Share

Bab 4. Saya Bersedia!

Author: Rastri Quinn
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setengah jam lebih Alena berada di kamar mandi dengan isi kepala yang melanglang buana. Akhirnya gadis itu merasa lebih segar dari sebelumnya. Ia yang telah berganti dengan pakaian tidur merebahkan diri di kasur tanpa dipan miliknya. Kedua netranya berkedap-kedip menatap plafon kamar. Pikirannya mengawang. Ia benar-benar bimbang.

Meski memaksa kedua mata untuk memejam, tetapi ia merasa sulit untuk terlelap. Butuh perjuangan hingga akhirnya ia dapat terlelap pukul tiga dinihari. Dan pagi ini Alena sudah bangun dan membersihkan diri. Ia telah berdandan rapi, maksudnya berpakaian rapi dan sopan.

Setelah semalaman berpikir, ia memutuskan untuk menerima tawaran ibu Badai.

“Tante, saya bersedia menikah dengan Badai.”

Hening. Alena terlihat berpikir, menggeleng cepat. Lalu, mengulang ucapannya.

“Saya menerima tawaran Tante untuk menikah dengan Badai.”

Alena menghela napas berat dan menatap lurus pantulan dirinya yang berdiri di depan cermin. Ia tersenyum samar.

Kamu pasti bisa, Al. Batinnya menyemangati diri sendiri. Ia lekas meraih tas selempangnya. Ia sudah memantapkan diri untuk mengambil keputusan ini. Sekali lagi, gadis itu menatap lamat pantulan dirinya. Selangkah ia keluar dari rumah, masa depannya akan berubah.

***

Jantung Alena berdegup kencang. Meski tadi ia sudah begitu yakin, nyatanya setelah berdiri di depan ruang rawat Badai, tetap saja gugup. Gadis itu menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan.

Sejenak ragu, tetapi akhirnya ia mengetuk pintu kamar rawat Badai. Ia membuka pintu dan masuk. Namun, tidak mendapati keberadaan Badai atau sang ibu di dalam. Hanya ada perawat yang tengah merapikan ranjang rawat.

“Maaf, Sus. Pasien yang ada di sini kemana, ya?” tanya Alena.

“Oh, Pak Badai? Beliau baru saja keluar dan minta rawat jalan,” jawab perawat itu dengan ramah.

Alena buru-buru menyusul ke bawah setelah mengucap terima kasih. Sial, kenapa ia tidak berpapasan dengan mereka. Ah, mungkin lift yang mereka gunakan berselisih arah.

Alena melangkah tergesa di lobi dan memperhatikan sekeliling. Tidak ada Badai di sana, hingga netranya menangkap keberadaan orang yang ia cari sudah berada di titik jemput. Mereka hendak masuk ke mobil. Alena berlari menghampiri.

“Tunggu, Tante!” cegah Alena saat wanita paruh baya itu hendak masuk mobil. Badai sudah lebih dulu masuk.

Ibu Badai menoleh dan mengernyit sebentar, lalu menyadari siapa dirinya. Alena lekas mengangguk.

“Iya, saya Alena, Tante. Saya ke sini ada yang ingin saya katakan pada Tante.”

Ibu Badai memiringkan kepala sedikit seolah bertanya maksud ucapan gadis itu.

“Soal tawaran Tante kemarin. Saya bersedia, Tante,” ujar Alena lantang.

“Maksud kamu?” tanya wanita itu.

Alena mengangguk mantap. “Ya. Saya bersedia menikah dengan Badai,” jawab Alena dengan nada tegas.

Ibu Badai melongo tak percaya. Mulutnya terbuka sedikit, tetapi tidak ada kata yang keluar.

“Ma!” panggil Badai yang merasa sang ibu cukup lama di luar. Sepertinya laki-laki itu tidak mendengar pembicaraan mereka.

Sang ibu mendekat ke arah pintu. “Sebentar, Badai,” ujar sang ibu. Lalu wanita itu berbalik menghampiri Alena.

“Kamu serius?” tanya wanita itu memastikan.

