya tengah menumpukan tangan mereka yang berada pada perut rata. Bagi Rasya, itu adalah sentuhan sebagai godaan. "Baby," ucapnya dengan suara serak. Oke. Dia tidak akan membuang waktu lagi. Kini, pria itu mulai bergerak menjalankan aksinya. "Rasya, kita baru saja melakukannya," ucap wanita itu kala tangan Rasya mulai menangkup dada sintal dengan bibir yang turut menciumi tengkuk juga menggigiti te

    Last Updated : 2021-12-06
  • Menjadikanmu Milikku   52. Kebahagiaan Kafka

    52. Kebahagiaan Kafka *** Selepas kepergian Ava, Kafka bangkit dari tempat tidurnya. Wajah yang sebelumnya ia pasang sendu, kini menampakkan sinarnya. Ia menunduk, memandang bukti keperkasaan dirinya yang layu. "Bagaimana, Little Kafka? Kau baru saja memenuhi sangkarmu setelah lama berpuasa. Kau puas sekarang?" tanyanya dengan mimik wajah jenaka. "Ya. Aku tahu kau sangat puas. Aku pun merasakannya." Pria itu melipat tangan di belakang kepala, menyandar pada kepala ranjang dengan wajah penuh dengan senyuman. Lihatlah lebih jelas maka kalian akan mendapati senyum kemenangan di sana. Kafka mulai membayangkan bagaimana kejadian semalam begitu mudah didapatkan. Tanpa ada paksaan untuk Ava. Bahkan perempuan itu seperti sangat menerimanya. "Kapan kita bisa seperti semalam lagi, Sayang?" tanyanya pada diri sendiri. Ah. Ia harus memikirkan cara lain lagi nanti. Kenin

    Last Updated : 2021-12-07
  • Menjadikanmu Milikku   53. Kecurigaan Yarendra

    53. Kecurigaan Yarendra *** "Kalian?" Dua orang yang tengah asyik dengan dunianya sendiri itu menoleh saat mendengar suara Ava. Keduanya tersenyum melihat perempuan bermata hazzle itu yang tengah berdiri di depan pintu pembatas antara ruang tengah dan kolam renang. Namun, terselip kelegaan dalam senyuman itu. Kelegaan karena keduanya menyelesaikan adegan panas mereka beberapa menit yang lalu sebelum kedatangan Ava yang bisa saja memergoki mereka. "Sayang, kamu sudah pulang?" Rasya bangkit, ia menghampiri Ava sembari merentangkan tangan bersiap untuk merangkul sang istri. Satu kecupan sayang ia daratkan setelah menggapai tubuh Ava. Drama yang sangat bagus Rasya. "Ya," jawabnya. Ava memejamkan mata sejenak menikmati ciuman sang suami di keningnya. Berulang kali meminta maaf karen

    Last Updated : 2021-12-08
  • Menjadikanmu Milikku   54. Ketahuan

    54. Ketahuan *** Sudah hampir satu bulan Clara tinggal di rumah Ava, dan di senggang waktu itu Rasya dan Clara selalu mencuri waktu untuk memuaskan hasrat mereka di belakang Ava. Sungguh perselingkuhan yang nekat. Sejak tiga hari yang lalu Ava merasa kurang enak badan. Ia selalu merasakan pusing di kepalanya. Makan pun kurang berselera. Pekerjaan yang menumpuk mungkin penyebabnya. Pagi ini, seperti biasa mereka akan sarapan bersama. Hanya saja, tidak ada Clara di sana. Pria dengan kemeja biru itu mendudukkan diri pada kursi di meja makan. Pandangannya mengedar. "Clara mana?" Rasya bertanya ketika ia hanya mendapati sang istri di meja makan. "Sudah berangkat. Ada urusan mendadak katanya," jawab Ava lirih. Tangan kirinya sesekali memijit kening mencoba menetralisir rasa pening yang dirasa. Rasya yang mendengar suara

