Share

Bab 2

Author: Camelia
Kemudian, Aura membuka pesan dari Lulu.

[ Tsk, kamu belah duren sama Daffa? Bukannya kamu bilang mau tunggu sampai nikah? ]

Aura tertawa ringan dan membalas.

[ Siapa bilang itu Daffa? Jangan bicara seolah-olah aku ini nggak laku. ]

Begitu pesan itu terkirim, Lulu langsung menelepon. Segera, terdengar jeritan yang nyaring. "Serius, Aura? Akhirnya kamu sadar? Kamu beneran ninggalin Daffa si anjing itu?"

Lihatlah, semua orang bisa melihat bahwa Daffa adalah pria berengsek. Dulu, Aura memang telah dibutakan oleh cinta karena selalu merasa Daffa berbeda dari pria lain.

Setelah terbangun dari mimpinya, Aura pun menyadari betapa bodohnya dirinya. Namun, semua itu tidak penting lagi.

Dia mengangguk ringan. "Ya, biarkan saja. Yang jelas, aku yang ninggalin Daffa."

Daffa paling peduli soal harga dirinya. Aura ingin memastikan pria itu kehilangan muka di lingkaran sosial mereka.

"Terus, siapa pria itu?" tanya Lulu.

Aura mengusap bahunya yang terasa pegal. "Aku balik dulu, mau ganti baju. Nanti kita ketemu di kantor."

Lulu mengiakan. "Oh ya, hari ini kita ada rapat sama klien besar. Jangan telat."

Setelah menutup telepon, Aura keluar dari kamar. Begitu turun ke lobi, dia baru sadar dirinya naik taksi kemarin malam.

Dia melirik jam tangannya. Kalau pesan taksi sekarang, mungkin akan terlambat. Saat dia masih berpikir harus bagaimana, tiba-tiba sebuah mobil yang familier berhenti di sebelahnya. Jendela perlahan diturunkan. Itu adalah Jose.

Aura mengangkat alisnya, sementara Jose bertanya, "Nggak bawa mobil?"

Aura mengangguk. Dia pikir Jose akan menawarkan tumpangan, tetapi pria itu malah menyeringai dan berujar, "Oh, pesan taksi saja. Aku duluan ya, dah."

Aura hanya bisa menatap mobil hitam itu menjauh dan menghilang. Karena kesal, dia menendang kerikil di tanah dan menggerutu, "Dasar laki-laki! Kalau sudah puas, selalu pergi seolah-olah nggak kenal!"

Sesampainya di vila Keluarga Tanjung, Aura tidak menyangka akan melihat Daffa di sana. Begitu melihat pria itu, dia langsung memalingkan wajah dan hendak naik ke lantai atas.

Daffa dan Ghea sedang duduk di sofa bersama Anrez, ayah Aura dan Ghea. Mereka tampak asyik mengobrol sampai akhirnya melihat Aura.

Anrez langsung menyergah, "Berhenti! Semalam kamu ke mana? Kenapa nggak pulang semalaman? Kamu ini perempuan lho! Kamu tahu nggak, Daffa sudah lama menunggumu di sini!"

Aura tahu bahwa Anrez jarang membuka media sosial. Kalau tidak, dia mungkin sudah ditampar sejak tadi.

Aura berbalik dan menatap Daffa, lalu melirik Ghea yang duduk di sampingnya dengan ekspresi lemah lembut. Seketika, dia tertawa sinis. "Nungguin aku? Bukannya sudah ada yang temani dia? Kalian baru selesai bercinta, 'kan?"

Ketika Aura masih tertawa, Anrez tiba-tiba maju dan menampar wajahnya. "Anak durhaka! Kamu sadar nggak apa yang kamu katakan? Gimana bisa kamu menuduh Daffa dan adikmu seperti ini?"

Tamparan itu membuat wajah Aura menoleh ke samping. Dia menempelkan lidahnya ke area pipi yang sakit. Sebelum dia sempat bicara, Ghea sudah mendahului.

"Kak Aura, jangan salahkan Kak Daffa. Kemarin suasana hatiku buruk, jadi Kak Daffa menemaniku. Aku minta maaf kalau kamu salah paham. Tapi, kamu juga nggak seharusnya marah, apalagi ... dengan pria lain ...."

