Untuk saat ini, yang perlu dipikirkan Selena adalah kesehatannya. Dia hanya perlu beristirahat selama beberapa hari ke depan. Setelah dipulangkan dari rumah sakit, Selena beristirahat ditemani Damian yang memindahkan semua pekerjaannya ke kamarnya. Damian saat ini bak suami yang overwork, hingga saat berada di kamar pun tetap bekerja.
“Ada apa? Kau ingin camilan?” Damian menyadari jika Selena sekarang menatap ke arahnya terus.“Bukan, aku hanya sedang memikirkan hal lain,” jawab Selena.“Jangan memikirkan hal lain, pikirkan saja kesehatanmu dulu!” ujar Damian.“Aku tidak lagi hamil sekarang. Kau tidak perlu bertanggung jawab lagi,” balas Selena.Pikiran Selena membuat Damian menghentikan matanya pada sebuah kata di dokumen yang sedang di baca. Kebetulan kata itu adalah ‘memutuskan hubungan’ walau masih ada lanjutannya, yaitu ‘kerja’. Sangat kebetulan sekali Selena memikirkan hal yang sama.“Apa yang sebenarnya kau pikirkan?Damian mengernyitkan dahinya tak percaya atas apa yang dia dengar dari mulut Selena. Damian cukup terpancing atas apa yang dikatakan Selena. Sikap Selena belakangan ini memang berhasil membuatnya merasa kesal. Namun mengingat kondisinya yang mengkhawatirkan, Damian berusaha menahan diri. Sekarang, di matanya Selena semakin keterlaluan. “Apa yang membuatmu begitu berani berkata seperti itu? Apa karena kau mengetahui siapa ayahmu dan kau merasa ada seseorang yang akan membantumu? Kau merasa jika ayahmu akan memperlakukanmu dengan baik?!” Damian semakin meninggikan suaranya. Sesaat, keheningan terjadi di antara mereka. Selena memalingkan wajahnya, menghindari tatapan Damian. Dia terlihat masih ragu dengan keputusannya, namun sepertinya kondisi ini membuatnya semakin yakin. Selena menyingkap selimutnya yang ada di pangkuannya. “Mungkin begitu. Satu-satunya yang bisa kupercayai untuk melindungiku adalah ayahku. Kau harusnya sadar diri, bagaimana bisa aku mem
Dia tidak menginginkanku lagi. Damian menatap langsung ke mata Selena, berusaha mencari kebohongan namun yang dia temukan adalah kesungguhannya. Sesuatu yang membuatnya merasa marah, kesal, bahkan terlihat kecewa. “Tolong, aku hanya ingin bebas. Kau merenggut kebebasanku selama ini,” pinta Selena. “Aku mencintaimu, untuk itulah aku melakukannya,” balas Damian dengan cepat. Persetan dengan gengsi dan rasa malu, Damian saat ini hanya menggunakan segala cara untuk menahan Selena di sisinya, untuk membuatnya tidak bisa ke mana-mana. Dan jika Selena adalah pribadi yang lembut dan pengertian, sebagaimana dia ingin bertahan karena anak yang dikandungnya, maka cara yang harus dia gunakan adalah dengan mendapatkan pengertiannya. Sesaat begitu Damian mengatakan tentang cinta, Selena mengerutkan dahinya. Dia seolah tidak lagi percaya pada cinta. Dan yang dia lihat dari cincin yang saat ini Damian tawarkan adalah borgol yang akan terus membeleng
“Kak Selena!” Jerit riang Angela menyambut Selena saat Selena memasuki sebuah rumah yang cukup besar dan mewah. Dia juga disambut oleh para pelayan yang merawat rumah itu. Selena menatap bingung ke arah Angela dan pelayan yang menyambutnya. Meski begitu, dia tersenyum tipis melihat Angela begitu riang menyambutnya. Yang bisa Selena rasakan adalah, gadis kecil itu tidak tahu apa-apa, dia masih lugu perkara ini. “Halo,” sapa Selena dengan ramah pada adiknya tersebut. “Maaf, Angela sikapnya terlalu netral hingga tak punya siapa pun untuk dibenci. Berbeda dengan Arsella. Arsella... aku harap kau mengerti,” ucap Derek sambil tersenyum halus pada Selena. “Kami seumuran, kami bukan lagi anak-anak dan kami sudah dewasa. Aku mengerti.” Derek sedikit kecewa saat menatap Selena yang sepertinya tidak berniat untuk menjalin hubungan dekat, dan mungkin hanya menjadikannya pijakan untuk keluar dari mansion Damian. Meski begitu, menurutnya
“Ini tidak ada bedanya jika kau terus menemuiku!” Selena menggerutu karena Damian mengganggu hari pertamanya bebas, bahkan agak memaksanya untuk makan es krim bersama siang itu. Damian menerima dua es krim. Mereka berada di dekat food truck es krim itu dan duduk di bangku jalanan. Damian menyodorkan es krimnya pada Selena, memperhatikan Selena yang masih cemberut seolah enggan menemuinya sama sekali.“Tidak ada bedanya bagaimana? Jelas-jelas ini berbeda,” balas Damian sambil menikmati es krim dari cup yang dia pegang setelah Selena menerima cup es krimnya. “Ini sama saja dengan kita tidak putus.” “Memangnya kita putus? Memangnya sebelumnya kita punya hubungan yang terikat?” “Tidak juga, sih.” Selena mendengus karena Damian mengatakan sesuatu yang membuatnya tersudut dan sedikitnya malu karena pemahaman mereka terhadap hubungan mereka berbeda. Selena menarik es krim yang ada di depannya. Ini mengingatkannya akan ketika Damian