    Last Updated : 2021-12-09
  • Menjadikanmu Milikku   55. Murka

    55. Murka *** Menggunakan kacamata baca, Tuan Yarendra tengah memeriksa pekerjaan di ruangannya. Kebetulan kali ini dirinya tidak ke kantor karena sejak kemarin ia selalu merasa kelelahan. Atensinya beralih pada ponsel miliknya yang bergetar pada sudut meja. Melirik sebentar, ia melihat nama yang tertera di layar. Senyumnya mengembang dan segera pria paruh baya itu meraih dan menerima panggilan itu. "Hallo, Sayang." Senyum yang sebelumnya terpatri lebar lenyap seketika. "Ava sakit?" Belum pernah ia mendapatkan kabar sang menantu yang sakit. Saat ia baru saja mendapatkan kabar ini, perasaan Tuan Yarendra menjadi tidak tenang. Satu yang terlintas di pikirannya. Mungkinkah sakitnya parah? Sehingga ia mendapatkan kabar tentang menantunya? "Iya. Nanti papa akan segera ke sana." Setelah

    Last Updated : 2021-12-10
  • Menjadikanmu Milikku   56. Kabar Bahagia

    56. Kabar Bahagia *** Kafka tampak gusar, sedari tadi ia berjalan bolak-balik bak sebuah setrikaan. Tatapannya sesekali menatap sebuah ruangan dengan pintu tertutup di hadapannya, dengan sebuah plakat UGD di atasnya. Menampilkan wajah khawatir akan sosok wanita yang saat ini berada di dalam ruangan itu dengan seorang dokter yang tengah memeriksanya. Ya, saat kejadian yang baru saja Ava alami di rumahnya, perempuan itu diketahui pingsan begitu saja. Tanpa kata langsung saja Kafka dan juga papanya membawa Ava ke rumah sakit. Rasya? Jangan harap Yarendra membiarkan dia mendekati Ava setelah apa yang baru saja diperbuat. Yarendra menatap putranya yang terlihat begitu khawatir. Pandangannya mengikuti pergerakan Kafka yang berjalan mondar-mandir. "Kaf, kamu tenang dulu. Duduk sini." "Tidak bisa, Pa. Aku tidak bisa tenang sebelum para dokter itu keluar dan memberita

    Last Updated : 2021-12-11

Latest chapter

  • Menjadikanmu Milikku   96. Ending

    96. Ending ***Empat tahun kemudian. "Darren. Om datang!" teriak Rasya ketika memasuki rumah besar Tuan Yarendra. "Lihat nih Om bawa apa?" teriaknya lagi dengan mengangkat tangan kanan di mana sebuah paperbag terlihat di sana. Sedang tangan kirinya senantiasa merangkul pinggang Clara di mana keduanya saling melempar senyum. Pasangan pengantin baru ini berjalan memasuki rumah lebih dalam. "Om, Rasya." Seorang bocah dengan kaus berwarna merah bergambar super hero yang katanya selalu diidolakan. Langkah kaki mungilnya mendekati Rasya. Sontak saja Rasya melepaskan rangkulannya pada Clara, berjongkok dan menyambut kedatangan keponakan tercintanya. "Apa kabar jagoan?" "Baik, Om," jawabnya polos dengan senyuman yang menampilkan deretan gigi mungilnya. Pandangan iris hitam legam itu mengarah

  • Menjadikanmu Milikku   95. Menjadi Orang Tua

    95. Menjadi Orang Tua***Suara tangis mungil memecah keheningan malam di mana semilir angin syahdu di luar ruangan memeluk semesta. Cahaya temaram lampu tidur itu tak mampu lagi menenangkan si pemilik daksa kala suara yang menjadi kebanggaan mereka akhir-akhir ini menyapa indra pendengaran.Iris mata hitam legam juga bola mata hazzle itu mengerjap beberapa kali, berusaha menyadarkan diri akan sebuah alarm merdu dari pangeran kecil yang berada pada box kayu yang terletak tidak jauh dari ranjang keduanya.Kafka bangkit lebih dulu, dengan tangan kanan ia mengucek mata. Tangis semakin keras terdengar, bertepatan dengan Ava yang juga mendudukkan diri ia bangkit dari ranjang, menyalakan lampu lalu mendekati box bayi dan melihat putranya menangis."Oh, Sayang. Anak Papa kenapa menangis?" Ia mengulurkan tangan, memegang dagu little