Sebelum selesai bicara, air matanya sudah jatuh, seolah-olah Aura yang berselingkuh dengan pacarnya.

Aura hanya bisa kagum dengan akting Ghea. Padahal kemarin sore, dia melihat mereka berdua berpelukan dan berciuman, seolah-olah dunia hanya milik berdua.

Aura mengangkat bahu dan tersenyum. "Oh, jadi pelukan dan ciuman itu bagian dari menemani ya? Kalau begitu, aku harusnya maafin Daffa?"

Aura terkekeh-kekeh dan menoleh menatap Ghea. "Gimana kalau pertunanganku dengan Daffa dilanjutkan?"

Ghea terdiam. Itu jelas bukan yang dia maksud.

Aura melanjutkan, "Sudahlah, aku nggak butuh lagi. Sekarang sudah kubuang, jadi kamu ambil saja. Semoga kalian bahagia."

Sejak Ghea datang ke rumah ini 5 tahun lalu, dia selalu berusaha merebut segalanya dari Aura. Awalnya kamar, lalu perhatian ayahnya dan sekarang pacarnya.

Aura mencemooh, "Lagian, kamu memang suka bekas orang lain. Sebagai kakak, aku tentu harus mengalah."

Setelah berkata begitu, beban di hatinya terasa lebih ringan. Namun, melihat ketiga orang yang menjijikkan itu, dia tidak lagi berminat mengganti pakaian. Dia berbalik untuk pergi, tetapi tangannya tiba-tiba ditarik oleh Daffa.

"Aura, jangan pergi. Kita harus bicara."

Aura menoleh dengan kesal, tatapannya tajam. Ini pertama kalinya Daffa ditatap Aura dengan tatapan seperti itu.

"Aku nggak ngerti bahasa anjing, mau bicara apa?"

Daffa tertegun. Ini pertama kalinya Aura memakinya begitu.

Aura menangkap ekspresi terkejut pria itu dan hanya tertawa sinis. Semua orang tahu bahwa dia adalah anjing penjilat Daffa selama bertahun-tahun.

Pria itu selalu dikelilingi wanita cantik, tetapi 3 tahun lalu tiba-tiba menerima Aura. Kedua keluarga pun mulai membahas pertunangan mereka.

Namun, Aura tidak pernah menyangka bahwa Daffa akan berselingkuh dengan Ghea. Hal ini yang paling membuatnya jijik dan muak.

Daffa tahu betul bahwa kematian ibunya berkaitan dengan ibu Ghea. Pria ini juga tahu betapa bencinya Aura terhadap Ghea.

Jadi, ketika dia melihat mereka berdua bersama, Aura memutuskan bahwa pria ini harus dibuang. Aura selalu bisa melepaskan dengan mudah, tetapi tetap harus memberi mereka pelajaran. Intinya, masalah ini belum selesai.

Daffa mengernyit dan menggenggam tangannya lebih erat. Tiba-tiba, Ghea yang berada di samping mencengkeram dadanya dan mulai terengah-engah. "Ayah ... Kak Daffa ... ini salahku .... Aku ... aku yang salah ...."

Sebelum selesai bicara, dia sudah pingsan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 3

    Daffa segera menangkap Ghea yang hampir jatuh, sementara Aura bahkan tidak melihat ke arah mereka dan langsung pergi. Hanya dengan melihat mereka berdua, dia sudah merasa muak.Saat Aura melangkah keluar, teriakan Anrez terdengar dari belakang. "Aura, kembali ke sini! Siapa pria yang bersamamu itu?"Lihatlah, ayah kandungnya selalu fokus pada kesalahannya. Saat dia mengatakan Ghea dan Daffa berpelukan dan berciuman, pria itu seperti tuli.Namun, Aura sudah terbiasa. Sejak 5 tahun lalu saat ibu tirinya membawa Ghea masuk ke rumah ini, dia sudah tidak punya tempat lagi di sini.Kalau bukan karena takut barang-barang peninggalan ibunya dihancurkan oleh orang-orang ini, Aura pasti tidak mau menginjakkan kakinya di rumah ini.Setelah menenangkan emosinya, Aura sampai di kantor. Lulu langsung menghampiri. "Aura, klien sudah datang. Bosnya sendiri yang hadir, kelihatannya mereka benar-benar mementingkan kerja sama kali ini.""Mereka secara khusus memintamu yang memimpin pembicaraan. Semangat!

