"Huh, nggak sengaja?"Aura melangkah maju dan menggenggam tangan Ghea. Kemudian, dia mengangguk pelan dan berkata dengan nada lembut, "Kalau memang bukan kamu yang sengaja, ayo kita pergi ke kantor pertanahan sekarang untuk urus balik nama rumah itu."Ghea tertegun sejenak, lalu menggigit bibirnya pelan, "Ta ... tapi hari ini hari libur."Aura menjawab, "Nggak apa-apa, kamu bisa tulis surat pernyataan sekarang. Nanti hari kerja kita urus sama-sama."Menghadapi desakan Aura, Ghea spontan menoleh ke arah Anrez dan meminta bantuan lewat tatapan matanya. Anrez juga tidak mengecewakannya. Dia langsung maju untuk memisahkan Aura dan Ghea.Anrez mendorong Aura menjauh dengan kasar, lalu membentaknya, "Aura! Rumah itu aku kasih ke Ghea karena memang itu haknya! Itu nggak ada hubungannya sama kamu!""Selama aku masih hidup, semua urusan di rumah ini adalah keputusanku!" Lantaran terbiasa menjadi pemimpin, nada bicara Anrez juga penuh otoritas.Aura menatapnya cukup lama, lalu mengangkat tangan
Suasana langsung jadi kacau.Darah segar mengalir dari kepala pria itu. Dia berteriak sambil menatap Aura dengan marah, "Perempuan sialan, berani-beraninya kamu mukul aku!"Aura melirik tajam ke arahnya. Dia tidak berniat berurusan lebih jauh dengan pria itu, sehingga dia melangkah turun dari panggung. Namun, pria itu justru tidak mau melepaskannya dan menarik tangannya agar tidak bisa pergi."Berengsek, habis mukul aku terus mau kabur? Kamu pikir aku ini cuma buat pajangan?" Pria paruh baya itu mengumbar ego konyolnya. Sudah berlaku seenaknya, tapi tidak siap kalau akhirnya kena balasan.Aura menoleh dan menatap pria itu dengan matanya yang sedikit redup karena alkohol. Meski kelihatan tenang, dia sebenarnya mulai merasa takut karena datang sendirian malam itu.Aura melihat sekeliling, lalu mengerucutkan bibir dan berkata dengan dingin, "Kalau kamu masih nggak mau lepasin, pacarku sebentar lagi ke sini. Bisa-bisa kamu lebih parah lagi."Ucapannya itu semata-mata untuk menakut-nakuti p
Pria paruh baya itu langsung sadar, malam ini dia benar-benar salah langkah. Dia terdiam sejenak, lalu mengeluarkan sebuah kartu dari dompetnya dan tersenyum ke arah Aura, "bu Aura, saya yang salah malam ini. Anggap saja ini sebagai permintaan maaf. PIN-nya enam nol."Aura tidak mengambilnya. Dia hanya duduk di sisi lain dan berusaha menenangkan dirinya.Hari ini dia benar-benar apes.Pria paruh baya itu meletakkan kartu itu di atas meja bar, lalu langsung kabur secepat mungkin. Giulio berbalik menatap Aura sambil tersenyum nakal. "Bu Aura, gimana kamu mau berterima kasih padaku?"Aura terdiam sebentar, lalu menjawab, "Anggap saja aku berutang budi sama kamu."Giulio menghela napas kecil sambil mendecakkan lidah. Kemudian, dia menaikkan alisnya sambil melirik ke lantai dua dengan penuh arti. Mengikuti arah tatapannya, Aura melihat ke lantai atas. Tepat pada saat itu, dia melihat Jose turun dari atas.Dengan tubuh yang tinggi dan langkah yang panjang, Jose menuruni tangga hanya dalam be