Alena mengangguk. “Tapi… saya ada permintaan,” ujar Alena terdengar ragu.

“Ma, masih lama?” teriak Badai dari dalam mobil.

Sang ibu menoleh sebentar dan kembali menatap Alena. “Kita bicarakan ini di rumah,” ajak wanita itu.

Lalu Alena dibawa masuk mobil. Gadis itu duduk di kursi depan, sementara ibu Badai duduk di sebelah putranya di kursi tengah. Awalnya Badai hendak protes, karena gadis itu ikut mereka. Namun, sang ibu mengatakan akan menjelaskan semuanya di rumah.

***

“Apa maksud Mama? Jadi pengantin pengganti?” tanya Badai tidak percaya.

Meminta Alena menggantikan Stevia sebagai pengantinnya? Lelucon macam apa ini? Apakah ia terlihat semenyedihkan itu?

Tadi begitu tiba di rumah, mereka sempat berbicara sebentar sebelum akhirnya Badai meminta sang ibu untuk bicara berdua. Kini mereka tengah berada di kamar Badai, sementara Alena dibiarkan menunggu di ruang tamu.

Sang ibu mengangguk pelan. “Tidak ada cara lain. Hanya itu yang bisa kita lakukan.”

“Aku menolak!” ujarnya tegas. “Aku gak masalah pernikahan ini batal,” lanjutnya.

“Badai,” potong sang ibu. “Kamu harus pikirin nama baik kamu dan keluarga kita,” bujuk wanita itu.

“Apa Mama yakin gadis itu mau? Gadis gila mana yang mau manggantikan pernikahan orang lain, Ma?” Badai mendengkus pelan dan tersenyum kecut. Baginya, penolakan Stevia sudah cukup membuatnya terhina.

“Kalau gadis itu gak mau, gak mungkin dia mengajukan diri.”

“Tapi, Ma–” protes laki-laki itu.

“Sudah. Ayo, kita temui gadis itu sekarang,” ajak sang ibu.

Badai tak bisa lagi membantah, lebih tepatnya tidak diizinkan membantah oleh sang ibu. Wanita itu pun mendorong kursi rodanya menuju ruang tamu.

Hening suasana untuk beberapa saat. Alena yang sedari duduk menunggu, masih diam di tempatnya dengan kedua tangan saling meremas di pangkuan.

Badai memperhatikan gadis itu dengan tatapan menelisik. Seolah menilai diri gadis itu.

“Jadi, kita lanjutkan pembicaraan tadi. Kamu bersedia menikah dengan anak Tante, Badai?” tanya ibu Badai pada Alena.

Yang ditatap hanya bisa menelan ludah demi mengurangi rasa gugup. Gadis itu pun menggangguk pelan. "I-iya, tapi–” Alena terlihat ragu meneruskan ucapannya.

Ibunda Badai baru akan membuka mulut menyahuti ucapan Alena, tetapi Badai sudah lebih dulu menyerobotnya.

"Mama lihat, mana mungkin gadis itu mau. Mama gak usah bikin aku seperti gak punya harga diri. Lebih baik pernikahan ini batal saja," putus Badai terlihat emosi. Itu jelas terlihat dari rahangnya yang berkedut.

Alena yang juga melihat perubahan air muka Badai merasa sedikit takut. Apakah ada dari ucapannya yang menyinggung laki-laki itu? Ataukah ia ada salah bicara?

Sang ibu berbalik menghampiri putranya. "Badai! Apa-apaan sih kamu? Kita dengarkan dulu apa yang mau dikatakan gadis itu. Apa kamu mau melihat Mama ditertawakan orang-orang. Apa kamu mau jadi bahan olokan mereka? Hah?" sang ibu terdengar emosi. Ibu dan anak terlihat tarik urat.

"Aku gak masalah," jawab Badai berusaha terlihat tenang.

"Mama yang masalah. Kamu pikir Mama akan biarkan saja mereka mengolok anak Mama? Tidak semudah itu."

"Tapi..." Badai hendak menyampaikan rasa keberatannya.

"Tidak perlu banyak tapi. Yang penting sekarang kita urus semuanya," putus sang ibu.