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 4

    Di dalam mobil, Aura kembali mengoleskan lipstik agar wajahnya yang agak pucat terlihat lebih segar.Setengah jam kemudian, taksi yang dia tumpangi berhenti di depan kelab bernama Allure. Dengan sepatu hak tingginya, dia masuk dan mendorong pintu ruang privat. Begitu pintu terbuka, tampak pria dan wanita yang berpelukan, juga terdengar nyanyian bercampur dentingan gelas.Aroma kuat dari asap rokok bercampur alkohol dan parfum langsung menusuk hidungnya, membuatnya terbatuk kecil. Matanya segera mencari sosok Efendi di dalam ruangan.Namun, bukan Efendi yang dia lihat, melainkan Daffa yang bersandar di sofa. Pria itu duduk dengan posisi miring, terus-menerus menuangkan alkohol ke mulutnya tanpa henti.Aura menggigit bibir dan mengumpat dalam hati, 'Sial sekali.'Dia tahu Efendi sengaja bekerja sama dengan Daffa untuk memancingnya ke sini. Hal ini benar-benar membuatnya marah.Saat Aura berbalik untuk pergi, Daffa sudah lebih dulu melihatnya. Mata pria yang tadinya redup langsung berbina

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 5

    "Maaf, aku nggak sengaja mendengar percakapan kalian." Jose mengusap ujung hidungnya dan meneruskan, "Permisi."Saat Jose hendak melewati mereka, tiba-tiba tangannya ditarik oleh Aura. Aura menoleh ke arah Daffa dan berkata dengan santai, "Kamu ingin tahu aku bersama siapa semalam, 'kan? Nih, sama dia."Begitu ucapan itu dilontarkan, wajah Daffa yang pucat karena kesakitan pun berubah sedikit. Akan tetapi, dia segera mencibir karena teringat sesuatu. Kemudian, dia berkata kepada Jose, "Maaf, Jose. Aura cuma sedang emosi. Silakan masuk dulu dan minum."Jose adalah sosok paling berpengaruh di kalangan mereka. Perusahaannya adalah yang terkuat di antara semua anak konglomerat di sini.Selain itu, dia juga yang paling unggul di generasi muda. Di usia muda, dia sudah mengambil alih bisnis keluarganya. Makanya, semua orang bersikap hormat padanya, bahkan jarang bercanda dengannya.Jose menaikkan alisnya sedikit dan berbalik untuk pergi. Aura sempat ragu sejenak. Saat menatap punggung Jose, d

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 6

    Lulu mengangkat alis. "Ya sudah kalau batal. Kita bukan cuma punya satu klien. Pelan-pelan saja."Aura lagi-lagi menghela napas panjang, lalu bersandar ke kursi dan merasa sangat lelah. Tidak peduli seberapa kuat dia mencoba terlihat kuat, terkadang dia tetap merasa lelah.Sejak ibunya meninggal, dia selalu seperti ayam jago. Dia takut kalau lengah sedikit saja, dirinya akan ditindas dan diinjak-injak.Setibanya di rumah, waktu sudah cukup larut. Biasanya pada jam segini, Anrez sudah tidur. Namun, malam ini dia masih duduk tegak di sofa.Aura awalnya ingin mengabaikannya, tetapi Anrez membuka mulut dan bertanya, "Kamu dari mana? Kenapa pulang selarut ini?"Aura melirik sekilas dan tersenyum sinis. "Tumben Pak Anrez peduli padaku hari ini."Dulu saat ibunya masih hidup, hubungan mereka masih baik. Namun, setelah ibunya meninggal dan setelah Serra serta Ghea pindah ke rumah ini, hubungan mereka semakin memburuk setiap hari.Anrez terdiam sejenak, tetapi kali ini dia tidak marah seperti b