Damian memegangi pakaian Selena yang ada di mansionnya. Dia menghirupnya hingga menemukan aroma yang biasanya dia temukan dari Selena. Terlihat gila, namun begitulah kondisi Damian saat ini. Dia gila karena tak menemukan Selena selama beberapa hari terakhir. Obsesinya membuatnya kini harus melampiaskan rasa rindunya pada Selena menggunakan cara yang tak biasa. Seperti saat ini. Pakaian-pakaian Selena yang ditinggalkan begitu saja adalah satu-satunya hal yang dengan sengaja dia gunakan untuk memenuhi fantasinya sendiri. Dia merindukan tubuh yang kecil di tangannya itu. Dia amat sangat ingin menggenggamnya lagi seperti dia miliknya. “Di mana kau, Selena? Sebenarnya di mana kau bersembunyi dariku?” Damian mengeram pelan, memejamkan matanya cukup erat, mengisyaratkan rasa frustasinya saat ini. Di kamar mandi, suara desahannya terdengar. Berusaha untuk melampiaskan semua rasa rindunya seorang diri. Dia merindukannya secara sepihak. Dia tidak tahu jika semua
Perkataan Derek berhasil membuat Damian memikirkan perkataannya selama perjalanan pulang. Bagaimana tidak? Derek menyinggungnya jika ada yang salah dengannya hingga Selena meninggalkannya. Dan apa yang salah dengannya? “Ada yang salah denganku?” Damian bertanya sambil melirik Luca yang berada di sebelahnya, duduk sambil memandang tanya seperti biasa di mana pun dan kapan pun. Luca menoleh pada Damian dengan sedikit keraguan di wajahnya. Dia melirik ke jalanan sebentar, memikirkan jawaban seperti apa yang bisa dia berikan pada Damian. “Sebenarnya, ini hanya karena perbedaan latar belakang. Kita menggerakkan perusahaan legal dengan bisnis yang ilegal, sehingga cara kita mengatasi masalahnya pun tentu tidak begitu memikirkan moral. Sementara Selena hanya rakyat polos yang mungkin bahkan tidak tahu keberadaan dan bagaimana pebisnis sepertimu bergerak,” jelas Luca.Damian bisa mengerti pernyataan Luca dengan jelas meski Luca tidak mengatakannya seca
Setelah menolak Axel, Selena merenung di kamarnya dengan televisi yang menyala. Dia memakan makanan yang baru dibelinya sambil memikirkan baik-baik apa yang dikatakannya pada Axel. Yang dia rasakan, dirinya berbeda dengan dirinya yang dulu. Namun, dia juga merasa dia sama seperti dulu. Dia hanya gadis berpendirian yang tegas terhadap keputusannya. Walau kadang dia memang selalu merasa membutuhkan seseorang untuk ada di sampingnya. Kali ini, keadaan sedikit berbeda. Dia tak perlu bekerja keras dan memikirkan tentang uang. “Aku bosan...” gumam Selena. Selena menghabiskan waktunya untuk menonton beberapa film yang ingin dia tonton sebelumnya, sambil memakan camilan. Belakangan ini dia banyak makan, namun tak menyadari jika berat badannya bertambah. Pipinya bahkan lebih tebal dari saat dia meninggalkan mansion Damian. Tengah malam, Jian kembali ke apartemen. Dia mendapati Selena belum tidur dan sedang asyik dengan camilan dan juga tontonannya. “Kau belum tidur? Kau bahkan mengemil di
Tanpa berlama-lama di ruangan yang penuh orang itu, Axel membawa Selena keluar ruangan, keduanya berdiri di sebuah balkon. Hanya mereka berdua yang ada di sana. Selena tampaknya pega karena bisa bertemu dengan Axel dan Axel dengan cepat menemukannya. “Wah, ini sangat melegakan. Jian meninggalkanku begitu saja begitu seorang pria mendekatinya, berbisik dan kemudian menarik tangannya begitu saja. Dasar tidak sopan! Apa dia tidak punya tata krama? Jian kan, sedang bersamaku. Setidaknya dia izin dulu dan berpamitan!” cerocos Selena. Selena mengungkapkan kekesalannya. Sementara Axel memandanginya terus, dia menatap Selena seolah dia tidak akan pernah menatap Selena lagi atau bahkan tidak pernah menatap Selena sama sekali. Senyuman di wajahnya melukiskan betapa senangnya dia melihat Selena di acara seperti ini. “Ck, menyebalkan!” Selena masih menggerutu sendiri. Tangannya terangkat, Selena meneguk minuman yang dia ambil dari pelayan dan mengasongkan