Aura sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dia inginkan malam itu. Dia hanya merasa seperti seseorang yang telah dibuang oleh seluruh dunia. Dia butuh sesuatu untuk dijadikan pegangan, sesuatu yang bisa menenangkan dirinya.Jose ... tampaknya adalah pilihan yang cukup masuk akal.Sang sopir yang tahu diri, telah meninggalkan mobil itu sedari tadi.Mungkin karena pengaruh alkohol, malam itu Aura terasa berbeda dari biasanya.Cahaya dalam mobil terlalu remang. Aura sama sekali tidak menyadari tatapan pria di atas tubuhnya yang semakin dalam dan kelam. Saat tubuhnya benar-benar kelelahan, Aura pun jatuh tertidur dengan kepala pusing dan tubuh berat.Aura sendiri tidak tahu bagaimana caranya dia bisa tiba di tempat tinggal Jose. Namun saat terbangun keesokan paginya, tangannya langsung menyentuh permukaan kulit yang panas saat memalingkan tubuhnya.Aura sontak terbangun dengan kaget. Ketika matanya melihat wajah Jose yang tertidur dengan alis sedikit berkerut, semua kejadian semalam langs
"Lepas!" Jose menatap bagian atas paha Aura yang terlihat samar di balik ujung jas. Ekspresinya tampak agak tidak senang.Aura menoleh dan menatapnya, "Apa perlu sampai sepelit itu? Cuma satu setelan baju."Setelan itu jelas harganya tidak murah, paling tidak harganya puluhan juta. Akan tetapi, bukankah Jose adalah bujangan paling kaya seantero kota? Masa dia harus mempermasalahkan uang sekecil ini?"Aku sudah suruh orang antarkan baju untukmu. Ada di ruang tamu, ambil sendiri."Setelah berkata demikian, Jose langsung masuk ke kamar mandi. Tak lama kemudian, suara gemericik air terdengar dari dalam. Aura mendecak pelan, merasa Jose benar-benar pelit.Aura berbalik badan dan berjalan menuju ruang tamu. Di sana, dia memang melihat ada sebuah gantungan baju. Di gantungan baju itu terdapat beberapa helai pakaian dengan berbagai jenis model.Ada setelan, ada juga gaun. Gayanya juga cocok dengan selera Aura. Selain itu, semuanya dari merek ternama.Aura langsung terdiam. Tadi dia baru saja m
Perkataan Aura tadi jelas ditujukan langsung kepada Ghea. Ghea memang tidak memiliki banyak kelebihan, tapi dia cukup tebal muka.Ketika Aura membuka pintu ruangannya, Ghea juga langsung melihat Jose. Meskipun Keluarga Tanjung saat ini sudah tidak sebesar dulu, nama besar Alatas Heir tetap dikenal luas dan wajah Jose juga sering muncul di berbagai media.Begitu melihat Jose, langkah Ghea sempat terhenti sejenak. Dia tidak menyangka bahwa perusahaan kecil milik Aura bisa bekerja sama dengan perusahaan sebesar Alatas Heir.Dia menggigit bibirnya, lalu cepat-cepat melangkah maju dan memegang lengan Aura. Suaranya terdengar serak, seolah-olah hendak menangis, "Kak, aku tahu sekarang kamu sibuk sama pekerjaan.""Semua ini salahku. Tapi Ayah benar-benar ingin ketemu sama Kakak. Tolong, demi Ayah, mampirlah sebentar ke rumah sakit, ya?"Hanya dalam beberapa kalimat, dia bisa menunjukkan betapa lembut dan pengertiannya dirinya. Sayangnya, kalau saja tatapan matanya tidak terus-menerus melirik
"Kenapa? Bukankah sebelumnya kamu dengan percaya diri mengatakan bahwa timmu adalah tim profesional? Sekarang cuma menunjukkan hal seperti ini, kamu pikir bisa menipuku begitu saja?"Jose mencondongkan tubuhnya yang tinggi dan tegap, lalu berkata dengan nada tidak bersahabat, "Bu Aura, menurutmu, ini pantas?"Begitu perkataan itu dilontarkan, semua tim Aura terdiam. Mereka semua refleks menoleh dan menatap Aura. Aura menggigit bibir bawahnya sedikit, jemarinya mengepal erat pada berkas di tangannya.Namun, wajahnya tetap mempertahankan senyum profesional. "Pak Jose, kalau menurut Anda ada yang kurang tepat, silakan disampaikan. Kami akan berusaha menyesuaikan dan memperbaiki sesuai dengan kebutuhan klien, demi menghasilkan produk yang paling memuaskan Anda."Dalam hal pekerjaan, Aura memang selalu bersikap serius. Lagi pula, menjalankan perusahaan kecil seperti miliknya bukanlah perkara mudah.Hanya saja, Jose tampaknya sengaja ingin menyulitkannya. Dia melirik jam tangannya, lalu berd
