“Hahaha, kurasa begitu. Aku sedang mengidam. Aku ingin makan kepiting Alaskan untuk makan malam. Aku ingin merasakan kelembutan daging kepiting Alaska, aku merindukan rasa yang begitu indah di mulutku.” Selena mengerucutkan bibirnya sambil menatap Damian.
“Baiklah, kita akan punya kepiting Alaskan malam ini. Kita akan langsung pergi ke restoran saat waktunya pulang nanti,” ucap Damian.Akhirnya, malam itu Damian pergi bersama Selena ke sebuah restoran. Mereka makan sesuai dengan yang Selena inginkan, dan tentunya Damian yang akan membayar semuanya. Awalnya mereka hendak mengacak Luca dam Grace. Namun, Grace bilang dia sedang tidak ingin, jadi Luca langsung pulang untuk memastikan Grace baik-baik saja.***Selena menemui seseorang hari itu di sebuah kantor perusahaan. Selena menunggu di sebuah b ruang tunggu, di mana dia disuguhkan beberapa jenis pastry oleh perusahaan tersebut.“Oh, Selena! Senang bertemu lagi denganmu. Aku tidak perSelena mengerjapkan matanya. Hama, ya? Begitulah Hendry menganggap gangguan yang datang seperti Lucy. Hama memang harus disingkirkan jika memang sangat merugikan.Selena menganggukkan kepalanya. Jika Hendry tidak berhasil menegur Lucy lewat keluarganya, maka yang harus dia lakukan adalah langsung menghadapi Lucy. Tidak ada yang pernah tahu apa yang sebenarnya direncanakan oleh Lucy. Dan Selena juga berusaha untuk berhati-hati padanya. Apa lagi, dia akan sedikit terguncang mungkin jika tahu Damian suatu saat nanti malah menerima Lucy lagi. Karena dia bisa mengakui kecantikan Lucy juga. Sementara itu, Lucy mulai ragu untuk kembali ke kantornya Damian. Jadi, dia hanya menyapa Damian jika Damian berada di luar kantornya. Meski Damian terus menerus mengabaikannya. Dia sangat gigih untuk mendapatkan kembali perhatian Damian. Dan yang dia lakukan belakangan ini adalah muncul di mana pun dia bisa saat Damian juga di sana. Seperti saat berkuda. Lucy yan
“Aku bisa memberikanmu anak yang kau inginkan,” ucap Lucy dengan wajah yang serius. Damian mengerutkan dahinya. “Apa maksudmu dengan ‘apa ada masalah dengan Selena’?”“Dia tidak bisa hamil, ya? Apa keinginanmu harus terhambat oleh orang yang mungkin tidak bisa memberikanmu anak?” Lucy menatapnya dengan tatapan yang sangat meyakinkan. Itu membuat Damian langsung mendengus tak percaya dengan apa yang dia dengar. Damian memalingkan wajahnya dan memegangi keningnya sambil menyeringai karena ucapan Lucy. Damian terkekeh pelan, dia benar-benar tak menyangka betapa inginnya Lucy mengandung anaknya untuk kembali dengannya. Padahal selama puluhan tahun ini, mereka hilang kontak dan Lucy sendiri tahu bagaimana Damian menjalani hidupnya selama ini. Dan Lucy bisa dibilang sok tahu. “Apa yang membuatmu terkekeh? Kau senang karena aku menawarkan diriku lebih dulu?” Lucy tersenyum puas melihat bagaimana Damian terkekeh sambil menutup matanya.
Tak boleh ada yang terjadi pada Selena, Selena harus beristirahat dengan cukup sejak dia terlambat datang bulan empat hari dan hari ini sudah menjadi hari ketujuh dia belum datang bulan. Para bawahannya dikerahkan untuk menjaga Selena dengan ketat, tak boleh terluka sedikit pun. Begitu Damian memasuki mansion, Selena langsung hendak berlari ke arahnya, namun Layla sudah menahan tangan Selena agar tetap duduk di sofa. Selena yang terlalu aktif dengan dalih produktif adalah mimpi buruk bagi Damian. Damian tersenyum menghampiri Selena di sana. “Sudah kubilang kau tidak boleh banyak bergerak. Kau harus berhati-hati saat berjalan, kau tidak boleh sampai terbentur sedikit pun.” Damian duduk di sebelah Selena dan mengecup keningnya. “Hari ini dia nekat untuk datang ke kursusnya. Namun, aku menghubungi guru kursusnya untuk melakukan kursus membuat kue dan pastry di sini. Kita kedatangan tiga teman kursus Selena juga hari ini.” Layla membuat laporannya dengan je
Damian menatap tajam ke arah Selena yang sekarang menatapnya dengan polos. Dia duduk di toilet, sementara Damian memegangi beberapa jenis test pack yang akan digunakan Selena. Selena menyengir, dia merasa sangat gugup karena harus melakukannya di depan Damian. “Aku akan melakukannya sendiri, kau keluarlah dulu! Aku akan memberikan hasilnya padamu di luar, jadi keluarlah!” pinta Selena sambil merengek pelan. “Aku tidak akan ke mana-mana, aku akan melihatnya langsung. Aku sudah melihat semua bagian tubuhmu, kau tidak perlu malu atau apa.” Damian menyilangkan tangannya sambil bersandar ke tembok, perhatiannya tak luput dari Selena yang sekarang harus melakukan tes kehamilan. “Itu memang benar, tapi aku sangat gugup karena kehadiranmu di sini sekarang ini. Aku mungkin tidak akan mengeluarkan air seni dengan benar jika kau terus menatapku seperti itu,” rengeknya. “Memangnya aku menatapmu seperti apa?” Damian mengangkat alisnya sambil terus menatapn
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
Cahaya remang-remang memenuhi ruangan. Seorang gadis yang tersadar dari pingsannya perlahan membuka mata. Selena, yang tengah terikat di sebuah kursi kayu mengerjapkan matanya untuk memfokuskan pandangannya yang buram. Dan wajahnya perlahan terangkat untuk mengenali tempat yang dia rasa asing. “Kau bangun, Selena?” Suara berat pria membuat Selena yang masih lemas menolehkan kepalanya perlahan ke arah pria itu. Dan menemukan wujudnya yang sedang menikmati secangkir kopi. Selena mendesis pelan, merasakan sekujur tubuhnya pegal. Dia mengedarkan pandangannya lagi ke ruangan itu. “Di mana ini?” tanyanya dengan suara yang lemah, nyaris tak terdengar sama sekali. “Di ruang interogasi yang ada di mansion milikku. Maaf cahayanya remang, karena aku menyukai cahaya yang tidak terlalu terang untuk orang-orang sepertimu.” Selena mendesis pelan dan menegakkan bahunya. Dia terlihat sangat pucat dan terlihat tak sehat saat itu. Belum lagi, tempat ini kelihatannya tak dijangkau matahari sama seka