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 7

    Hari ini memang hari yang istimewa, karena ini adalah peringatan 5 tahun meninggalnya ibunya.Sejak 3 tahun lalu, Anrez sudah melupakan hari ini, hanya Donna yang masih mengingatnya. Setiap tahun, dia selalu menemani Aura untuk berziarah ke makam ibunya.Yang lebih parah, Aura sendiri hampir melupakan hari ini. Jari-jarinya menggenggam ponsel dengan erat, pikirannya kembali ke momen saat ibunya meninggal. Dia perlahan memejamkan matanya.Donna masih berbicara, "Aura, siang nanti kita sama-sama ziarah ke makam ibumu ya?"Aura menjawab, "Ya."Pada akhirnya, dia tidak menolak Donna.Setelah menutup telepon, Aura melirik jam. Masih pukul 8 pagi. Setelah berpikir sejenak, dia memutuskan untuk pergi ke kantor.Situasi perusahaan belakangan ini kurang baik. Mungkin karena merasa bersalah atas kejadian kemarin, Efendi memberikan sebagian bisnis keluarganya kepada Aura, juga tidak lupa meminta maaf.[ Aura, jangan marah lagi, ya. Kemarin itu Daffa yang nangis-nangis minta tolong padaku, makanya

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 8

    Di layar hanya ada satu kata dari Jose.[ Sibuk. ]Aura hanya bisa terdiam."Aura, nanti kamu dan Daffa pergi jalan-jalan saja." Begitu masuk mobil, Donna tersenyum sambil menarik tangan Aura dan berkata demikian.Aura mendongak, melihat ke arah pria yang sedang mengemudi di kursi depan, lalu menggigit bibirnya dan menyahut, "Malam ini aku ada janji untuk bahas kontrak, lain kali saja."Mendengar itu, tangan Daffa yang berada di atas setir mencengkeram lebih erat. Meskipun Aura tidak langsung menolak, maknanya tetap jelas. Dulu, Aura tidak berani menolaknya seperti ini.Memikirkan hal itu, wajah Daffa menjadi semakin muram. Tak lama kemudian, mereka tiba di vila Keluarga Santosa.Saat turun, Aura tetap berpamitan kepada Donna dengan sopan. Namun, dia tidak sekali pun memperhatikan ekspresi Daffa.Bagi Aura, pria yang berselingkuh tidak ada bedanya dengan anjing yang baru saja makan kotoran. Tidak ada alasan baginya untuk terus berurusan dengan Daffa.Di dalam mobil, Aura berpikir sejen

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 9

    Meskipun demikian, Aura tetap mengangguk dengan sopan. "Ya.""Wah, kudengar kamu yang putusin dia?"Aura tersenyum tipis. "Sejak kapan kamu jadi suka bergosip?"Hari ini dia datang bukan untuk membahas masalahnya sendiri, tujuan utamanya adalah mendapat dukungan dari Jose.Proyek yang ditangani Jose bernilai miliaran. Jika berhasil menandatangani kontrak, perusahaan kecilnya bukan hanya akan aman, tetapi juga akan sangat membantu mereka dalam membuka pasar di masa mendatang.Efendi yang sangat memahami niatnya, segera maju untuk mencairkan suasana. "Giulio, tadi masih ada 3 gelas yang belum kamu habiskan, ayo, ayo ...."Sambil berbicara, Efendi berdiri dan menarik Giulio pergi, bahkan sempat mengedipkan mata pada Aura untuk meminta hadiah atas jasanya.Aura membalas dengan kedipan mata sebagai tanggapan, lalu membawa gelasnya dan mendekati Jose.Saat dia hendak membuka mulut, gadis di samping Jose tiba-tiba merangkul lengannya. "Pak Jose, aku kurang enak badan, bisa bantu pijat sebenta