  • Menjadikanmu Milikku   94. Kembali Utuh

    94. Kembali utuh***Suasana aqiqahan putra pertama Kafka diadakan di rumah keluarga besar Yarendra. Ini semua dikarenakan Desi tidak memperbolehkan Kafka dan Ava pulang ke rumah mereka lebih dulu.Selain Desi yang ingin tinggal bersama cucu pertamanya, ia juga ingin membantu merawat anak Ava. Desi tidak ingin menantunya itu merasa kerepotan karena merawat anak mereka seorang diri. Jika Kafka mengatakan dia ingin menyewa seorang pengasuh bayi, Desi selalu mengatakan, “Dirawat keluarga sendiri lebih baik daripada orang lain.” Apa yang diucapkan Desi dibenarkan oleh Kafka dan Ava.Alhasil, Ava dan Kafka pun menuruti keinginan Desi untuk tinggal. Bagaimanapun, mereka juga tahu bagaimana Desi begitu menginginkan hadirnya seorang cucu sejak dulu."Darren sedang apa, Sayang?" tanya Kafka yang baru saja

  • Menjadikanmu Milikku   93. Welcome Darendra

    93. Welcome Darendra***“Sayang, hati-hati!" teriak Kafka saat melihat Ava langsung membuka pintu mobil dan turun begitu saja. Baru saja mobilnya berhenti di depan rumah orang tua Kafka. Namun Ava sudah membuat ia jantungan dengan tingkahnya yang tidak bisa diam. Kehamilan Ava sudah memasuki usia sembilan bulan. Perkiraan Dokter Ava akan melahirkan sekitar seminggu lagi. Bukannya membatasi ruang geraknya, Ava malah semakin menjadi.Jika Kafka melarangnya, Ava akan selalu menjawab, “Sayang, kata orang dulu, saat kehamilan kita menginjak usia tua, atau mendekati hari kelahiran, kita harus banyak gerak. Biar nanti proses kelahirannya lancar dan mudah. Kalau perlu nih, ya, aku harus mengepel rumah sambil jongkok.” Jangan tanyakan wajah Kafka saat Ava mengatakan Ava harus mengepel lantai dengan berjongkok. Kafka segera tu

  • Menjadikanmu Milikku   92. Kedatangan Ava

    92. Kedatangan Ava.***Suara pintu diketuk membuat ia membenahi jasnya. "Masuk," ucapnya tegas.Betapa terkejutnya Kafka ketika melihat wanita tadi yang memasuki ruangannya. Oh tidak. Ia lupa tidak memberi pesan pada Rai mengenai wanita ini yang tidak diinginkan kedatangannya."Selamat siang, Pak Kafka," sapanya dengan senyum yang dibuat manis. Percayalah. Bagi Kafka tetap manis senyum Ava.Wanita itu berjalan ke arah meja Kafka dengan berlenggak-lenggok menampilkan bokong sintalnya. Bukannya tergiur, Kafka malah merasa muak."Selamat siang, Ibu Rachel."Wanita bernama Rachel itu bukannya duduk di kursi yang tersedia, melainkan duduk di meja Kafka tepat di samping pria itu. Telunjuknya bergerak pelan di atas meja. "Bagaimana kalau panggil Rachel saja?"Kafka menarik tangannya dari atas meja k

  • Menjadikanmu Milikku   91. Terima kasih, Sayang.