Aura yang turun untuk mengembalikan ponsel kebetulan mendengar percakapan itu. Dia pun menyaksikan adegan itu dengan penuh minat.Selama ini Ghea selalu menampilkan citra gadis polos dan lembut. Kemungkinan besar, ini adalah pertama kalinya dia mengalami kegagalan di depan seorang pria. Melihat situasi seperti itu, Aura merasa bahwa Jose memang cukup menarik."Pak Jose ...." Ghea sempat terdiam cukup lama sebelum akhirnya memberanikan diri mengangkat dagunya sedikit dan berkata, "Apa aku pernah menyinggung Anda?""Anda ...."Jose sudah kehilangan kesabarannya. Dia mengangkat tangan untuk melihat jam tangannya dengan ekspresi dingin.Sang asisten langsung memahami maksud itu. Dia melangkah maju dan berkata kepada Ghea, "Nona Ghea, kalau Anda masih nggak mau menyingkir, saya terpaksa memanggil pengawal."Meski senyumnya masih tampak profesional, sorot matanya jelas-jelas penuh dengan penghinaan yang tak bisa disembunyikan. Bekerja di sisi Jose telah membuatnya terbiasa melihat berbagai m
"Lepasin." Aura sedikit kesal. Apalagi dia sangat lelah karena Jose tadi. Sekarang, yang dia inginkan hanya beristirahat dengan tenang."Aku ini tetap lebih tua darimu, apa perlu marah-marah begitu?" Lantaran Anrez sedang tidak berada di rumah, Serra pun tidak bersikap lembut dan manis seperti saat di hadapan Anrez.Aura menoleh dan menatapnya dingin. "Kamu merasa pantas jadi seniorku?"Serra membelalak. "Kamu ...."Dia mengangkat tangan dan menunjuk Aura. Ketika dia hendak memaki, terdengar suara langkah kaki Anrez dari belakang.Ekspresi Serra langsung berubah, suaranya pun terisak-isak. "Aura, aku cuma mau ngobrol baik-baik. Jangan marah ya?""Aku lihat akhir-akhir ini ayahmu stres banget pikirin perusahaan. Aku pikir kalau kamu punya uang, kamu bisa bantu dia sedikit. Jadi, dia nggak usah sampai capek begitu ....""Nggak usah minta bantuan darinya!" Sebelum Serra selesai bicara, suara berat dan tegas terdengar dari belakangnya.Anrez perlahan naik tangga dan menghampiri mereka. Tat
Aura bukanlah tipe orang yang suka bersikap manja atau sok suci. Apalagi dengan apa yang sudah terjadi sebelumnya, berpura-pura lugu di hadapan Jose hanya akan menjadi bahan tertawaan.Lagi pula, dia sendiri pun merasa jijik. Maka dari itu, dia gesek saja kartunya sampai puas.Jose orang yang terlalu berbahaya. Cukup mencoba. Kalau sampai keterusan dan ketergantungan, itu bisa berbahaya. Aura mungkin bisa terjerat. Daffa saja bukan pria baik-baik, apalagi Jose.Toh Jose sendiri yang bilang tidak suka berutang budi. Jadi, lebih baik segala urusan diselesaikan dengan uang dan selesai sampai di situ. Dengan demikian, tak ada yang saling berutang apa-apa."Simpan baik-baik kartu ini. Anggap saja semua urusan kita sudah lunas," ucap Aura.Jose menengadah menatapnya, tak berkata sepatah kata pun. Tatapan itu membuat Aura sedikit merinding. Dia terdiam sejenak, lalu berdiri dengan membawa semua barang belanjaannya. "Kalau nggak ada yang perlu dibicarakan lagi, aku permisi dulu. Dah!"Setelah