Badai hendak memprotes, tetapi sang ibu memberi isyarat agar putranya itu diam dan menurut saja. 

Wanita itu kembali menatap Alena, mengajak gadis itu melanjutkan pembicaraan tadi yang tertunda.

"Jadi, kamu bersedia untuk menjadi pengantin Badai, tapi...?" Ibu Badai seolah mengulang jawaban Alena tadi. "Tapi apa?" lanjut wanita itu.

Alena terdiam sejenak, seolah meyakinkan diri tentang apa yang akan ia ucapkan. "Benar, Tante. Saya bersedia untuk menikah dengan putra Tante." Alena menjeda ucapannya. "Tapi ... bolehkah saya mengajukan permintaan?" tanya Alena ragu.

"Katakan, Sayang. Permintaan apa yang kamu inginkan. Tante, ah bukan, Mama akan menuruti," jawab wanita itu.

"Begini–” Alena terlihat ragu. Ia menatap takut-takut wanita yang menunggunya bicara.

“Bisakah, Tante meminjami saya uang 250 juta," lirih Alena sembari tertunduk.

Sebenarnya ia malu untuk mengatakan hal itu tetapi ia juga harus mendapat imbalan yang sepadan kan jika harus menyelamatkan pernikahan Badai? Bukan, bukan! Ia harus menggadaikan harga dirinya demi sejumlah uang untuk menebus sertifikat rumah ibunya.

Namun, melihat ibunda Badai hanya terdiam membuat Alena menjadi ciut nyali. Apakah wanita itu menilainya hanya seharga dua ratus lima puluh juta?

"Hanya itu permintaanmu?" tanya ibu Badai memastikan.

Alena mengangguk pelan. "Iya," jawabnya.

"Baiklah." Wanita itu pun tersenyum. Lalu bangkit menghampiri Alena. Beliau merentangkan tangan.

Melihat itu Alena lekas bangkit dan ibu Badai langsung memeluknya erat. Setelah beberapa saat, wanita itu merenggangkan pelukannya dan memegang kedua pundak Alena.

“Nama Mama, Sarah. Mulai sekarang, kamu boleh memanggilku Mama,” ujar wanita itu sembari tersenyum.

“I-iya, Tante,” ujar Alena canggung.

Mama Sarah tersenyum. “Setelah kalian menikah, kamu harus terbiasa memanggilku Mama. Mama juga ibumu.”

Alena hanya bisa mengangguk sekali dengan pelan. Ada perasaan yang tidak bisa Alena jelaskan. Yang pasti ia merasakan hatinya mendadak haru. Senyuman Tante Sarah begitu teduh.

***

Related chapters

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Bab 5. Sah!

    Semua persiapan pernikahan dilakukan serba kilat. Begitu mencapai kata sepakat antara pihak Badai dan Alena, orang kepercayaan Badai segera mengurus administrasi dan kelengkapan syarat pernikahan di KUA. Jika uang yang berbicara, semua bisa dipercepat.Alena juga memberitahukan pada sang ibu soal pernikahannya. Awalnya sang ibu terlihat terkejut dengan kabar mendadak ini. Namun, Alena menjelaskan jika Badai adalah laki-laki pilihannya. Pernikahan disegerakan lebih cepat lebih baik, tanpa menjelaskan alasan yang sebenarnya.“Apa gak sebaiknya kita kasih tau Pap–maksud Mama Om Surya, soal pernikahan kamu?” saran Bu Mirna.“Gak perlu kasih tau Om Surya. Dia bukan siapa-siapa. Apa Mama mau Om Surya tau tempat tinggal Mama sekarang?” Alena menatap sang ibu penuh rasa penasaran. Biar bagaimanapun, pria itu masih suami sah ibunya. Apakah ia begitu jahat jika memaksa sang ibu bercerai di usia yang tidak lagi muda?Memang sejak kejadian tempo hari, Alena membawa sang ibu ke rumah kontrakannya.