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 10

    Keramaian di sini tentu saja menarik perhatian semua orang di ruangan itu. Sebelumnya, Aura selalu menjaga perasaan Daffa, jadi dia jarang minum bersama orang-orang ini.Banyak orang yang baru pertama kali melihatnya minum. Mereka pun mendekat sambil bercanda, "Wah, Aura benar-benar memberi kami kehormatan malam ini."Aura mengerlingkan matanya dalam hati. Demi kontrak senilai miliaran itu, dia tidak punya pilihan selain "memberi kehormatan".Dia meletakkan gelasnya dan tersenyum sambil menatap Jose. Namun, Jose tidak bereaksi. Aura pun kembali mengangkat gelas lain dan meneguknya dengan cepat. Gelas itu besar, sehingga sebagian minuman mengalir dari sudut bibirnya.Cairan berwarna cokelat itu menetes dari sudut bibirnya, turun ke dagu, lalu ke lehernya yang putih, hingga akhirnya menyusuri tulang selangkanya dan menghilang di lekukan dadanya.Saat ini, semua mata tertuju pada Aura. Tidak ada yang menyadari bagaimana jakun Jose bergerak sedikit saat dia menatapnya.Setelah beberapa gel

Latest chapter

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 100

    "Lepasin." Aura sedikit kesal. Apalagi dia sangat lelah karena Jose tadi. Sekarang, yang dia inginkan hanya beristirahat dengan tenang."Aku ini tetap lebih tua darimu, apa perlu marah-marah begitu?" Lantaran Anrez sedang tidak berada di rumah, Serra pun tidak bersikap lembut dan manis seperti saat di hadapan Anrez.Aura menoleh dan menatapnya dingin. "Kamu merasa pantas jadi seniorku?"Serra membelalak. "Kamu ...."Dia mengangkat tangan dan menunjuk Aura. Ketika dia hendak memaki, terdengar suara langkah kaki Anrez dari belakang.Ekspresi Serra langsung berubah, suaranya pun terisak-isak. "Aura, aku cuma mau ngobrol baik-baik. Jangan marah ya?""Aku lihat akhir-akhir ini ayahmu stres banget pikirin perusahaan. Aku pikir kalau kamu punya uang, kamu bisa bantu dia sedikit. Jadi, dia nggak usah sampai capek begitu ....""Nggak usah minta bantuan darinya!" Sebelum Serra selesai bicara, suara berat dan tegas terdengar dari belakangnya.Anrez perlahan naik tangga dan menghampiri mereka. Tat

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 99

    Aura bukanlah tipe orang yang suka bersikap manja atau sok suci. Apalagi dengan apa yang sudah terjadi sebelumnya, berpura-pura lugu di hadapan Jose hanya akan menjadi bahan tertawaan.Lagi pula, dia sendiri pun merasa jijik. Maka dari itu, dia gesek saja kartunya sampai puas.Jose orang yang terlalu berbahaya. Cukup mencoba. Kalau sampai keterusan dan ketergantungan, itu bisa berbahaya. Aura mungkin bisa terjerat. Daffa saja bukan pria baik-baik, apalagi Jose.Toh Jose sendiri yang bilang tidak suka berutang budi. Jadi, lebih baik segala urusan diselesaikan dengan uang dan selesai sampai di situ. Dengan demikian, tak ada yang saling berutang apa-apa."Simpan baik-baik kartu ini. Anggap saja semua urusan kita sudah lunas," ucap Aura.Jose menengadah menatapnya, tak berkata sepatah kata pun. Tatapan itu membuat Aura sedikit merinding. Dia terdiam sejenak, lalu berdiri dengan membawa semua barang belanjaannya. "Kalau nggak ada yang perlu dibicarakan lagi, aku permisi dulu. Dah!"Setelah