Aura diam saja, memilih menutup mulut.Saat mobil melewati sebuah apotek, Aura menoleh ke Jose. "Berhenti sebentar."Jose menatapnya. "Kenapa?" Meskipun bertanya, kakinya tetap refleks menginjak rem.Aura mengenakan kembali sepatu hak tingginya dan turun dari mobil. Begitu kakinya menyentuh tanah, lututnya lemas sampai dia nyaris terjatuh.Dia berpegangan pada pintu mobil agar tetap berdiri, lalu mengedarkan tatapan tajam pada Jose. Melihat pria itu tetap bersikap tenang seperti tak terjadi apa-apa, Aura menggigit bibir menahan kekesalannya.Pria ini benar-benar pintar berpura-pura. Tadi begitu liar, sekarang malah pasang tampang kalem seperti petapa yang telah terlepas dari hal-hal duniawi.Kalau bukan karena rasa nyeri di pinggangnya yang masih jelas terasa, Aura mungkin akan benar-benar tertipu.Dia mendengus pelan sebelum berjalan masuk ke apotek. Saat kembali ke mobil, tangannya sudah memegang sekotak pil kontrasepsi darurat.Jose menoleh menatapnya. "Beli apa?"Aura menatap balik
Jose terlihat puas. Tangan panjangnya menyentuh bagian bawah jok mobil dan kursi yang tadinya tegak langsung terjatuh ke belakang. Aura yang tanpa persiapan langsung terbaring di bawah tubuh Jose.Posisi ini sangat intim dan menggoda.Wajah Jose memang tampan. Saat Aura menatap wajah itu dari bawah, bahkan kata-kata kasar pun tidak bisa keluar dari mulutnya.Yang bisa dia lakukan hanya melotot dengan geram. "Pak Jose, kamu nggak merasa tindakanmu ini terlalu lancang? Nggak seperti seorang gentleman?"Jose terkekeh-kekeh. "Gentleman? Aku gentleman kok."Suaranya dalam dan berat, seperti ada daya pikat yang menyihir. Aura masih terpaku oleh keseksian suara itu saat Jose kembali membungkukkan badannya.Jose menarik sedikit dasinya, memperlihatkan jakun yang mencolok di lehernya. Aroma tubuh Jose yang harum memenuhi hidung Aura. Dia tahu jelas apa yang akan terjadi selanjutnya.Namun, ini bukan pertama kalinya. Dengan situasi yang sudah sejauh ini, kalau menolak, dia malah akan terkesan so
Aura sungguh kehabisan kata-kata. Dia ... dijadikan sopir oleh Jose?Namun, melihat wajah Jose yang jelas-jelas lagi patah hati karena diselingkuhi, Aura akhirnya tetap menyalakan mobil. Toh tadi Jose juga membantunya.Begitu mobil keluar dari garasi, Aura baru teringat sesuatu. Dia menoleh dan bertanya kepada Jose, "Kita mau ke mana?"Jose menjawab, "Vila."Aura mengangguk pelan, paham maksudnya pasti vila yang waktu itu pernah dia datangi juga. Jadi, dia tidak bertanya lebih lanjut.Suasana di dalam mobil langsung sunyi. Yang terdengar hanya suara napas mereka masing-masing.Saat sudah sampai di garasi vila, Aura menoleh karena melihat Jose belum turun dari mobil. Dia melirik sekilas wajah pria itu.Wajah Jose memang luar biasa. Hidung mancung, garis rahang tegas, mata yang dalam. Bahkan dari samping, wajah ini tetap bisa membuat para wanita langsung jatuh hati.Namun, bibir yang terkatup rapat itu memperlihatkan dengan jelas bahwa suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja.Aura me
Tak jauh dari mobil Aura, dua orang sedang saling tarik-menarik. Aura langsung mengenali mereka. Bukankah itu Kaley dan Ferdy? Dari cara mereka berinteraksi, sepertinya hubungan mereka tidak biasa?Tangan Aura yang sedang menjentikkan abu rokoknya pun berhenti, bahkan dia sampai lupa dengan masalahnya sendiri dan membelalakkan mata menonton drama."Apa maksudmu? Kamu mau lihat aku nikah sama Jose ya?" Suara wanita itu cukup nyaring, langsung menusuk telinga Aura.Ferdy mengangkat tangan, menekan pelipisnya dengan lelah. "Kaley, jangan buat keributan.""Buat keributan?" Kaley tertawa sinis. "Ferdy, kalau kamu benaran laki-laki, sekarang juga masuk dan bilang ke ayahku kalau kamu mau nikahin aku!"Aura benar-benar tercengang! Astaga, ini gosip hangat! Kaley itu tunangan Jose, 'kan? Jadi, sekarang Kaley selingkuh dengan Ferdy?Seketika, Aura langsung teringat kejadian kemarin malam saat dirinya terkena lemparan barang dan kalimat yang keluar dari mulut Jose saat menariknya pergi.Demi men