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Bab 6. Aku Bukan Malaikat

    Badai duduk termenung di sisi jendela lebar kamarnya. Lebih tepatnya, kamar sementara di lantai bawah, selama proses pemasangan lift. Memang sebelumnya kamar laki-laki itu berada di lantai atas. Namun, sejak dirinya harus terperangkap di kursi roda, tak akan bisa ia berpindah ke lantai berbeda menggunakan tangga.Laki-laki itu termenung, memikirkan banyak hal. Semuanya terjadi begitu cepat. Seolah hanya mimpi. Kecelakaan yang membuat kedua kakinya lumpuh. Ditinggalkan kekasih saat pernikahan di depan mata.Namun, seharusnya ia masih bersyukur. Hanya kakinya yang lumpuh. Bukan nyawanya yang melayang. Meski Stevia meninggalkannya, ada Alena yang menggantikan. Bukankah itu sebuah keberuntungan?Pikirannya mengawang, merentang waktu. Ingatannya mendarat di saat Stevia mendatanginya, dua hari sebelum pernikahannya dengan Alena.“Badai, aku minta maaf. Bisakah kita lanjutkan rencana pernikahan kita? Aku kembali untuk itu.”Badai menatap dingin, tetapi sorot matanya tajam.“Tidak.”Hanya sa

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 7. Sosok Alena

    Stevia terpekur di depan meja rias. Ponselnya tergeletak begitu saja tak jauh dari tempatnya. Ia baru saja menghubungi nomor laki-laki itu, ayah dari janinnya. Berulang kali Stevia menghubungi, tetapi tidak pernah tersambung. Lelaki itu menghilang entah kemana. Seolah sengaja menghindarinya.Perempuan itu menyangga sisi kepala dengan siku bertumpu di meja rias. Matanya memejam, menggulung pikirannya yang semerawut.Saat ia memutuskan untuk membatalkan rencana pernikahannya dengan Badai, ia mendapat amukan dari sang ayah. Lalu, bagaimana jika pria itu tahu jika dirinya kini tengah hamil tanpa suami.“Dasar anak tidak tau diuntung. Sudah bagus ada laki-laki yang mau menikahimu. Ini pakai acara kabur segala! Sudah merasa hebat? Hah!” amuk sang ayah.Bukan cuma amukan dan cercaan, tetapi juga disertai kekerasan fisik. Stevia memegang pipi kanannya yang terasa panas. Seringan itu sang ayah melayangkan tangan. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali mendapat perhatian dan kasih sayang san

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 8. Tidak Apa

    Pria itu keluar dari pintu kedatangan internasional bandara. Ia menggeret koper dengan sebelah tangan dan sebelah tangan lagi dibenamkan dalam saku celana. Setelan jas formal yang dikenakannya cukup menunjukkan strata sosial yang ia punya.Wajah tampan dibingkai rahang tegas yang dihiasi jambang tipis. Kacamata hitam bertengger di hidungnya yang mancung. Menambah kesan maskulin. Auranya dingin tak tersentuh tanpa senyuman di bibir.Dia adalah Bayu. Bayu Segara Putra.Salah satu pebisnis muda yang sukses menduduki dua puluh besar pengusaha paling berpengaruh.“Selamat datang kembali, Bos!” sambut seorang lelaki muda yang tak berbeda jauh umur dengannya.Ia adalah Reka, sang asisten. Lelaki itu mengambil alih koper sang bos.“Hmm!”Bayu hanya menjawab dengan dehaman. Kembali melangkah diikuti sang asisten.“Bagaimana anak itu?” tanya pria itu tanpa menghentikan langkah.Jeda beberapa saat hingga ia menoleh pada asistennya.“Dia tetap menikah seperti rencana awal.”Bayu menghentikan lang

