Tak boleh ada yang terjadi pada Selena, Selena harus beristirahat dengan cukup sejak dia terlambat datang bulan empat hari dan hari ini sudah menjadi hari ketujuh dia belum datang bulan. Para bawahannya dikerahkan untuk menjaga Selena dengan ketat, tak boleh terluka sedikit pun.
Begitu Damian memasuki mansion, Selena langsung hendak berlari ke arahnya, namun Layla sudah menahan tangan Selena agar tetap duduk di sofa. Selena yang terlalu aktif dengan dalih produktif adalah mimpi buruk bagi Damian. Damian tersenyum menghampiri Selena di sana.“Sudah kubilang kau tidak boleh banyak bergerak. Kau harus berhati-hati saat berjalan, kau tidak boleh sampai terbentur sedikit pun.” Damian duduk di sebelah Selena dan mengecup keningnya.“Hari ini dia nekat untuk datang ke kursusnya. Namun, aku menghubungi guru kursusnya untuk melakukan kursus membuat kue dan pastry di sini. Kita kedatangan tiga teman kursus Selena juga hari ini.” Layla membuat laporannya dengan jeDamian menatap tajam ke arah Selena yang sekarang menatapnya dengan polos. Dia duduk di toilet, sementara Damian memegangi beberapa jenis test pack yang akan digunakan Selena. Selena menyengir, dia merasa sangat gugup karena harus melakukannya di depan Damian. “Aku akan melakukannya sendiri, kau keluarlah dulu! Aku akan memberikan hasilnya padamu di luar, jadi keluarlah!” pinta Selena sambil merengek pelan. “Aku tidak akan ke mana-mana, aku akan melihatnya langsung. Aku sudah melihat semua bagian tubuhmu, kau tidak perlu malu atau apa.” Damian menyilangkan tangannya sambil bersandar ke tembok, perhatiannya tak luput dari Selena yang sekarang harus melakukan tes kehamilan. “Itu memang benar, tapi aku sangat gugup karena kehadiranmu di sini sekarang ini. Aku mungkin tidak akan mengeluarkan air seni dengan benar jika kau terus menatapku seperti itu,” rengeknya. “Memangnya aku menatapmu seperti apa?” Damian mengangkat alisnya sambil terus menatapn
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
Cahaya remang-remang memenuhi ruangan. Seorang gadis yang tersadar dari pingsannya perlahan membuka mata. Selena, yang tengah terikat di sebuah kursi kayu mengerjapkan matanya untuk memfokuskan pandangannya yang buram. Dan wajahnya perlahan terangkat untuk mengenali tempat yang dia rasa asing. “Kau bangun, Selena?” Suara berat pria membuat Selena yang masih lemas menolehkan kepalanya perlahan ke arah pria itu. Dan menemukan wujudnya yang sedang menikmati secangkir kopi. Selena mendesis pelan, merasakan sekujur tubuhnya pegal. Dia mengedarkan pandangannya lagi ke ruangan itu. “Di mana ini?” tanyanya dengan suara yang lemah, nyaris tak terdengar sama sekali. “Di ruang interogasi yang ada di mansion milikku. Maaf cahayanya remang, karena aku menyukai cahaya yang tidak terlalu terang untuk orang-orang sepertimu.” Selena mendesis pelan dan menegakkan bahunya. Dia terlihat sangat pucat dan terlihat tak sehat saat itu. Belum lagi, tempat ini kelihatannya tak dijangkau matahari sama seka
Begitu Selena menyemburkan air di mulutnya pada Damian, Selena tersenyum puas. Dia suka reaksi bagaimana Damian langsung memalingkan wajahnya yang basah kuyup. Walau senyumannya langsung menghilang begitu Damian melemparkan gelas di tangannya ke sembarang arah dan mengayunkan kakinya untuk menendang bahunya dengan kuat. Kursi yang didudukinya tak mampu menahan Selena agar tak jatuh setelah mendapatkan tendangan di bahunya. Kursi itu jatuh bersama dengan Selena. Kepala Selena membentur lantai dengan cukup kuat, membuat pendengarannya sempat berdenging beberapa saat dan pusing. Damian menatap Selena dengan geram, gadis itu sangat berani menyemburkan air ke wajahnya karena belum mengenal siapa yang sedang dia hadapi saat ini. Dan tindakan Damian kali ini bertujuan untuk menunjukkan kemampuannya pada Selena, menunjukkan kekuatan yang dia punya. “Bodoh, kau bermain-main dengan orang yang salah, dan aku ingin kau tahu itu.” Damian mengeluarkan sapu tangan dari balik jasnya dan mengusap w
Wanita lainnya langsung mengerutkan alisnya. Mereka juga tampaknya ingin disentuh Damian. “Anda sudah sering menggunakan Merry belakangan ini dan kami jadi tak tersentuh,” protes salah satu dari enam dengan suara yang cukup stabil. “Itu hukuman kalian karena dari kalian berani melakukannya dengan bawahanku yang lain.” Dengan mata yang menggelap dan suara yang merendah, Damian mengatakan itu. Membuat kelima dari mereka ketakutan. Kecuali Merry, yang menjadi kesukaan Damian karena sikap patuh dan manisnya, tipe Damian. “Ngomong-ngomong, kau punya gadis lain di sebelah kamarku,” ucap Merry. “Dia kelihatannya akan menggantikan Merry, karena masih muda dan cantik.” “Tutup mulutmu!” sentak Merry. Merry terdengar marah begitu salah satu dari mereka berusaha mengomporinya. Pasalnya, dia sendiri memang merasa tersaingi begitu mendengar kedatangan seorang gadis di kamar sebelahnya yang kosong. Dia tak melihatnya langsung, namun ucapan dari wanita lain berhasil membuatnya kesal karena car
“Apa-apaan ini? Lepaskan!” ucap Selena seraya memberontak. Beberapa bawahan Damian sekarang menyeretnya bangkit dari kasur dan membukakan rantai yang memborgol salah satu tangan Selena. Lalu dua di antara mereka memegangi lengan Selena dan menariknya untuk keluar dari kamar itu. Jelas terlihat jika Selena memberontak dari caranya mempertahankan kakinya dan berusaha menahan tubuh saat tangannya ditarik cukup kasar. Dia diseret cukup kasar seperti itu menuju ke luar kamarnya. Di tengah pemberontakan Selena, matanya tetap mencuri pandangan pada bagian yang cukup mewah di luar kamarnya yang nyaman. Koridor itu terlihat bersih, rapi dan indah. Selena dipaksa untuk terus berjalan. Hingga dia dihadapkan dengan enam wanita Damian. Selena mengernyitkan dahinya begitu menatap enam wanita asing di kepalanya. Dan keenam wanita itu menatap Selena dengan tatapan yang tak dapat diartikan Selena. Mata Merry menatap Selena lekat. Gadis muda yang dia pikir akan menggeser dirinya. Namun kelihatannya