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 98

    Aura diam saja, memilih menutup mulut.Saat mobil melewati sebuah apotek, Aura menoleh ke Jose. "Berhenti sebentar."Jose menatapnya. "Kenapa?" Meskipun bertanya, kakinya tetap refleks menginjak rem.Aura mengenakan kembali sepatu hak tingginya dan turun dari mobil. Begitu kakinya menyentuh tanah, lututnya lemas sampai dia nyaris terjatuh.Dia berpegangan pada pintu mobil agar tetap berdiri, lalu mengedarkan tatapan tajam pada Jose. Melihat pria itu tetap bersikap tenang seperti tak terjadi apa-apa, Aura menggigit bibir menahan kekesalannya.Pria ini benar-benar pintar berpura-pura. Tadi begitu liar, sekarang malah pasang tampang kalem seperti petapa yang telah terlepas dari hal-hal duniawi.Kalau bukan karena rasa nyeri di pinggangnya yang masih jelas terasa, Aura mungkin akan benar-benar tertipu.Dia mendengus pelan sebelum berjalan masuk ke apotek. Saat kembali ke mobil, tangannya sudah memegang sekotak pil kontrasepsi darurat.Jose menoleh menatapnya. "Beli apa?"Aura menatap balik

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 97

    Jose terlihat puas. Tangan panjangnya menyentuh bagian bawah jok mobil dan kursi yang tadinya tegak langsung terjatuh ke belakang. Aura yang tanpa persiapan langsung terbaring di bawah tubuh Jose.Posisi ini sangat intim dan menggoda.Wajah Jose memang tampan. Saat Aura menatap wajah itu dari bawah, bahkan kata-kata kasar pun tidak bisa keluar dari mulutnya.Yang bisa dia lakukan hanya melotot dengan geram. "Pak Jose, kamu nggak merasa tindakanmu ini terlalu lancang? Nggak seperti seorang gentleman?"Jose terkekeh-kekeh. "Gentleman? Aku gentleman kok."Suaranya dalam dan berat, seperti ada daya pikat yang menyihir. Aura masih terpaku oleh keseksian suara itu saat Jose kembali membungkukkan badannya.Jose menarik sedikit dasinya, memperlihatkan jakun yang mencolok di lehernya. Aroma tubuh Jose yang harum memenuhi hidung Aura. Dia tahu jelas apa yang akan terjadi selanjutnya.Namun, ini bukan pertama kalinya. Dengan situasi yang sudah sejauh ini, kalau menolak, dia malah akan terkesan so

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 96

    Aura sungguh kehabisan kata-kata. Dia ... dijadikan sopir oleh Jose?Namun, melihat wajah Jose yang jelas-jelas lagi patah hati karena diselingkuhi, Aura akhirnya tetap menyalakan mobil. Toh tadi Jose juga membantunya.Begitu mobil keluar dari garasi, Aura baru teringat sesuatu. Dia menoleh dan bertanya kepada Jose, "Kita mau ke mana?"Jose menjawab, "Vila."Aura mengangguk pelan, paham maksudnya pasti vila yang waktu itu pernah dia datangi juga. Jadi, dia tidak bertanya lebih lanjut.Suasana di dalam mobil langsung sunyi. Yang terdengar hanya suara napas mereka masing-masing.Saat sudah sampai di garasi vila, Aura menoleh karena melihat Jose belum turun dari mobil. Dia melirik sekilas wajah pria itu.Wajah Jose memang luar biasa. Hidung mancung, garis rahang tegas, mata yang dalam. Bahkan dari samping, wajah ini tetap bisa membuat para wanita langsung jatuh hati.Namun, bibir yang terkatup rapat itu memperlihatkan dengan jelas bahwa suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja.Aura me

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 95

    Tak jauh dari mobil Aura, dua orang sedang saling tarik-menarik. Aura langsung mengenali mereka. Bukankah itu Kaley dan Ferdy? Dari cara mereka berinteraksi, sepertinya hubungan mereka tidak biasa?Tangan Aura yang sedang menjentikkan abu rokoknya pun berhenti, bahkan dia sampai lupa dengan masalahnya sendiri dan membelalakkan mata menonton drama."Apa maksudmu? Kamu mau lihat aku nikah sama Jose ya?" Suara wanita itu cukup nyaring, langsung menusuk telinga Aura.Ferdy mengangkat tangan, menekan pelipisnya dengan lelah. "Kaley, jangan buat keributan.""Buat keributan?" Kaley tertawa sinis. "Ferdy, kalau kamu benaran laki-laki, sekarang juga masuk dan bilang ke ayahku kalau kamu mau nikahin aku!"Aura benar-benar tercengang! Astaga, ini gosip hangat! Kaley itu tunangan Jose, 'kan? Jadi, sekarang Kaley selingkuh dengan Ferdy?Seketika, Aura langsung teringat kejadian kemarin malam saat dirinya terkena lemparan barang dan kalimat yang keluar dari mulut Jose saat menariknya pergi.Demi men