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 9. Tanggung Jawab

    Mendengar keributan berasal dari ruangan bosnya, Reka bergegas ke sana. Ia disambut tatapan penuh tanya oleh staff sekretaris di lantai itu. Namun, ia tak peduli.Reka mengetuk pintu dan mendorongnya perlahan. Ia terkejut melihat papan nama bosnya tergeletak tak jauh dari pintu. Ia langsung memungutnya. Dan mengusap dengan penuh hati-hati, seolah benda itu adalah benda keramat yang rapuh. Tak salah sih sebenarnya.“Apa yang terjadi?” tanya Reka yang masih memeluk papan nama atasannya.Bayu menoleh. Wajahnya jelas masih diselimuti emosi.“Kau, berikan gadis itu uang dalam jumlah besar!” titahnya.“Ya?” Reka terkejut.“Aku tidak suka menikmati sesuatu secara gratis,” jelasnya.‘Berapa harga diri gadis itu?’ Ia akan membayarnya. Bayu akan tersinggung jika orang lain meremehkannya. Ia tidak suka.“Baik. Berapa yang harus saya berikan?” tanya Reka agar tak salah langkah.“Satu Milyar.”“Ya?”Lagi-lagi Rela berseru terkejut. Satu milyar bukan uang yang sedikit. Tapi bosnya itu seolah enteng

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 10. Kecurigaan

    Selesai sarapan, Alena membereskan bekas peralatan makan serta menyimpan makanan yang tak habis. Hanya meringkasi saja. Mencucinya akan dikerjakan ART mertuanya.Alena kembali ke kamar mengambil tas serta ponsel dan dompet. Saat akan keluar lewat pintu depan, ia melihat Badai tengah duduk di sofa ruang keluarga sembari memeriksa sesuatu di tabletnya. Ia menghampiri dan berdiri tepat di samping Badai.Menyadari ada orang di sebelahnya membuat Badai spontan mendongak. Ia melihat Alena terlihat sedikit salah tingkah.“Ehmm, Mas–” ucap gadis itu sedikit ragu. Semburat merah menghiasi dua belah pipi gadis itu.Badai tentu merasa sedikit kaget mendengar panggilan istrinya. Ada perasaan yang berbeda saat mendengar panggilan baru itu. Namun, ia dapat dengan cepat menguasai ekspresinya.“Ya?”“Aku berangkat dulu.” Alena mengulurkan tangan pada suaminya.Badai yang paham pun lantas menyodorkan tangan kanannya. Alena membawa punggung tangan sang suami untuk ia cium. Berharap keberkahan langkahny

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 11. Apa Salahku?

    “Huwek!”Stevia membekap mulutnya sembari lompat dari tempat tidur. Buru-buru berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan cairan bening ke dalam closet.Pagi-pagi buta ia harus terbangun karena perutnya terasa tidak nyaman sama sekali. Kehamilan ini benar-benar menyiksanya. Kepala terasa pusing dan tubuhnya lemas. Hampir tidak ada makanan yang masuk ke dalam tubuhnya.Setelah beberapa saat, Stevia membasuh wajah juga mulutnya. Ia tatap pantulan diri di cermin. Wajahya terlihat sedikit pucat.Pelan ia berjalan keluar kamar mandi. Kembali menuju ranjang. Ia ingin rebah lagi. Setidaknya untuk mengurangi rasa mual. Harapnya sih begitu. Benar-benar tidak semangat untuk mengerjakan apapun.“Kamu ini bikin susah aja. Masih dalam perut aja bikin susah, gimana nanti pas lahir,” gerutu Stevia memukul perutnya kesal.Tiba-tiba ia sangat ingin makan cumi asam manis. Entah kenapa, membayangkannya saja membuat air liurnya seperti mengucur.Dengan langkah malas, ia pun turun dari pembaringan. Menuju

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 12. Ada Yang Berdenyut Nyeri.

    “Ma-Mama?” panggil Stevia tak percaya melihat wanita paruh baya diam bergeming di hadapannya. Yang juga menatapnya tak percaya.Mama Sarah. Wanita yang tetap terlihat cantik meski sudah berumur itu adalah wanita yang memberinya kasih sayang layaknya seorang ibu. Ia merasa memiliki seorang ibu lewat wanita itu.Ujung bibir Stevia tertarik samar melihat wanita di hadapannya. Ia bergerak maju hendak memeluk wanita itu.Namun, kalimat yang terlontar dari bibir wanita itu berhasil menahan gerakannya.“Kamu? Siapa yang kamu panggil, Mama? Saya bukan Mama kamu!” ujar wanita itu ketus.Stevia terkesiap. Kejut itu berhasil membuat hatinya tercubit. Memantik rasa nyeri hingga bola matanya berdenyar.Penolakan. Ah, ia sadar dengan reaksi penolakan wanita itu. Kenapa ia bisa lupa penyebab sikap dingin wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya. Wanita yang pernah akan menjadi ibu mertuanya.Mendadak Stevia merasakan sesal telah membatalkan pernikahan dengan Badai.“Ma, ehm, maksud Via, Tan–Tante.”