Melihat Aura yang tampak tenang dan seolah-olah tidak peduli, Anrez nyaris meledak karena kemarahannya.Aura tetap santai, duduk diam sambil menikmati tehnya.Anrez terdiam cukup lama, lalu mendongak menatapnya. "Apa kamu baru akan senang kalau Grup Tanjung benar-benar hancur, ya?"Aura menjawab, "Masih sama seperti tadi. Saham Grup Tanjung nggak boleh dijual!""Hmph, ini bukan sesuatu yang bisa kamu tentukan. Saham itu tetap akan kujual. Kalau kamu benar-benar nggak mau, bujuk saja Keluarga Santosa supaya suntik dana. Begitu uang masuk, aku tentu nggak akan jual saham lagi."Mendengar itu, Aura menunduk sedikit. Jemarinya yang putih pucat memegang cangkir teh dengan lembut. Suhu tehnya pas, tidak panas."Aku bisa saja meyakinkan Keluarga Santosa."Mendengar Aura melunak, Anrez tampak lega. "Nah, begitu dong. Kamu 'kan anakku. Semua ini aku lakukan demi kebaikan keluarga."Keluarga? Aura memalingkan wajah dengan sinis. Mungkin Anrez memang melakukannya demi keluarga. Namun, apa masih a
Aura tiba-tiba terpeleset. Jika tidak segera ditopang oleh pelayan, dia pasti terjatuh."Hati-hati, Bu."Aura menggigit bibir dan tersenyum penuh terima kasih. "Terima kasih ya. Eee ... barusan aku keluar sebentar dan malah nyasar. Boleh tanya, Pak Steven dan Pak Anrez ada di ruangan nomor berapa?"Pelayan itu tersenyum ramah dan sopan. "Oh, Pak Anrez ada di ruang 308. Biar aku antar."Bagaimanapun, gadis secantik Aura tidak terlihat seperti pembohong.Aura mengikuti pelayan itu sampai ke ruang privat Anrez. Saat itu, Anrez sedang duduk minum teh bersama Steven, ayah Efendi.Begitu melihat Aura masuk, ekspresi keduanya langsung berubah. Anrez langsung memasang wajah dingin, jelas-jelas tidak menyambut kedatangannya.Di sisi lain, Steven yang sudah lama berkecimpung di dunia bisnis, hanya menunjukkan keterkejutan sesaat dan langsung tersenyum hangat. "Aura datang juga. Sudah lama nggak ketemu. Kamu nggak pernah main ke rumahku lagi, sini duduk dulu.""Aku baru saja mau ajak Efendi mampi
"Temanku di dalam," kata Aura, hendak menerobos masuk. Namun, dia tetap ditahan oleh petugas yang menjaga pintu."Maaf, Bu, siapa nama temanmu? Dia pesan ruang nomor berapa? Atau kamu bisa telepon dia dan minta dia jemput di depan?"Aura mengernyit. Dia belum pernah ke restoran ini sebelumnya, tidak menyangka sistemnya seribet ini. Padahal cuma restoran, tetapi rasanya seperti masuk kantor intelijen.Aura juga lupa meminta nomor ruangan dari Efendi. Parahnya saat ingin menelepon, dia baru sadar ponselnya kehabisan baterai. Ini benar-benar sial.Saat dia masih memikirkan cara untuk menyelinap masuk, pandangannya menangkap sesosok yang tinggi dan familier sedang berjalan dari arah parkiran.Pria itu mengenakan setelan jas hitam, bahunya lebar dan pinggang ramping. Dia tampak gagah dan berkelas. Siapa lagi kalau bukan Jose?Jose hanya meliriknya sekilas, lalu mengalihkan pandangan dan berjalan tanpa henti. Aura termangu sejenak, lalu akhirnya melangkah maju dan mengadangnya."Ada apa?" Jo