    91. Terima kasih, Sayang. ***Kafka memandang horor ibu-ibu berdaster di depan mobilnya. Ia menatap Rani yang menampakkan raut wajah tidak enak hati padanya. Wanita itu mendekati ibunya."Bu. Bukan. Ini atasannya Rani di kantor," ucapnya pelan namun masih bisa didengarkan Kafka.Bola mata ibu Rani semakin terkejut. "Kamu pacaran sama bos kamu?""Wah. Rani dapat pacar bos besar," ucap ibu-ibu yang lain.Rani menepuk keningnya. Sedangkan Kafka melipat tangan di depan dada merasa tidak perlu meladeni mereka. "Bukan ibu-ibu!" teriak Rani.Ia menunjuk keberadaan Kafka. "Dia bos Rani. Sudah punya istri. Dia datang mau beli rujaknya Mbak Wati. Soalnya istrinya lagi ngidam.""Oalah." Terlihat jelas raut kekecewaan di wajah ibu-ibu itu."Mari, Pak saya antar ke warung Mbak Wati." Kafka mengangguk. Ia b

  • Menjadikanmu Milikku   90. Rujak

    90. Rujak***Kafka baru saja keluar dari ruang meeting bertepatan dengan ponselnya yang berbunyi. Nama Ava yang tertera membuat pria itu segera menggeser tombol hijau ke atas, ditempelkan benda pipih itu ke telinganya."Ya, Sayang," sapanya. Ia sedikit memberikan senyum hangat pada kolega yang baru saja keluar dari ruang rapat bersama dengan Rasya."Sayang. Aku pengen rujak. yang—""Rujak, ya? Siap. Akan aku belikan sekarang juga. Sabar, ya, Sayang," ucap Kafka. Ia melangkah cepat ke ruangannya. Setiap Ava meminta sesuatu untuk kehamilannya Kafka selalu bersemangat."Tapi—""Tenang, Sayang. Aku akan carikan. Apa pun yang kamu mau akan aku belikan. Bahkan kalau aku harus mencarinya ke ujung dunia, akan aku lakukan untukmu. Sudah dulu, ya. Aku akan mencarinya."Ia memasuki ruangan p

  • Menjadikanmu Milikku   89. Sabar

    89. Sabar*** "Begini?""Potongannya nggak rapi.""Begini?""Matengnya nggak rata.""Begini?""Bentuknya nggak kayak hati.""Begini?""Kuningnya pecah." "Begini?""Sayang. Bentuknya kurang sempurna." Kafka meremas dan mengacak rambutnya kasar, merasa frustrasi dengan apa yang diinginkan sang istri. Ini ke sekian kali ia mencoba tetapi tidak ada satu pun yang pas dengan yang dikehendaki Ava."Yang bagaimana lagi, Sayang?" tanya Kafka dengan wajah yang menunjukkan kekesalan.Tahu apa yang terjadi pada suaminya, bibir Ava mengerucut. Ia melipat tangan di depan dada sembari membuang muka ke samping. "Tapi memang semuanya tidak ada yang sesuai seleraku," ucapnya cemberut."Ini udah pas, Sayang.""Belum." Tahu apa yang diminta Ava pada Kafka pagi ini sebagai menu sarapannya? Telur cep

  • Menjadikanmu Milikku   88. Permintaan Tengah Malam

    88. Permintaan tengah malam.***Waktu menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Dua insan tengah berbaring di ranjang ukuran king size pada sebuah kamar. Hanya saja, ada yang membedakan di antara keduanya.Jika salah satu dari mereka tengah terlelap dalam tidur nyenyak, maka salah satu dari mereka masih membuka kelopak matanya dengan lebar. Iris hazzle itu bergerak ke atas, bawah, kanan dan kiri. Memutar beberapa kali. Meneliti setiap apa yang bisa dijangkau pandangan.Baru saja Ava terbangun dari tidur lelap ya. Sesuatu membuat dirinya merasakan rasa ingin yang teramat sangat. Wanita itu menggigit bibir bawah, sesekali melirik keberadaan sang suami yang masih tertidur.Ada keraguan dalam dirinya untuk meminta apa yang diinginkan pada Kafka. Hanya saja, kalau tidak diwujudkan ia merasa gelisah.

DMCA.com Protection Status