Latest chapter

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 18. Dendam Daniel

    Pagi itu, suasana pantry sudah terlihat ramai. Beberapa karyawan yang ingin membuat kopi ataupun teh, tengah mengantri bergantian untuk menyeduh minuman mereka. Sembari menunggu, mereka tampak berbincang ringan. Hingga salah satu karyawan yang menyeletuk. "Kalian tau, gak? Si Indah, kena semprot si Bos cuma gara-gara masalah sepele?" beritahu Irma dengan ekspresi wajah serius. "Hah, gara-gara apa emang?" tanya Nina terpancing ingin tahu. Irma pun memajukan wajah dengan sedikit merunduk, khas para tukang gosip. Kedua temannya pun ikut-ikutan mendekat sembari merunduk mengikuti Irma. Irma berkedip dengan bola mata bergerak-gerak, siap untuk bergosip. "Dia kena marah habis-habisan cuma gara-gara beresin susu coklat yang ada di meja Pak Bayu." "Hah?" Nina dan Sari kompak memekik terkejut dengan mulut membulat dan mata melebar. Kedua wanita itu seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Irma barusan. "Serius?" tanya Sari tidak percaya. " Bukannya Pak Bayu paling benci ya

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 17. Gara-gara Sekotak Susu Cokelat

    Badai sudah cukup menahan kesabaran selama semalaman. Maka, begitu melihat Alena di pagi harinya, laki-laki itu sudah tidak bisa mengontrol emosinya.“Alena!” panggil Badai dengan suara setengah membentak.Alena yang tengah menyiapkan sarapan di meja makan seketika terjengkit kaget.“A-ada apa, M-mas?” tanya Alena mendadak takut.Sepagi ini sudah mendapat bentakan dari laki-laki itu. Wajahnya mendadak berubah pucat.“Kan sudah kubilang, jangan sentuh barang-barang di dalam kamarku. Kamu itu bodoh atau gimana sih?” emosi Badai.Alena bingung, apa kiranya yang membuat Badai marah sepagi ini. Dengan takut-takut, ia pun bertanya.“Maaf, Mas. Memangnya apa yang sudah gak sengaja aku lakuin?” tanya Alena agar lebih jelas.Badai melebarkan mata. Gak sengaja, dia bilang?Laki-laki itu menghela napas kasar. Ia pikir, Alena ini adalah tipe orang yang tidak punya rasa bersalah meski telah melakukan kesalahan.“Ternyata kamu beneran bodoh, ya? Atau memang gak punya rasa bersalah? Di mana bingkai

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 16. Hidupku penuh dengan kerja keras

    “Tapi … ada satu masalah lagi.” Mahes terdengar ragu mengatakannya.“Apa?” Tatap mata Badai terlihat tajam penuh sorot waspada.“Salah satu klien kita, Pak Prana dari pihak PT Bumi Pertiwi, membatalkan kerjasama.”“Di mana mereka sekarang?” tanya Badai selanjutnya.“Mereka sedang makan siang di restaurant Tiga Saudara,” jawab Mahes memberitahu.Badai segera memutar kursi rodanya. Namun, kembali menghentikannya dan menoleh ke Mahes yang masih berdiri di tempat semula.“Tunggu apa lagi? Ayo kita susul mereka!” sentak Badai seakan menyadarkan Mahes yang masih berdiri terpaku.Laki-laki itu lekas mengambil alih untuk mendorong mursi roda sang bos meninggalkan kantor. Saat akan memasuki lift keduanya diperhatikan oleh sepasang mata milik seorang wanita yang tidak lain adalah sang ibu, Mama Sarah.“Badai?” gumam Mama Sarah seolah tidak percaya jika sang putra kini berada di kantor. Wanita itu mendecak pelan.“Anak itu, sudah dibilang tidak usah khawatir soal urusan kantor, tetap saja,” hera