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 94

    Melihat Aura yang tampak tenang dan seolah-olah tidak peduli, Anrez nyaris meledak karena kemarahannya.Aura tetap santai, duduk diam sambil menikmati tehnya.Anrez terdiam cukup lama, lalu mendongak menatapnya. "Apa kamu baru akan senang kalau Grup Tanjung benar-benar hancur, ya?"Aura menjawab, "Masih sama seperti tadi. Saham Grup Tanjung nggak boleh dijual!""Hmph, ini bukan sesuatu yang bisa kamu tentukan. Saham itu tetap akan kujual. Kalau kamu benar-benar nggak mau, bujuk saja Keluarga Santosa supaya suntik dana. Begitu uang masuk, aku tentu nggak akan jual saham lagi."Mendengar itu, Aura menunduk sedikit. Jemarinya yang putih pucat memegang cangkir teh dengan lembut. Suhu tehnya pas, tidak panas."Aku bisa saja meyakinkan Keluarga Santosa."Mendengar Aura melunak, Anrez tampak lega. "Nah, begitu dong. Kamu 'kan anakku. Semua ini aku lakukan demi kebaikan keluarga."Keluarga? Aura memalingkan wajah dengan sinis. Mungkin Anrez memang melakukannya demi keluarga. Namun, apa masih a

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 93

    Aura tiba-tiba terpeleset. Jika tidak segera ditopang oleh pelayan, dia pasti terjatuh."Hati-hati, Bu."Aura menggigit bibir dan tersenyum penuh terima kasih. "Terima kasih ya. Eee ... barusan aku keluar sebentar dan malah nyasar. Boleh tanya, Pak Steven dan Pak Anrez ada di ruangan nomor berapa?"Pelayan itu tersenyum ramah dan sopan. "Oh, Pak Anrez ada di ruang 308. Biar aku antar."Bagaimanapun, gadis secantik Aura tidak terlihat seperti pembohong.Aura mengikuti pelayan itu sampai ke ruang privat Anrez. Saat itu, Anrez sedang duduk minum teh bersama Steven, ayah Efendi.Begitu melihat Aura masuk, ekspresi keduanya langsung berubah. Anrez langsung memasang wajah dingin, jelas-jelas tidak menyambut kedatangannya.Di sisi lain, Steven yang sudah lama berkecimpung di dunia bisnis, hanya menunjukkan keterkejutan sesaat dan langsung tersenyum hangat. "Aura datang juga. Sudah lama nggak ketemu. Kamu nggak pernah main ke rumahku lagi, sini duduk dulu.""Aku baru saja mau ajak Efendi mampi

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 92

    "Temanku di dalam," kata Aura, hendak menerobos masuk. Namun, dia tetap ditahan oleh petugas yang menjaga pintu."Maaf, Bu, siapa nama temanmu? Dia pesan ruang nomor berapa? Atau kamu bisa telepon dia dan minta dia jemput di depan?"Aura mengernyit. Dia belum pernah ke restoran ini sebelumnya, tidak menyangka sistemnya seribet ini. Padahal cuma restoran, tetapi rasanya seperti masuk kantor intelijen.Aura juga lupa meminta nomor ruangan dari Efendi. Parahnya saat ingin menelepon, dia baru sadar ponselnya kehabisan baterai. Ini benar-benar sial.Saat dia masih memikirkan cara untuk menyelinap masuk, pandangannya menangkap sesosok yang tinggi dan familier sedang berjalan dari arah parkiran.Pria itu mengenakan setelan jas hitam, bahunya lebar dan pinggang ramping. Dia tampak gagah dan berkelas. Siapa lagi kalau bukan Jose?Jose hanya meliriknya sekilas, lalu mengalihkan pandangan dan berjalan tanpa henti. Aura termangu sejenak, lalu akhirnya melangkah maju dan mengadangnya."Ada apa?" Jo

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status