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 15. Masalah di Kantor

    Bayu melangkah gontai memasuki kamar rawat Bu Winarsih. Laki-laki itu menatap wajah sang ibu asuh yang masih terbaring dengan mata terpejam. Ia menarik kursi ke sisi ranjang dan duduk di sana. Tangannya menggenggam tangan sang ibu. “Aku bertemu wanita itu, Bu. Dia … terlihat baik-baik saja dan bahagia bersama putranya.” Sebelah tangannya mengepal, sarat akan amarah tertahan dan … kecemburuan. Matanya memerah seolah menunjukkan semua derita yang dia tanggung selama ini. Kepalanya menunduk dalam. Tiba-tiba laki-laki itu merasakan sebuah usapan lembut di kepalanya. “Ngger!” panggil lembut suara wanita. Bayu mengangkat wajah mendengar panggilan lirih itu. Ia melihat Bu Winarsih kini menatapnya lemah. “Ibu sudah bangun? Bayu, panggil dokter dulu.” Laki-laki itu hendak beranjak. Namun, Bu Winarsih menahan tangan putranya dan menggelengkan kepala pelan. Bayu kembali duduk. “Apa ibu ngerasa gak nyaman?” tanya Bayu lagi merasa khawatir. Bu Winarsih kembali menggeleng. Tak lama, terden

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 14. Tragedi Kursi Roda

    Tiada angin tiada hujan. Tiba-tiba bertanya nama pada orang asing di pertemuan pertama, sungguh terdengar kurang sopan. Mama Sarah menyadari itu.“Maaf. Kalau pertanyaan ibu kurang sopan.”Wanita itu merasa tidak enak.Berbeda dengan Bayu yang merasa tidak menyangka tiba-tiba ditanya seperti itu. Ia merasa bingung.“Tidak apa-apa,” ujarnya dengan raut dingin seperti biasanya.Mama Sarah membuang pandangan. Seperti tak ingin pemuda di depannya itu melihat rona di wajahnya.“Ibu hanya teringat pada putra ibu. Dia seusia denganmu.”Kaca-kaca samar menggenang di pelupuk mata Mama Sarah. Dadanya tiba-tiba terasa sesak. Ia sedikit mendongakkan kepala, agar kristal bening itu tak jatuh ke wajahnya. Buru-buru ia merogoh kantong plastik putih.“Ini. Ambillah!” Ia menyodorkan sekotak susu ukuran sedang.Bayu tergeming menatap sekotak susu di tangan wanita itu. Lalu beralih menatap wajah Mama Sarah seolah bertanya, ‘Kenapa?’.“Anak ibu suka susu cokelat,” ujarnya. Bibirnya memaksa senyum meski w

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 13. Siapa Namamu, Nak?

    Bayu bergegas pulang setelah mendapat telepon dari Arya, salah satu remaja yang tinggal di panti asuhan tempatnya dulu. Ibu panti terjatuh karena darah tingginya tiba-tiba kambuh. Bayu bergegas menyusul ke rumah sakit. Arya bilang mereka sudah membawa ibu panti agar segera mendapat penanganan.Bayu menekan tombol interkom dan meminta Reka segera ke ruangannya.“Apa schedule ku setelah ini?” tanya Bayu langsung ketika Reka baru saja menghadapnya.Reka lekas memeriksa tabletnya. “Bapak ada agenda makan malam bersama Presdir Indo Sarana Corporation. Apa ada masalah?” Reka balik tanya demi melihat raut wajah sang bos. Bau-baunya, nih, si Bos bakalan minta batalkan.“Batalkan!” ujar Bayu tegas.Tuh, bener kan. Reka mencoba melapangkan dadanya. Resiko jadi asisten ya begitu.Bayu lekas bangkit dari kursi kebesarannya. Laki-laki itu meraih jas yang ia gantungkan di standing hanger. Lalu memakainya sembari melangkah ke arah Reka dan menadahkan tangan.Reka yang paham, lekas merogoh saku dan me

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 12. Ada Yang Berdenyut Nyeri.

    “Ma-Mama?” panggil Stevia tak percaya melihat wanita paruh baya diam bergeming di hadapannya. Yang juga menatapnya tak percaya.Mama Sarah. Wanita yang tetap terlihat cantik meski sudah berumur itu adalah wanita yang memberinya kasih sayang layaknya seorang ibu. Ia merasa memiliki seorang ibu lewat wanita itu.Ujung bibir Stevia tertarik samar melihat wanita di hadapannya. Ia bergerak maju hendak memeluk wanita itu.Namun, kalimat yang terlontar dari bibir wanita itu berhasil menahan gerakannya.“Kamu? Siapa yang kamu panggil, Mama? Saya bukan Mama kamu!” ujar wanita itu ketus.Stevia terkesiap. Kejut itu berhasil membuat hatinya tercubit. Memantik rasa nyeri hingga bola matanya berdenyar.Penolakan. Ah, ia sadar dengan reaksi penolakan wanita itu. Kenapa ia bisa lupa penyebab sikap dingin wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya. Wanita yang pernah akan menjadi ibu mertuanya.Mendadak Stevia merasakan sesal telah membatalkan pernikahan dengan Badai.“Ma, ehm, maksud Via, Tan–Tante.”

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 11. Apa Salahku?

    “Huwek!”Stevia membekap mulutnya sembari lompat dari tempat tidur. Buru-buru berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan cairan bening ke dalam closet.Pagi-pagi buta ia harus terbangun karena perutnya terasa tidak nyaman sama sekali. Kehamilan ini benar-benar menyiksanya. Kepala terasa pusing dan tubuhnya lemas. Hampir tidak ada makanan yang masuk ke dalam tubuhnya.Setelah beberapa saat, Stevia membasuh wajah juga mulutnya. Ia tatap pantulan diri di cermin. Wajahya terlihat sedikit pucat.Pelan ia berjalan keluar kamar mandi. Kembali menuju ranjang. Ia ingin rebah lagi. Setidaknya untuk mengurangi rasa mual. Harapnya sih begitu. Benar-benar tidak semangat untuk mengerjakan apapun.“Kamu ini bikin susah aja. Masih dalam perut aja bikin susah, gimana nanti pas lahir,” gerutu Stevia memukul perutnya kesal.Tiba-tiba ia sangat ingin makan cumi asam manis. Entah kenapa, membayangkannya saja membuat air liurnya seperti mengucur.Dengan langkah malas, ia pun turun dari pembaringan. Menuju

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 10. Kecurigaan

    Selesai sarapan, Alena membereskan bekas peralatan makan serta menyimpan makanan yang tak habis. Hanya meringkasi saja. Mencucinya akan dikerjakan ART mertuanya.Alena kembali ke kamar mengambil tas serta ponsel dan dompet. Saat akan keluar lewat pintu depan, ia melihat Badai tengah duduk di sofa ruang keluarga sembari memeriksa sesuatu di tabletnya. Ia menghampiri dan berdiri tepat di samping Badai.Menyadari ada orang di sebelahnya membuat Badai spontan mendongak. Ia melihat Alena terlihat sedikit salah tingkah.“Ehmm, Mas–” ucap gadis itu sedikit ragu. Semburat merah menghiasi dua belah pipi gadis itu.Badai tentu merasa sedikit kaget mendengar panggilan istrinya. Ada perasaan yang berbeda saat mendengar panggilan baru itu. Namun, ia dapat dengan cepat menguasai ekspresinya.“Ya?”“Aku berangkat dulu.” Alena mengulurkan tangan pada suaminya.Badai yang paham pun lantas menyodorkan tangan kanannya. Alena membawa punggung tangan sang suami untuk ia cium. Berharap keberkahan langkahny

DMCA.com Protection Status